0878 8077 4762 [email protected]

Trump Akui Yerusalem Ibu Kota Israel, DK PBB Gelar Sidang Darurat

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) akan menggelar sidang darurat khusus membahas keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Seperti dilansir AFP, Kamis (7/12/2017), sidang darurat ini akan digelar pada Jumat (8/12) pagi, sekitar pukul 10.00 waktu setempat. Markas PBB berada di New York, AS.
Sidang darurat ini diajukan oleh delapan negara anggota Dewan Keamanan PBB, seperti Inggris, Bolivia, Mesir, Prancis, Italia, Senegal, Swedia dan Uruguay. Negara-negara ini juga meminta Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres membuka sidang darurat itu dengan pernyataan publik.
Sekjen PBB Guterres telah mengomentari keputusan Trump yang secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Dia menegaskan, status akhir Yerusalem hanya bisa ditentukan melalui perundingan langsung antara Israel dan Palestina.
Guterres juga menyatakan dirinya selalu berbicara melawan langkah-langkah sepihak semacam ini. “Tidak ada alternatif bagi solusi dua negara,” ujar Guterres merujuk pada solusi yang selalu diperjuangkan untuk konflik Israel-Palestina.
Secara terpisah, Duta Besar Bolivia, Sacha Sergio Llorenty Soliz, menyebut langkah Trump itu sebagai ‘keputusan ceroboh dan berbahaya yang jelas berlawanan dengan hukum internasional, juga resolusi Dewan Keamanan’.
“Ini merupakan ancaman tidak hanya bagi proses perdamaian, tapi juga ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional,” sebut Dubes Soliz.
Resolusi Dewan Keamanan PBB 2334, yang diadopsi pada Desember 2016, menekankan bahwa PBB tidak akan mengakui perubahan apapun terhadap garis batas 4 Juni 1967, termasuk terkait Yerusalem, selain yang disepakati oleh pihak-pihak terkait melalui perundingan.
Saat itu, pemerintahan mantan Presiden AS Barack Obama abstain saat voting penerapan resolusi itu, sehingga AS secara tidak langsung menyetujui bahwa Israel harus mundur ke garis batas aturan PBB.
Hal ini berbanding terbalik dengan pemerintahan Trump. Dalam pidato publik pada Rabu (6/12) siang waktu AS, Trump tidak hanya mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, tapi juga memerintahkan pemindahan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Trump menegaskan kampanye politiknya yang pro-Israel. Pengakuan ini mendapat kecaman dari berbagai dunia.
 
Sumber : AFP/Detik

Donald Trump Hentikan Tradisi Buka Puasa Bersama Dan Idul Fitri Di Gedung Putih

Presiden Amerika Serikat Donald Trump tidak mengadakan buka puasa bersama selama Ramadan di Gedung Putih. Tradisi ini padahal sudah berlangsung hampir dua dekade atau hampir 20 tahun.
Presiden Trump tidak memberikan penjelasan tentang alasan tidak menyelenggarakan buka puasa bersama di Gedung Putih. Seperti dilansir CNN pada 24 Juni 2017 kemarin.
Dengan tidak menyelenggarakan buka puasa bersama, Trump telah mengakhiri tradisi tahunan yang didukung oleh tiga pemerintahan terakhir.
Acara tersebut biasanya dihadiri oleh anggota terkemuka komunitas Muslim Amerika Serikat serta anggota Kongres dan diplomat dari negara-negara Islam.
Tradisi Gedung Putih dimulai pada tahun 1996, ketika Ibu Negara Hillary Clinton mengundang 150 orang setelah mempelajari lebih lanjut tentang ritual tersebut dari putrinya Chelsea, yang dilaporkan telah mempelajari sejarah Islam di sekolah.
Selain Gedung Putih, Menteri Luar Negeri, Rex Tillerson juga mengakhiri tradisi puluhan tahun dengan menolak permintaan dari Kantor Urusan Agama dan Urusan Luar Negeri untuk menyelenggarakan resepsi yang menandai Idul Fitri.
Sejak tahun 1999, lima pendahulu Tillerson, baik dari Partai Republik maupun Demokrat selalu mengadakan buka puasa bersama selama Ramadan atau merayakan Idul Fitri.
Meski tidak mengadakan buka puasa bersama di Gedung Putih tahun ini, namun Presiden Donald Trump yang akhir-akhir ini giat menjalin hubungan dengan negara-negara Islam, dan mengucapkan selamat  Idul Fitri.
Trump Ucapkan: Selamat Idul Fitri Umat Islam!
Presiden AS Donald Trump dilaporkan telah menyampaikan “Salam hangat” kepada umat Islam yang merayakan Idul Fitri pada Sabtu (24/6/2017).
“Atas nama rakyat AS, Melania dan saya mengirimkan salam hangat kami kepada umat Islam saat mereka merayakan Idul Fitri. Selama liburan ini, kita diingatkan akan pentingnya cinta, kasih sayang, dan niat baik,” kata Trump seperti dilansir The New Arab pada Ahad (25/6/2017).
Dalam pernyataan itu juga, Trump mengungkapkan bahwa bersama umat Islam di seluruh dunia, AS siap memperbaharui komitmennya untuk menghormati nilai-nilai tersebut.
Namun Trump tetap mendapat kecaman karena menghentikan tradisi buka puasa dan tradisi idul fitri. Seolah hal itu memperpanjang sejarah retorika anti-Muslimnya sejak di masa kampanye Trump.
 

Ratusan Muslim Amerika Buka Puasa di depan Trump Tower, Ada Apa?

Ratusan Muslim Amerika Buka Puasa di depan Trump Tower, Ada Apa?

 
NEW YORK—Sebanyak 100 orang Muslim Amerika menggelar shalat maghrib berjamaah dan buka puasa bersama di depan Trump Tower, New York, AS, dalam sebuah aksi damai menentang retorika Islamofobia ala Donald Trump.
Aksi damai yang digagas oleh kelompok pembela imigran tersebut, juga dihadiri oleh sejumlah warga NonMuslim New York.
Selepas shalat maghrib berjamaah, para peserta aksi duduk dan berbagi makanan yang termasuk nasi, ayam dan pizza di tepi jalan Fifth Avenue 56th & 57th Street di Midtown, depan Trump Tower.
Fatoumata Waggeh, seorang Muslimah berusia 26 tahun keturunan Gambia, mengatakan bahwa dia datang untuk menentang “retorika negatif tentang Islam yang menyebar di sekitar umat Muslim Amerika,” serta untuk menunjukkan solidaritas.
Maggie Glass, seorang warga New York berusia 31 tahun yang aktif di sebuah asosiasi pengungsi Yahudi, mengatakan bahwa dia ada di sana untuk mendukung semua tetangga dan teman Muslimnya.
“Saya berpikir bahwa ini adalah kesempatan bagi kita untuk berkumpul sebagai sebuah komunitas, untuk menunjukkan bahwa kita bersatu,” Kata Maggie lansir Hindustan Times, Jumat (2/6/2017).

Muslims pray on the Fifth Avenue after Iftar, breaking fast during their holy month of Ramadan -when devotees around the world fast from dawn to dusk - during a demonstration to protest US President Donald Trump's stand on Muslims and immigrants, near the Trump Tower in New York on June 1, 2017. / AFP PHOTO / Jewel SAMAD

Muslim AS shalat dijalan depan Trump Center diliput banyak media


Penggagas acara, Linda Sarsour mengatakan bahwa dia puas dengan jumlah aksi tersebut.
Linda merasa tidak keberatan bahwa Trump, bertolak belakang dengan presiden AS sebelumnya, tidak mengundang warga Muslim Amerika ke Gedung Putih untuk melakukan Iftar.
“Mereka tidak mengundang (iftar-red) kita, tapi kita tidak mau datang ke sana.”
“Sejujurnya, walaupun mereka melakukannya, saya akan meminta umat Islam untuk tidak melakukan hal tersebut,” katanya.
Selama unjuk rasa berlangsung, sekelompok kecil pendukung Trump di sisi lain jalan meneriakkan “AS, AS!” dan “Kami tidak menginginkan hukum syariah!”
Sementara itu polisi memantau aksi damai itu dengan ketat.
Seperti diketahui, Trump Tower di Manhattan merupakan rumah bagi Trump Organization, jantung kerajaan bisnis Presiden Donald Trump. Ibu Negara Melania Trump tinggal di sana bersama putra bungsu pasangannya, Baron.
 
Sumber : Islampos

Raja Salman Meratapi Kehancuran Suriah kepada Presiden Trump

Riyadh – Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud meratapi tentang kehancuran Suriah kepada Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang berkunjung ke Arab Saudi.
Arab Saudi merupakan pendukung utama pasukan pemberontak di Suriah dan Raja Salman meratapi kehancuran yang disebabkan oleh perang sipil di Suriah saat bertemu Trump di Riyadh.
“Suriah juga dulu adalah salah satu negara paling maju,” kata Raja Salman kepada Trump, menurut laporan pers Gedung Putih seperti dikutip dari Independent.
“Kami menyekolahkan profesor kami di Suriah. Mereka melayani kerajaan kami. Sayangnya, mereka juga membawa kehancuran ke negara mereka sendiri. Anda bisa menghancurkan sebuah negara hanya dalam hitungan detik, tapi butuh banyak usaha untuk mengembalikannya,” kata Raja Salman.
Perang saudara pasukan Bashar al-Assad, pemberontak anti-pemerintah, ISIS, dan kelompok-kelompok yang terkait dengan Al-Qaeda di Suriah telah berlangsung selama lebih dari enam tahun.
Arab Saudi memberikan bantuan militer dan keuangan yang signifikan kepada beberapa kelompok pemberontak melawan kediktatoran Assad yang membunuhi rakyatnya sendiri.
Raja Salman: Kunjungan Trump ke Saudi Akan Perkuat Keamanan Dunia
Raja Salman bin Abdulaziz mengatakan, kunjungan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ke Saudi akan memberikan kontribusi pada keamanan global, dan pengembangan kerja sama bilateral.
“Kami menyambut Trump ke Kerajaan Arab Saudi. Presiden, kunjungan Anda akan memperkuat kerjasama strategis kami, yang mengarah pada keamanan dan stabilitas global,” kata Raja Salam melalui akun Twitter pribadinya, seperti dilansir Sputnik pada Minggu (21/5).
Trump sendiri diketahui telah tiba di ibukota Saudi, Riyadh kemarin. Dia datang ke Saudi untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Arab Islam dan AS, dan juga untuk melakukan pertemuan bilateral dengan Raja Salman.
Setibanya di Saudi, Trump langsung disambut oleh Raja Salam. Pemimpin Saudi itu langsung menyalami Trump ketika Presiden AS itu turun dari tangga pesawat.
Raja Salman, Trump dan rombongan lantas pindah ke Royal Court (Istana Kerajaan), di mana presiden AS itu dianugerahi medali emas oleh sang Raja Arab Saudi.
Sambutan Berbeda dibanding Presiden AS Sebelumnya
Sambutan terhadap Trump ini berbeda dengan yang diberikan kepada Presiden Obama dan Presiden George W. Bush di masa lalu.
Obama yang melakukan lawatan terakhir ke Saudi pada April 2016 tidak disambut Raja Salman. Dia hanya disambut oleh Gubernur Riyadh, Pangeran Faisal bin Bandar al-Saud.T
Presiden Trump juga dihadiahi medali emas oleh Raja Salman di Istana Kerajaan dalam kunjungannya kali ini ke Riyadh, Arab Saudi.
Terkait dengan KTT Arab Islam-AS, Trump dijadwalkan akan berpidato dalam acara tersebut. Dia akan menyampaikan visinya untuk membangun hubungan baik dengan dunia Islam. Trump juga akan menyerukan visi damai Islam.
 
Disadur : Tempo/SindoNews

Erdogan Bertemu Trump Bahas Diplomasi Perdamaian Suriah dan Timur Tengah

Kehadiran Presiden Turki Recep Tayyib Erdogan disambut ratusan pendukungnya saat dia masuk ke Blair House. Kerumunan massa meneriakkan nama Erdogan dan “merah dan putih” – warna bendera Turki.
“Hari ini, kita berada di luar garis partai,” kata Gunay Ovunc, generasi kedua Turki-Amerika yang menjadi ketua Komite Pengarah Nasional Turki-Amerika dikutip laman TRT.
Ozlem Timucin, seorang wakil presiden provinsi dari Partai AKP yang berkuasa, mengaku merasa perlu hadir untuk kedatangan Erdogan yang mengatakan bahwa “sebuah kehormatan” untuk menyaksikannya.
Setelah kedatangan Erdogan, utusan Turki di Washington mengucapkan terima kasih atas dukungannya, beberapa di antaranya mengatakan bahwa dia melakukan perjalanan ke Washington, D.C. dari tempat sejauh California di pantai barat.
Kedatangan Erdogan dibertemu Donald Trump di Gedung Putih untuk menghadiri pertemuan bilateral Oval Office yang dilanjutkan dengan sebuah konferensi pers.
Ia juga dijadwalkan bertemu dengan para pemimpin bisnis dan agama Turki-Amerika di kediaman duta besar Turki di barat laut Washington, D.C.
Bahas Perang Suriah
Pertemuan  Erdogan di Gedung Putih membicarakan tentang perang Suriah. Selain itu, Amerika melihat kekuatan Kurdi, YPG, sebagai bagian penting dalam perang melawan ISIS dan upaya untuk mengusir kelompok itu dari Raqqa.
Tapi Turki menganggap YPG sebagai teroris karena kaitannya dengan PPK yang telah melakukan pemberontakan di Turki selama tiga dekade.
Erdogan menyebut  kunjungannya ke Washington sebagai “awal baru dalam hubungan Turki-Amerika.”
Baik Turki maupun Amerika telah mendukung kelompok oposisi di Suriah dalam perang enam tahun melawan pasukan dan para sekutu Presiden Bashar al-Assad.
Erdogan dan Trump Sepakat Perdamaian Timur Tengah
Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, dan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, sepakat untuk memperkuat kerja sama antara kedua negara. Terutama dalam hal pemberantasan organisasi-organisasi teroris.
Dalam konferensi pers bersama pada Selasa (16/05/2017) di Washington, Presiden Trump mengatakan, AS dan Turki sama-sama menghadapi serangan terorisme.
AS mendukung upaya Ankara dalam memerangi organisasi teroris seperti ISIS dan Partai Pekerja Kurdi (PKK), tambahnya.
Presiden Trump juga menegaskan, AS siap untuk bekerja sama dengan Turki dalam menghadirkan perdamaian di Timur Tengah, terutama Suriah.
Sementara itu, Presiden Erdogan mengatakan, situasi yang terjadi di Timur Tengah, mewajibkan kedua negara untuk bekerja sama. Baik itu dalam aspek pemberantasan teroris, maupun dalam aspek sumber daya dan investasi, tambah Erdogan.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden Turki itu juga menegaskan penolakannya terhadap keputusan AS yang mempersenjatai milisi Kurdi Suriah. Keputusan itu, menurut Erdogan, inkonsistensi dengan perjanjian antara Turki dan AS. Selain itu, Erdogan juga menyeru untuk memberantas semua organisasi teroris tanpa pilih-pilih.
Nitip Pesan Bahwa Gulen Terkait Kudeta Turki
Tak lupa, Presiden Erdogan juga menyampaikan kepada Presiden Trump bahwa Fethullah Gulen adalah orang yang bertanggung jawab atas upaya kudeta yang gagal pada Juni tahun lalu.
Hubungan Turki – AS sempat mengalami ketegangan pada beberapa bulan terakhir. Pemicunya adalah keputusan AS untuk mempersenjatai milisi Kurdi Suriah, dan keengganan AS untuk memulangkan Fethullah Gulen.
 
Sumber : Panji Islam/dakwatuna/hidayatullah
Editor: Cholis Akbar/Aljazeera