by Danu Wijaya danuw | Mar 6, 2018 | Artikel, Berita, Nasional
Memeluk agama yang berbeda dengan ibunda kandungnya, bukan masalah bagi aktor Reza Rahadian.
Ia mengaku bersyukur bisa tinggal bersama keluarga yang memiliki toleransi dalam beragama.
“Saya tinggal dalam keluarga yang majemuk. Saya bersyukur tinggal dalam keluarga yang toleran keberagamaan,” kata Reza Rahadian.
Menurutnya, apa yang terjadi di dalam keluarganya menjadi satu contoh kecil bagaimana hidup berdampingan.
“Dengan cara kita memperlihatkan toleransi kita kepada orang yang berbeda keyakinan atau golongan manapun, buat saya itu tidak menggadaikan keyakinan,”
katanya.
Diketahui, Reza merupakan pemeluk agama Islam, sama seperti ayahannya.
Sedangkan Ibundanya memeluk agama Nasrani.
Pemain film ‘Benyamin Biang Kerok’ itu juga pernah mengakui kalau kerabatnya banyak yang memeluk agama Nasrani.
Hal tersebut membuat Reza, harus menghargai kerabatnya yang merayakan hari raya yang berbeda setiap tahun.
Ia mengakui meskipun berbeda keyakinan, disaat hari besar keagamaan seperti idul fitri atau natal dirinya pun ikut berbahagia.

“Saya menunjukan berapa harmonisnya saya dengan keluarga kecil saya ketika ibu saya merayakan natal atau ketika saya merayakan lebaran. Mereka semua datang ke rumah bermaaf-maafan juga yang sebenarnya berbeda tradisi dengan agama yang ibu saya anut,” tutup pemilik nama lengkap Reza Rahadian Matulessy itu.
Tak hanya diajarkan masalah soal toleransi beragama, bintang film ‘My Stupid Boss’ ini juga terbiasa untuk menyiapkan menu sahur sendiri. Ia pun merasa cukup dengan menu sederhana dan mengenyangkan.
“Pas sahur memang agak esktra ya , nutrisinya yang lebih, kayak minum susu, jdi bisa full untuk satu hari.”
Sedangkan untuk menu berbuka puasa, Reza juga cenderung memilih menu yang sederhana, seperti minuman manis.
“Es cendol. Pokoknya buka pakai itu dulu. Kalau makanan relatiflah,” lanjutnya.
Sejak kedua orang tuanya berpisah, Reza hanya diasuh oleh sang ibu, Pratiwi Widiantini Matulessy. Masa kecilnya pun ia habiskan dengan berpindah-pindah kota. Sejak kecil, ia juga tidak pernah bertemu dengan ayahnya yang berdarah Iran.
Sumber : Tribunnews/Kumparan
by Danu Wijaya danuw | Aug 10, 2017 | Artikel, Dakwah
SIAPA yang tidak mengenal Syeikh Abdurrahman AsSudais? Imam Masjidil Haram, sekaligus hafidz yang memiliki suara yang sangat menyentuh para ma’mum dan pendengarnya.
Tetapi ternyata di balik kesuksesannya, beliau memiliki kisah unik di masa kecilnya.
Ketika itu orang tua Syeikh Sudais akan kedatangan tamu kehormatan, sehingga ibunda Syeikh Sudais menyiapkan hidangan termasuk memasak kambing untuk menyambut tamu tersebut.
Ketika hidangan sudah siap saji, masuklah Sudais kecil setelah bermain ke dalam rumahnya. dan alangkah kagetnya sang IBU melihat apa yang Sudais kecil lakukan terhadap hidangan yang sudah ia siapkan.
Sudais kecil menaburkan pasir ke dalam hidangan kambing yang disiapkan ibunya.
Kaget bercampur kesal akhirnya ibunda beliau memarahinya, “Sudais, dasar kamu anak nakal! Awas kamu kalau sudah besar kamu akan menjadi IMAM MASJIDIL HARAM!”
Kemarahan ibunda Sudais inilah yang menjadi do’a luar biasa untuknya.
Sudais dewasa tumbuh menjadi seorang Imam Besar Masjidil Haram, sesuai dengan apa yang diucapkan oleh ibunya
by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | Jul 23, 2017 | Artikel
Aku melihat seorang penulis besar dan terkenal di negara Arab. Menurutku ia penulis paling terkenal saat ini di dunia Arab.
Lalu salah seorang wartawan bertanya kepadanya, “Apa rahasia dari kesuksesanmu? Buku-bukumu laris terjual, penamu mengalir lancar, dan engkau menjadi orang yang sangat terkenal.”
Ia berkata, “Setiap pagi aku mencium kaki ibu.” Begitulah pengakuannya dalam sebuah saluran televisi.
“Lalu Ibu ku mendoakanku : Semoga Allah menerangi jalanmu.” Benar saja, Allah menerangi jalannya.
Karena itu , jika engkau ingin sukses, berhasil, dan berjaya, raihlah doa orang tuamu. Jika mereka telah berdoa untukmu, engkau pasti bahagia dan berjaya
(Syaikh Dr. Aid al-Qarni)
by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | Jul 20, 2017 | Konsultasi Keluarga
Assalamu’alaikum wr.wb.
Nama saya Saddam, saya tinggal di banjarmasin. Saya mau nanya tentang permasalahan orang tua saya (Bapak). Bapak saya itu bisa dibilang seorang pemain judi berat, namun untuk masalah sholat beliau tidak pernah lalai. Beliau itu ego dan tingkat emosinya tinggi dan sangat sering menjelek jelek kan ibu saya.
Yang saya tanya kan:
- Apakah saya berdosa apabila membiarkan orang tua saya tetap melakukan permainan judi tersebut? Saya pernah mengingatkan beliau, namun saya selalu di marahi dan dimaki.
- Apa yang harus saya lakukan agar saya tidak mendapat dosa?
- Apa yang harus saya perbuat jika beliau menyuruh saya berbelanja dengan uang hasil judi dari beliau atau menerima uang hasil judi beliau?
- Apa yang harus saya lakukan apabila bapak saya memaksa untuk melakukan sesuatu yang ada hubungannya dengan perjudian bapak saya?
- Saya sering sekali marah apabila beliau menghina ibu saya, dosa kah saya dan apa yang harus saya perbuat agar beliau tidak menghina ibu saya lagi?
- Apa hukumnya untuk ayah saya menurut islam? Terima kasih,
Wassalamualaikum wr.wb
JAWABAN:
Assalamu’alaikum wr.wb.
Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbih ajmain. Amma ba’du:
Pertama, perlu diketahui bahwa meminum khamar termasuk dosa besar. Dalam sejumlah nash jelas bahwa khamar diharamkan. Bahkan Rasulullah melaknat sepuluh orang terkait dengan khamar. Di antaranya yang meminum, yang menuangkan, yang memeras, yang menjual, yang mengantarkan, yang membelikan dan seterusnya.
Kedua, Terkait dengan shalat yang dikerjakan, maka Rasul saw bersabda, “Siapa yang meminum khamar shalatnya tidak diterima selama 40 hari. Jika ia bertobat, maka Allah terima tobatnya. Jika ia kembali melakukan, Allah tidak menerima shalatnya selama 40 hari. Jika bertobat, Allah terima tobatnya.
Jika pada kali yang keempat ia kembali minum khamar, Allah tidak menerima shalatnya selama 40 hari. Lalu jika bertobat, tidak Allah terima tobatnya… ” (HR at-Tirmidzi).
Ketiga, karena itu siapapun yang melihat perbuatan dosa yang dilakukan oleh orang lain, ia harus menegur, mengingatkan, dan memberikan nasihat. Meskipun ia adalah orang tuanya sendiri. Namun tentu saja nasihat tadi dilakukan dengan cara yang baik dan penuh hikmah.
Keempat, terkait dengan nafkah dari hasil judi, maka apabila nafkah tersebut murni dari uang judi maka jelas haram. Namun kalau masih ada pendapatan lain di luar judi, maka masih diperkenankan untuk menerima. Meskipun sebagian ulama lain mengatakan makruh, karena adanya percampuran antara yang halal dan haram.
Kelima, seorang anak memang harus berkhidmah, menghormati, dan berbakti kepada orang tua. Sehingga ketika seorang ibu dihinakan oleh ayahnya, anak harus menghibur ibunya dan di sisi lain mengingatkan atau menasihati ayahnya dengan baik.
Dengan kata lain, jika ada tindakan buruk dilakukan oleh ibu atau ayah, maka kewajiban anak untuk meluruskan dan memberikan nasihat dengan cara yang baik, tanpa mutuskan hubungan apalagi sampai berbuat durhakan kepada mereka.
Wallahu a’lam, Wassalamu alaikum wr.wb.
by Danu Wijaya danuw | Jul 6, 2017 | Artikel, Berita, Nasional
Apalah Lebaran tanpa ibu? Pengalaman tiga bocah ini melintasi 500 kilometer perjalanan dengan bersepeda, tunjukkan betapa ibu adalah tempat untuk kembali. Sebagian besar informasi dikutip dari laporan jawapos.com.
Dini hari jelang Ramadan. Kakak-beradik Muhammad Okta Firmansyah (15) dan Muhammad Afrizal (13) tiba di rumah kakek – neneknya di Bukit Kecil, Kota Palembang, Sumatra Selatan. Mereka tiba setelah menumpang truk dari Ciledug, Kota Tangerang, Banten. Bersama keduanya ikut pula Aslam Alamsyah (10), anak tetangga yang merupakan teman bermain mereka di Ciledug.
Ayah dan ibu yang sering bertengkar, menjadi alasan mereka untuk tak betah di rumah. Mereka pun beberapa kali nekat menumpang truk arah Sumatra, untuk sementara tinggalkan rumah. Biasanya mereka kunjungi kerabat yang ada di Jambi dan Padang, selain rumah kakek dan nenek di Palembang.
Menumpang truk bukan hal baru bagi mereka, terutama Okta yang kerap mengikuti ayahnya yang berprofesi sebagai sopir dan kernet bus lintas Sumatra. Ini pula yang membuatnya tahu alamat tempat tinggal neneknya.
Awalnya mereka sampaikan ingin berlebaran di Palembang, bersama sang nenek. Namun sepekan sebelum Lebaran, adik mereka di Ciledug mengabarkan bahwa kedua orangtuanya bertengkar hebat. Okta sang kakak diminta pulang untuk menjaga keempat adiknya. Selain Okta dan Rizal, ada empat saudara sekandung lain. Paling kecil berusia 1,5 tahun, dimana keenamnya adalah laki-laki.
Telepon itu membuat keduanya ingin kembali ke Ciledug. Apalagi sebulan sudah mereka tak bersua dengan sang ibu. Mereka pun pamit pada sang nenek, untuk lakukan perjalanan pulang dengan bus. Nenek yang sedang tak sehat, tak mengantar mereka pulang. Ia hanya membekali sejumlah uang.
Itu malam takbiran. Tanpa pamit, mereka pinjam dua sepeda milik sepupunya. Secara bergantian, kaka-beradik ini membonceng Aslam yang berdiri di pijakan belakang sepeda. Sejumlah kantong kresek tergantung di stang sepeda, berisi pakaian ganti seadanya.
Dari hasil menjual tas kresek di pasar selama tinggal di Palembang, mereka mmapu kumpulkan uang. Malam itu sebanyak Rp 150 ribu mereka kantongi. Sayangnya jumlah ini tak cukup untuk membawa mereka ke Pelabuhan Bakauheni, lokasi penyeberangan untuk ke Pulau Jawa.
Uang tersebut habis untuk membayar ongkos bus dan makan di jalan. Bus yang mereka tumpangi, sekaligus membawa sepeda mereka itu, berhenti di Terminal Rajabasa Lampung. Terminal ini berjarak 60 kilometer dari pelabuhan penyeberangan. Untuk itu mereka harus kembali mengayuh sepeda, beristirahat tiap gelap tiba.
Minggu (25/06) itu adalah hari pertama Idul Fitri. Ketiga bocah ini tiba di Terminal Indralaya, Ogan Ilir, Sumsel. Mereka beristirahat setelah kelelahan mengayuh sepeda.
Usai kehabisan uang, mereka mengubah rencana dengan menumpang truk sebagaimana yang mereka gunakan untuk tiba di Palembang. Sayangnya hari itu tak satu truk pun lewat. Mereka terpaksa menempuh perjalanan selanjutnya dengan bersepeda.
Penampilan lusuh dengan kondisi perjalanan yang dianggap tak lazim, membuat ketiganya dikirim ke Panti Sosial Darmapala yang terletak tak jauh dari Terminal Indralaya.

Sempat berfoto dengan petugas ASDP sebelum mereka kabur
Petugas terminal yang mengantar mereka ke Panti Sosial, meminta mereka mandi dan makan. Sebab kondisi ketiganya tampak lusuh dan lelah.
Petugas bermaksud menitipkan ketiganya kepada sopir bus jurusan Tangerang, keesokan harinya. Namun mereka kabur, terus mengayuh untuk mencapai Pelabuhan Bakauheni.
Dalam perjalanan, ketiganya harus menahan lapar. Uang sebanyak Rp 10 ribu yang tersisa harus mereka simpan untuk membeli tiket kapal. Mereka sempat pula menerima pemberian uang dan makanan dari seorang ibu. Meski demikian, mereka tak mau mengemis. Rizal mencoba peruntungan dengan mengamen untuk mendapat uang.
Saat lewati hutan, mereka dikejar anjing yang membuat mereka harus mengayuh lebih kencang lagi. Okta pun sempat terjatuh, sehingga Rizal dan Aslam tiba lebih dahulu di pelabuhan. Ketika menanti Okta, keduanya beristirahat di pos PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) . Saat itulah mereka bertemu Vice President Services and Assurance PT ASDP Rizki Dwiana.
Rizal yang duduk hadapi kipas angin untuk hilangkan penat, bertanya pada Rizki.
“Pak saya tidak punya hape, kalau beli tiket di sini bisa?”
Aslam tunjukkan uang Rp 20 ribu yang mereka miliki. Rizki tak percaya omongan mereka, lalu menginterogasi kedua anak ini. Setelah Okta datang, Rizki pun percaya bahwa ketiganya kehabisan uang. Ia pun mengajak mereka makan, lalu menyeberangkan ketiganya dengan mobil ASDP yang kemudian mengantar ke pangkuan orangtua masing-masing.
Sulastri dan Muhammad Nasir, orangtua Okta dan Rizal, tak mengetahui perihal kepulangan anak mereka. Hingga pukul 01.00 dini hari tersebut, ada rombongan datangi rumah mereka. Rombongan ini membawa anaknya serta wartawan. Ia awalnya takut kedua anaknya berbuat onar.
Menurut Sulastri, ia tak akan izinkan jika tahu ketiganya pulang dengan bersepeda. Meski demikian, ia mengaku tak miliki cukup uang untuk menjemput mereka ke Palembang.
Kisah ketiganya diunggah ASDP 191 ke akun Instagram pada Sabtu (1/07) yang menuai banyak komentar.

Akun instagram ASDP yang mengabarkan kabar mereka
Banyak pembaca terharu akan kisah menyentuh Okta, Rizal dan Aslam, yang berbekal rindu mengayuh 500 kilometer agar dapat berlebaran dengan sang ibu.
Sumber : Jawapos