0878 8077 4762 [email protected]

Agar Mudik Bernilai Ibadah

Selain sebagai fitrah manusia, mudik adalah pada hakekatnya adalah Perjalanan Ibadah. Di negara Islam, tradisi unik “mudik” ini hanya ada di Indonesia. Di Cina taktala Hari Raya Imlek, dimana rakyat Cina di perkotaan pulang mudik ke daerah asal mereka.
Di negara maju seperti Amerika Serikat-pun, budaya mudik ke Kampung halaman atau ke orangtua dan berkumpul dengan sanak saudara itu juga ada, yaitu pada “Hari Pengucapan Syukur (Thanksgiving Day)”.
Ibarat pedang bermata 2, mudik bisa menjadi Ibadah bisa pula tidak berarti Ibadah sama-sekali, sekedar jalan-jalan saja malah bisa jadi pamer (riya’). Semuanya akan bergantung kepada niat kita dan sikap kita selama mudik ke kampung halaman.
Meskipun tidak dicontohkan persis oleh Rasulullah SAW, mudik-pun bisa menjadi ibadah, dengan terus melaksanakan ibadah wajib dan perintah-perintah Agama. Nah bagaimana agar mudik kita bisa menjadi Ibadah?
1. Menaiki kendaraan dan mengucapkan do’a safar (bepergian).
Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menaiki kendaraannya, beliau mengucapkan takbir sebanyak tiga kali: “اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ,” kemudian berdo’a:
“سُبْحَانَ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ،
“Mahasuci Rabb yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, sedangkan sebelumnya kami tidak mampu.” (H.R. Muslim)
Salah satu tata cara bepergian yang diajarkan Islam (dari sekian banyak adabnya), yaitu seseorang mengawali perjalanannya dengan membaca doa safar yang mengandung makna yang sangat penting dan amat dalam.
Seorang Muslim selalu ingat kepada Allah Azza wa Jalla dimanapun ia berada. Selain memohon keselamatan dan kesehatan selama perjalanan. Berdoa ketika momen perjalanan memiliki nilai khusus yang tidak boleh dianggap remeh; karena termasuk salah satu waktu doa dikabulkan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ

“Tiga doa yang dikabulkan, tidak ada keraguan padanya, yaitu : doa orang teraniaya, doa musafir dan doa buruk orang tua kepada anaknya.” [HR. at-Tirmidzi]
2. Jika mudik tersebut ada “Birrul Walidain” atau berbakti kepada kedua orangtua kita (jika mereka masih hidup).
Ayah dan ibu adalah dua orang yang sangat berjasa kepada kita. Lewat keduanyalah kita terlahir di dunia ini. Keduanya menjadi sebab seorang anak bisa mencapai Surga. Do’a mereka ampuh. Al Qur’an memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada kedua orangtua kita.
Allah swt berfirman : “Dan Kami wajibkan manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tua..” (Al Ankabut : 8)
Rasulullah saw memerintahkan kepada kita untuk berbakti kepada kedua orang tua. Rasulullah saw bersabda : “Ridha Allah terletak pada ridla orang tua. Dan kemarahan Allah terletak pada kemarahan orang tua.”( HR. Tirmidzi 1899) •
3. Jika Mudik Menyambung Tali Silaturahim
Di dalam tradisi mudik, pada umumnya juga ada silaturahmi yaitu saling berkunjung ke kerabat usai shalat idul fitri.
Kita bisa saling mengunjungi sanak saudara bahkan tetangga atau teman sejawat, atasan dan bawahan. Terkadang kita secara sengaja mudik, bepergian jauh, beratus kilometer bahkan mungkin beribu kilometer, hanya sekedar untuk menjumpai orang tua atau sanak famili.
Sekedar untuk menjumpainya dan bersilaturahmi, menyegarkan ikatan kekerabatan, menyambung dan mempererat tali persaudaraan.
Tentang menyambung tali silaturahmi, dalam hadist diriwayatkan Rasulullah saw. bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan kekeluargaan.” (Shahih Muslim No.4636)
Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang merasa senang bila dimudahkan rezekinya dan dipanjangkan usianya, maka hendaklah dia menyambung hubungan kekeluargaan (silaturahmi)”. (Shahih Muslim No.4638)
Ada janji Rasulullah yang patut untuk direnungkan agar mudik kita bernilai ibadah, maka mudik kita harus kita niatkan dalam rangka menyambung tali silaturahmi antar sanak saudara dan keluarga.
4. Jika Mudik kita Ada Saling Bermaaf-maafan
’Umumnya dalam mudik Idul Fitri juga ada tradisi bermaaf-maafan yang dilakukan usai shalat ‘Idul Fitri, dimana tua muda laki-laki dan perempuan saling bermaaf-maafan, sembari berkunjung untuk meminta maaf sebagai sesama Insan yang tidak luput dari salah dan silap yang pernah dilakukan.
Pada hari yang mulia tersebut jangan ragu-ragu untuk mengakui kekhilafan dan kesalahan yang mungkin pernah kita lakukan kepada sesama saudara kita muslim atau bukan.
Mungkin ada perasaan hasad dengki, khianat, ataupun berbagai kejahatan dan penganiaayaan yang pernah kita lakukan, maka mohonkanlah maaf.
Insya-Allah dihari baik dan bulan baik ini orang akan mudah memaafkannya.
Rasulullah saw bersabda, “Maukah kamu aku beri tahu tentang derajat yang lebih utama, dari derajat sholat, puasa dan sedekah?”
Para sahabat menjawab: “Bahkan mau” Rasulullah bersabda: “Mendamaikan antara dua orang yang berselisih, karena perselisihan antara dua manusia itulah yang membawa kehancuran.” (H.R.Abu Daud dan Tirmizi)
5. Jika Mudik Saling Berbagi Rezeki (sedekah)
Dalam mudik, biasanya orang kota menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk ia sedekahkan di kampung halamannya.
Jadi dalam tradisi mudik kita saling berbagi rezeki kepada saudara-saudara kita yang kurang beruntung. Bahkan menurut laporan pemerintah dana sebesar 20 Triliun mengalir dari kota ke desa-desa.
Dari Abu Umamah r.a., Nabi saw. bersabda, “Wahai anak Adam, seandainya engkau berikan kelebihan dari hartamu, yang demikian itu lebih baik bagimu. Dan seandainya engkau kikir, yang demikian itu buruk bagimu. Menyimpan sekadar untuk keperluan tidaklah dicela, dan dahulukanlah orang yang menjadi tanggung jawabmu.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat lainnya Rasulullah saw. bersabda, “Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Allah swt. akan menambah kemuliaan kepada hamba-Nya yang pemaaf. Dan bagi hamba yang tawadhu’ karena Allah swt., Allah swt. akan mengangkat (derajatnya). (HR. Muslim)
Dalam hadist Qudsi Allah Tabaraka wata’ala berfirman: “Hai anak Adam, infaklah (nafkahkanlah hartamu), niscaya Aku memberikan nafkah kepadamu.” (HR. Muslim)
 
Oleh : Imam Puji Hartono
Edited : Aliman

Keistimewaan Pentingnya Menjalin Silaturahim

Silaturahim seperti dijanjikan Rasulullah SAW dapat membuat seorang Muslim dilapangkan rezeki dan dipanjangkan umurnya.
Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang suka diluaskan rezeki dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah ia menyambung tali silaturahim.” (HR Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).
Selain itu,  mereka  yang gemar bersilaturahim dijanjikan akan di masukan ke dalam golongan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat.
Dari Abu Hurairah RA,  sesunguhnya Rasulullah saw bersabda,  ”… Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akherat maka lakukanlah silaturahmi…”  (HR Bukhari dan Muslim).
Orang yang gemar silaturahim pun akan selalu berhubungan dengan Allah SWT. Dari Aisyah  RA  berkata, Rasulullah SAW bersabda,
Silaturahmi itu tergantung di `Arsy (Singgasana Allah) seraya berkata: “Barangsiapa yang menyambungku maka Allah akan menyambung hubungan dengannya, dan barangsiapa yang memutuskanku maka Allah akan memutuskan hubungan dengannya” (HR Bukhari dan Muslim)
Keistimewaan lainnya, Silaturahim dapat menjadi  salah satu sebab penting masuk surga dan dijauhkan dari api neraka.
Dari Abu Ayub Al Anshari, beliau berkata, seorang berkata, ”Wahai Rasulullah, beritahulah saya satu amalan yang dapat memasukkan saya ke dalam syurga.” Beliau menjawab, “Menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya, menegakkan shalat, menunaikan zakat dan bersilaturahim.”” (Diriwayatkan oleh Jama’ah).
Meski terkesan sepele, silaturahim adalah ketaatan dan amalan yang mendekatkan seorang hamba kepada Allah SWT,  serta tanda takutnya seorang hamba kepada Allah.
Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Rabbnya dan takut kepada hisab yang buruk.” (QS: Arra’d, 21).
Betapa mulianya menjalin silaturahim, sehingga mendapat keutamaan yang begitu hebat dalam ajaran Islam.
Silaturahim dapat memperkokoh persatuan umat. Karenanya, Rasulullah SAW sangat mewanti-wanti agar umatnya tak sekali-kali memutuskan hubungan silaturahim.
Rasulullah SAW bersabda, ”Barangsiapa yang memutuskanku, maka Allah akan memutuskan hubungan dengannya”  (HR Bukhari dan Muslim).
 
Sumber : Republika

Adab-Adab Silaturahim dan Ziarah

Oleh : Sharia Consulting Center
 

  1. Memperhatikan hari dan jam yang baik untuk silaturahim dan ziarah.
  2. Dianjurkan membawa hadiah atau sesuatu yang bermanfaat, baik berupa materi maupun nonmateri.
  3. Jika dimungkinkan, memberi tahu terlebih dahulu.
  4. Ziarah sangat dianjurkan bagi saudara dan temannya yang sakit atau terkena musibah.
  5. Orang yang lebih muda sebaiknya mendatangi yang lebih tua, begitu juga seorang muslim  mendatangi yang lebih alim dan bertaqwa.
  6. Dianjurkan saling memberi nasehat dan wasiat kebaikan, jika dilakukan dalam suatu acara resmi, maka sebaiknya mengundang dai atau mubaligh untuk memberi ceramah agama.
  7. Tidak boleh mengatakan dan melakukan sesuatu yang tidak disukai dan harus menjauhkan diri dari ghibah dan dusta.
  8. Memakai pakaian yang rapi, bersih dan baik. Bagi laki-laki   dianjurkan memakai wangi-wangian.
  9. Menjauhi pemborosan dalam makan, minum, dan lainnya.
  10. Menjauhi kemaksiatan, seperti lalai dalam mengerjakan shalat, bercampur- baur antara lelaki dan perempuan, berjabat tangan antara lelaki dan perempuan yang bukan mahramnya, menyuguhkan lagu-lagu dan musik yang kotor dan tidak islami, tidak menutup aurat dan lain-lain.
  11. Dianjurkan berjabat tangan (lelaki dengan lelaki, perempuan dengan perempuan), mengucapkan salam pada saat pertemuan dan perpisahan, serta saling mendoakan.
  12. Demikian panduan bagi musafir dan pemudik yang sangat perlu diketahui oleh setiap muslim, sehingga perjalanannya tidak sia-sia. Bahkan dinilai sebagai amal shalih dan ibadah yang berpahala disisi Allah Swt. Amin, ya Rabbal alamin.

 
Sumber : 
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center

Silaturahim dan Ziarah di Hari Lebaran

Oleh : Sharia Consulting Center
 
Silaturahim adalah upaya seorang muslim untuk menyambung tali kerabat dengan cara memberikan kebaikan kepada kerabat dan menolak keburukannya dengan segala potensi yang dimilikinya seperti:

  1. Berkunjung ke rumah kerabat
  2. Menolong kesulitannya
  3. Membantu dengan harta dan tenaga
  4. Mendoakan
  5. Menolak keburukan padanya, dan lain-lain.

Hal ini dilakukan dengan syarat bahwa saudaranya seorang muslim yang istiqamah. Adapun jika saudaranya seorang kafir atau fasik, maka silaturahim yang dilakukan dengan cara memberi nasehat agar kembali kepada kebenaran dan mendoakannya agar mendapat hidayah.
Adapun ziarah terdiri dari dua macam:

  1. Ziarah kepada kaum muslimin yang masih hidup
  2. Ziarah kubur orang Islam.

Kedua ziarah tersebut dianjurkan dalam Islam.
Silaturahim dan ziarah merupakan akhlak Islam yang mulia. Rasulullah Saw  senantiasa melakukannya dan memberi contoh yang terbaik pada umatnya. Bahkan, silaturahim dan ziarah memiliki hubungan yang erat dengan keimanan. Rasulullah Saw  bersabda:
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya memuliakan tamunya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya menyambung tali kerabat. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya berkata baik atau diam” (HR Bukhari dan Muslim)
“مَنْ سَرّهُ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ في رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ في أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ” متفق عليه
Artinya: ”Barangsiapa yang ingin dimudahkan rejekinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaknya menyambung tali kerabat” (Muttafaqun ‘alaih).
Dari Abu Hurairah ra dari Nabi SAW : ”Bahwa ada seseorang menziarahi saudaranya di kampung lain. Maka Allah mengutus malaikat di jalan tersebut dan ketika sampai jalan tersebut berkata: ”Mau kemana?” Orang itu berkata: Saya hendak menziarahi saudaraku di kampung ini. Berkata malaikat: Apakah engkau ada kepentingan?. Ia berkata: Tidak, kecuali saya mencintainya karena Allah Taala. Berkata malaikat: Sesungguhnya saya diutus Allah untukmu, bahwa sesungguhnya Allah telah mencintaimu sebagaimana engkau cinta padanya.”  (HR Muslim).
“مَنْ عادَ مَرِيضاً، أوْ زَارَ أخاً لَهُ في اللَّهِ تَعالى، نادَاهُ مُنادٍ بأنْ طِبْتَ وَطابَ مَمْشاكَ، وَتَبَوَّأتَ مِنَ الجَنَّةِ مَنـزِلاً”
Artinya: ”Barangsiapa yang menengok orang sakit atau menziarahi saudaranya karena Allah Ta’ala, maka datanglah penyeru yang menyerukan: “Engkau baik, dan langkahmu juga baik dan engkau akan masuk surga sebagai tempat tinggal” (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Dari Abi Hurairah ra, dari Nabi SAW  bersabda, “Hak muslim atas muslim ada lima: membalas  salam, menengok yang sakit, mengantar jenazah, menyambut undangan, membalas yang bersin.”
Dalam riwayat Muslim, “Hak muslim atas muslim ada enam: jika engkau menjumpainya maka ucapkan salam, jika mengundang maka sambutlah, jika minta nasehat maka nasehatilah, jika bersin dan mengucap hamdalah maka jawablah, jika sakit maka tengoklah, dan jika meninggal maka antarkan jenazahnya.”
 
Sumber :
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center

Benarkah Silaturahim Memanjangkan Umur?

Oleh: Adi Setiawan, Lc., MEI
 
Panjang umur adalah impian mayoritas orang. Dengan berumur panjang, lebih banyak kebaikan yang bisa dilakukan. Dan ternyata banyak faktor yang membuat seseorang bisa berumur panjang.
Dari Anas bin Malik Ra: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang ingin murah rezekinya atau panjang umurnya, maka bersilaturrahimlah”. (HR. Bukhari Muslim).
Dari Salman Ra: Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada yang bisa menolak qada’ (ketentuan Allah SWT) kecuali doa, dan tidak ada yang bisa menambah umur kecuali al-birr (melakukan kebaikan)”. (HR. Tirmidzi).
Setiap kejadian itu termasuk berumur panjang memiliki berbagai faktor yang disebut dengan asbab maaddiah (faktor materi) dan asbab ma’nawiyah (faktor non-materi). Seseorang bisa saja meninggal disebabkan karena terjatuh dari tempat yang tinggi, atau akibat luka saat perang, memang sakit parah, atau juga karena tertusuk besi yang tidak terduga. Seseorang sembuh karena saat sakit ia teratur meminum obat. Ada juga orang yang hampir tidak pernah sakit, ternyata ia selalu menghindari tempat yang kotor. Semuanya ini merupakan asbab maaddiah (faktor materi) yang secara langsung menjadi penyebab dari kejadian-kejadian di atas.
Begitu pula ketika seseorang terus berdoa agar dianugerahi umur yang panjang lagi berkah. Saat dia butuh uang kemudian memperbanyak silaturrahim dengan saudara, kerabat dan tetangganya. Terus birrul walidain (taat dengan apapun keputusan orang tuanya) karena yakin ada kebaikan di baliknya. Atau  terus-menerus melakukan amal shaleh lainnya. Semuanya tergolong sebagai asbab ma’nawiyah (faktor non-materi) yang dengan secara tidak langsung menjadi jalan keluar dari setiap masalahnya.
Jangan heran karena melakukan tindakan diatas umur seseorang jadi bertambah, dan sebaliknya orang yang tidak melakukannya umurnya terbatas, tidak bertambah dan cenderung berkurang. Dan setiap faktor tersebut pada hakikatnya telah termaktub sebagai keputusan dan takdir Allah SWT. Walaupun manusia tidak melakukannya, tetap saja akan terjadi. Karena sesungguhnya, “Rufi’at al-aqlam wa jaffat biha ash-shuhuf” (Pena takdir telah diangkat dan lembaran-lembaranya pun telah kering). Yang artinya semua takdir Allah SWT untuk hamba-Nya adalah bersifat tetap. Dan inilah makna dari ayat Allah SWT:
وَمَا يُعَمَّرُ مِن مُّعَمَّرٍ وَلَا يُنقَصُ مِنْ عُمُرِهِۦٓ إِلَّا فِى كِتَٰبٍ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ
Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah.” (QS. Faathir: 11).
Ibnu Abbas menafsirkan ayat ini bahwa tidaklah seseorang  ditakdirkan berumur panjang kecuali ia akan sampai juga pada jatah umurnya tersebut. Hal itu telah ditetapkan dan hanya akan berakhir sesuai dengan ketetapan itu. Tidak akan ada tambahan lagi. Begitu juga dengan orang yang ditakdirkan berumur pendek ia akan sampai pada jatah umurnya. Dan umurnya hanya akan berakhir sesuai dengan ketetapan itu. Intinya, semua itu sesuai dengan ketetapan Allah SWT.
Imam Baihaqi menyebutkan dalam kitabnya al-Qada’ wal-Qadar, makna ayat ini adalah bahwasaannya Allah SWT telah menetapkan apa yang akan menimpa hamba-Nya dari berbagai macam bala’, ujian hidup, kematian dan sebagainya. Kemudian jika dia berdoa kepada Allah SWT atau mentaati perintah-Nya untuk bersilaturrahim dan lainnya, maka Allah tidak akan menimpakan bala’ tersebut. Justru Allah SWT akan memberinya rezeki dan memperpanjang umurnya. Dan semuanya ini telah Allah SWT tetapkan.
Sebagaimana keyakinan kita setiap faktor materi telah termaktub di lauhil mahfudz. Lebih-lebih faktor non materi yang tidak tertangkap oleh indera penting diimani dan diyakini juga telah termaktub di lauhil mahfudz. Sehingga jika berbagai faktor ini dilakukan, maka dengan seizin Allah SWT keinginan panjang umur akan didapat.
Waallahu A’lam.