by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | Jul 31, 2015 | Konsultasi Umum
Saya mau berkonsultasi. Tadi pagi saya melakukan rutinitas bekerja seperti biasa, dan di saat saya berangkat kerja saya dengan tidak sengaja telah menabrak ayam yang melintas di jalanan, dan saat ini saya sedang hamil, apakah benar orang hamil dilarang membunuh binatang apapun saat hamil, dan apakah hukumnya dalam islam membunuh dengan tidak sengaja. Terimakasih.
Jawaban:
Assalamu alaikum wr.wb.
Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbih ajmain. Amma ba’du.
Tidak ada larangan yang bersifat khusus untuk wanita hamil. Larangan agama seperti membunuh, mencuri, dst berlaku bagi semua orang; tidak hanya untuk wanita hamil. Artinya, siapapun, baik yang sedang hamil maupun tidak, dilarang melanggar larangan agama. Dalam hal ini terkait dengan menabrak ayam, kalau hal itu dilakukan dengan sengaja, tentu saja berdosa karena termasuk tindakan menyakiti binatang dan membuatnya mati sia-sia.
Karena itu Anda harus bertobat dan meminta ampun. Namun jika hal itu terjadi tanpa sengaja maka tidak berdosa. Nabi saw bersabda, “Allah memaafkan perbuatan umatku yang dilakukan dengan keliru (tidak sengaja), lupa, dan karena dipaksa.” (HR Ibnu Majah, al-Bayhaqi, dan yang lain). Hanya saja, jika ayam tersebut milik seseorang, hendaknya Anda mendatangi pemiliknya untuk memberi ganti rugi senilai ayam yang Anda tabrak atau bersedekah. Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr.wb.
by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | Jul 31, 2015 | Konsultasi Umum
Assalammu alaikum.
Pak Ustadz, ada teman bertanya kepada kita “kamu skrg sudah berubah menjadi Alim”. Apabila kita menceritakan kepada teman atau orang bahwa kita bertobat seperti mendapat hidayah dan menceritakan kenapa kita bisa bertobat..apakah ini termasuk sifat riya? Mohon penjelasanny pak ustadz.. terima kasih. wassalammualaikum Jawaban:
Assalamu alaikum wr.wb.
Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbih ajmain. Amma ba’du.
Pertama-tama perlu diketahui bahwa riya menurut Nabi saw adalah syirik kecil yang harus dihindari karena bisa merusak amal. Dalam surat al-Ma’un Allah mengancam orang yang melakukan ibadah karena riya. Dalam surat al-Baqarah 264 juga disebutkan bahwa riya merupakan karakter orang munafik. Apa itu riya? Riya terambil dari kata ru’yah (melihat). Secara istilah riya adalah menunaikan atau memerlihatkan ibadah dan kebaikan dengan tujuan dilihat dan dipuji oleh manusia. Istilah lain yang hampir sama dengan riya adalah sum’ah. Sum’ah terambil dari kata sima’ (mendengar). Sum’ah adalah menunaikan amal kebaikan guna didengar dan dipuji oleh manusia. Jadi kalau dalam riya pujian yang diharapkan adalah lewat cara dilihat, sementara dalam sum’ah pujian yang diharapkan adalah lewat cara didengar.
Jadi riya dan sum’ah sama-sama bertujuan mendapatkan kedudukan dan pujian manusia dengan cara memerlihatkan atau memperdengarkan amal kebaikan pada mereka. Keduanya (riya dan sum’ah) adalah lawan dari ikhlas. Sebab, kalau riya intinya ingin mendapat pujian manusia, ikhlas ingin mengharap ridha Allah; bukan pujian manusia. Lalu bagaimana dengan menceritakan kebaikan dan karunia berupa petunjuk yang kita dapatkan? Menceritakan nikmat Allah yang telah memberikan petunjuk, yang telah membuatnya bertobat, yang telah memberikan taufik menuju jalan kebaikan adalah bentuk syukur nikmat. Allah sendiri menegaskan dalam Alquran, “Adapun terkait nikmat Tuhanmu hendaknya kau ungkapkan.” (QS adh-Dhuha: 11). Ibnul Arabi menegaskan, “Jika engkau mendapat kebaikan atau mengetahui kebaikan, sampaikan kepada saudara-saudaramu yang bisa dipercaya dalam rangka bersyukur; bukan untuk menyombongkan diri.”
Dengan demikian jelas terdapat perbedaan antara riya (juga sum’ah) dan menceritakan nikmat dalam rangsa bersyukur. Semua tergantung pada niat dan motifnya. Jika Anda menceritakan kisah tobat Anda dan petunjuk yang didapat dalam rangka syukur dan mengakui nikmat-Nya, serta untuk menjadi pelajaran bagi yang lain hal itu merupakan sebuah kebaikan. Namun jika niatnya untuk menyombongkan diri dan mendapat pujian orang maka ia termasuk riya. Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr.wb.
by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | Jul 31, 2015 | Konsultasi Umum
Assalamualaikum wr.wb.
Sselamat pagi pak ustad. Saya kurang faham & mengerti hukum dalam islam tentang penjuaalan kucing. Di rumah kucing saya awalnya cm 1 setelah saya belikan pasangan akhirnya kucing saya melahirkan sampai akhirnya kucing saya di rumah total semua menjadi 15 ekor. Kalau saya pelihara semua saya pasti kerepotan pak ustad. Saran suami & keluarga besar dijual sebagian, bagaimana hukum islam tentang penjualan kucing saya ?
Jawaban:
Assalamu alaikum wr.wb.
Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbih ajmain. Amma ba’du.
Para ulama berbeda pendapat terkait dengan boleh tidaknya memperjualbelikan kucing. Sebagian ulama di antaranya kalangan zhahiriyyah berpendapat bahwa memperjualbelikan kucing hukumnya haram. Dalilnya adalah riwayat dari Imam Muslim yang berasal dari Abu al-Zubeyr ra bahwa suatu ketika ia bertanya kepada Jabir tentang harga (jual beli) anjing dan kucing. Jabir ra menjawab bahwa Nabi saw melarangnya. Namun menurut sebagian besar ulama memperjualbelikan kucing hukumnya boleh. Hal ini seperti pandangan Ibnu Abbas, al-Hasan, Ibn Sirin, Hammad, Malik, al-Tsauri, al-Syafii, Ishak, Abu Hanifah dan sejumlah ulama lainnya.
Perlu diketahui bahwa jual beli apapun menjadi sah jika objek yang diperjualbelikan memenuhi syarat sebagai berikut:
(1) barangnya diketahui
(2) suci
(3) bermanfaat
(4) dimiliki oleh si penjual
(5) dapat diserahterimakan.
Dalam hal ini kucing dan hewan apapun lainnya yang memenuhi unsur di atas sah untuk diperjualbelikan. Adapun larangan untuk memperjualbelikannya seperti yang terdapat dalam hadist Abu Zubeyr menurut Imam an-Nawawi terkait dengan kucing liar karena tidak memberikan manfaat. Atau bisa juga maksudnya adalah larangan yang bersifat tanzih bukan mengarah pada pengharaman. Kesimpulannya, jika mengambil pendapat jumhur ulama, jual beli kucing diperbolehkan.
Hanya saja, apabila Anda memberikannya sebagai hadiah (tidak diperjualbelikan) serta menyerahkannya kepada orang yang memang memiliki perhatian dan kasih sayang kepada binatang, hal itu termasuk satu kebaikan yang besar di samping keluar dari perbedaan pendapat di antara ulama. Pasalnya, mereka sepakat membolehkan menghadiahkan kucing untuk dipelihara dan diambil manfaatnya. Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr.wb
by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | Jul 31, 2015 | Konsultasi Umum
Assalamuallaikum wr. wb.
Saya mau tanya ustad. Saya ingin berhubungan intim dengan istri saya, tetapi istri saya masih dalam status menyusui dan anak saya masih 4 bulan, kami berhubungan saat anak terlelap tidur dan setelah selesai berhubungan tersebut tiba-tiba anak terbangun minta susu badan oleh ibunya. Nah yang mau saya tanyakan apa boleh sang ibu langsung menyusui anak tersebut tanpa mandi wajib dahulu?, Mohon dibalas y ustad ini sangat penting bagi saya.
Jawaban:
Assalamu alaikum wr.wb.
Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbih ajmain. Amma ba’du.
Dr. Ahmad Hajji al-Kurdi, salah seorang pakar dan kontributor dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwatitiyyah menegaskan bahwa menyusui anak setelah berjima tidak dilarang. Yang penting, sang ibu tidak melalaikan kewajibannya dalam melaksanakan shalat dan kewajiban yang lain. Dengan demikian, asumsi dan pernyataan sebagian kalangan yang menyatakan bahwa menyusui anak setelah berjima dan sebelum mandi adalah dilarang sama sekali tidak benar karena tidak didukung oleh dalil atau nash, baik dari Alquran maupun Sunnah. Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr.wb.
by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | Jul 31, 2015 | Konsultasi Umum
Assalamualaikum Wr. Wb.
Yth Bpk Ustad
Mohon bantuannya, di kantor saya belum ada tindakan mengenai tikus yang berkeliaran dan itu sangat mengganggu kami. Rencananya saya akan membasmi mereka dengan cara memakai Lem Tikus karena apabila memakai racun tikus ditakutkan akan kesulitan menemukan bangkainya.Pertanyaan saya adalah:
– Apakah boleh dalam islam membunuh tikus dengan cara lem?
– Apakah dengan cara itu akan menyiksa hewan tersebut?
– Apabila dibolehkan dan tikus itu masih hidup melekat di lem bagaimana saya membunuhnya?
Mohon sarannya, Untuk bantuannya saya ucapkan terima kasih Salam,
Jawaban:
Assalamu alaikum wr.wb.
Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbih ajmain. Amma ba’du.
Tidak ada larangan untuk membunuh binatang yang mengganggu dan berbahaya. Dalam sebuah riwayat Nabi saw bersabda, “Lima hewan pengganggu yang boleh dibunuh (meskipun) di tanah haram, yaitu: tikus, kalajengking, rajawali, gagak, dan anjing yang suka menggigit.” [HR Al Bukhari dan Muslim]
Hanya saja cara membunuhnya harus dengan cara ihsan atau dengan cara yang baik. Sebab, Allah menyuruh ihsan dalam segala hal. termasuk dalam hal membunuh dan menyembelih binatang sebagaimana disebutkan dalam riwayat Muslim.
Menurut Ustadz Ali al-Qari cara ihsan dalam membunuh misalnya adalah dengan memergunakan cara yang paling mudah dan paling tidak menyakiti. Karena itu, jika seseorang meletakkan lem untuk tikus hendaknya ketika sudah masuk dalam perangkap lem tadi, tikus tersebut diambil dan segera dibunuh. Jangan dibiarkan tersiksa lama di tempat tersebut.
Wallahu a’lam
Wassalamu alaikum wr.wb.