by Danu Wijaya danuw | Feb 7, 2018 | Artikel, Berita, Internasional
RIYADH – Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud dari Arab Saudi mengeluarkan sebuah perintah pada hari Rabu untuk mentransfer dana sebesar USD2 miliar atau sekitar Rp 26,7 triliun ke bank sentral Yaman. Tujuannya untuk meringankan penderitaan rakyat di negara itu.
”Untuk mengatasi situasi ekonomi yang memburuk yang dihadapi oleh orang-orang Yaman sebagai akibat tindakan milisi pemberontak syiah Houthi yang didukung Iran, Raja Salman bin Abdulaziz telah mengeluarkan sebuah perintah untuk mentransfer deposit USD2 miliar ke bank sentral Yaman,” kata Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi.
Dana Bailout tersebut diharapkan dapat meningkatkan situasi keuangan dan ekonomi Yaman sembari memperkuat mata uang riyal Yaman. Jika nilai riyal naik, kondisi kehidupan warga Yaman akan berubah menjadi lebih baik.
Kementerian itu menyalahkan milisi Houthi atas kehancuran ekonomi Yaman. Saat ini pemberontak Houthi telah menjarah negara, menyita pendapatan pemerintah, termasuk yang dihasilkan dari minyak dan turunannya.
“Mereka memperoleh pendapatan ini dari riyal Yaman saat mereka memanipulasi nilai tukar,” lanjut kementerian tersebut, yang dikutip dari kantor berita negara Saudi, SPA
”Mereka melakukan semua ini untuk mencapai tujuan destruktif mereka sendiri dengan mengorbankan rakyat Yaman.Tindakan mereka telah menghasilkan devaluasi mata uang yang stabil, yang telah merusak kehidupan orang-orang Yaman secara signifikan selama beberapa tahun.”
Dengan suntikan dana terbaru yang diperintahkan Raja Salman, dana Saudi yang mengalir ke bank sentral Yaman akan menjadi USD3 miliar.
Yusuf Al-Othaimeen, Sekretaris Jenderal Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), mengatakan langkah Saudi tersebut akan mengurangi penderitaan rakyat Yaman.
”Ini bukan pinjaman, ini adalah deposit dan pemerintah Yaman yang sah tidak perlu membayarnya kembali,” kata pemerintah Saudi, seperti dikutip Reuters.
Sebelumnya tahun 2015 Raja Salman dari Kerajaan Arab Saudi memberikan bantuan ke Yaman senilai US$ 540 juta atau sekitar Rp 7 triliun.
Sumber : SindoNews
by Danu Wijaya danuw | Jan 9, 2018 | Artikel, Berita, Internasional
SANA’A – Pasukan Yaman dikabarkan berhasil menembus pertahanan kelompok pemberontak Houthi.
Reuters, sebagaimana dikutip Al Arabiya Kamis (14/12/2017) melansir, pasukan militer pemerintah menerobos Distrik al-Jawf, yang terletak di utara ibu kota Sana’a.
Dengan dikuasainya al-Jawf, pasukan pemerintah semakin dekat untuk menggempur Provinsi Saada.
Provinsi tersebut diklaim sebagai benteng Houthi di sebelah utara Yaman, dekat dengan perbatasan Arab Saudi.
“Milisi pemberontak terus mengalami kekalahan dari hari ke hari. Baik dari segi jumlah maupun persenjataan,” kata komandan Saada, Brigadir Obaid al-Athla.
Athla melanjutkan, al-Jawf direbut setelah mereka berhasil mengusir Houthi dari kawasan gurun di al-Ajasher.
Athla menjelaskan, setelah dari al-Jawf, pasukan terus bergerak maju menuju Distrik al-Khab dan al-Shaaf.
“Kami menjanjikan mereka (Houthi) bakal menuai kekalahan,” kata Athla tanpa menjelaskan lebih rinci langkah militer apa saja yang bakal dilakukan.
Sementara dari Houthi, mereka melaporkan telah menguburkan lebih dari 30 pejuang yang tewas dalam pertempuran di al-Jaws.
Konflik Yaman terjadi setelah milisi pemberontak syiah Houthi menguasai Sana’a, dan memaksa presiden yang diakui internasional, Abed Rabbo Mansour Hadi, menyingkir hingga ke Aden.
Khawatir dengan jumlah dan pergerakan syiah Houthi, Saudi mulai membentuk koalisi negara Teluk, untuk memerangi mereka dan membangun kembali pemerintahan Yaman seperti sedia kala.
Sumber : Reuters/Al Arabiya
by Danu Wijaya danuw | Jan 9, 2018 | Artikel, Berita, Internasional
Milisi Pemberontak Syiah Houthi menolak permintaan Komite Palang Merah Internasional (ICRC) untuk menyerahkan jenazah mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh yang tewas dibunuh mereka dalam serangan pada Senin (4/12/2017) lalu.
Informasi dari sumber yang terlibat dalam serangan di Sanaa telah mengonfirmasi bahwa ICRC bersama dengan organisasi internasional lainnya yang ada di Yaman meminta milisi Houthi menyerahkan jasad Saleh.
Selain itu juga meminta pengembalian sejumlah jasad dari anggota partainya yang menjadi korban serangan di Sanaa pekan lalu. Namun, permintaan dari organisasi dan partai di Yaman tidak mau dipenuhi Houthi.
Dilaporkan situs berita di Yaman dan dilansir Al Arabiya, sumber itu menyampaikan alasan penolakan milisi Houthi.
Dikatakannya, kelompok Houthi ingin melakukan penyelidikan sendiri bersama dengan Jaksa Agung.
Seorang pemimpin senior di Partai Kongres Rakyat Umum menyatakan beberapa kali upaya mediasi dan intervensi kesukuan gagal mencapai kesepakatan sebelum akhirnya mereka meminta ICRC untuk terlibat.
Dengan harapan kelompok milisi Houthi bersedia memberitahukan tempat jenazah Saleh disimpan dan menyerahkannya.
Hingga saat ini, memang tidak diketahui di mana jasad mantan presiden Yaman itu disimpan, setelah bukti kematiannya juga hanya berdasarkan rekaman video yang diberikan anggota milisi.
Dilaporkan sebelumnya, milisi syiah Houthi memberikan sejumlah persyaratan jika ingin jenazah Saleh dikembalikan.
Di antaranya, mereka menuntut jenazah Saleh tidak dimakamkan di halaman Masjid al-Saleh di Sanaa, tapi cukup di kampung halamannya di Sanhan.
Selain itu, mereka meminta untuk tidak dilakukan upacara pemakaman kenegaraan bagi mantan presiden tersebut.
Sebelumnya, aksi protes yang dilakukan demonstran wanita telah digelar pada Rabu (6/12/2017) untuk meminta pengembalian jasad sang mantan presiden, Ali Abdullah Saleh yang dibunuh syiah Houthi.
Namun aksi protes justru dibubarkan paksa milisi pemberontak Houthi yang menyerang dan menahan sejumlah demonstran.
Sumber : Al Arabiya
Foto : Anak-anak syiah Houthi
by Danu Wijaya danuw | Jun 13, 2017 | Artikel, Berita, Internasional
Pemberontak Syiah Houthi Yaman yang diperangi Saudi cs dilaporkan melarang warga Yaman melaksanaan Shalat tarawih dan ceramah keagamaan sepanjang bulan suci Ramadhan di ibukota Sana’a, seperti dilansir Gulf News.
Tidak sampai disana, kelompok pemberontak dukungan Syiah Iran juga melarang para imam untuk ceramah di dalam masjid, serta memaksa mereka menandatangani sebuah janji terkait pelarang tersebut.
Pemyebab Syiah Membenci Tarawih
Sejumlah pengamat di ibukota Sana’a mengatakan bahwa larangan ini diberlakukan kelompok pemberontak untuk mencegah warga Yaman berdoa melawan kelompok Syiah Houthi dan pemerintahan mereka di wilayah ibukota Yaman.
Dalam keyakinan Syiah sendiri, shalat tarawih diharamkan karena dihidupkan amalanya disaat zaman khalifah Umar bin Khattab. Penyimpangan kesesatan ajaran Syiah dalam membenci sahabat Rasul juga merembet pada ibadah sunnah lainnya.
Ratusan dai dan pengkhotbah agama telah melarikan diri dari ibukota sejak kelompok Syiah Houthi menguasai Sana’a pada awal tahun 2015 lalu. Mereka yang masih berada di ibukota banyak ditangkap dan disiksa.
Sumber : Gulf News