by Lia Nurbaiti Lia Nurbaiti | Feb 11, 2016 | Artikel, Sirah Shahabiyah
Oleh: Lia Nurbaiti
Hijrah Yang Penuh Berkah
Ketika penderitaan dan siksaan yang dialami kaum muslimin di Makkah semakin berat, maka Rasulullah mengizinkan kaum muslimin berhijrah ke Madinah. Di perjalanan, ada kejadian luar biasa yang dialami Ummu Aiman. Bahkan sulit untuk dilukiskan.
Ustman bin Qasim menceritakan, “Ummu Aiman ikut dalam rombongan kaum muslimin yg hijrah ke Madinah. Sore hari ketika sampai di daerah Mansharif (sebelum Rauha), Ummu Aiman yang pada saat itu sedang berpuasa merasa sangat lelah dan haus. Tiba-tiba ada wadah berisikan air terikat tali putih menjulur dari langit. Lalu Ummu Aiman meminumnya. Setelah kejadian itu,ia berkata “Setelah kejadian itu, saya tidak pernah merasakan haus, meskipun sedang berpuasa“. [HR. Ibnu Sa’d (8/224) Ibnu hajar (Al-Ishabah : 13/178].
Lembaran Emas Perjalanan Jihad Ummu Aiman
Usia yang semakin beranjak tua tak menyurutkan Ummu Aiman untuk ikut berjuang mengibarkan panji Islam di setiap perang Kaum Muslimin. Ia selalu ikut berjihad bersama Rasulullah SAW
Simaklah lembar demi lembar perjalanan jihad seorang Ummu Aiman.
1. Ummu Aiman di Perang Uhud
Di perang ini Ummu Aiman bertugas sebagai tim kesehatan dan penyiapan makanan pasukan di Perang Uhud.
2. Ummu Aiman di Perang Khaibar
Dalam perang ini pun ia tak luput untuk ikut sebagai tahapan penting dalam penegakan Agama Allah.
3. Ummu Aiman di Perang Mu’tah
Allah memberikan cobaan dan ujian untuk Ummu Aiman yang tidak pernah gentar ataupun takut terhadap musuh-musuh kaum muslimin.
Namun di dalam perang ini, Allah menguji keimanan Ummu Aiman dengan terbunuhnya Zaid bin Haritsah (suaminya) sebagai syahid.
Ia hanya bisa tegar dan tetap berharap agar suaminya diterima di sisi Allah.
4. Ummu Aiman di Perang Hunain
Tiba saatnya kaum muslimin berhadapan dengan kaum kafir di perang Hunain. Ummu Aiman tentu tidak mau ketinggalan. Ia ikut dalam pasukan Islam untuk memperjuangkan agama Tuhannya, walaupum hanya dalam bentuk menyiapkan minum para mujahid.
Allah pun memberikan kembali ujian kepadanya yaitu, putranya gugur sebagai syahid dalam perang ini. Tapi lagi-lagi, ia begitu bersabar dan berdoa semoga putranya diterima di sisi Allah.
Posisi Ummu Aiman di hati Rasulullah tidak tergeser. Rasulullah tidak pernah lupa bahwa Ummu Aiman adalah ibu kedua beliau. Ibu keduanya itu rela berkorban apa saja demi keselamatan beliau juga mencurahkan semua kasih sayangnya kepada Rasulullah.
Begitupun Ummu Aiman, ia sangat terpukul ketika Rasulullah meninggal dunia. Ia hanya bisa berdiri kaku, dan air matanya terus berderai. Semua kenangan indah saat bersama beliau kecil, kemudian menjadi pemuda, lalu menjadi seorang Nabi bagi umat terbaik. Dan sekarang, dia pergi meninggalkan dunia untuk selama-lamanya. *bersambung
by Lia Nurbaiti Lia Nurbaiti | Dec 6, 2015 | Artikel, Sirah Shahabiyah
Oleh: Lia Nurbaiti
Termasuk Wanita Pertama Yang Memeluk Islam
Asma’ ra. lahir di kota Makkah sekitar 27 tahun sebelum Rasulullah saw hijrah ke Madinah. Ia dibesarkan di rumah ayahnya, Abu Bakar Ash-Shiddiq ra yang memiliki banyak sifat baik, karena dia adalah manusia yang paling utama setelah Rasulullah saw. Asma dibesarkan oleh ayahnya, sehingga segala kebaikan yang dimiliki ayahnya, secara tidak langsung Asma’ dapatkan. Sehingga tak heran, ketika usia dini, Asma’ sudah memeluk Islam. Dengan demikian, Asma’ ra layak termasuk ke dalam orang-orang yang disebut oleh Allah swt. dalam firman-Nya,
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah : 100).
Asma’ ra dipersunting oleh seorang pengawal setia Rasulullah saw, yang juga merupakan seorang dijamin oleh Allah dan Rasul-Nya masuk surga yaitu, Zubair bin ‘Awwam. Ia adalah seorang laki-laki yang miskin, tetapi statusnya sebagai mukmin melebihi segala-galanya. Asma’ pun tetap menjadi istri yang sholehah bagi Zubair bin ‘Awwam.
Asma’ binti Abu Bakar Ash-Shiddiq ra menuturkan, “Saat menikah denganku, Zubair tidak memiliki harta benda, budak, atau barang apapun, kecuali seekor kuda. Aku selalu menyiapkan makanan dan merawatnya. Aku menumbuk kurma yang sudah matang, memberinya makan dan minum. Selain itu, aku juga menjahit sendiri tempat minum dari kulit dan membuat adonan roti. Sebenarnya aku tidak pandai membuat roti namun, wanita-wanita Anshar membantuku membuatkannya. Mereka adalah wanita-wanita yang tulus.”
Wanita Pemilik Dua Selendang (Dzatuun Nithaaqain)
Berawal dari kisah pada saat kekerasan kaum Quraisy terhadap para sahabat Rasulullah saw semakin menjadi-jadi. Rasulullah saw mengizinkan mereka untuk berhijrah ke Madinah. Setelah itu, Allah swt mengizinkan Rasul-Nya untuk hijrah ke Madinah. Maka, beliau segera hijrah bersama sahabatnya. Dalam peristiwa ini, keluarga Abu Bakar ra memainkan peran yang paling monumental dalam catatan sejarah berkaitan dengan totalitas mereka dalam memperjuangkan Islam dan membela Rasulullah saw.
Abu Bakar ra menggembala kambing untuk penduduk Makkah dan menggiringnya pada malam hari menuju tempat persembunyian Rasulullah saw. Sehingga mereka berdua dapat memerah susunya dan menyembelihnya. Ketika menjelang pagi, saat Abdullah bin Abu Bakar turun dari tempat itu dan pulang ke Makkah. ‘Amir bin Fuhairah mengikutinya dari belakang bersama kawanan kambingnya, untuk menghapus jejak kaki Rasulullah.
Sedangkan peran ‘Asma ra.,dalam peristiwa ini tidak kalah besar. Awalnya, ketika Rasulullah saw mendapat izin untuk hijrah ke Madinah, beliau datang ke rumah Abu Bakar ra dan berkata, “Aku telah mendapat izin untuk keluar (dari Makkah).” Abu Bakar bertanya, “Biar ayah dan ibuku sebagai penebusmu, wahai Rasulullah, apakah aku menemanimu?“ Rasullulah saw menjawab singkat, “Ya.”
Aisyah ra menuturkan, “Kami sekeluarga menyiapkan seluruh perbekalan mereka berdua. Kami juga membuatkan makanan yang diletakkan di dalam wadah. Asma’ binti Abu Bakar memotong selendang pinggangnya untuk mengikat penutup wadah. Itulah yang membuatnya dijuluki “Wanita Pemilik Selendang” (Dzaatun Nithaaq).
Asma’ ra menuturkan, “Aku membuat makanan untuk Nabi saw dan Abu Bakar ketika mereka hendak bertolak ke Madinah. Aku berkata kepada Ayah. “Aku tidak membawa sesuatu untuk mengikat (wadah makanan) kecuali selendang pinggangmu menjadi dua. “Aku mengikuti sarannya, maka aku dijuluki ‘Wanita Pemilik Dua Selendang’ (Dzaatun Nithaaq)”.
Zubair bin Bakkar bertutur tentang peristiwa ini, “Rasulullah saw berkata kepada Asma’ : “Semoga Allah mengganti selendangmu dengan dua selendang di surga.” Sejak itu Asma’ dijuluki Dzaatun Nithaaqain (wanita pemilik dua selendang). *bersambung
ed : danw
by Lia Nurbaiti Lia Nurbaiti | Dec 6, 2015 | Artikel, Sirah Shahabiyah
Oleh: Lia Nurbaiti
Mulia, cerdas dan pantang menyerah. Begitulah sejarah peradaban Islam mencatat sosok wanita pejuang bernama Asma’ binti Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahuanha. Muslimah yang lahir 27 tahun sebelum hijrah itu adalah putri Khalifah Abu Bakar ra. Mujahidah yang usianya lebih tua 10 tahun dibandingkan Aisyah ra itu dikenal sebagai seorang yang dermawan. Asma’ adalah saudari istri Rasulullah, Aisyah ra, namun berbeda ibu. Ia adalah saudara kandung Abdullah bin Abu Bakar. Putri Abu Bakar itu termasuk salah satu wanita di kota Makkah yang pertama masuk Islam. Setelah 17 sahabat mengucap dua kalimat syahadat, Asma’ pun kemudian membaiat Rasulullah SAW. Pengabdian dan pengorbanan Asma membela agama Allah SWT begitu besar. Tak heran jika ia digelari ”Dzatun Nithaqaini” (wanita yang memiliki dua selendang).
Mari kita persiapkan segenap perasaan hati untuk menelusuri perjalanan hidupnya yang harum sejak hari-hari pertama dalam kehidupannya agar mengenal lebih jauh sosok Asma’ ra. Latar Belakang Keluarga yang Mulia dan Penuh Berkah Keluarga sahabat wanita ini begitu luar biasa. Keluarganya ibarat pohon yang tertanam kokoh didalam tanah, sedangkan cabang-cabangnya menjulang di angkasa raya hingga menyentuh bintang gemintang. Ayahnya adalah manusia terbaik yang lahir dimuka bumi setelah para Nabi dan Rasul.
Dia adalah orang yang menempati urutan pertama dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Suami adik perempuan dari pihak ayahnya adalah manusia paling agung sepanjang massa, Muhammad bin Abdullah saw. Adik perempuan dari pihak ayahnya adalah Ummul Mukminin, ‘Aisyah ra. Kakek dari pihak ayahnya adalah Abu Quhafah, dia memeluk Islam dan mendapat kehormatan sebagai salah satu seorang sahabat Rasullulah saw. Suami Asma’ adalah orang yang dijuluki Hawari (pengawal setia) Rasulullah saw.
Dia juga adalah muslim pertama yang menghunus pedang di jalan Allah. Dia adalah Zubair bin ‘Awwam. Putra Asma’ adalah seorang khalifah, Abdullah bin Zubair. Dia dikenal sebagai ahli Ibadah dan ahli jihad paling terkemuka. Saudara kandung Asma’ adalah Abdullah bin Abu Bakar ra, seorang ksatria gagah berani dan ahli panah yang handal. Berdasarkan penjelasan diatas, betapa luar biasa keluarga Abu Bakar, tidak ada keluarga sahabat yang dapat menghimpun empat generasi sekaligus yang melihat Rasulullah saw, dan para sahabatnya. Kecuali keluarga Abu Bakar. Asma’, ayahnya, kakeknya, dan putranya (Ibnu Zubair), semuanya termasuk sahabat Rasulullah saw. Semoga Allah meridhai mereka. *bersambung
ed : danw