by Lia Nurbaiti Lia Nurbaiti | May 10, 2016 | Artikel, Sirah Shahabiyah
Oleh: Lia Nurbaiti
Sosok Fatimah binti Asad Dimata Para Sahabat Nabi SAW
Setelah Ali bin Abu Thalib menikah dengan Fatimah putri Rasulullah saw, Fatimah binti Asad menjalankan tugas sebagai ibu kandung dan ibu mertua dengan baik. Ia sangat menyayangi menantunya. Bahkan, ia membantu Fatimah binti Muhammad dalam menyelesaikan ekerjaan rumah tangga.
Pada suatu kali, Ali bin Abu Thalib ra. menuturkan, “Aku pernah berkata kepada ibuku (Fatimah binti Asad), ‘Biarkan Fatimah yang mengambil air dan berbelanja, ibu yang membuat tepung dan bubur’.”
Saatnya Berpisah
Fatimah binti Asad menjalani hidupnya dengan iman dan tauhid. Ia adalah seorang wanita yang taat lagi rajin beribadah. Hingga akhirnya Allah memanggilnya kembali pada-Nya. Fatimah binti Asad ra. meninggal dunia. Ia dimakamkan di Madinah dan Rasulullah sendiri yang masuk ke dalam liang lahatnya dan menguburkannya. Sungguh ini merupakan satu kemuliaan tersendiri.
Rasulullah begitu kehilangan atas kepergian Fatimah binti Asad yang beliau sebut sebagai Ibu keduanya itu.
Tapi begitu indahnya kepribadian dan akhlak Rasulullah saw, ia ingin menunjukkan sikap balas budi terhadap Fatimah binti Asad yang telah merawatnya sejak kecil.
[Baca juga: Fatimah binti Asad: Wanita yang Mendidik Nabi Setelah Wafatnya Sang Kakek (bagian 2)]
Ibnu Abbas ra. menuturkan, “Ketika Fatimah ibunya Ali bin Abu Thalib wafat, Nabi melepas gamisnya dan memakaikan kepadanya. Beliau rebahan di dalam kuburannya. Ketika beliau menimbunnya dengan tanah, sebagian sahabatnya bertanya, “Ya Rasul, belum pernah engkau melakukan ini sebelumnya”. Beliau menjawab “Gamisku kupakaikan kepadanya supaya dia memakai pakaian surga. Aku rebahan di dalam kubur di sisinya, agar dia diringankan dari tekanan kubur. Selain Abu Thalib, tiada yang lebih baik perlakuannya terhadapku daripada dia.” (HR.Thabrani) .
Begitulah kisah mulia dari seorang wanita mulia, berakhlak surga dengan segala keindahan imannya. Semoga Allah meridhainya dan menjadikan surga Firdaus sebagai tempat tinggalnya.
Referensi:
35 Sirah Shahabiyah jilid 2, Mahmud Al Mishry.
by Lia Nurbaiti Lia Nurbaiti | May 5, 2016 | Artikel, Sirah Shahabiyah
Oleh: Lia Nurbaiti
Silahkan, pilih dari anak-anakku asalkan jangan Aqil”. kata Abu Thalib.
Muhammad muda memilih Ali dan Abbas memilih Ja’far. Ali tinggal di rumah Muhammad, hingga beliau diangkat menjadi Nabi saw. dan Ali langsung mengimani apa yang Rasulullah dakwahkan.
Kebahagiaan Itu Datang Juga
Detik-detik yang ditunggu oleh alam semesta akhirnya datang juga. Muhammad diutus sebagai Nabi untuk menyebarkan cahaya dan kebaikan. Muhammad diangkat sebagai Nabi untuk menyelamatkan manusia dari kehinaan syirik dan kekafiran.
Ketika Allah menurunkan firman-Nya, “Dan berikanlah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (QS. As-Syuara’: 214). Rasulullah langsung menyeru keluarga beliau kepada kebaikan dunia dan akhirat.
Dan Fatimah binti Asad termasuk orang-orang yang tidak ragu mengikuti seruan Rasulullah saw. Ia ucapkan dua kalimat syahadat, “Laa Ilaaha Illallah, Muhammadur Rasulullah“. Sementara suaminya, Abu Thalib meminta maaf karena belum bisa masuk Islam. Semua anak Fatimah masuk Islam, tidak ketinggalan Ali bin Abu Thalib.
Allah Mengubah yang Sulit Menjadi Mudah
Fatimah binti Asad menjalani kehidupan yang penuh berkah. Ia dengan sabar dan penuh kasih sayang dalam merawat Nabi saw sejak Nabi saw kecil. Ajaran-ajaran Islam pun ia terima dengan baik sehingga ia benar-benar merasakan kebahagiaannya.
Akan tetapi musuh-musuh Islam selalu mengintai kondisi kaum muslimin. Mereka marah karena keyakinan mereka diusik. Mereka menumpahkan kemarahannya pada kaum muslimin. Semakin hari kondisi kaum muslimin semakin tersiksa oleh kaum kafir Quraisy. Sampai akhirnya Rasulullah mengetahui hal ini dan mengizinkan mereka hijrah ke Habasyah. Di sinilah ujian datang kepada Fatimah binti Asad ra. Ia harus melepas kepergian Ja’far putranya yang diangkat sebagai ketua rombongan muslim yang hijrah ke Habasyah. Ia sangat sedih manakala harus berpisah dengan putranya itu, namun ia tetap tegar. Ja’far hijrah ke Habasyah bersama istrinya.
Kaum kafir Quraisy sadar bahwa upaya menghambat perkembangan Islam selama ini kurang membuahkan hasil, maka kaum Quraisy menempuh cara baru yaitu mengisolasi keluarga besar Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib. Orang-orang lain dilarang berhubungan dengan Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib. Kaum muslimin, termasuk Fatimah binti Asad ra. menghadapi pengucilan ini dengan sabar dan mengharap keridhaan Allah semata. Penderitaan yang dialami kaum muslimin sangatlah berat, hingga mereka harus memakan dedaunan agar tetap bertahan hidup. Isolasi terhadap kaum muslimin ini berlangsung selama 3 tahun.
Begitu kuat dan kokohnya Fatimah binti Asad ra. dan seluruh kaum muslimin tetap bersabar atas ujian yang mereka hadapi.
Sejarawan Ibnu Sa’d menuturkan, “Ketika orang-orang Quraisy mengetahui ketegaran kaum muslimin, mereka tertunduk lesu dan isolasi pun berakhir di tahun ke-7 kenabian”.
Pada tahun ke-7 kenabian inilah, Ummul Mukminin Khadijah ra. (istri Rasul) meninggal dunia. Kemudian disusul oleh Abu Thalib (paman Rasul). Dua orang inilah yang selama ini melindungi Rasul dari keganasan orang-orang Quraisy. Meninggalnya mereka membuat kaum Quraisy semakin garang terhadap kaum muslimin. Hingga Allah mengizinkan kaum muslimin hijrah ke Madinah.
Setelah berada di Madinah, Fatimah binti Asad ra. disambut hangat oleh muslimah di Madinah. Hari demi haripun keimanannya semakin mantap.
Nabi saw sangat sayang terhadap Fatimah binti Asad ra. Beliau sering mengunjunginya dan memberinya hadiah layaknya seorang anak yang rindu dan sayang kepada ibunya.
Ali ra. menceritakan, “Nabi memberiku kain brokat dan berkata, jadikan beberapa penutup kepala untuk para Fatimah”. Lalu kujadikan empat penutup kepala. Satu untuk Fatimah putri Rasulullah, satu untuk Fatimah binti Asad, satu untuk Fatimah binti Hamzah.” Ali tidak menyebutkan Fatimah yang keempat. *bersambung
[Baca juga: Fatimah binti Asad: Wanita yang Mendidik Nabi Setelah Wafatnya Sang Kakek (bagian 1)]
by Lia Nurbaiti Lia Nurbaiti | Apr 21, 2016 | Artikel, Sirah Shahabiyah
Oleh: Lia Nurbaiti
Klausul ini tidak mencakup kaum wanita, hingga banyak wanita mukmin yang datang dan berhijrah termasuk Ummu Kultsum binti Uqbah ra. Sebenarnya keluarga Ummu Kultsum ra. meminta kepada Rasul untuk mengembalikan putri mereka, namun Rasul menolak permintaan mereka. Penolakan ini juga disebabkan turunnya ayat Al-Quran:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka.” (QS. Al-Mumtahanah: 10).
Berdasarkan ayat tersebut, Rasulullah memastikan kembali apakah para wanita mukmin itu benar-benar hijrah karena Allah, Rasul dan Islam? Jika iya, maka Rasulullah tidak akan mengembalikan mereka kepada orang-orang kafir .
Ummu Kultsum ra. pun menceritakan sendiri pengalaman pribadinya ketika hijrah, “Aku suka pulang pergi ke kampung pedalaman yang disana tinggal beberapa keluargaku. Aku menginap disana selama tiga atau empat malam. Kampung itu terletak tidak jauh dari Tan’im. Setelah menginap, aku kembali lagi kepada keluargaku, sehingga mereka tidak curiga dengan kepergianku ke kampung itu. Hal itu terus aku lakukan sampai aku benar-benar bertekad untuk meninggalkan Makkah. Sampai akhirnya aku memberanikan diri untuk pergi meninggalkan Makkah menuju Madinah. Setibanya disana aku langsung menuju ke rumah Ummu Salamah. Pada saat itu ia tidak mengenaliku karena aku menggunakan cadar. Setelah aku buka cadarku, ia mulai mengenaliku.
Ummu Salamah berkata, “Engkau telah berhijrah karena Allah dan Rasulullah”. Aku membalas, “Benar, masalahnya aku takut Rasulullah akan mengembalikanku kepada keluargaku karena aku telah berhijrah. Apalagi aku sudah meninggalkam rumah berhari-hari.”
Tidak lama kemudian Rasulullah datang dan masuk kedalam rumah Ummu Salamah. Ummu Salamah pun langsung memberitahu keberadaan Ummu Kultsum ra.
Rasulullah saw begitu senang dan hangat menyambutnya. Lalu Ummu Kultsum ra. mengatakan, “Sesungguhnya aku telah melarikan diri dari Quraisy untuk menyelamatkan agamaku, maka pertahankanlah aku dan jangan engkau kembalikan kepada mereka, karena mereka selalu menyiksaku dan menghalangi keagamaanku. Aku tidak tahan lagi terhadap penyiksaan mereka. Aku hanyalah seorang wanita dan engkau mengetahui kelemahan wanita untuk membela dirinya”.
Pernikahan yang Penuh Berkah
Setelah hijrah yang penuh berkah dan penuh pengorbanan karena harus meninggalkan keluarga dan tempat kelahirannya demi meraih ridha Allah SWT, Ummu Kultsum ra. pun bahagia tinggal di Madinah.
Selama tinggal di Makkah, Ummu Kultsum belum menikah, hingga setibanya di Madinah ia dinikahi oleh Zaid bin Haritsah ra, tetapi kemudian ia menceraikannya.
Setelah itu, Abdurrahman bin’Auf ra. melamar dan menikahinya. Pasangan ini dikaruniai dua orang putera, yakni Ibrahim dan Humaid. Setelah Abdurrahman bin ‘Auf meninggal, ‘Amr bin Al-‘Ash ra. melamar dan menikahinya, namun tidak lama kemudian Ummu Kultsum ra. meninggal dunia.
Itulah gambaran tentang kehidupan rumah tangga Ummu Kultsum ra. Ia pindah dari satu lingkungan yang penuh dengan nuansa imani menuju lingkungan imani yang lainnya hingga tiba masa yang dikehendaki Allah sebagai batas ajalnya. Hingga ia meninggalkan hirup pikuk dunia ini.
Selama perjalanan hidupnya ia tak lepas dari bimbingan Al-Quran dan Sunnah hingga masa kepergiannya dari dunia ini. Meskipun jasadnya tak lagi ada, namun riwayat hidupnya masih terasa segar dan tetap akan diriwayatkan dari generasi ke generasi sebagai cahaya yang menerangi perjalanan hidup mereka.
Semoga Allah meridhainya dan membuatnya ridha, serta menjadikan surga Firdaus sebagai tempat persinggahan terakhir baginya.
Semoga banyak hikmah terbaik yang bisa kita petik.
Aamiin Allahuma Aamiin..
Referensi:
35 Sirah Shahabiyah jilid2, Mahmud Al Mishri
by Muhammad Syukron msyukron | Apr 17, 2016 | Artikel, Ringkasan Taklim
Rangkuman Kajian Kontemporer Majelis Taklim Al Iman
Orang-Orang yang Beruntung dalam Bersikap Terhadap Nabi SAW
Ahad, 22 Maret 2015
Pkl. 18.00-19.30
Di Pusat Dakwah Yayasan Telaga Insan Beriman, Jl. H. Mursid No.99B, Kebagusan, Jakarta Selatan
Bersama:
Ustadz Ferry Nur, S.Si (Ketua KISPA)
1. Mengimaninya, dengan cara :
- Mengikuti sunnahnya
- Mencintai orang-orang yang Nabi cintai
- Mencintai orang-orang yang mencintai Nabi, meskipun beda suku, kelompok, dan sebagainya
2. Memuliakan Nabi dengan cara :
- Bersholawat padanya
- Tidak menghina Nabi dan orang-orang yang Nabi cintai
- Marah dan tidak rela pada orang-orang yang membenci Nabi dan sahabat Nabi
3. Membela Nabi, dengan cara :
- Melawan orang-orang yang melecehkan nabi dan sahabatnya sesuai dengan kemampuan
4. Mengikuti apa yang Al-Quran jelaskan, dengan catatan :
- Membaca keseluruhannya (tidak sepotong-sepotong)
- Tidak menafsirkannya sesuai kemauan (nafsu)
- Mendengarkan tafsir yang dijelaskan oleh para ulama tanpa menyelisihi tafsir Nabi dan para sahabat.
Wallahu a’lam.
***
Majelis Taklim Al Iman
Tiap Ahad. Pukul 18.00-19.30
Kebagusan, Jakarta Selatan.
Jadwal Pengajian:
● Tadabbur Al Qur’an tiap pekan 2 dan 4 bersama Ust. Fauzi Bahreisy
● Kitab Riyadhus Shalihin tiap pekan 3 bersama Ust. Rasyid Bakhabzy, Lc
● Kontemporer tiap pekan 1 bersama ustadz dengan berbagai disiplin keilmuwan.
Kunjungi AlimanCenter.com untuk mendapatkan info, ringkasan materi dan download gratis audio/video kajian setiap pekannya.
Join Telegram: @AlimanCenterCom
•••
Salurkan donasi terbaik Anda untuk mendukung program dakwah Majelis Ta’lim Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!
by Lia Nurbaiti Lia Nurbaiti | Apr 16, 2016 | Artikel, Sirah Shahabiyah
Oleh: Lia Nurbaiti
“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. At-Taubah: 24).
Keridhaan Allah dan Rasul-Nya, adalah keutamaan bagi seorang mukmin dari segalanya melebihi kecintaan terhadap anak, orang tua, dan seluruh manusia.
Inilah yang ditunjukkan oleh seorang sahabat wanita agung yang merasakan besarnya nikmat Islam dan menyadari keberadaan dirinya dibawah naungan agama yang mulia ini.
Ummu Kultsum binti ‘Uqbah adalah nama sahabat wanita yang agung ini. Ia mencari cahaya yang dapat menuntunnya pada ketenangan dan kebahagiaan. Lalu Allah memberikan cahaya Islam padanya. Ia memeluk Islam dan berbaiat, namun dia tidak bisa hijrah hingga tahun 7 hijriyah, karena selama masa itu ia masih berada dibawah pengawasan kedua orang tuanya yang kafir sehingga ia baru bisa meninggalkan Makkah setelah perjanjian Hudaibiyah.
Sebesar apa peran kedua orang tuanya yang kafir sehingga membuat wanita yang agung ini terhambat untuk berhijrah?
Ayahnya adalah seorang kafir Quraisy yang bernama ‘Uqbah bin Abu Mu’aith. Ia tewas pada saat Perang Badar. Ia adalah orang yang sangat membenci Allah SWT dan Rasulullah saw. Bahkan pernah suatu hari ketika Rasul sedang bersujud, Uqbah menginjakkan kakinya ke leher Rasulullah saw. Pernah juga ia membawakan plasenta domba dan menaruhnya diatas kepala Rasulullah ketika ia sedang dalam keadaan sujud. Sampai akhirnya Fatimah datang untuk membersihkannya dari kepala Rasulullah saw.
Akibat dari perbuatannya itu, Rasulullah saw menyuruh untuk memancung ‘Uqbah, ‘Uqbah berkata “Wahai Muhammad, apakah engkau hanya membunuhku dari sekian banyak orang Quraisy yang ditawan?” Rasulullah saw menjawab,”Ya, karena perbuatan yang telah kamu lakukan terhadapku.”
Ibnu Hisyam menyatakan, “Orang yang memancung Uqbah adalah Ali bin Abu Thalib. Keterangan ini disampaikan oleh Az-Zuhri dan ulama- ulama lainnya. (Al-Bidaayah wan Nihaayah, vol.3 hlm.6).
Kini Uqbah telah terhempas ke dalam onggokan sampah sejarah. Hina diatas kekafiran dan kesombongannya serta kedengkiannya terhadap Islam dan Rasulullah saw.
Itu sekelumit tentang ayah dari seorang shahabiyah yg mulia, Ummu Kultsum binti Uqbah.
Hijrah yang Penuh Berkah
Tak gentar hatinya mendekat dengan Islam sekalipun ayahnya telah mati dalam kekafiran.
Pada saat Perjanjian Hudaibiyah terjadi, salah satu klausul yang diajukan oleh Suhail bin Amr yang menjadi syarat perjanjian dengan Nabi saw adalah “Jika ada seorang dari golongan kami (Quraisy) datang kepadamu, meskipun dia telah memeluk agamamu, maka engkau harus mengembalikannya kepada kami. Dan engkau tidak boleh ikut campur dengan segala tindakan yang kami lakukan kepadanya.”
Sebenarnya kaum muslim tidak setuju dengan klausul tersebut. Namun, Suhail bersih keras akan klausul yang ia ajukan tersebut, hingga akhirnya Rasulullah saw bersedia menerimanya.
Akibatnya, pada hari itu Nabi saw harus memulangkan Abu Jandal kepada ayahnya, Suhail bin Amr. Begitupula semua laki-laki yang datang dan ingin bergabung bersama Rasulullah saw. Mereka semua ditolak dan dikembalikan lagi kepada kaum Quraisy, meskipun telah masuk Islam. *bersambung