by Danu Wijaya danuw | Dec 7, 2017 | Artikel, Berita, Internasional
Jalur Gaza – Pengakuan resmi Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel mengundang reaksi keras dari berbagai pihak di penjuru dunia, termasuk faksi Hamas di Palestina.
Hamas mengatakan bahwa pengakuan Trump atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan keputusannya untuk memindahkan Kedubes AS telah “membuka gerbang neraka”. Demikian seperti dikutip dari independent.co.uk pada Kamis (7/12/2017).
“Keputusan Trump tentang Yerusalem tidak akan berhasil mengubah fakta bahwa Yerusalem adalah tanah muslim Arab,” kata otoritas Hamas.
Pemuda dan gerakan perlawanan Palestina di Tepi Barat merespons dengan segala cara yang tersedia atas keputusan AS yang merugikan Yerusalem kita.
Hamas menyebut Yerusalem yang merupakan kota suci bagi tiga agama, Yahudi, Islam dan Kristen sebagai garis merah.
Hamas menekankan bahwa keputusan Trump nekat dan waktu akan membuktikan bahwa Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu adalah pecundang.
Keputusan Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel “bertentangan” dengan kebijakan luar negeri AS yang telah berjalan selama tujuh dekade.
Di lain sisi, pengumuman Trump sekaligus menandai langkah awal pemindahan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Presiden Trump memperlihatkan dokumen pernyataan Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang di tanda tanganinya
“Hari ini, akhirnya kita mengakui hal yang jelas: bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel. Ini tidak lebih dari sekadar pengakuan akan realitas. Ini juga hal yang tepat untuk dilakukan. Ini hal yang harus dilakukan,” ujar Trump saat berpidato di Diplomatic Reception Room, Gedung Putih
Selama tujuh dekade, AS bersama dengan hampir seluruh negara lainnya di dunia, menolak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel sejak negara itu mendeklarasikan pendiriannya pada 1948.
Sementara, menurut Trump, kebijakan penolakan tersebut membawa seluruh pihak tidak mendekati kesepakatan damai antara Israel-Palestina.
“Akan menjadi kebodohan untuk mengasumsikan bahwa mengulang formula yang sama persis sekarang akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda atau lebih baik,” ungkap Presiden ke-45 AS tersebut.
Israel menduduki Yerusalem Timur sejak Perang 1967 dan pada 1980 Tel Aviv mencaploknya dan mengklaimnya sebagai domain eksklusif mereka. Di bawah hukum internasional, Yerusalem dianggap sebagai wilayah yang diduduki.
Sumber : Independent/Liputan6
by Danu Wijaya danuw | Oct 14, 2017 | Artikel, Berita, Internasional
Dua faksi Palestina yang selama ini berselisih yaitu, Hamas dan Fatah akhirnya telah menandatangani kesepakatan rekonsiliasi di Kairo, Mesir, Kamis (12/10).
Pihak penengah Mesir mengatakan Otorita Palestina yang didominasi Fatah akan mengambil alih tanggung jawab administrasi sepenuhnya Jalur Gaza dari Hamas terhitung mulai 1 Desember mendatang.
Sementara pintu perlintasan Rafah dari Gaza ke Mesir akan segera diserahkan kepada pemerintah bersatu Palestina.
Kesepakatan ditandatangani oleh pemimpin delegasi Fatah, Azzam al-Ahmad, dan pemimpin tim perunding Hamas, Saleh Arouri, dengan disaksikan oleh Kepala Dinas Intelijen Mesir, Khaled Fawzi.
Hamas dan Fatah ‘capai kesepakatan’ dalam pertemuan di Kairo. Perdana Menteri Palestina, Hamdallah juga mengunjungi Gaza yang selama ini dikuasai Hamas.
Kedua faksi yang bersengketa sejak tahun 2007 antara Hamas berkuasa di Gaza dan Fatah yang memerintah di Tepi Barat menyambut baik kesepakatan yang disebut sebgai terobosan besar.
Hamas merebut kemenangan dalam pemilihan parlemen tahun 2006 dan menegakkan kekuasaannya dengan mengusir Fatah dari Gaza.
Beberapa warga di Gaza yang sebagian besar pendukung Hamas merayakan kesepakatan rekonsiliasi di Kairo dengan menyalakan kembang api dan mengibarkan bendera Palestina.
Warga Palestina yang tinggal di Gaza berharap rekonsiliasi yang disepakati di Kairo juga bisa memperbaiki situasi kemanusiaan di sana, yang tergantung pada bantuan pangan karena pembatasan dan blokade oleh Israel.
Sejak tahun 2006, Israel dan Mesir memperlakukan blokade laut dan darat atas Gaza untuk mencegah serangan dari militan yang berada di Gaza, yang mendapat dukungan dari kelompok Hamas, yang memang menyerukan penghancuran negara Israel.
Blokade yang menyebabkan kekurangan listrik dan bahan bakar di wilayah tersebut.
Israel dengan tegas menentang keterlibatan Hamas dalam Otoritas Palestina dan mengatakan tidak akan berhubungan dengan Palestina yang terdiri dari kelompok garis keras Hamas.
Beberapa pemerintahan dunia seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa memang telah menetapkan Hamas secara keseluruhan atau terbatas sebagai kelompok teroris atas pesanan Israel. Namun Hamas sendiri menjunjung tinggi perdamaian dan tidak pernah memulai perang.
Sumber : BBC
by Danu Wijaya danuw | Jun 16, 2017 | Artikel, Berita, Internasional
QATAR– Menteri Luar Negeri (Menlu) Qatar Syaikh Mohammed bin Abdulrahmah al-Thani kemarin (12/6/2017) kemarin menyatakan bahwa Hamas adalah gerakan perlawanan yang berupaya menyatukan barisan rakyat Palestina, bukan organisasi teroris.
Dalam konferensi pers dengan Menlu Perancis, menteri Qatar itu menjelaskan bahwa keberadaan Hamas di Qatar bertujuan untuk mendorong perundingan perdamaian dengan Fatah. Ia juga menegaskan bahwa kepemimpinan biro politik Hamas berkedudukan di Gaza bukan Doha.
Ia menambahkan, upaya Qatar dalam merekonstruksi Gaza jelas dan transparan, serta diimplementasikan melalui mekanisme internasional. Ia juga menegaskan bahwa Qatar mendukung rakyat Palestina dan rekonsiliasi nasional, serta tidak berpihak pada salah satu faksi tertentu.
Ia menyatakan, “Hamas tidak masuk dalam daftar teroris negara-negara Teluk, lantas kenapa menentang keberadaan mereka sebagai tamu? Hamas adalah gerakan perlawanan dan kami memperlakukannya sebagai sebuah faksi politik.”
Menteri Qatar itu menyatakan keheranannya kenapa hubungan dengan Hamas menjadi sebuah tuduhan.
Qatar baru-baru ini menjadi sasaran kampanye hasutan dan tekanan. Sejumlah sumber mengungkap bahwa salah satu alasan utama kampanye tersebut adalah karena dukungan Qatar untuk Palestina dan membiarkan para pemimpin Hamas ada di Qatar.
Hal itu diperkuat dengan pernyataan Menteri Luar Negeri Saudi Adel Al-Jubeir dan para tokoh Teluk lainnya yang secara terbuka menuntut Qatar untuk menghentikan dukungannya terhadap Hamas.
Sumber : SahabatAlaqsha/PIC
by Danu Wijaya danuw | Jun 9, 2017 | Artikel, Berita, Internasional
Menteri Luar Negeri (Menlu) Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani mengungkapkan bahwa kehadiran para pemimpin politik Hamas di Doha bertujuan untuk memfasilitasi persatuan Palestina.
“Kehadiran Hamas di Doha dikoordinasikan dengan Amerika Serikat (AS) dan negara-negara di kawasan ini, dan ini merupakan bagian dari usaha kita untuk menengahi faksi Palestina agar mencapai rekonsiliasi,” ujar Al Thani kepada laman Aljazeera, Jumat (9/6).
Pernyataan tersebut muncul empat hari setelah negara-negara teluk memutuskan hubungan diplomatik dan trasnportasi dengan Qatar.
Menurut analis politik, Modallal, peran Qatar di Palestina memang telah mengakomodasi dan mendukung dua sayap politik utama Palestina, yakni Hamas di Gaza dan Otoritas Palestina – Fatah di Tepi Barat.
Sementara dukungan kepada Ikhwanul Muslimin (IM) bersifat menghormati mereka yang moderat. Berjuang dengan adil melalui kotak suara tanpa senjata, walaupun akhirnya dikudeta militer Mesir. Tuduhan kepada IM menurutnya hanya disebabkan kebencian saja.
Qatar Tidak Akan Menyerah
Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani menegaskan bahwa negaranya tidak pernah menyerah pada tekanan yang dilakukan oleh negara-negara tetangga Arabnya.
“Negara ini juga tak akan mengubah kebijakan luar negerinya dalam menyelesaikan perselisihan antar Arab.” kata Sheikh Mohammed Al Thani kepada Aljazeera.
Dengan demikian, berarti Qatar tak akan mengubah kebijakan luar negerinya terkait tekanan agar menghentikan dukungannya terhadap Hamas Palestina dan Ikhwanul Muslimin (IM).
Hal itu disampaikan Sheikh Mohammed Al Thani kepada Aljazeera, Jumat (9/6), menyusul sejumlah tuntutan yang diajukan Arab Saudi.
Mereka menuduh Qatar mendukung kelompok bersenjata dan saingan regional mereka, Iran. Qatar mengatakan tuduhan tersebut tidak berdasar.
“Kami belum siap untuk menyerah, dan tidak akan pernah siap untuk menyerah, merdeka dari kebijakan luar negeri kami,” kata Sheikh Mohammed bin Abdulrahman.
Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bersikap menantang bahwa Qatar dapat hidup dalam embargo untuk waktu yang lama.
Dukungan Internasional untuk Qatar
“Dia mengatakan Qatar mendapat dukungan dari masyarakat internasional dan bahwa mereka akan berhasil mengurangi konsekuensi krisis ini,” lapor koresponden Aljazeera itu.
Sheikh Mohammed Abdulrahman lebih lanjut mengatakan bahwa tentara Turki yang akan dikirim ke Qatar adalah demi menjaga keamanan seluruh wilayah.
Sementara itu, Qatar akan menghormati kesepakatan gas LNG yang dibuatnya dengan UEA meski negara itu telah memutuskan hubungan dengan Doha, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman mengatakan.
Sumber : Salam Online/ Aljazeera