0878 8077 4762 [email protected]

Amaliyah Dzulhijjah

Oleh : Ustad Fauzi Bahreisy
 
Bilangan bulan pada sisi Allah ada dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi. Di antara 12 bulan tersebut, terdapat 4 bulan haram (QS at-Taubah 36)
Keempat bulan yang dimaksud adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Di dalamnya Allah melipatgandakan pahala amal salih.
Dan di antara ke-4 bulan suci dan mulia tersebut, terdapat hari-hari yang sangat utama yaitu sepuluh hari pertama dari bulan dzulhijjah.
Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada amalan yang lebih utama dari amalan di sepuluh hari pertama Dzulhijjah ini.
Mereka bertanya, ‘Tidak juga jihad?’
Beliau menjawab, ‘Tidak juga jihad, kecuali seorang yang keluar menerjang bahaya dengan dirinya dan hartanya sehingga tidak kembali membawa sesuatu pun.” [HR al-Bukhori]
Amal saleh tersebut berlaku umum mencakup apa saja. Namun terdapat amal-amal yg secara khusus diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah saw. Misalnya:
1. Puasa
Dalam riwayat Hafshah ra, Nabi saw berpuasa biasa berpuasa 9 hari pertama Dzulhijjah. Jadi minimal puasa Arafah.
Nabi saw bersabda: “Puasa hari arafah, saya berharap kepada Allah agar menjadikan puasa ini sebagai penebus dosa satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya..” (HR. Ahmad dan Muslim).
2. Takbir, tahlil, dan tahmid
Ibnu ‘Abbas berkata, “Berdzikirlah kalian pada Allah di hari-hari yang ditentukan yaitu 10 hari pertama Dzulhijah dan juga pada hari-hari tasyriq.”
Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah pernah keluar ke pasar pada 10 hari pertama Dzulhijah, lalu mereka bertakbir, lantas manusia pun ikut bertakbir.
3. Shalat Iedul adha
Rasul saw tidak pernah meninggalkannya, bahkan mengajak seluruh kaum muslimin dan muslimat utk datang ke shalat ied, meski dalam kondisi berhalangan shalat (seperti haid dan nifas)
4. Berkurban
Dari Abi Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang memperoleh kelapangan untuk berkurban, dan dia tidak mau berkurban, maka janganlah hadir dilapangan kami (untuk shalat Ied).” [HR Ahmad, Daruqutni, Baihaqi dan al Hakim]
Catatan:
Bagi yg ingin berkurban hendaknya mulai tanggal 1 Dzulhijjah sampai penyembelihan kurban, tidak lagi memotong kuku dan rambut.
Tanggal 1 Dzulhijjah jatuh pada Rabu, 23 Agustus 2017.

KH Hasyim Ashari dan Fatwa Jihad NU Melawan Penjajah

KH Hasyim Ashari dan Fatwa Jihad NU Melawan Penjajah

Tulisan ini hanya sepenggal kisah tentang Hasyim Asyari, pahlawan nasional dan pendiri organisasi Nahdhatul Ulama (NU). Kiai karismatik berjuluk Hadratus Syaikh yang berarti Maha Guru, ini dikenal sebagai ahli ilmu agama, khususnya tafsir, hadits dan fiqih.
Dia mengabdi kepada umat dengan mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng di Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Hasyim juga berdakwah ke daerah-daerah pada masanya.
Sedangkan gelar pahlawan dia dapat karena pada masa penjajahan belanda, Hasyim Asyari ikut mendukung upaya kemerdekaan dengan menggerakkan rakyat melalui fatwa jihad yang kemudian dikenal sebagai resolusi jihad melawan penjajah Belanda pada 22 Oktober 1945. Akibat fatwa itu, meledak lah perang di Surabaya pada 10 November 1945.
Menurut Ishom Hadzik (2000) dalam buku yang ditulis Zuhairi Misrawi berjudul “Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari: moderasi, keumatan, dan kebangsaan”,
Pada masa penjajahan Belanda, K.H. Hasyim senantiasa berkomunikasi dengan tokoh-tokoh muslim dari berbagai penjuru dunia untuk melawan penjajahan.
Misalnya dengan Pangeran Abdul Karim al-Khatthabi (Maroko), Sultan Pasha Al-Athrasi (Suriah), Muhammad Amin al-Husaini (Palestina), Hasan al Bana (Mesir), Dhiyauddin al-Syairazi, Muhammad Ali, dan Syaukat Ali (India), serta Muhammad Ali Jinnah (Pakistan).
Hasilnya pada 22 Oktober 1945, Hasyim dan sejumlah ulama di kantor NU Jawa Timur mengeluarkan resolusi jihad itu.
 

imageContent (1)

Rapat para Kiyai dan Pengurus NU dalam film Sang Kiyai


Karena itulah Hasyim diancam hendak ditangkap Belanda. Namun Hasyim tak bergeming, dia memilih bertahan mendampingi laskar Hizbullah dan Sabilillah melawan penjajah.
Bahkan ketika Bung Tomo meminta Kiai Hasyim mengungsi dari Jombang, Hasyim berkukuh bertahan hingga titik darah penghabisan. Hingga muncul sebuah kaidah (rumusan masalah yang menjadi hukum) populer di kalangan kelompok tradisional; hubb al-wathan min al-iman (mencintai tanah air adalah bagian dari iman).
Fatwa atau resolusi jihad Hasyim berisi lima butir. Seperti ditulis Lathiful Khuluq berjudul “Fajar Kebangunan Ulama, Biografi Kiyai Hasyim Asyari” yang diterbitkan LKiS pada 2000 lalu,
Butir Pertama resolusi jihad berbunyi; kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus wajib dipertahankan.
Butir Kedua; Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah harus dijaga dan ditolong.
Butir Ketiga; musuh republik Indonesia yaitu Belanda yang kembali ke Indonesia dengan bantuan sekutu Inggris pasti akan menggunakan cara-cara politik dan militer untuk menjajah kembali Indonesia.
Butir Keempat; umat Islam terutama anggota NU harus mengangkat senjata melawan penjajah Belanda dan sekutunya yang ingin menjajah Indonesia kembali.
Butir Kelima; kewajiban ini merupakan perang suci (jihad) dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang tinggal dalam radius 94 kilometer, sedangkan mereka yang tinggal di luar radius tersebut harus membantu dalam bentuk material terhadap mereka yang berjuang.
Semangat dakwah antikolonialisme sudah melekat pada diri Hasyim sejak belajar di Makkah, ketika jatuhnya dinasti Ottoman di Turki.
Menurut Muhammad Asad Syihab (1994), KH Hasyim pernah mengumpulkan kawan-kawannya, lalu berdoa di depan Multazam, berjanji menegakkan panji-panji keislaman dan melawan berbagai bentuk penjajahan.
Semangat itu dia bawa tatkala kembali ke Indonesia dan dia tularkan kepada anaknya, Kiyai Wahid Hasyim. Kelak, Kiyai Wahid Hasyim dipercaya menjabat sebagai Menteri Agama pertama pada era Presiden Soekarno.
Sikap anti penjajahan juga sempat membawa KH Hasyim masuk bui ketika masa penjajahan Jepang.
Waktu itu, kedatangan Jepang disertai kebudayaan ‘Saikerei’ yaitu menghormati Kaisar Jepang “Tenno Heika” dengan cara membungkukkan badan 90 derajat menghadap ke arah Tokyo setiap pagi sekitar pukul 07.00 WIB.
Budaya itu wajib dilakukan penduduk tanpa kecuali, baik anak sekolah, pegawai pemerintah, kaum pekerja dan buruh, bahkan di pesantren-pesantren.
Bisa ditebak, Hasyim Asyari menentang karena dia menganggapnya ‘haram’ dan dosa besar. Membungkukkan badan semacam itu menyerupai ‘ruku’ dalam sholat, hanya diperuntukkan menyembah Allah SWT.
Menurut Hasyim, selain kepada Allah hukumnya haram, sekalipun terhadap Kaisar Tenno Heika yang katanya keturunan Dewa Amaterasu, Dewa Langit.
Akibat penolakannya itu, pada akhir April 1942, KH Hasyim Asyari yang sudah berumur 70 tahun dijebloskan ke dalam penjara di Jombang. Kemudian dipindah ke Mojokerto, lalu ke penjara Bubutan, Surabaya.
Selama dalam tawanan Jepang, Kiai Hasyim disiksa hingga jari-jari kedua tangannya remuk tak lagi bisa digerakkan.
KH Hasyim Asyari lahir di Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875 dengan nama lengkap Mohammad Hasyim Asyari. Mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng dan organisasi NU. Kakek almarhum Gus Dur ini meninggal di Jombang, 25 Juli 1947 pada umur 72 tahun.
 
Sumber : Merdeka

KH Hasyim Ashari dan Fatwa Jihad NU Melawan Penjajah

Mengingat Peran Ikhwanul Muslimin untuk Kemerdekaan Indonesia

Negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia adalah Mesir. Demikian tertulis dalam buku sejarah kemerdekaan Indonesia.
Tapi, buku-buku sejarah umumnya tak menjelaskan lebih lanjut, mengapa dan bagaimana Mesir mengakui kemerdekaan Indonesia.
Ternyata bangsa ini pantas berterima kasih juga kepada tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin. Sebab, merekalah yang melobi agar pemerintah Mesir segera mendukung kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Pemimpin Al-Ikhwan Al-Muslimun (IM), Hasan Al Banna sendiri ternyata pernah menjadi anggota Panitia Pembela Kemerdekaan Indonesia di Mesir.

palestina-indonesia3

Hasan al Bana (kiri bawah) berfoto dengan Panitia Kemerdekaan Indonesia dan Pembesar Arab lainnya.


Para pemimpin Mesir dan negara-negara Arab saat itu membentuk Panitia Pembela Indonesia. Mereka mendorong pembahasan soal isu Indonesia di berbagai lembaga internasional, seperti di PBB dan Liga Arab.
Dalam bukunya, Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri, Zein Hassan menulis bahwa pengakuan kemerdekaan itu, pada akhirnya membuat posisi Indonesia setara dengan negara-negara lainnya termasuk Belanda dalam perjuangan diplomasi internasional.
Proklamator Bung Hatta pun menyatakan, “Kemenangan diplomasi Indonesia dimulai dari Kairo. Karena, dengan pengakuan mesir dan negara- negara Arab lainnya terhadap Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat penuh, segala jalan tertutup bagi Belanda untuk surut kembali atau memungkiri janji.”
Peran Ikhwanul Muslimin dalam kemerdekaan Indonesia, masih dapat ditelusuri jejaknya dalam artikel bertajuk Ikhwanul Muslimin di Wikipedia.
Hasan-al-Banna-1-jpeg.image_ (1)

Sutan Syahrir menerobos ke Mesir bertemu Hasan Al Bana (pemimpin Ikhwanul Muslimin Mesir)


Saat itu, untuk mendukung kemerdekaan Indonesia, Ikhwanul Muslimin kerap mengerahkan massa untuk berdemonstrasi. Para pemuda dan pelajar Mesir, terutama Ikhwan, dengan caranya sendiri berkali-kali mendemo Kedutaan Belanda di Kairo.
Tidak hanya dengan slogan dan spanduk, aksi pembakaran, pelemparan batu, dan teriakan-teriakan permusuhan terhadap Belanda kerap dilakukan mereka.
Kondisi ini membuat Kedutaan Belanda di Kairo ketakutan. Mereka dengan tergesa mencopot lambang negaranya dari dinding Kedutaan. Mereka juga menurunkan bendera merah-putih-biru yang biasa berkibar di puncak gedung, agar tidak mudah dikenali pada demonstran.
Kuatnya dukungan rakyat Mesir atas kemerdekaan RI, juga atas desakan dan lobi yang dilakukan para pemimpin Al-Ikhwan Al-Muslimun, membuat pemerintah Mesir mengakui kedaulatan pemerintah RI atas Indonesia pada tanggal 22 Maret 1946.
Inilah pertama kalinya suatu negara asing mengakui kedaulatan RI secara resmi. Dalam kacamata hukum internasional, lengkaplah sudah syarat Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat.
Bukan itu saja, secara resmi pemerintah Mesir juga memberikan bantuan lunak kepada pemerintah RI. Sikap Mesir ini memicu tindakan serupa dari negara-negara Timur Tengah.
Untuk menghaturkan rasa terima kasih, pemerintah Soekarno mengirim delegasi resmi ke Mesir pada tanggal 7 April 1946. Ini adalah delegasi pemerintah RI pertama yang ke luar negeri. Mesir adalah negara pertama yang disinggahi delegasi tersebut.
8-22-2007-2-50-13-pm-0005-resize

Ketua Delegasi Indonesia H. Agus Salim  mengucapkan terimakasih kepada Hasan Al Bana (ketua Ikhwanul Muslimin) yang kuat sekali menyokong perjuangan Indonesia. 


Tanggal 26 April 1946 delegasi pemerintah RI kembali tiba di Kairo. Beda dengan kedatangan pertama yang berjalan singkat, yang kedua ini lebih intens.
Di Hotel Heliopolis Palace, Kairo, sejumlah pejabat tinggi Mesir dan Dunia Arab mendatangi delegasi RI untuk menyampaikan rasa simpati. Selain pejabat negara, sejumlah pemimpin partai dan organisasi juga hadir.
Termasuk pemimpin Al-Ikhwan Al-Muslimun, Hasan al Banna dan sejumlah tokoh Ikhwan dengan diiringi puluhan pengikutnya.
8-22-2007-2-54-44-PM-0006-resize2 (1)
Setiap perkembangan yang terjadi di Indonesia, diikuti serius oleh setiap Muslim, baik di Mesir maupun di Timur Tengah pada umumnya. Para mahasiswa Indonesia yang saat itu tengah berjuang di Mesir dengan jalan diplomasi revolusi, senantiasa menjaga kontak dengan Ikhwan.
Ketika Belanda melancarkan agresi Militer I (21 Juli 1947) atas Indonesia, para mahasiswa Indonesia di Mesir dan aktivis Ikhwan menggalang aksi pemboikotan terhadap kapal-kapal Belanda yang memasuki selat Suez.
Walau Mesir terikat perjanjian 1888 yang memberi kebebasan bagi siapa saja untuk bisa lewat terusan Suez, namun keberanian para buruh Ikhwan yang menguasai Suez dan Port Said berhasil memboikot kapal-kapal Belanda.
Pada tanggal 9 Agustus 1947, rombongan kapal Belanda yang dipimpin kapal kapal Volendam tiba di Port Said. Ribuan aktivis Ikhwan yang kebanyakan terdiri dari para buruh pelabuhan, telah berkumpul di pelabuhan utara kota Ismailiyah itu.
Puluhan motor boat dan motor kecil sengaja berkeliaran di permukaan air guna menghalangi motor-boat motor-boat kepunyaan perusahaan-perusahaan asing yang ingin menyuplai air minum dan makanan kepada kapal Belanda itu.
Motor-boat para ikhwan tersebut sengaja dipasangi bendera merah putih. Dukungan Ikhwan terhadap kemerdekaan Indonesia bukan sebatas dukungan formalitas, tapi dukungan yang didasari kesamaan iman dan Islam.
foto7

Pemimpin kedua Ikhwan, Hasan Hudaiby terus menjalin komunikasi dengan Indonesia melalui M. Natsir


Tokoh-tokoh bangsa seperti Sjahrir dan H Agus Salim yang menemui Mursyid Am Ikhwanul Muslimin, Hasan al-Banna, dan tokoh Ikhwan selanjutnya menyampaikan terima kasih atas dukungannya terhadap kemerdekaan Indonesia kala itu.
Ketika terjadi pertempuran Surabaya 10 November 1945 dan banyak koran Indonesia memberitakan, Ikhwanul Muslimin dan gerakan Islam lainnya mengadakan shalat ghaib berjamaah di banyak tempat di Mesir.
Jadi Peran Mesir yang dipelopori oleh Ikhwanul Muslimin sangatlah besar dan berarti buat Indonesia.
Maka, sangatlah wajar kalau pemerintah dan rakyat Indonesia saat ini membantu Mesir dan Palestina dalam menyelesaikan masalah mereka, karena hubungan historis yang sangat kuat.
Di Mesir juga ada Jalan Ahmad Soekarno yang diambil dari nama Presiden Pertama Republik Indonesia.
 
Sumber : Republika/Salam/SuaraIslam

Haramkah Merayakan Hari Kemerdekaan?

Oleh : Ustad Fauzi Bahreisy
 
Pertama, prinsip dalam muamalah dan kehidupan bermasyarakat adalah boleh selama tidak ada larangan
‎(الاصل في المعاملة الاباحة)
Dalam hal ini tidak ada dalil shorih yang melarang memperingati hari kemerdekaan atau memperingati peristiwa penting dalam kehidupan.
Kedua, bahwa dalam Islam hanya terdapat dua hari raya (iedul fithri dan iedul adha) itu benar. Tidak ada lagi hari raya yang lain bagi umat Islam.
Namun itu dalam urusan agama dan ibadah. Bukan dalam urusan kemasyarakatan dan kehidupan sosial yang tidak ada kaitannya dengan ibadah (mahdhah).
Karena itu tidak masalah memperingati hari ibu, hari pahlawan, hari buruh, termasuk hari kemerdekaan dan seterusnya sebagai sebuah cara memperingati peristiwa penting yang pernah terjadi.
Ketiga, kalau dikatakan bahwa perayaan tersebut menyerupai non-muslim (tasyabbuh dengan mereka), maka tasyabbuh yang dilarang adalah yang terkait dengan agama atau simbol-simbol agama.
Jika tidak, banyak sekali tasyabbuh dengan non-muslim dalam kehidupan ini. Rasul saw dalam perang (jihad) juga pernah menyerupai atau meniru Persia yang membuat parit atau khandaq.
Keempat, bila dikatakan bahwa isi dari perayaan tersebut berupa sesuatu yg bathil, maka tidak sepenuhnya demikian.
Yang bathil kita singkirkan. Namun kegiatan yang lain seperti mengibarkan bendera tidak bisa disebut bathil.
Pasalnya ia hanya simbol rasa syukur atas terwujudnya kemerdekaan dan perlawanan terhadap penjajah yang memang tidak dibenarkan dalam Islam.
Sama seperti para sahabat yang dalam jihad berusaha menaikkan dan mengibarkan panji Islam apapun kondisi mereka.
Kesimpulannya, merayakan hari kemerdekaan tidaklah terlarang, selama dilakukan dengan benar dan ditujukan untuk menumbuhkan rasa syukur dan spirit kemerdekaan.
Wallahu a’lam.

Hoax, MUI Bantah Keluarkan Fatwa Haram Pasang Bendera di Masjid

Jakarta – Majelis Ulama Indonesia (MUI) merespons berita bohong atau hoax terkait haramnya pemasangan bendera merah putih di masjid. Hoax tersebut beredar di https://muipusat.wordpress.com.
“Berita tersebut (pemasangan bendera di masjid) palsu dan fitnah,” tegas Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh melalui pesan tertulis, Rabu (16/8/2017).
Pihaknya meminta masyarakat untuk tidak menyebarkan berita tersebut karena berpotensi merusak kehidupan berbangsa dan bernegara.
Asrorun menyatakan, sikap MUI terkait kehidupan berbangsa dan bernegara, tentang hubungan agama dan negara, semua sudah tertuang dalam produk fatwa dan kebijakan MUI.
Ia juga meminta masyarakat mewaspadai upaya adu domba, saling menghina dan saling fitnah yang ujungnya pihak tersebut ingin Indonesia jadi negara yang tidak aman.
“Kita minta Kominfo menutup dan mencegah meluasnya hoax tersebut. Kita koordinasi dengan Kominfo dan sudah terdeteksi akun pembuatnya,” jelas Asrorun.
MUI meminta pula penegak hukum mencari dan menindak tegas penyebar hoax tersebut.
Sebelumnya beredar tulisan yang soal fatwa haram MUI tentang pemasangan bendera di masjid dalam sebuah situs di Internet. Dalam tulisan terpampang foto sejumlah pengurus MUI.
 
Sumber : Liputan6