by Sharia Consulting Center scc | May 30, 2016 | Artikel, Ramadhan
Bulan Ramadhan adalah bulan rahmat, dimana kasih sayang dan persaudaraan harus diutamakan dari yang lainnya. Ukhuwah Islamiyah adalah prinsip dari kebaikan umat Islam. Sehingga ibadah Ramadhan harus berdampak pada ukhuwah Islamiyah.
Ukhuwah Islamiyah ini harus terlihat jelas dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan dan mengisi ibadah Ramadhan. Namun demikian, semuanya tetap sejalan dengan Al-Qur’an dan Sunnah.
Diperlukan sikap bijak dari para ulama untuk bertemu dan duduk dalam satu majelis bersama pemerintah (Kementerian Agama) untuk menentukan kesamaan awal dan akhir Ramadhan. Tentunya berdasarkan argumentasi ilmiyah yang kuat dan landasan-landasan yang kokoh dalam Syariat Islam.
(Baca juga: Merencanakan Peningkatan Prestasi Ibadah Ramadhan)
Memang perbedaan pendapat (dalam masalah furu’) adalah rahmat. Tetapi kesamaan penentuan awal dan akhir Ramadhan lebih dekat dari rahmat Allah yang diberikan kepada orang-orang yang bertaqwa.
Perbedaan pendapat dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan adalah suatu pertanda belum terbangun kuatnya budaya syura, ukhuwah Islamiyah, dan pembahasan ilmiyah dalam tubuh umat Islam, lebih khusus lagi para ulamanya.
Ukhuwah Islamiyah dan persatuan umat Islam jauh lebih penting dari ibadah-ibadah sunnah, apalagi jika perbedaan pendapat itu menimbulkan perpecahan. Allah Swt berfirman:
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَةَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىَ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu darinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (QS Ali ‘Imran 103).
Sumber :
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center
by Sharia Consulting Center scc | May 29, 2016 | Artikel, Ramadhan
Oleh: Sharia Consulting Center
Sudah berapa tahunkah kita menunaikan ibadah Ramadhan? Jika usia kita sekitar 35 tahun, dan kita hitung dari usia baligh, maka kita sudah menunaikan ibadah Ramadhan sekitar 20 tahun. Perubahan apakah yang sudah kita dapatkan dari ibadah Ramadhan tersebut? Sejauh manakah tingkat ketaqwaan kita?
Jika kita jumlahkan secara kumulatif, bahwa bangsa Indonesia yang mayoritasnya umat Islam, dan mayoritas umat Islam tersebut menunaikan ibadah Ramadhan. Dengan hitungan secara makro, kita dapat mengatakan bahwa prestasi Indonesia saat ini adalah prestasi dari sebagian besar umat Islam yang berpuasa. Indonesia yang banyak hutang, korup, terbelakang dan berbagai predikat buruk lainnya.
Dengan demikian kita harus merencanakan peningkatan ibadah Ramadhan dari tahun ke tahun. Tahun depan harus lebih baik dari tahun ini, dan tahun ini harus lebih baik dari tahun lalu. Ibadah Ramadhan yang kita lakukan harus dapat mengubah dan memberikan hasil yang positif. Perubahan pribadi, keluarga, masyarakat dan perubahan sebuah bangsa.
Imam Ibnul Qoyyim telah memberikan konsep perubahan dengan sangat baik. Suatu peradaban yang besar dimulai dari lintasan pikiran, lintasan pikiran akan meningkat menjadi motivasi atau tekad, tekad akan meningkat jadi perkataan, perkataan akan berubah menjadi perbuatan, dan perbuatan jika terus menerus dilakukan akan menjadi sebuah tradisi atau kebiasaan, lalu kebiasaan jika dilakukan oleh orang banyak akan menjadi sebuah budaya dan perdaban.
Sedangkan Imam Hasan Al-Banna membuat Grand Design perubahan sebagai berikut: Perbaikan diri, pembentukan keluarga muslim, pencerahan masyarakat, reformasi pemerintahan, dan perubahan negara-negara di dunia.
(Baca juga: 4 Kiat Sukses Ramadhan)
Yang pasti perubahan itu harus dimulai dari diri kita masing-masing, dan ibadah Ramadhan berorientasi pada perubahan diri menjadi pribadi yang bertaqwa. Allah Swt berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS AR- Ra’du 11).
Perencanaan yang dilakukan seorang muslim dapat dilakukan dari dua dimensi, perencanaan bersifat makro atau umum dan perencanaan bersifat mikro atau secara rinci. Di antara bentuk-bentuk peningkatan amal Ibadah seorang muslim di bulan Ramadhan, misalnya: peningkatan ibadah puasa, tilawah Al-Qur’an, hafalan, pemahaman dan pengamalan Al Qur’an.
Peningkatan dalam aktifitas sosial, seperti: infak, memberi makan kepada tetangga dan fakir-miskin, santunan terhadap anak yatim, beasiswa terhadap siswa yang membutuhkan dan meringankan beban umat Islam. Juga merencanakan untuk mengurangi pola hidup konsumtif dan memantapkan tekad untuk tidak membelanjakan hartanya, kecuali kepada pedagang dan produksi dalam negeri kaum muslimin, kecuali dalam keadaan yang sulit (haraj).
a. Peningkatan Ibadah Puasa (shaum)
Ibadah shaum yang kita laksanakan dari tahun ke tahun harus meningkat. Shaum dengan hati yang ikhlas dan penuh pemahaman serta memperhatikan segala adab dan sunnah-sunnahnya. Memahami Fiqih Shiyam dan mendalami segala sesuatu yang terkait dengan ibadah puasa. Rasulullah Saw bersabda:
قَدْ جَاءكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ يُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرُهَا فَقَدْ حُرِمَ
“Sungguh, telah datang kepadamu bulan yang penuh berkah, dimana Allah mewajibkan kamu berpuasa, dibuka pintu-pintu syurga, ditutup pintu-pintu neraka, dibelenggu setan-setan. Di dalam Ramadhan terdapat malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Maka barangsiapa yang tak berhasil memperoleh kebaikan Ramadhan sungguh ia tidak akan mendapatkan itu buat selama-lamanya.” (Riwayat Ahmad, Nasaa’i dan Baihaqy).
b. Peningkatan Ibadah Penunjang
Yang dimaksud dengan ibadah penunjang dalam berpuasa adalah segala sesuatu yang menguatkan ibadah puasa dan memberikan tambahan pahala puasa, seperti buka puasa di awal waktu dengan kurma atau manis-manisan, sahur di akhir waktu, dan tidak merusak ibadah puasa dengan perkataan dan perbuatan yang tidak berguna. Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لله حَاجَةٌ في أنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan tetap melakukannya, maka Allah tidak butuh seseorang meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR Bukhari)
c. Menghidupkan Malam Ramadhan dengan Al-Qur’an dan Qiyamul Lail.
Malam-malam Ramadhan adalah malam yang penuh berkah. Oleh karenanya, hiasilah malam Ramadhan dengan interaksi bersama Al-Qur’an secara utuh, baik dari segi tilawah, hafalan, pemahaman, dan pengamalan. Menumbuhkan semangat mencintai Al-Qur’an dan Ahlul Qur’an, mensosialisasikan Al-Qur’an di tengah keluarga muslim dan masyarakat muslim, serta menciptakan generasi Al-Qur’an.
Al-Qur’an diturunkan di bulan Ramadhan dan surat yang pertama turun adalah surat al-Alaq yang berisi perintah membaca. Maka jadikanlah Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan pengawal kebangkitan Islam. Allah Swt. berfirman:
إِنَّ هَذَا الْقُرْءَانَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا
“Sesungguhnya Al Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal shalih bahwa bagi mereka ada pahala yang besar” (QS Al-Israa’ 9).
(Baca juga: Keistimewaan Ramadhan dan Beramal Didalamnya)
Begitu juga keberkahan malam-malam Ramadhan harus diisi dengan qiyamul lail atau shalat tarawih. Shalat yang akan mengantarkan kita pada ampunan Allah dan derajat yang tinggi di sisi Allah. Siapakah yang tidak ingin mendapatkan maghfirah dari Allah Swt? Bukankah orang-orang yang nanti masuk neraka sebab utamanya karena tidak sempat mendapat maghfirah dari Allah Swt. di dunia?
Maghfirah itu dapat diraih dengan Qiyam Ramadhan Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ قامَ رَمَضانَ إيماناً واحْتِسَاباً غُفِرَ لهُ ما تَقدّمَ مِنْ ذَنْبِه
“Barangsiapa yang melakukan shalat malam di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan perhitungan, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Sumber :
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center
by Fahmi Bahreisy Lc fahmibahreisy | May 28, 2016 | Artikel, Buletin Al Iman, Ramadhan
Oleh: Fahmi Bahreisy, Lc
Dalam beberapa hari ke depan bulan yang ditunggu-tunggu itu akan datang. Tak lama lagi tamu yang agung itu akan kita sambut dengan penuh kebahagiaan dan harapan. Bahagia karena memang ia membawa kemuliaan dan keistimewaan yang sangat besar. Namun, tidak semua orang menunggu kehadirannya. Hanya orang-orang yang beriman sajalah yang benar-benar bahagia akan kedatangan bulan suci ini. Bulan Ramadhan, bulan yang penuh dengan keberkahan, ampunan, rahmat, pelipatgandaan pahala, dan lainnya. Setiap muslim yang memiliki keimanan pasti akan menanti-nanti datangnya bulan mulia ini. Di bulan inilah kesempatan kita untuk menjadi manusia sejati, hamba yang bertaqwa kepada Allah SWT. Hanya orang yang hatinya berpenyakit sajalah yang merasa sedih dan tidak bahagia dengan kehadirannya.
Saudaraku, tentu kebahagiaan dan rasa senang dengan datangnya bulan yang mulia ini bukan hanya sekedar ucapan di lisan saja. Bukan hanya sekedar dengan kegiatan tarhib Ramadhan dan lainnya. Kebahagiaan yang jujur dan rasa senang yang tulus pasti ada tanda-tandanya. Sebab ada yang merasa bahagia dengan datangnya Ramadhan, akan tetapi perasaan ini bukan didasarkan pada iman.
Ia bahagia lantaran bisnis dan perdagangannya akan semakin meningkat di bulan ramadhan. Perasaan yang semacam ini bukan berarti dilarang, tetapi jadikan iman sebagai dasar utama rasa bahagia akan kedatangan bulan yang suci ini.
Diantara tanda rasa bahagia yang hakiki ialah adanya persiapan yang optimal untuk menyambut kehadirannya. Sebagaimana kita akan kedatangan seorang tamu yang istimewa, pasti kita akan menyiapkan segala sesuatunya untuk menyambut kehadirannya. Sebagaimana seseorang yang akan mengikuti sebuah perlombaan dan ingin memenangkannya, pasti ia akan mempersiapkan dirinya semaksimal mungkin supaya ia menjadi pemenangnya. Begitu juga dengan Ramadhan, jika kita kita benar-benar ingin mendapatkan ampunan dari Allah dan pahala yang besar dari-Nya, pasti ada perisapan yang matang agar dapat meraih kemenangan di dalamnya. Sejauh mana persiapan kita menuju Ramadhan, itulah yang menjadi ukuran bahagia tidaknya kita dengan kedatangannya.
(Baca juga: Persiapan-persiapan Menghadapi Ramadhan)
Ada beberapa aspek persiapan yang harus kita lakukan untuk menyambut bulan Ramadhan, diantaranya ialah; Persiapan ruhiyah dan mental. Ini adalah yang pertama kali harus kita persiapkan. Iman dan mental kita harus benar-benar siap untuk berkompetisi di bulan suci Ramadhan. Sebaik apapun persiapan kita, kalau iman dan mentalnya belum siap, maka persiapan yang lainnya akan menjadi tidak berarti.
Sebagai contoh adalah ketika ada yang ikut perlombaan cerdas cermat, hafalan qur’an atau yang lainnya. Ia sudah melakukan persiapan dengan baik, akan tetapi mental belum ia siapkan. Di saat tampil di depan, semua persiapannya akan menjadi hilang dikarenakan ia tidak siap mental. Begitu juga dengan Ramadhan, ketika kita lalai untuk mempersiapkan iman dan mental kita, maka pesiapan yang lainnya akan menjadi tak bermakna.
Rasulullah dan para sahabat telah memberikan contoh kepada kita dalam mempersiapkan ruhiyah untuk menyambut ramadhan. Berbagai macam amalan dan do’a mereka lakukan agar keimanan mereka siap dalam memasuki bulan mulia ini. Bahkan beberapa bulan sebelum Ramadhan, Rasulullah sudah memberikan kabar gembira kepada para sahabat akan kedatangan Ramadhan. Hadits yang berbunyi, “Akan datang kepada kalian bulan ramadhan. Bulan yang penuh dengan keberkahan. Allah telah menetapkan kewajiban puasa di dalamnya. Pintu surga dibuka, pintu neraka diutup, dan setan-setanetan akan dibelenggu. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan.” (HR. an-Nasa’i dan Ahmad).
Hadits ini diucapkan oleh Rasulullah enam bulan sebelum datang Ramadhan. Dan ketika bulan ramadhan sudah dekat Rasulullah berdo’a kepada Allah, “Ya Allah sampaikanlah aku ke bulan ramadhan, dan sampaikan ramadhan kepadaku, dan terimalah ramadhan dariku.” (HR. at-Thabrani).
Selain do’a, membiasakan diri berpuasa di bulan Sya’ban merupakan bagian dari persiapan ruhiyah. Bahkan Aisyah mengisahkan kondisi Rasulullah di bulan Sya’ban bahwa seakan-akan Rasulullah berpuasa satu bulan penuh di bulan Sya’ban. Begitu juga dengan tilawah dan qiyamullail sudah harus kita biasakan mulai dari sekarang, sebab segala aktivitas akan menjadi mudah kalau sudah menjadi kebiasaan. Namun jika ia tidak dibiasakan, ia hanya akan bertahan beberapa saat saja. Bisa jadi semangat ibadah Ramadhannya hanya di awal-awal saja, setelah memasuki pertengahan motivasinya mulai hilang.
[Baca juga: Fiqih Wanita Berkaitan dengan Ramadhan (bagian 1)]
Kedua ialah persiapan ilmu. Ini sebagai bekal yang juga patut untuk diperhatikan, agar kita mengetahui amalan apa saja yang dianjurkan di dalamnya. Apa saja yang membatalkan dan apa syarat sahnya puasa? Bagaimana caranya agar pahala puasa kita tidak gugur? Dengan demikian, puasa kita tidak menjadi sia-sia. Persiapan ilmu ini harus dimulai sedini mungkin, supaya di saat kita masuk ke bulan Ramadhan, kita tidak lagi disibukkan dengan perkara-perkara fiqih Ramadhan dan hanya fokus untuk melakukan amaliyah Ramadhan.
Ketiga adalah persiapan fisik. Terkait dengan persiapan ini, dapat disimpulkan dalam kalimat berikut ini, “Bagaimana caranya agar kita tidak sakit di bulan Ramadhan?” Sebab kalau kita sudah sakit, peluang-peluang untuk melakukan ibadah menjadi kecil. Oleh sebab itu, mulai sekarang harus ada usaha untuk menjaga kondisi tubuh kita agar tidak jatuh sakit saat menjalankan ibadah Ramadhan. Jika kita sudah melakukan upaya untuk menjaga fisik kita, namun ternyata di bulan Ramadhan kita masih sakit juga, maka saat itu berlaku hadits, “Sesungguhnya semua amal tergantung pada niatnya.”
Keempat, persiapan harta. Ini juga menjadi bekal yang penting, sebab Ramadhan adalah bulan yang sangat dianjurkan untuk bersedekah di dalamnya. Belum lagi bagi mereka yang memiliki kewajiban zakat. Sehingga ketika masuk ke bulan Ramadhan alokasi dana untuk sedekah dan zakat sudah dipersiapkan. Begitu juga persiapan untuk Idul Fitri atau lebaran sudah dipersiapkan dari sekarang, sehingga di saat Ramadhan, kita tidak lagi “beri’tikaf” di mall, pusat perbelanjaan, dan lainnya. Waktu-waktu kita diisi dengan ibadah dan amal shaleh, terkecuali kalau kondisinya memang darurat dan penting.
(Baca juga: Hukum Puasa Ramadhan)
Paling tidak inilah empat persiapan yang harus kita lakukan sebelum memasuki bulan yang mulia ini. Optimalkan persiapan kita agar kita tidak masuk kedalam orang-orang yang celaka atau merugi, yaitu mereka yang tidak mendapatkan ampunan Allah di bulan tersebut. Rasulullah SAW bersabda, “…Celaka dan sungguh celaka, seseorang yang masuk ke bulan Ramadhan hingga selesai namun dosa-dosanya belum diampuni oleh Allah…” (HR. at-Tirmizi).
Wallahu a’lam.
Sumber :
Artikel Utama Buletin Al Iman.
Edisi 374 – 27 Mei 2016. Tahun ke-8
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan.
Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.
Hubungi 0897.904.6692
Email: [email protected]
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!
by Yayasan Telaga Insan Beriman (Al-Iman Center) | May 27, 2016 | Artikel, Ramadhan
Oleh : Sayyid Sabiq
Puasa Ramadhan hukumnya wajib, berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’. Dalil dari Al-Qur’an adalah firman Allah Ta’ala, “Wahai orang-orang yang beriman. Kalian diwajibkan berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al-Baqarah : 183).
“Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kalian ada di bulan itu, maka berpuasalah.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Dalil dari Sunnah adalah sabda Nabi saw,
“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tiada tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah; mendirikan shalat; membayar zakat; berpuasa di bulan Ramadhan; dan haji ke Baitullah.”
Thalhah bin Ubaidillah ra. meriwayatkan bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi saw.,
“Ya Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang puasa yang diwajibkan Allah kepadaku.” Nabi saw. bersabda, “Puasa Ramadhan.” laki-laki itu bertanya, “Apakah ada lagi yang diwajibkan kepadaku?” Rasulullah bersabda, “Tidak ada, kecuali jika kamu berpuasa sunah.”
Sedangkan Ijma’ ulama (kesepakatan semua ulama) memutuskan bahwa puasa Ramadhan adalah wajib dan merupakan salah satu rukun Islam. Siapapun yang mengingkarinya berarti kafir dan murtad dari Islam.
Puasa Ramadhan mulai diwajibkan pada hari Senin, 2 Sya’ban tahun ke-2 H.
Sumber :
Fiqih Sunnah Jilid 1, Sayyid Sabiq, Penerbit Al I’tishom Cahaya Umat
by Sharia Consulting Center scc | May 26, 2016 | Artikel, Ramadhan
1. Persiapan Mental
Islam menganjurkan dalam melaksanakan amal shalih harus didahului dengan niat. Bahkan dalam beberapa amal shalih, niat itu merupakan syarat atau rukun dari amal yang akan dilaksanakan. Secara psikologis niat atau motivasi sangat membantu amal yang akan dilakukan dan memberikan dampak yang sangat positif. Niat akan memunculkan semangat dan ketahanan seorang muslim dalam mengerjakan ibadah. Oleh karena itulah niat menjadi pilar utama dalam beribadah.
Ramadhan adalah bulan penuh ibadah yang akan dilakukan orang-orang beriman selama sebulan. Oleh karenanya diperlukan kesiapan mental dalam menyongsong berbagai macam bentuk ibadah tersebut, khususnya puasa, bangun malam, tarawih dan lain-lain. Tanpa persiapan mental yang prima, maka orang-orang beriman akan cepat loyo dalam beribadah atau bahkan meninggalkan sebagian ibadah sama sekali.
Kesiapan mental sangat dibutuhkan pada saat menjelang hari-hari terakhir, karena tarikan keluarga yang ingin belanja mempersiapkan hari raya, pulang kampung dan sebagainya sangat mempengaruhi umat Islam dalam menunaikan kekhusyuan ibadah Ramadhan. Padahal, kesuksesan ibadah Ramadhan seorang muslim dilihat dari akhirnya. Jika akhir Ramadhan diisi dengan i’tikaf dan taqarrub serta ibadah lainnya, maka insya Allah, dia termasuk yang sukses dalam melaksanakan ibadah Ramadhan.
2. Persiapan Spiritual
Persiapan ruhiyah dapat dilakukan dengan memperbanyak ibadah, seperti memperbanyak membaca Al-Qur’an, shaum sunnah, dzikir, do’a dan lain-lain. Dalam hal mempersiapkan ruhiyah, Rasulullah Saw mencontohkan kepada umatnya dengan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, sebagaimana yang diriwayatkan ‘Aisyah Ra. berkata: ”Saya tidak melihat Rasulullah Saw menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Sya’ban” (HR Muslim).
(Baca juga: Visi Ramadhan Umat Muslim)
Bulan Sya’ban adalah bulan dimana amal shalih diangkat ke langit. Rasulullah Saw bersabda:
وَلَمْ أَرَكَ تَصُوْمُ مِنْ شَهْرٍ مِنَ الشُّهُوْرِ مَا تَصُوْمُ مِنْ شَعْبَان قال: ذاك شَهْرٌ يَغْفَلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبَ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ يُرْفَعُ فيه الأَعْمَالُ إلَى رَبِّ الْعَالَمِيْنَ فَأُحِبُّ أَنْ يَرْفَعَ عَمَلِيْ وَأَنَا صَائِمٌ (رواه أحمد وأبو داود وابن حزيمة والنسائى )
Dari Usamah bin Zaid berkata, saya bertanya: “Wahai Rasulullah, saya tidak melihat engkau puasa di suatu bulan lebih banyak melebihi bulan Sya’ban”. Rasul saw bersabda: ”Bulan tersebut banyak dilalaikan manusia, antara Rajab dan Ramadhan, yaitu bulan diangkat amal-amal kepada Rabb alam semesta, maka saya suka amal saya diangkat sedang saya dalam kondisi puasa” (Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Huzaimah)
3. Persiapan Intelektual
Persiapan fikriyah atau akal dilakukan dengan mendalami ilmu, khususnya ilmu yang terkait dengan ibadah Ramadhan. Banyak orang yang berpuasa tidak menghasilkan apa-apa, kecuali lapar dan dahaga. Hal ini dikarenakan puasanya tidak dilandasi dengan ilmu yang cukup. Seorang yang beramal tanpa ilmu, maka tidak menghasilkan kecuali kesia-siaan belaka.
(Baca juga: Ringkasan Taklim : Kenapa Kita Harus Mempersiapkan Diri Menuju Bulan Ramadhan?)
Dua orang yang mengamalkan ibadah yang sama tidak otomatis mendapatkan hasil yang sama. Rasulullah Saw menginformasikan ada dua kelompok orang yang sama-sama melakukan ibadah puasa, sedangkan hasilnya yang pertama mendapatkan ampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukannya, sementara yang lain cuma mendapatkan lapar dan dahaga. Rasul Saw bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيماناً واحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ ما تَقَدّمَ مِنْ ذَنْبِهِ،
”Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan sepenuh iman dan kesungguhan, maka akan diampunkanlah dosa-dosa yang pernah dilakukan.” (HR. Bukhori dan, Muslim )
كم من صائم ليس له من صيامه إلا الجوع والعطش
“Berapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan kecuali lapar dan dahaga” (HR An-Nasa’i dan Ibnu Majah)
4. Persiapan Fisik dan Materi
Fisik dan materi sangat menopang ibadah di bulan Ramadhan yang dilakukan seorang muslim. Seorang muslim tidak akan mampu berbuat maksimal dalam berpuasa jika fisiknya sakit. Oleh karena itu mereka dituntut untuk menjaga kesehatan fisik, kebersihan rumah, masjid dan lingkungan. Rasulullah justru mencontohkan kepada umat agar selama berpuasa tetap memperhatikan kesehatan. Hal ini terlihat dari beberapa peristiwa di bawah ini :
“Menyikat gigi dengan siwak.” (HR. Bukhari dan Abu Daud).
Berobat dengan berbekam (Al-Hijamah) seperti yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim.
Memperhatikan penampilan, seperti pernah diwasiatkan Rasulullah Saw kepada sahabat Abdullah ibnu Mas’ud Ra, agar memulai puasa dengan penampilan baik dan tidak dengan wajah yang cemberut. (HR. Al-Haitsami).
(Baca juga: Definisi dan Keutamaan Puasa)
Sarana penunjang yang lain yang harus disiapkan adalah materi yang halal, untuk bekal ibadah Ramadhan. Idealnya seorang muslim telah menabung selama 11 bulan sebagai bekal ibadah Ramadhan. Sehingga ketika datang Ramadhan, dia dapat beribadah secara khusyu, dan tidak berlebihan atau ngoyo dalam mencari harta atau kegiatan lain yang mengganggu kekhusyuan ibadah Ramadhan.
Sumber :
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center