Maulid Nabi dan Mengagungkan Nabi Muhammad saw

Maulid Nabi Muhammad pada tanggal 12 Rabiul Awal dijadikan hari libur nasional. Banyak pengajian, majelis taklim, instansi sekolah, perusahaan dan pemerintah ikut merayakan dalam rangka menambah kecintaan kepada Nabi Muhammad saw.
Terlepas dari masalah khilafiyah (perbedaan pendapat). Berikut beberapa cara mengagungkan Nabi Muhammad saw :
1. Anjuran Memperbanyak Shalawat
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Sesungguhnya Allah dan Malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Q.S. Al-Ahzaab: 56)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَن صلَّى عليَّ صلاةً واحدةً ، صَلى اللهُ عليه عَشْرَ صَلَوَاتٍ، وحُطَّتْ عنه عَشْرُ خَطياتٍ ، ورُفِعَتْ له عَشْرُ دَرَجَاتٍ

Barangsiapa yang mengucapkan shalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat baginya sepuluh kali, dan digugurkan sepuluh kesalahan (dosa)nya, serta ditinggikan baginya sepuluh derajat/tingkatan (di surga kelak)
HR an-Nasa’i (no. 1297), Ahmad (3/102 dan 261), Ibnu Hibban (no. 904) dan al-Hakim (no. 2018), dishahihkan oleh Ibnu Hibban, al-Hakim dan disepakati oleh adz-Dzahabi, juga oleh Ibnu hajar dalam “Fathul Baari” (11/167) dan al-Albani dalam “Shahihul adabil mufrad” (no. 643)
Para ulama Ahlus Sunnah telah banyak meriwayatkan lafazh-lafazh shalawat yang shahih, sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Di antaranya adalah:

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

“Ya Allah, berikanlah rahmat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan rahmat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Mahaterpuji lagi Mahamulia. Ya Allah, berikanlah berkah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi berkah kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Mahaterpuji lagi Maha-mulia.”
(HR. Al-Bukhari (no. 3370/Fat-hul Baari (VI/408)), Muslim (no. 406), Abu Dawud (no. 976, 977, 978), at-Tirmidzi (no. 483), an-Nasa-i (III/47-48), Ibnu Majah (no. 904), Ahmad (IV/243-244) dan lain-lain, dari Sahabat Ka’ab bin ‘Ujrah Radhiyallahu anhu.)
Untuk mengetahui lafazh-lafazh shalawat lainnya yang diriwayatkan secara shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat dilihat dalam buku Do’a dan Wirid (hal. 178-180), oleh penulis, cet. VI/ Pustaka Imam asy-Syafi’i, Jakarta, th. 2006 H.
2. Mengikuti Sunnah Nabi
Allah ‘azza wa jalla berfirman,

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah)ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Ali ‘Imran: 31)
Keutamaan/kemuliaan/kecintaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengandung konsekuensi meneladani beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan baik, mengikuti sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan benar, dalam tingkah laku, adab (etika), ibadah-ibadah sunnah (anjuran), makan, minum, pakaian, pergaulan yang baik dengan keluarga, serta semua adab beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sempurna dan akhlak beliau yang suci.
Amat banyak sunnah nabi Muhammad mulai dari cara berpakaian, senyum, mengucapkan salam dan akhlak baik kepada sesama manusia. Termasuk ibadah-ibadah sunnah yang beliau selalu lakukan diantaranya shalat sunnah dhuha, sedekah, puasa senin kamis, dan sebagainya.
3. Mempelajari Sirah Nabawiyah (Sejarah Nabi Muhammad saw)
Belajar sirah nabawiyah kita dapat mengetahui fase kehidupan nabi Muhammad sejak lahir, mendapat wahyu pertama, fase dimadinah, fase dimakkah dan selanjutnya hingga detik beliau wafat.
Sirah nabawiyah dapat menumbuhkan dan meningkatkan kecintaan kepada Nabi dan para sahabat. Sebagai panduan hidup bagi pribadi dan masyarakat Muslim, dan panduan serta sumber yang murni dalam memahami syariat Islam. Selain itu kita dapat Memahami metodologi dakwah nabi Muhammad disetiap situasi dan kepribadian beliau.
Jadi dengan mempelajari sirah nabawiyah kita dapat mengenal teladan terbaik bagi seluruh manusia dalam aqidah, ibadah dan akhlak. Allah Ta’ala berfirman:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah“. (QS. Al-Ahzab : 21).
 

MUI: Takbir Keliling di Malam Idul Fitri Hukumnya Sunah

MUI: Takbir Keliling di Malam Idul Fitri Hukumnya Sunah

Berbeda dengan Djarot dan Polisi yang melarang takbiran keliling, kali ini MUI justru menghimbau umat Islam Indonesia untuk merayakan hari kemenangan hari raya Idul Fitri dengan takbiran sebagai syiar agama yang perlu dihidupkan agar mengingat ibadah shalat Id yang akan diadakan esok harinya.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am menjelaskan hukum melakukan takbir pada malam menjelang Idul Fitri adalah sunah.
Masyarakat dapat melakukannya baik sendiri maupun bersama-sama di mana saja, baik di rumah, maupun di jalan, atau membuka panggung takbiran.
“Takbir di malam Idul Fitri hukumnya sunah bagi setiap muslim. Takbir dapat dilaksanakan dengan sendiri maupun berjamaah. Dapat dilaksanakan di rumah, di masjid, di mushala, maupun di jalan. Bisa dilaksanakan dengan duduk berdiam diri, berjalan, maupun berkendara,” ujar Asrorun dalam keterangan tertulis kepada detikcom, Kamis (22/6/2017).  
“Diimbau kepada seluruh umat Islam untuk menghidupkan malam Idul Fitri dengan syiar kumandang takbir, tahmid, dan tahlil, di mana pun berada dengan semarak syiar takbir, memuji asma Allah,” lanjutnya.
Dalam maklumat Komisi Fatwa juga disebutkan bahwa aparat keamanan perlu menjamin keamanan dan situasi kondusif selama perayaan Idul Fitri.
Berikut isi lengkap maklumat MUI soal takbir keliling:
1. Jelang idul fitri, masyarakat bertanya apa hukum takbir keliling. Takbir di malam idul fitri hukumnya sunnah bagi setiap muslim. Takbir dapat dilaksanakan dengan sendiri maupun berjamaah, dapat dilaksanakan di rumah, di masjid, di mushalla maupun di jalan. Bisa dilaksanakan dengan duduk berdiam diri, jalan, maupun berkendara.
Untuk itu, dihimbau kepada seluruh umat Islam untuk menghidupkan malam idul fitri dengan syiar kumandang takbir, tahmid dan tahlil, di manapun berada. Semarakkan masjid, mushalla, rumah, jalanan, lingkungan, dan seluruh negeri kita dengan semarak syiar takbir, memuji Asma Allah.

2941775c-fe86-4ffc-8dff-8677bef96491_169

Festival takbiran sebagai syiar agama Islam


Syiar takbir yang menggema di seluruh negeri diharapkan dapat menjadi penyebab diturunkannya rahmat Allah, sehingga negeri ini dikaruniai kedamaian, keamanan dan kesejahteraan.
2. Bagi umat Islam yang melaksanakan takbir keliling, perlu menjaga ketertiban umum. Koordinasi dengan pengurus masjid, pengurus lingkungan, dinas lalu lintas dan aparat keamanan.
Aparat keamanan perlu menjamin keamanan pelaksanaan ibadah, termasuk kegiatan umat Islam yang menghidupkan malam idul fitri dengan takbir keliling.
Tidak boleh ada yang menghalangi kegiatan syiar idul fitri, dengan dalih apapun.
3. Menjadikan momentum idul fitri ini untuk meneguhkan tali silaturrahmi. Kuatkan silaturrahmi, mulai dari keluarga dekat, keluarga jauh, tetangga hingga sesama anak bangsa.
Idul fitri perlu dijadikan sarana untuk meneguhkan kohesi nasional, dan semangat rekonsiliasi untuk mewujudkan persatuan Indonesia. Yaitu mewujudkan Persatuan Indonesia dalam bingkai Ketuhanan Yang Maha Esa.

Shalat Sunnah Menambal Kekurangan Shalat Fardhu

Kewajiban kita beribadah kepada Allah dengan sempurna. Namun dengan kelemahan kita, selalu ada kekurangan dalam ibadah itu. Maka kita beristighfar setelah beramal, seperti istighfarlah shalat.
Di antara cara menyempurnakan kekurangan yang ada pada shalat fardhu kita adalah dengan menambah shalat sunnah rawatib. Yaitu shalat sunnah yang mengiringi shalat fardhu; sebelum dan atau sesudahnya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمُ الصَّلاَةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلاَئِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا فِى صَلاَةِ عَبْدِى أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِى مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِى فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ الأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ

Sesungguhnya amalan yang pertama kali akan diperhitungkan dari manusia pada hari kiamat dari amalan-amalan mereka adalah shalat.
Kemudian Allah Ta’ala mengatakan pada malaikatnya dan Dia lebih Mengetahui segala sesuatu, “Lihatlah kalian pada shalat hamba-Ku, apakah sempurna ataukah memiliki kekurangan?
Jika shalatnya sempurna, maka akan dicatat baginya pahala yang sempurna.
Namun, jika shalatnya terdapat beberapa kekurangan, maka lihatlah kalian apakah hamba-Ku memiliki amalan shalat sunnah?
Jika ia memiliki shalat sunnah, maka sempurnakanlah pahala bagi hamba-Ku dikarenakan shalat sunnah yang ia lakukan.
Kemudian amalan-amalan lainnya hampir sama seperti itu.”[HR. Abu Daud no. 864, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dengan mengetahui hadits tersebut diatas, maka tidak inginkah kita mempunyai tabungan shalat sunnah, yang bisa melengkapi kekurangan shalat fardhu kita?
Apalagi setelah kita mengetahui, bahwa kelak, yang paling pertama di hisab dari kita, adalah shalat kita?
Tidak takutkah kita, apabila ternyata kita tidak punya tabungan shalat sunnah, sedangkan shalat fardhu kita juga banyak kekurangannya?
Hal ini hanya kita, yang bisa menjawabnya dengan jujur, karena hanya diri kita sendiri yang tahu, bagaimana shalat kita selama ini.
Semoga kita dapat membiasakan shalat sunnah rawatib mengiringi shalat fardhu kita.

Yang Terbaik Menurut Quran dan Sunnah

Oleh: Ust. Farid Nu’man Hasan
 
Berikut ini adalah manusia-manusia terbaik menurut standar Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Semoga kita termasuk di dalamnya. Aamiin.
1. Orang beriman dan beramal shalih
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk”. (QS. Al Bayyinah: 7).
Imam Ibnu Katsir berkata: Abu Hurairah dan segolongan ulama telah berdalil dengan ayat ini bahwa kaum beriman di kalangan manusia lebih utama dibanding malaikat. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/458).
2. Orang kaya tapi taat kepada Allah Ta’ala
Dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhanya)”. (QS. Shad: 30).
3. Orang yang ditimpa ujian (penyakit, miskin, musibah) tapi bersabar dan taat
Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan-nya)”. (QS. Shad: 44)
4. Para sahabat nabi dan orang yang mengikuti jejak mereka
Kalian adalah umat yang terbaik dikeluarkan untuk manusia, memerintahkan yang ma’ruf, mencegah yang munkar, dan beriman kepada Allah”. (QS. Ali ‘Imran: 110)
Siapakah umat terbaik dalam ayat ini? Abdullah bin Abbas Radhiallahu ‘Anhuma mengatakan: “Mereka adalah para sahabat nabi yang berhijrah bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari Mekkah ke Madinah.” (Musnad Ahmad No. 2463. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 6164, katanya: shahih. Disepakati Adz Dzahabi)
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah mengatakan: Yang benar adalah ayat ini berlaku secara umum bagi semua umat ini (Islam), setiap masing-masing zaman, dan sebaik-baik zaman mereka adalah manusia yang ketika itu pada mereka diutus Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kemudian yang mengikuti mereka, kemudian yang mengikuti mereka. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 2/94)
Demikianlah generasi sahabat, dan kita pun bisa menjadi khairu ummah sebagaimana mereka jika sudah memenuhi syarat-syarat seperti mereka. Imam Ibnu Jarir, meriwayatkan dari Qatadah, bahwa Umar Radhiallahu ‘Anhu berkhutbah ketika haji:
Barang siapa yang suka dirinya menjadi seperti umat tersebut maka penuhilah syarat yang Allah tentukan dalam ayat itu. (Tafsir Ath Thabari, 7/102).
Ayat ini diperkuat oleh hadits berikut: “Sebaik-baiknya manusia adalah zamanku, kemudian setelahnya, kemudian setelahnya”. (HR. Bukhari No. 2652).
Tentunya maksud manusia pada zaman nabi adalah manusia yang beriman kepadanya di zamannya, yaitu para sahabatnya. Bukan kaum munafiq dan kaum kafir yang hidup di zamannya.
5. Paling konsisten terhadap kewajiban
Sesungguhnya yang terbaik di antara kamu adalah yang paling bagus qadha-nya”. (HR. Bukhari No. 2305, Muslim No. 1601, dari Abu Hurairah).
Maksud “qadha” adalah yang paling konsisten menepati kebenaran dan kewajiban yang ada padanya. (Ta’liq Mushthafa Al Bugha, 2/809).
6. Terbaik pada masa jahiliyah dan Islam
Sebaik-baiknya kalian pada masa jahiliyah adalah yang terbaik di antara kalian pada masa Islam, jika mereka paham agama”. (HR. Bukhari No. 3384, dari Abu Hurairah)
7. Paling bagus akhlaknya
Sesungguhnya  yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik akhlaknya”. (HR. Bukhari No. 3559, dari Ibnu Umar, Muslim No. 2321, dari Ibnu Amr. Ini lafaz Bukhari).
8. Mempelajari Al Quran dan mengajarkannya
Sebaik-baiknya kalian adalah yang mempelajari Al Quran dan mengajarkannya”. (HR. Bukhari No. 5027, dari Utsman).
9. Manusia yang panjang umur dan amalnya semakin baik
Maukah aku tunjukkan manusia terbaik di antara kalian? Mereka menjawab: “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Manusia terbaik di antara kamu adalah yang paling panjang usianya dan semakin baik amalnya.” (HR. Ahmad No. 7212, dari Abu Hurairah. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih lighairih. Al Hakim, Al Mustadrak No. 1255, katanya: shahih sesuai syarat Syaikhan (Bukhari-Muslim).

Sunnah-Sunnah Adzan

Oleh : M. Lili Nur Aulia
 
Ibnul Qayyim di dalam kitabnya, Zadul Ma’ad, mengatakan, “Adapun petunjuk Nabi SAW dalam dzikir ketika adzan dan setelahnya, maka disyariatkan kepada umatnya untuk melakukan lima macam.
Pertama: Agar orang yang mendengar dan mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh muadzin.
Kecuali pada lafadz “hayya‘alas shalah hayya ‘alal falah”, diganti dengan ucapan “laahaula walaa quwata illa billah”.
Kedua: Agar mengucapkan, “Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali hanya Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Saya ridha Allah sebagai tuhanku, Islam sebagai agamaku dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul.”
Dikabarkan bahwa orang yang mengucapkan tersebut diampuni dosanya.
Ketiga: Bershalawat kepada Nabi SAW dan dilengkapkan dengan shalawat kepada Nabi Ibrahim, tidak ada shalawat yang lebih sempurnanya dari itu.
Keempat: Agar setelah bershalawat dia mengucapkan doa,
“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, dan shalat yang akan didirikan! Berikanlah junjungan kami, Nabi Muhammad wasilah, keutamaan dan kemuliaan. Dan angkatlah ia ke tempat (kedudukan) yang terpuji, yang telah Engkau janjikan kepadanya.”
Buah dari doa ini adalah bahwa orang yang mengucapkannya layak mendapatkan syafaat Nabi saw.
Kelima: Setelah itu, berdoa untuk diri sendiri dan meminta keutamaan dari Allah.
Karena waktu tersebut termasuk waktu-waktu dikabulkannya doa. Sebagaimana diriwayatkan, ada seorang laki-laki yang datang kepada Rasulullah saw, laki-laki itu bertanya kepadanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya para muadzin mendapatkan keutamaan lebih dibandingkan kami.”
Rasulullah menjawab, “Aku tunjukkan kepada suatu perantaraan pengganti pahala yang terlewatkan. Ucapkan sebagaimana mereka mengucapkan, apabila kamu Sudah selesai mintalah (kepada Allah) pasti diberinya.” (HR. Abu Dawud dan yang lainnya)

X