0878 8077 4762 [email protected]

Tertawa Saat Mandi Wajib

Assalamualaikum. Saya mau bertanya, kemarin saya telah melakukan mandi wajib. Namun pada saat di tengah mandi wajib tersebut, saya terbayang hal lucu dan saya sedikit tertawa. Mengenai hal itu, saya jadi ragu. Apakah mandi junub saya sah atau perlu diulang lagi dari awal? Mohon pencerahannya. Terima kasih. Wassalamu alaikum
 
Jawaban:
Assalamu alaikum wr.wb. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbihi. Amma ba’du:
Tertawa tidak termasuk yang membatalkan mandi wajib. Bahkan ia juga tidak membatalkan wudhu.
Yang membatalkan mandi wajib adalah apa-apa yang mengharuskan untuk mandi seperti jima dan keluar mani dengan syahwat.
Jika keduanya terjadi pada saat mandi, maka mandinya batal dan harus diulang.
Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr.wb.
Ustadz Fauzi Bahreisy
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini
 

Hukum Wanita Haid Ziarah Kubur dan Membaca Yasin

Assalamualaikum, Saya ingin bertanya apakah boleh jika perempuan sedang haid ziarah ke kubur dan membaca yasin? Jika dalam bekerja bolehkah ketika istirahat di mushola kita masih dalam keadaan haid?
 
Jawaban :
Assalamu alaikum wr.wb. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Wash-shalatu wassalamu ala Asyrafil Anbiya wal Mursalin amma ba’du:
Sepengetahuan kami perbedaan yang terjadi di antara ulama adalah terkait dengan boleh tidaknya wanita melakukan ziarah kubur.
Dalam hal ini jumhur ulama membolehkan wanita berziarah kubur, sementara sebagian lagi melarang wanita berziarah kubur.
Dalil yang melarang adalah sabda nabi saw yang berbunyi, “Allah melaknat para wanita yang berziarah yang ke kubur.” (HR Ahmad, at-Tirmidzi, dan Ibn Majah).
Sementara yang membolehkan berpegang pada makna hadits yang bersifat umum yang berbunyi, “Dulu aku melarang kalian berziarah kubur, namun sekarang berziarahlah. Sebab ziarah kubur bisa mengingatkan kalian kepada akhirat.” (HR Ahmad).
Jadi perbedaan di antara ulama adalah antara boleh tidaknya wanita berziarah kubur; bukan melihat kepada kondisinya apakah sedang haid atau tidak.
Bagi yang melarang, tentu termasuk di dalamnya wanita yang sedang haid. Demikian pula yang membolehkan, mereka tidak mengecualikan para wanita yang sedang haid karena tidak ada dalil tentang hal itu.
Artinya menurut ulama yang membolehkan: baik wanita yang sedang haid, nifas maupun bersih boleh berziarah kubur selama menjaga aurat, tidak berbaur dengan laki-laki, dan menjaga sikap ketika berada di kubur.
Kedua, terkait dengan hukum wanita haid membaca yasin (Alquran), para ulama berbeda pendapat. Sebagian melarang dan sebagian lagi membolehkan.
Alasan para ulama yang membolehkan adalah karena dalil-dalil yang melarang wanita haid membaca Alquran tidak kuat dan rata-rata lemah. Namun demikian, kalaupun berpegang pada pendapat yang membolehkan, hal itu terkait dengan membaca Alquran tanpa menyentuhnya.
Sebab, menyentuh Alquran bagi wanita haid menurut pendapat yang kuat adalah tidak boleh. Rasul saw bersabda, “Hendaknya tidak menyentuh Alquran kecuali orang yang suci.” (HR Malik, an-Nasai, Ibn Hibban dll).
Karena itu, jika wanita wanita haid hendak membaca yasin atau surat Alquran yang lain, hendaknya tidak dengan memegang mushaf; tapi bisa lewat Alquran terjemah, HP, dan sejenisnya yang tidak disebut sebagai mushaf. Atau lewat hafalan yang ia miliki.
Ketiga, terkait dengan wanita yang yang haidh dan dalam keadaan junub, maka ia dilarang masuk masjid atau mushola. Hal itu didasarkan pada hadits Rasulullah SAW : Dari Aisyah RA. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak kuhalalkan masjid bagi orang yang junub dan haidh“. (HR. Bukhori, Abu Daud dan Ibnu Khuzaemah.)
Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr.wb.
Ustadz Fauzi Bahreisy
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini 
 

Kisah Hikmah: Sang Yahudi Menyuruh Anaknya Masuk Islam

Oleh: Fauzi Bahreisy
 
Setiap hari orang Yahudi satu ini selalu mengejek Rasul, kadang melemparinya dengan batu. Tapi Rasulullah tidak membalasnya.
Suatu hari, Yahudi ini tidak kelihatan batang hidungnya. Rasulullah pun heran. Ia bertanya menanyakan ihwal orang Yahudi yang selalu mengganggunya itu.
Akhirnya beliau mendapat kabar bahwa anaknya sakit. Rasulullah kemudian datang ke rumah orang tersebut dan membawakan makanan bagi anaknya yang sakit itu.
Ketika datang, Yahudi tersebut demikian kaget. Ia tidak menyangka Rasulullah yang tiap hari dia ejek dan lempati batu, ternyata menjenguk anaknya yang tengah sakit. Saudara dan kaumnya sendiri pun tidak ada yang menengoknya.
Rasulullah datang menyampaikan makanan dan berdoa agar anak tersebut sembuh. Lalu Rasulullah bersabda kepada anak tersebut. “Masuklah Islam!”.
Sang anak kemudian menengok kepada bapaknya seakan-akan meminta izin. Akhirnya sang bapak mengatakan, “‘Taati Abul Qasim. Ikutilah apa yang dikatakan Muhammad!”. Akhirnya anak tersebut sembuh dan masuk Islam.

Lafal Salam Yang Benar

Assalamu’alaikum wr. wb. Bapak ustad yang terhormat, saya ingin bertanya : Dalam hal mengucapkan salam sekarang ini banyak sekali orang mengucapkan kata “Assalamu’alaikum Warahmatullahi ta’ala Wabarakatuh”
Pertanyaannya adalah apakah kalimat itu pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Siapa yang pertama kali menggunakan kalimat tersebut? Dan lebih afdol mana dengan ucapanAssalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”  Terima kasih sebelum dan sesudahnya. Wassalamu’alaikum wr. wb.
 
Jawaban :
Assalamu alaikum wr.wb. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbihi. Amma ba’du:
Dalam hadits riwayat at-Tirmidzi disebutkan bahwa Nabi saw bersabda, “Bila seseorang bertemu dengan saudaranya, hendaknya ia mengucap, ‘Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakaatuh.”
Dalam hadits riwayat Bukhari yang berasal dari Aisyah ra disebutkan bahwa ia berkata, “Rasulullah saw pada suatu hari bersabda, ‘Ya A’isy, ini Jibril mengucapkan salam untukmu.’ Akupun menjawab, ‘Wa alayhis salam wa rahmatullah wa barakaatuh. Rasulullah, engkau melihat apa yang tidak aku lihat.‘”
At-Tirmidzi dan Abu Daud juga meriwayatkan bahwa Imran ibn Hushayn berkata, “Seseorang datang kepada Nabi saw seraya berkata, ‘Assalamu alaikum!’ Beliau menjawab salamnya lalu duduk. ‘Sepuluh’ ujar beliau. Lalu orang lain datang seraya mengucap, ‘Assalamu alaikum wa rahmatullah.’ Beliau menjawab salamnya dan duduk. beliau pun berkata, ‘Dua puluh.’ Lalu datang lagi orang lain seraya mengucap, ‘Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakaatuh.’ Beliau menjawabnya dan duduk kemudian berkata, ‘Tiga puluh.‘”
Hadits-hadits di atas serta sejumlah hadits lain menjadi dalil bahwa Rasulullah dan juga para sahabat terbiasa mengucap salam dengan redaksi ‘Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakaatuh. Bisa juga mencukupkan dengan Assalamu alaikum! atau dengan Assalamu alaikum wa rahmatullah.
Hanya saja, semakin lengkap salam yang dibaca (seperti yang pertama) semakin banyak pahala yang didapat. Dengan demikian lafal lain entah itu dengan tambahan ta’ala seperti pada ungkapan ‘Assalamu alaikum wa rahmatullah ta’ala wa barakaatuh, atau dengan tambahan di belakang seperti ‘Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakaatuh wa maghfiratuh’ tidaklah kuat.
Lebih baik bagi kita merujuk pada apa yang beliau ajarkan dan apa yang menjadi kebiasaan sahabat sebagai generasi terbaik.
Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr.wb.
Ustadz Fauzi Bahreisy
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini

Untukmu Kader Dakwah : Ats Tsabat

Oleh: KH. Rahmat Abdullah
 
Yang dimaksud ats tsabat disini adalah
Tetaplah anda sebagai aktifis dakwah yang selalu aktif berjuang pada jalan yang ditujunya walaupun masanya panjang bahkan sampai bertahun-tahun, sampai nanti bertemu Allah Rabbul ‘Alamin dalam kondisi seperti itu, dengan meraih salah satu dari dua kebaikan berhasil mencapai tujuan atau meraih syahadah pada akhirnya. Firman Allah SWT :
“Diantara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka diantara mereka ada yang gugur. Dan diantara mereka adapula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tak mengubah janjinya.” (Q.S. Al Ahzab: 23)
Waktu bagi kami merupakan bagian dari solusi, sebab jalan dakwah itu panjang dan jauh jangkauannya serta banyak rintangannya. Tapi semua itu adalah cara untuk mencapai tujuan dan ada nilai tambah berupa pahala dan balasan yang besar serta menarik.

(Hasan al Banna)

Teguh adalah nafas rijalul haq sepanjang zaman bagi para pejuang kebenaran. Ia adalah nafas al khalil Ibrahim as yang selalu segar dan berenergi bahkan pun ketika sedang terpelanting. Baik Al Hajjaj, Jenderal Graziani, Van Mook, Magellan dan para pengecut sejenis mereka telah menderita kekalahan berabad-abad dibanding kehadiran Sa’id bin Jubair, Umar al Mukhtar, Diponegoro, Muhammad Toha, dan para teguh lainnya yang memandang dunia dengan ringan saat pedang algojo, tali gantungan, sel penjara, pengasingan, dan lautan api menanti mereka.
Ibnu Taimiyah berkata, “Bila mereka penjarakan aku, maka mereka beri aku cuti. Bila mereka buang aku, maka mereka beri aku rekreasi. Dan bila mereka bunuh aku, maka mereka istirahatkan aku.”
Abadi, yang Teguh Karena Dia yang Abadi
Selalu saja ada kalimat tak tertulis yang meneguhkan hati pejuang. Imam Ahmad bin Hambal berfikir tentang seorang rekan sepenjaranya yang tentulah datang dengan sebab berbeda. “Kalaulah dia datang-pergi ke penjara dengan cambukan sejumlah puluhan ribu kali karena sebab kriminalitas. Mengapa aku harus takut berteguh di dalam dakwah, padahal ia terus berbuat amalan ahli neraka dan aku beramal amalan ahli surga?”
“Wahai Imam, anda punya keluarga. Cukup bagimu untuk mengiyakan kepada penguasa bahwa Al Qur’an ini memang makhluk” saran beberapa murid Imam Ahmad
“Tolong lihat, apa yang ada diluar penjara ini. Mereka adalah rakyat Baghdad dengan pena dan kertas di tangan yang menunggu setiap kalimatmu. Nah, apakah pantas aku selamat sendirian, dan mereka semua jadi sesat” Jawab Imam Ahmad dengan teguh
Sikap taqwa dan teguh tak hanya berdampak baik bagi pelakunya, tetapi juga bagi rakyat. Saat sang Imam Ahmad lewat dalam tangan terbelenggu, ditanya seorang perempuan, “Apakah halal menggunakan cahaya obor tentara untuk menjahit pakaian kami?” Sang Imam terharu dan mengetahui perempuan itu adalah saudari Bisyr al Hafi, seorang yang sangat zuhud.
Seorang yang teguh tidak hanya yakin kerjanya benar, seperti yakinnya Ummi Musa yang mantap melarung bayinya (Nabi Musa as) karena taat dan yakin kepada perintah dan janji Allah.
Langkah – Langkah Peneguhan
Keteguhan itu didapat dengan muayasyah (berinteraksi) dan terjun langsung di dunia nyata, dunia para Rasul dan pewaris para Rasul. “Dan masing-masing kami kisahkan kepadamu dari berita besar para Rasul, hal yang dengan itu Kami teguhkan hatimu …” (Q.S. Al Hud: 120)
Pada akhirnya terkait dengan keteguhan seorang da’i apakah ia tetap berada pada gelombang Rasul atau menerima tekanan gelombang lain yang mengalahkannya. Gelombang yang berubah itu menjelaskan tidak ada tsabat dan keteguhan walau berapa ratus jilid kitab Tarikh dibaca dan dihafal.
Perlu kesetaraan sifat dan sikap untuk dapat memahami prinsip kaum teguh dalam tsabat (tegar) dan sabar mereka. Perlu keteguhan untuk sampai pada saatnya masyarakat memahami kiprah da’i yang sesungguhnya, jauh dari prasangka mereka yang selama in terbangun oleh kerusakan perilaku dakwah sebagian kalangan.
Nabi Sulaiman mengoreksi faham yang salah dari Ratu Bilqis, bahwa selalulah orang lain merusak dina  negeri orang kecuali para raja. Atau Dzulqarnain yang menolak anggapan bahwa penguasa harus dilayani dan dibayar. Kaum teguh harus bersabar atas anggapan bahwa perjuangan mereka dibayar, cita-cita mereka di setir dan tujuan mereka dunia yang karenanya tak ada yang tabu. Sogok, suap, kolusi, penyalahgunaan kekuasaan, fitnah, pemutar balikan fakta mereka halalkan, tak peduli bendera apa yang mereka kibarkan: demokrasi, ke-kiyai-an, ataupun HAM.
Referensi :
Untukmu Kader Dakwah, Penerbit Pustaka Da’watuna, KH Rahmat Abdullah