by Danu Wijaya danuw | Sep 10, 2018 | Artikel, Berita, Internasional
United Nations of Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) PBB akhirnya mengeluarkan resolusi yang menyatakan Yahudi tidak memiliki kaitan apapun dengan kompleks Masjid al-Aqsha di Yerusalem, kamis (13/10/2016)
Resolusi itu juga mengecam “agresi” Zionis Israel terhadap pegawai Organisasi Dukungan Muslim dan Urusan Al-Aqsa yang dikelola Yordania, dimana bertanggung jawab atas pemeliharaan komplek masjid.
Selain itu resolusi ini menolak keterkaitan Yahudi dengan kompleks Masjid al-Aqsha, dimana kaum Yahudi menyebutnya sebagai Kuil Solomon.
Juru bicara Presiden Otoritas Palestina Mahmud Abbas, Nabil Abu Rudeineh, mengatakan bahwa adopsi resolusi menegaskan kebutuhan Amerika untuk meninjau ulang kesalahan kebijakan yang mendorong Israel untuk melanjutkan pendudukan atas wilayah Palestina.
“Resolusi internasional terhadap pendudukan Israel dan kebijakan mereka, bersama resolusi baru UNESCO atas Yerusalem dan Al-Aqsha, merupakan pesan jelas bahwa komunitas internasional tidak akan memaafkan kebijakan melindungi pendudukan Israel.
Ini merupakan pesan jelas dari dunia bahwa Israel harus segera mengakhiri pendudukan dan mengakui negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya” ujar Abu Rudeineh, seperti dilansir Anadolu.
Draft resolusi yang diproposalkan Mesir, Aljazair, Moroko, Sudan, Libanon, Oman dan Qatar itu diratifikasi setelah 24 anggota UNESCO setuju, enam anggota tidak setuju dan 26 lainnya abstain.
Sementara Syaikh Mohammed Hussein, Mufti Yerusalem, menjelaskan resolusi UNESCO sebagai sebuah pengakuan terhadap hak-hak Muslim Palestina atas Masjid al-Aqsha dan Yerusalem timur.
“Kaum Yahudi tidak punya hak untuk beribadah di Masjid al-Aqsha atau bahkan untuk mengklaim sebagian darinya, Al-Aqsha, tegasnya, “merupakan tempat suci untuk selamanya” tegas Mohammed.
Namun pada dua minggu diakhir bulan Juli ini, para pemuka Yahudi di Israel masuk ke Masjidil Al Aqsha sebagai provokasi dan aneksasi agar menjadi milik Yahudi.

Foto ini diambil dari facebook Abdillah Onim, WNI yang tinggal di Gaza Palestina. Terlihat rabi yahudi membaca kitab talmud didalam komplek Masjid Al Aqsha.
Sumber : Islamedia
by Danu Wijaya danuw | May 31, 2018 | Artikel, Berita, Internasional
Pemerintah Israel melarang turis Indonesia masuk ke Israel per 9 Juni 2018. Kebijakan tersebut diterbitkan sebagai bentuk balasan atas pelarangan turis Israel masuk ke Indonesia.
“Israel berupaya untuk mengubah kebijakan Indonesia, tapi langkah yang kami lakukan sepertinya gagal, hal itu mendorong kami melakukan tindakan balasan,” kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel Emmanuel Nahshon seperti dikutip dari Middle East Monitor, Kamis (31/5/2017).
Pemerintah Israel menyebut, turis Indonesia masih bisa masuk ke Israel hingga tanggal 9 Juni. Namun, setelah tanggal 9 Juni, turis Indonesia yang ingin masuk secara individu maupun kelompok tak akan bisa masuk Israel.
Indonesia dan Israel sampai saat ini tak memiliki hubungan diplomatik. Namun, untuk urusan wisata khususnya wisata religi di Israel, turis Indonesia memiliki visa khusus.
Seperti diketahui, setiap tahun umat Muslim dari berbagai negara, termasuk dari Indonesia, mengunjungi Masjid Al-Aqsa dengan visa khusus. Kebanyakan melalui pemerintah Yordania untuk menerbitkan visa masuk.
Selain itu, umat Kristen Indonesia juga melakukan ziarah ke Yerusalem. Kabar pelarangan turis Indonesia masuk ke Israel juga beredar di media sosial.
Seorang pengguna Facebook sekaligus Program Directors Mala Tours, Melissa Agustina Situmorang, turut mengabarkan pelarangan tersebut.
“Saya baru saja menerima kabar dari konsulat Israel di Singapura bahwa gara-gara Pemerintah Indonesia menolak masuk orang Israel yang sebenarnya sudah memegang visa untuk masuk ke Indonesia, maka pemegang paspor Indonesia juga akan dilarang masuk ke Israel mulai Juni 2018 ini,” tulis Melisa.
“Tidak ada orang Indonesia yang diizinkan masuk Israel lagi. Jadi, selamat aja deh buat semua Agen Perjalanan Holy Land,” tambahnya.
Sebagai negara pendukung kemerdekaan Palestina, Indonesia terus mengecam aksi Israel. Salah satunya yang terbaru ketika terjadi aksi brutal aparat keamanan Israel saat aksi protes perayaan 70 tahun Hari Nakba di perbatasan Gaza-Israel.
Sumber : Kompas/Middle East Monitor
by Danu Wijaya danuw | May 15, 2018 | Artikel, Berita, Internasional
GAZA Palestina – Pejabat kesehatan mengatakan pasukan Israel membunuh 58 warga Palestina dan melukai 400 orang dengan peluru di pagar perbatasan Gaza Palestina.
Kejadian ini bertepatan dengan pembukaan Kedutaan Besar AS di Yerusalem. Kebijakan AS ini langsung merenggut banyak korban jiwa warga Palestina.
Awalnya banyak warga Palestina yang datang untuk berdemonstrasi secara damai, membawa anak-anak mereka, dan membawa bendera. Warung makanan menjual makanan ringan dan musik meraung.
Namun unjuk rasa itu tampaknya memiliki sisi yang lebih keras daripada minggu-minggu sebelumnya.
Penembak jitu Israel bertekad untuk tidak membiarkan terjadinya pelanggaran, dan mulai menembakkan peluru tajam secara membabi buta kekerumunan warga Palestina.
Ambulans segera mulai bolak-balik dari pagar, ketika suara tembakan terdengar di kerumunan. Banyak warga Palestina yang berhamburan lari dan bergelimpangan terkena peluru Israel.
Israel pun menuai kecaman luas karena penggunaan kekuatan yang berlebihan. PBB mengatakan bahwa mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM yang keterlaluan harus dimintai pertanggungjawaban.
Human Rights Watch menggambarkan pembunuhan itu sebagai pertumpahan darah.
Menurut kementerian kesehatan Palestina di Gaza lebih dari 2.700 orang terluka karena serangan tentara Israel.
“Korban tewas termasuk 6 anak di bawah usia 18 tahun, di antaranya seorang gadis berusia 15 tahun, dan seorang dokter,” kata kementerian itu seperti dikutip dari Washington Post, Selasa (15/5/2018).
Di rumah sakit utama Al-Shifaa di Gaza City, petugas medis mengatakan mereka kewalahan.
“Kami telah mencapai titik kritis sekarang. Banyak orang membutuhkan operasi segera, tetapi ruang operasi penuh,” katanya.
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas mengutuk “pembantaian” terus menerus terhadap rakyat Palestina.
Sementara itu, negara Turki dan Afrika Selatan mengumumkan bahwa mereka menarik duta besar mereka dari Israel sebagai reaksi keras pembunuhan warga Palestina.
Sumber : WashingtonPost/SindoNews
by Danu Wijaya danuw | Jan 17, 2018 | Artikel, Berita, Internasional
NEWDELHI— Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan kekecewaanya atas penolakan pemerintah India untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota negaranya.
“Tentu saya kecewa tapi saya pikir kunjungan ini adalah bukti dari fakta bahwa hubungan kami bergerak di banyak bidang,” kata Netanyahu.
Selain itu, menjelang kunjungan Netanyahu, India juga membatalkan kesepakatan pembelian rudal anti-tank senilai 500 juta dolar AS dengan Israel.
Israel mengekspor rata-rata satu miliar dolar AS perlengkapan militer tiap tahun ke India, namun Modi ingin mengakhiri status India sebagai pengimpor alat pertahanan terbesar dunia.
“Saya harap kunjungan ini bisa membantu menyelesaikan masalah ini karena saya pikir ada peluang masuk akal yang bisa kita jangkau,” kata Netanyahu.
Setelah adanya penolakan pengakuan tersebut, Netanyahu berikrar bahwa Israel akan “mengejar” pembunuh pasangan Yahudi yang tewas dalam serangan 2008 di Mumbai.
Perdana menteri Israel itu tiba pada Minggu di India didampingi delegasi bisnis terbesar yang pernah dia bawa dalam lawatan luar negeri.
Namun, kunjungan itu diikuti kekecewaan atas bergabungnya India dengan 100 negara lain dalam menolak pernyataan sepihak Presiden Amerika Serikat (AS) yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu kota Israel.
Sumber: IndiaToday/AFP
by Danu Wijaya danuw | Dec 7, 2017 | Artikel, Berita, Internasional
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) akan menggelar sidang darurat khusus membahas keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Seperti dilansir AFP, Kamis (7/12/2017), sidang darurat ini akan digelar pada Jumat (8/12) pagi, sekitar pukul 10.00 waktu setempat. Markas PBB berada di New York, AS.
Sidang darurat ini diajukan oleh delapan negara anggota Dewan Keamanan PBB, seperti Inggris, Bolivia, Mesir, Prancis, Italia, Senegal, Swedia dan Uruguay. Negara-negara ini juga meminta Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres membuka sidang darurat itu dengan pernyataan publik.
Sekjen PBB Guterres telah mengomentari keputusan Trump yang secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Dia menegaskan, status akhir Yerusalem hanya bisa ditentukan melalui perundingan langsung antara Israel dan Palestina.
Guterres juga menyatakan dirinya selalu berbicara melawan langkah-langkah sepihak semacam ini. “Tidak ada alternatif bagi solusi dua negara,” ujar Guterres merujuk pada solusi yang selalu diperjuangkan untuk konflik Israel-Palestina.
Secara terpisah, Duta Besar Bolivia, Sacha Sergio Llorenty Soliz, menyebut langkah Trump itu sebagai ‘keputusan ceroboh dan berbahaya yang jelas berlawanan dengan hukum internasional, juga resolusi Dewan Keamanan’.
“Ini merupakan ancaman tidak hanya bagi proses perdamaian, tapi juga ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional,” sebut Dubes Soliz.
Resolusi Dewan Keamanan PBB 2334, yang diadopsi pada Desember 2016, menekankan bahwa PBB tidak akan mengakui perubahan apapun terhadap garis batas 4 Juni 1967, termasuk terkait Yerusalem, selain yang disepakati oleh pihak-pihak terkait melalui perundingan.
Saat itu, pemerintahan mantan Presiden AS Barack Obama abstain saat voting penerapan resolusi itu, sehingga AS secara tidak langsung menyetujui bahwa Israel harus mundur ke garis batas aturan PBB.
Hal ini berbanding terbalik dengan pemerintahan Trump. Dalam pidato publik pada Rabu (6/12) siang waktu AS, Trump tidak hanya mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, tapi juga memerintahkan pemindahan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Trump menegaskan kampanye politiknya yang pro-Israel. Pengakuan ini mendapat kecaman dari berbagai dunia.
Sumber : AFP/Detik