by Danu Wijaya danuw | Nov 29, 2018 | Artikel, Berita, Internasional
Dalam KTT ke-33 ASEAN 2018 di Singapura, beberapa negara mengecam kekerasan etnis muslim Rohingya yang terjadi di Myanmar. Salah satunya Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Muhamad adalah orang yang paling keras mengecam sikap politik Aung San Suu Kyi ini.
PM Mahathir tegas mengatakan, ”Seseorang yang pernah ditahan karena perjuangan demi hak asasi sebelumnya, seharusnya mengetahui penderitaan orang lain bukan malah menyalahkan yang menderita.”
Mahathir kecewa Aung San Suu Kyi, sebagai pemimpin de facto Myanmar itu melupakan latar belakangnya sebagai pejuang HAM dan demokrasi.
Apa yang dilakukan oleh Mahathir merubah kebiasaan yang terjadi pada acara diplomatik yang biasanya berlangsung ramah.
Sikap politis Mahathir tanpa ragu disampaikan dalam KTT ASEAN 2018. Hal ini menjadi pengalaman tak mengenakan bagi penasihat negaa Myanmar Aung San Suu Kyi.
Dia dipermalukan di depan umum oleh beberapa peserta konferensi, karena tak berbuat apa-apa untuk mengatasi kekerasan terhadap etnis Rohingya.
Pernyataan keras Mahathir itu memang di luar kebiasaan forum ASEAN yang biasanya dipenuhi semangat kerjasama, persahabatan, sehingga acara ini biasanya berlangsung ramah.
Kerasnya pernyataan Mahathir karena persekusi etnis Rohingya di Myanmar bukan tragedi biasa.
Sejak tahun 2016, sudah 10.000 warga sipil tewas dan hampir 750.000 mengungsi akibat konflik yang berpusat di Negara Bagian Rakhine itu.
Seperti Mahathir, beberapa utusan negara ASEAN kecewa akan sikap pilitik Aung San Suu Kyi.
Seorang diplomat Asia Tenggara yang tak mau disebutkan namanya mengatakan, “Anda dapat merasakan, dia (Suu Kyi) tidak diterima oleh semua orang seperti dulu. Semua orang mengharapkan ia bisa berbuat lebih banyak,” katanya.
Wakil Presiden AS, Mike Pence pada Rabu (14/11) mengatakan di hadapan para pemimpin ASEAN lainnya bahwa kekerasan dan penganiayaan terhadap Rohingya tak termaafkan.
Pernyataan Mike Pence ini menambah situasi tak enak bagi delegasi Myanmar.
Sayangnya, Aung San Suu Kyi tetap menyatakan kekerasan di Rakhine sebagai masalah Myanmar yang tak bisa dipahami orang luar. Hati Aung San Suu Kyi sepertinya telah mati.
Sumber : JPNN.com
by Danu Wijaya danuw | Nov 29, 2018 | Artikel, Berita, Nasional
Satu tahun lebih sejak misi kemanusiaan Muhammadiyah Aid menginjakkan kaki di Cox Bazar, Bangladesh pada September 2017 untuk melakukan layanan kesehatan.
Ratusan ribu pengungsi Rohingya sampai saat ini masih ada di sana di camp pengungsian.
Tahap pertama yang dilakukan saat itu adalah penanganan pengungsi rohingnya di Bangladesh agar ketahanan kesehatannya membaik dengan memberikan asupan nutrisi dari bantuan makanan bagi para pengungsi.
Saat itu juga dilakukan inisiasi program buat warga muslim Rohingnya yang masih ada di Myanmar, baik yang ada di barak pengungsian maupun di desa-desa yang dihuni warga muslim rohingnya.
Menurut laporan Muhammadiyah Aid yang diwakili oleh Bachtiar Dwi Kurniawan dari Rakhine State Myanmar dari 26 – 29 Oktober 2018, Muhammadiyah mendirikan dua sekolah di lokasi itu.
Berdasarkan penilaian melalui observasi dan bertemu langsung dengan warga Rohingnya di Myanmar Agustus lalu, maka dipilihlah program pemberdayaan yang ada di Rakhine State.
Program yang dinisiasi tersebut untuk muslim Rohingnya, lanjut Bachtiar antara lain, pendidikan dengan mendirikan sekolah dasar, pelatihan guru, fasilitas sekolah, dan penyaluran school kits.
Di samping itu Muhammadiyah juga akan membangun balai latihan kerja yang ditempatkan di lokasi pengungsian warga muslim Rohingnya di sana.
Program pendidikan yang diinisiasi setidaknya, menurutnya direncanakan dua sekolah berdiri khususnya di Mrauk – U Township, Rakhine State, Myanmar.
Sebagai wujud konkretnya, peletakan batu pertama dilakukan berlokasi di Mrauk – U Township (28/10/2018).
Muhammadiyah Aid bersama Indonesian Humanitarian Alliance mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kaum muslimin Indonesia dan semua pihak yang bersama-sama menyukseskan misi kemanusiaan ini.
Dalam kesempatan itu, kata Bachatiar Muhammadiyah Aid akan membangun sarana air bersih, sanitasi, MCK, saluran air yang ada di kampung-kampung warga muslim Rohingnya yang masih dalam keadaan kumuh.
Sebagai tindak lanjut misi kemanusiaan tahun lalu, Muhammadiyah aid juga akan membangun pasar inklusi, yang menjadi sarana rekonsiliasi konflik dan menghidupkan geliat ekonomi masyarakat akibat konflik sosial itu.
Sumber : SangPencerah.id
by Danu Wijaya danuw | Sep 3, 2018 | Artikel, Berita, Internasional
JENEWA – Penyelidik PBB menyatakan, militer Myanmar melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan terhadap para perempuan Muslim Rohingya.
Penyelidik juga menuntut agar Panglima Militer dan 5 jenderal di negara itu diadili karena memiliki “niat genosida”.
Laporan penyelidik PBB ini diumumkan di Jenewa, Senin (27/8/2018). Pemerintah sipil Myanmar yang secara de facto dipimpin oleh Aung San Suu Kyi juga dinyatakan telah mengizinkan :
- Pidato kebencian berkembang
- Menghancurkan dokumen bukti dan gagal melindungi minoritas dari kejahatan terhadap kemanusiaan
- Dan kejahatan perang oleh tentara di Rakhine, Kachin dan Shan.
“Dengan demikian, itu berkontribusi terhadap atrocity crimes,” bunyi laporan penyelidik PBB.
Sekitar 700.000 warga Rohingya melarikan diri dari penindasan selama operasi militer. Sebagian besar dari mereka hingga kini masih tinggal di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh.
Laporan PBB mengatakan, aksi militer termasuk membakar desa-desa Rohingya sangat tidak proporsional terhadap ancaman keamanan yang sebenarnya.
PBB mendefinisikan genosida sebagai tindakan yang dimaksudkan untuk menghancurkan kelompok nasional, etnis, ras atau agama secara keseluruhan atau sebagian.
“Kejahatan di Negara Bagian Rakhine, dan cara di mana mereka lakukan, memiliki sifat, gravitasi dan ruang lingkup yang serupa dengan yang telah memungkinkan niat genosida untuk diwujudkan dalam konteks lain,” lanjut laporan dari Misi Pencari Fakta Internasional Independen PBB di Myanmar tersebut.
Laporan PBB terkait rantai komando
Laporan itu memiliki tebal 20 halaman. “Ada informasi yang cukup untuk menjamin penyelidikan dan penuntutan para pejabat senior dalam rantai komando Tatmadaw (tentara), sehingga pengadilan yang kompeten dapat menentukan tanggung jawab mereka untuk genosida dalam kaitannya dengan situasi di negara bagian Rakhine,” imbuh laporan itu, seperti dikutip Reuters.
Pemerintah Myanmar, yang telah dikirimi salinan laporan penyelidik PBB, belum berkomentar.
Dihubungi melalui telepon, juru bicara militer Myanmar Mayor Jenderal Tun Tun Nyi mengatakan bahwa dia tidak bisa segera berkomentar.
Panel PBB, yang dipimpin oleh mantan Jaksa Agung Indonesia, Marzuki Darusman, menunjuk Panglima Militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing dan lima jenderal lainnya yang harus menghadapi pengadilan.
Para Jenderal itu termasuk Brigadir Jenderal Aung Aung, komandan “33rd Light Infantry Division”, yang mengawasi operasi di desa pesisir Inn Din di mana 10 anak dan pria dewasa Rohingya dibunuh. Empat jenderal lain tak disebutkan secara detail.
Reuters tidak dapat menghubungi Panglima Min Aung Hlaing atau pun Jenderal Aung Aung pada hari Senin untuk berkomentar.
Pembantaian itu diungkapkan oleh dua wartawan Reuters; Wa Lone, 32, dan Kyaw Soe Oo, 28, yang ditangkap Desember lalu dan diadili atas tuduhan melanggar UU Rahasia Negara. Pengadilan semestinya menyampaikan putusan pada hari Senin, tetapi ditunda sampai 3 September 2018.
Laporan itu mengatakan Suu Kyi, seorang penerima Hadiah Nobel Perdamaian, tidak menggunakan posisi de facto sebagai Kepala Pemerintahan, atau otoritas moralnya, untuk menghentikan atau mencegah peristiwa mengerikan itu berlangsung.
Juru bicara Suu Kyi, Zaw Htay, tidak dapat segera dihubungi untuk memberikan komentar.
Komisaris Tinggi HAM PBB, Zeid Ra’ad al-Hussein menyebut tindakan keras terhadap Rohingya sebagai “contoh buku teks tentang pembersihan etnis”.
Sumber : Reuters/Sindonews
by Danu Wijaya danuw | Jul 11, 2018 | Artikel, Berita, Internasional, Sejarah
Solidaritas antara Muslim Rohingya sudah lama terjalin. Merujuk kepada sebuah dokumen yang dirilis oleh Wakil Perdana Menteri Turki, Fikri Isik pada hari Jum’at (08/09), Muslim Rohingya pernah memberikan bantuan dalam bentuk materi kepada Khilafah Turki Utsmani saat perang dunia pertama.
Menurut dokumen dari arsip Turki Utsmani tersebut, orang-orang Rohingya mengirim 1.391 pound untuk Turki Utsmani pada tahun 1913 untuk menolong orang-orang Turki yang terluka dalam perang Balkan yang berlangsung antara tahun 1912 hingga 1913.
Dalam sebuah surat yang ditujukan kepada Menteri Hilmi Pasha, berisi ucapan selamat kepada Turki Utsmani atas kemenangan yang diperoleh dalam perang Balkan.
“Saya menggunakan kesempatan ini untuk mengucapkan selamat kepada Yang Mulia, seluruh anggota kabinet serta semua rekan Turki saya atas perayaan mengagumkan dan menakjubkan merebut kembali Adrianople dan beberapa kawasan yang pernah lepas dan mengembalikan martabat Imperium Turki Utsmani.” tulis Kepala Dana Bantuan Turki Utsmani di Ragoon, Ahmed Mawla Dawood, dalam suratnya.

Tulisan tangan kerajaan Rohingya di Arakan Myanmar
Ahmed juga menyebutkan dalam suratnya bahwa orang-orang di Rohingya merayakan kemenangan saudara Muslim mereka dan berdoa di masjid-masjid.

Tulisan ketikan ulang arsip Turki Ustmani
Wakil Perdana Menteri, Fikri Isik menulis dalam twitternya bahwa surat tersebut menunjukkan solidaritas yang sangat mendalam antara rakyat Rohingya dengan rakyat Turki.
“Bangsa kami selalu berdiri bersama orang-orang tertindas dan orang-orang yang tidak bersalah dan telah memberikan harapan kepada orang-orang yang membutuhkan.” Kata Isik.
Isik juga menyebutkan bahwa Turki di bawah kepemimpinan Presiden Recep Thayyeb Erdogan akan terus melanjutkan bantuan kepada setiap orang yang membutuhkan.
Pemerintah Ankara telag mendesak masyarakat internasional untuk bertindak melawan kejatahan atas Muslim Rohingya di Rakhine.
Menteri Luar Negeri Turki, Mevlüt Cavusoglu juga telah membahas persoalan Rohingya dengan berbagai pemimpin dunia agar mereka mengambil tindakan.
Hari Kamis, Ibu Negara Turki beserta delegasi telah berkunjung ke Bangladesh untuk meninjau keadaan pengungsi serta memberikan bantuan di Cox’s Bazar.
Kekerasan kembali meletus di negara bagian Rakhine setelah militer Myanmar melancarkan operasi terhadap Muslim Rohingya, yang memaksa setidaknya 120.000 orang mengungsi ke negara tetangga, Bangladesh, sejak 25 Agustus.
Militer Myanmar diyakini menggunakan kekuatan berlebihan serta menghancurkan perumahan penduduk.
Dokumen PBB menyebutkan telah terjadinya pemerkosaan massal, pembunuhan (termasuk bayi dan anak kecil), penyiksaan serta penculikan. Perwakilan Rohingya menyebutkan setidaknya 400 orang telah terbunuh sejak 25 Agustus.
Sumber : Turkinesia/Daily Sabah
by Danu Wijaya danuw | Mar 8, 2018 | Artikel, Berita, Internasional
COXS BAZAR – Maher Zain, musisi berdarah Lebanon yang terkenal di dunia karena lagu religinya, berpartisipasi dalam kegiatan bantuan kemanusiaan yang dilakukan oleh Bulan Sabit Merah Turki dengan mengunjungi pengungsi Muslim Arakan di Bangladesh.
Menurut Bulan Sabit Merah Turki, Maher Zain berkunjung ke Cox’s Bazar, Rabu (7/3/2108) dalam rangka mengunjungi pengungsi Muslim Arakan yang menyelamatkan diri ke Bangladesh akibat adanya kekerasan di Myanmar.
Sebagai relawan Bulan Sabit Merah Turki, Maher Zain mengikuti kegiatan membagi-bagikan makanan dan peralatan kebersihan kepada orang-orang yang membutuhkan di kamp Balukhali.
Maher Zain mengatakan bahwa dirinya sangat senang menjadi perantara untuk menyampaikan kepada masyarakat dunia, mengenai kegiatan bantuan kemanusiaan oleh Bulan Sabit Merah Turki yang penuh dengan pengabdian.
Dari informasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), diketahui ada sekitar 688.000 jiwa pengungsi Rohingya yang menyelamatkan diri ke Bangladesh sejak 25 Agustus 2017.
Kegiatan kemanusiaan tersebut bukan yang pertama kalinya dilakukan Maher Zain. Pada Mei 2017 lalu, dia juga sempat mendatangi Somalia untuk mendukung upaya bantuan kemanusiaan internasional dan menarik perhatian masyarakat dunia pada bencana kelaparan dan kemiskinan di sana.
Sumber : Anadoulu