by Danu Wijaya danuw | Mar 29, 2018 | Artikel, Dakwah
SEDIH merupakan bagian dari fitrah manusia. Tak satupun manusia bisa lepas dari kesedihan, termasuk para Nabi dan Rasul. Semua hampir bisa dipastikan pernah mengalami yang namanya duka lara.
Nabi Ya’kub sampai kehilangan penglihatan karena menahan amarah kepada saudara Nabi Yusuf dan sekaligus kesedihan karena kehilangan Nabi Yusuf Alayhissalam.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alayhi Wasallam pun tak sanggup untuk tidak bermuram durja kala kehilangan istri, Khadijah dan paman tercintanya, Abu Tholib.
Namun demikian kesedihan Nabi dan Rasul tidak melampaui batas, sehingga kepedihan tidak melemahkan iman.
Namun, masih ada sebagian dari umat Islam yang belum memahami batas-batas kesedihan, sehingga sebagian larut dalam kegundahan sampai-sampai ada yang berubah sikap dan karakter.
Biasanya, yang mengalami keadaan seperti itu adalah mereka yang gersang jiwanya, lemah agamanya dan minim pengetahuannya, tetapi besar harapan dan angan-angannya.
Sehingga kala apa yang sangat dicintainya hilang, ia seperti tak punya pegangan. Ada yang menjerit-jerit, stress bahkan gila dan putus asa, hingga bunuh diri.
Semua itu tidak lepas dari kecintaan terhadap diri sendiri, harta dan tahta. Dan orang yang sedih karena hal-hal tersebut tidak sedikit.
Oleh karena itu, penting bagi seorang Muslim mengerti bagaimana terbebas dari rasa cinta yang sewaktu-waktu bisa menimbulkan kesayuan tak tertahankan, yang jika tidak diwaspadai justru bisa mematikan iman.
Pertama, pelihara dan perkuat iman
Di dalam Al-Qur’an, Allah berfirman;
وَلاَ تَهِنُوا وَلاَ تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ الأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran [3]: 139).
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa, bagi orang-orang yang beriman diberikan kesudahan yang baik dan pertolongan dari Allah.
Seperti apa yang Allah berikan kepada Nabi Yusuf Alayhissalam, kala beliau mesti mengalami takdir terpisah dari ayah, keluarga dan kampung halamannya dalam kurun yang begitu lama.
Dengan bekal iman, akhirnya Allah pertemukan Nabi Yusuf kembali dengan ayah dan keluarganya dalam keadaan yang kuat lagi bermartabat, baik di sisi manusia dan di sisi Allah.
Dengan kata lain, iman akan menghindarkan seorang Muslim dari kesedihan yang tidak beralasan. Sehingga hidupnya, meski secara kasat mata tampak tidak bahagia, hakikatnya hatinya teguh, perkasa dan optimis akan pertolongan-Nya.
Kedua, istiqomah
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS. Fushshilat [41]: 30).
Ibnu Katsir menjelaskan, ayat tersebut menghendaki agar umat Islam memurnikan amal untuk Allah dan beramal karena taat kepada Allah Ta’ala atas apa yang disyari’atkan-Nya kepada mereka (sepanjang hayat).
Dalam konteks operasionalnya setiap 24 jam, tentu umat Islam mesti konsisten dalam mendirikan sholat 5 waktu, menunaikan zakat, dan beramal sholeh (QS. Al-Baqarah: 277) dalam segala situasi dan kondisi.
Sebab, pada akhirnya, kabar gembira berupa surga akan Allah berikan kepada siapa saja dari umat Islam yang benar-benar istiqomah.
Ketiga, dekat dengan Al-Qur’an
قُلْنَا اهْبِطُواْ مِنْهَا جَمِيعاً فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَن تَبِعَ هُدَايَ فَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ
“Kami berfirman: “Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS: Al-Baqarah [2]: 38).
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat itu memerintahkan agar umat Islam benar-benar dekat dan akrab dengan Al-Qur’an, disertai komitmen meneladani Rasulullah Shallallahu Alayhi Wasallam.
Dengan seperti itu, setiap diri dari umat ini akan terbebas dari kesedihan, karena urusan dunia yang luput dari tangannya.
Sungguh tidak mengherankan jika para sahabat dan ulama terdahulu begitu cinta dan bangga membaca, mengkaji dan mengamalkan Al-Qur’an.
Semoga kita dapat mengamalkan hal tersebut untuk membuang kesedihan kita.
Sumber : Hidayatullah
by Danu Wijaya danuw | Mar 29, 2018 | Artikel, Dakwah
Rambut dan seluruh bagian kepala wanita, termasuk aurat yang wajib ditutupi ketika shalat. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan,
“Allah tidak menerima shalat wanita yang telah baligh, kecuali dengan memakai jilbab.” (HR. Ibnu Khuzaimah, 775 dan Al-A’dzami mengatakan sanadnya shahih).
Ini yang menjadi dasar bahwa rambut wanita termasuk bagian yang harus ditutupi ketika shalat.
Bagaimana jika ada sedikit rambut yang keluar jilbab atau tersingkap sehingga terlihat?
Untuk kasus ini, ulama memberikan rincian:
1. Pendapat pertama : hukumnya batal.
Karena terbuka aurat, baik sedikit maupun banyak hukumnya sama saja. Ini adalah pendapat Imam as-Syafi’i.
2. Pendapat kedua : hukumnya tidak batal.
Karena hanya sedikit. Ini merupakan pendapat Imam Ahmad dan Imam Abu Hanifah.
Ibnu Qudamah mengatakan, “Jika aurat orang yang shalat terbuka sedikit, shalatnya tidak batal. Ini ditegaskan oleh Ahmad dan pendapat Abu Hanifah.
Sementara as-Syafii mengatakan, shalatnya batal. Karena ini hukum terkait aurat, sehingga sama saja sedikit maupun banyak, sebagaimana melihat”. (al-Mughni, 1/651).
3. Pendapat jumhur ulama (mayoritas ulama) : hukumnya tidak batal
Ada satu hadis yang bisa dijadikan acuan, hadis dari Amr bin Salamah radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan,
“Kami tinggal di kampung yang dilewati para sahabat ketika mereka hendak bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah. Sepulang mereka dari Madinah, mereka melewati kampung kami. Mereka mengabarkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda demikian dan demikian. Ketika itu, saya adalah seorang anak yang cepat menghafal, sehingga aku bisa menghafal banyak ayat Al-Qur’an dari para sahabat yang lewat. Sampai akhirnya, ayahku datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama masyarakatnya, dan beliau mengajari mereka tata cara shalat. Beliau bersabda,
“Yang menjadi imam adalah yang paling banyak hafalan qurannya.”
Sementara Aku (Amr bin Salamah) adalah orang yang paling banyak hafalannya, karena aku sering menghafal. Sehingga mereka menyuruhku untuk menjadi imam. Akupun mengimami mereka dengan memakai pakaian kecil milikku yang berwarna kuning. Ketika aku sujud, tersingkap auratku. Hingga ada seorang wanita berkomentar,
“Tolong tutupi, itu aurat imam kalian”.
Kemudian mereka membelikan baju Umaniyah untukku. Tidak ada yang lebih menggembirakan bagiku setelah Islam, melebihi baju itu. (HR. Abu Daud 585 dan dishahihkan al-Albani).
Yang dimaksud terbuka aurat dalam kasus ini adalah terbuka sedikit auratnya. Dan shalat mereka tidak batal.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga tidak meminta para jama’ah untuk mengulangi shalat.
Inilah yang menjadi acuan jumhur ulama bahwa sedikit aurat yang tersingkap, dan tidak langsung ditutup, tidak membatalkan shalat.
Jika tersingkap aurat banyak
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, jika ada rambut atau anggota badan wanita yang tersingkap sedikit,
maka tidak ada kewajiban untuk mengulangi shalat, menurut mayoritas ulama. Ini juga pendapat Abu Hanifah dan Imam Ahmad.
Namun jika yang tersingkap itu banyak, wajib mengulangi shalat di waktunya, menurut para ulama, baik ulama empat madzhab maupun yang lainnya. (Majmu’ al-Fatawa, 22/123).
Allahu a’lam
Sumber : konsultasisyariah
by Danu Wijaya danuw | Mar 27, 2018 | Artikel, Berita, Nasional
Jakarta – Polemik pelarangan cadar di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta akhirnya selesai. Sebab, pihak Universitas secara resmi mencabut pelarangan cadar di lingkungan kampus.
Menurut Rektor UIN Kalijaga, Yudian Wahyudi pencabutan ini dilakukan usai diadakan Rapat Koordinasi Universitas. Ia menjelaskan, pertemuan ini dilakukan pada hari ini.
“Berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Universitas (RKU) pada Sabtu, 10 Maret 2018 diputuskan bahwa :
Surat Rektor No. B-1301/U.02/R/AK.00.3/02/2018 tentang Pembinaan Mahasiswi Bercadar dicabut demi menjaga iklim akademik yang kondusif,” tulis dalam rilis berita resmi kampus.
Sebagaimana diketahui, nama UIN Sunan kalijaga Yogyakarta sempat mencuat di kalangan masyarakat lantaran pelarangan cadar di kampus. Bahkan sempat akan diadakan pembinaan pancasila kepada muslimah bercadar seolah sebagai pihak tertuduh.
Berbagai kalangan pun memberikan kritikan, tak terkecuali Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Ma’ruf Amin.
“Tentu harus kita mendengar kenapa cadar itu dilarang. Cadar secara Islam boleh, jadi karena aspek apa sehingga UIN Kalijaga itu melarang,” kata Kiyai Ma’ruf di Gedung MUI
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah juga turut berkomentar dalam akun Twitternya @Fahrihamzah.
“ALHAMDULILLAH larangan bercadar sudah dicabut…terima kasih pak rektor UIN Sunan Kalijaga. #BercadarItuHAM,” cuit Fahri.
by Danu Wijaya danuw | Mar 27, 2018 | Artikel, Dakwah
1. Taat dan Tunduk
Makna Doa qunut yang berarti “taat dan tunduk” sendiri dijelaskan dalam surat Al Baqarah ayat 116, di mana dalam surat ini menjelaskan bahwa segala milik Allah yang terdapat di langit maupun di bumi, semua telah qunut (yang artinya tunduk) kepada sang pencipta Allah SWT.
2. Berdiri saat shalat
Makna qunut Sholat Subuh yang berarti “berdiri saat shalat dalam waktu lama” ini dijelaskan dalam HR Muslim. Adapun penjelasannya yaitu shalat paling utama yaitu shalat yang qunutnya (artinya berdirinya) panjang atau lama. Dipertegas lagi dengan pernyataan An-Namawi di mana yang dimaksud dengan qunut yaitu lama berdiri saat shalat sesuai kesepakatan para ulama.
3. Tenang dan Diam
Untuk makna dari qunut yang artinya “tenang dan diam” dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 238, yang berbunyi “berdirilah dengan menghadap Allah SWT (shalat) secara tenang”.
Bunyi Doa Qunut
Doa qunut Sholat Subuh berdasarkan ajaran dari Rasulullah SAW sendiri merupakan qunut di baca saat shalat witir. Hal ini sesuai dengan hadis dari Hasan hin Ali bin Abi Thalib Ra. Adapun bacaan cari qunut sendiri yaitu:
اَللّهُمَّ اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ
وَعَافِنِى فِيْمَنْ عَافَيْتَ
وَتَوَلَّنِىْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ
وَبَارِكْ لِىْ فِيْمَا اَعْطَيْتَ
وَقِنِيْ شَرَّمَا قََضَيْتَ
Arti Doa Qunut
1. “Allahummahdiniii fiiman hadaiit”
Memiliki arti yaitu permintaan seorang hamba kepada Allah SWT atas petunjuk berdasarkan orang-orang yang sudah diberikan petunjuk.
Adapun petunjuk di sini yaitu bisa berbentuk ilmu bermanfaat maupun amal yang shaleh. Ilmu sendiri bisa membimbing untuk dapat memahami mana yang salah dan mana yang benar, jalan yang sesat dan yang lurus.
2. “Wa’afinii fiiman ‘afaiit”
Memiliki arti yaitu berilah hamba keselamatan, seperti hamba-Mu yang lain yang telah diberi keselamatan.
Dalam doa ini kita memohon kepada Allah untuk meminta keselamatan terhadap segala macam penyakit, baik penyakit hati ataupun penyakit badan.
Sementara penyakit hati sendiri terbagi menjadi 2 bagian, di antaranya Syahwat (hawa nafsu dunia) dan Syubhat (menghalangi orang dijalan kebenaran).
3. “Watawallanii fiiman tawallaiit”
Memiliki arti yaitu di mana jadilah wali untukku, seperti Engkau menjadi wali untuk hamba yang telah dikehendaki.
Adapun wali di sini artinya yaitu kekasih untuk dijadikan penolong, pelindung serta memperhatikan setiap kondisi orang terkasih.
Saat Allah telah menjadi Wali istimewa untuk hamba-Nya, dengan begitu Allah akan begitu memperhatikan hamba-Nya tersebut, dengan menyelamatkannya terhadap segala cobaan baik di dunia maupun di akhirat serta mengarahkannya menuju jalan yang lurus.
4. “Wabaariklii fiimaa ‘athoiit”
Memiliki arti yaitu yang mana berkahilah padaku apa yang sudah Engkau berikan.
Adapun berkah di sini menurut ulama merupakan kebaikan yang terus menerus dan banyak. Dengan begitu, kita meminta pada Allah SWT untuk memberikan keberlimpahan kebaikan, pada nikmat yang sudah diberikan Allah untuk kita.
5. “Waqina syarramaa qadhait”
Memiliki arti yaitu lindungilah aku dari keburukan apa yang telah Engkau takdirkan
Ketetapan Allah selalu baik. Karena ketetapan Allah hanya berputar pada dua prinsip: Keadilan atau karunia. Berbeda dengan sesuatu yang Allah takdirkan. Ada yang baik dan yang buruk. Oleh karena kita memohon kekuatan atas segala takdir yang menimpa kita
by Danu Wijaya danuw | Mar 27, 2018 | Artikel, Dakwah
DALAM sebagian masyarakat terdapat stereotip yang mengaitkan antara keshalehan seseorang dengan tanda hitam di kening atau dahi.
Tanda hitam pada kening tersebut seringkali dikaitkan dengan seringnya seseorang melakukan sujud atau sujudnya lama.
Persepsi semacam ini boleh-boleh saja, bahkan boleh dikata sebagai anugerah dari Allah yang patut untuk disyukuri.
Akan tetapi jangan terkecoh dulu, belum tentu semua orang yang mempunyai tanda hitam di kening, adalah orang yang banyak sujud. Bisa saja tanda hitam di kening itu terjadi karena terbentur tembok, karena bekas luka, atau karena dibuat-buat agar orang lain menganggap dirinya sebagai ahli sujud.
Namun hendaknya husnudz-dzan lebih kita dahulukan, bahwa orang yang mempunyai tanda hitam di kening itu adalah orang rajin shalat, atau rajin sujud.
Karena husnudz-dzan bukan hal yang buruk, bahkan merupakan sesuatu yang wajib kepada siapa pun, apalagi kepada sesama muslim.
Ketika mencermati firman Allah:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang kepada sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud” (Q.S. al Fath: 29).
Berdasarkan ayat di atas, maka sekilas kita akan menyimpulkan bahwa persepsi sebagian masyarakat seperti di atas adalah benar.
Ketika menafsirkan ayat ini, ada sebagian ulama seperti Imam Malik dan juga Sa’id bin Jubair, yang mengatakan bahwa bekas sujud itu adalah warna kehitaman yang nampak di dunia ini.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu serta Al-Hasan dan juga Az-Zuhri berpandangan lain.
Mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tanda bekas sujud dalam ayat di atas ialah cahaya sujud yang terbesit di wajah.
Yaitu tanda sujud yang terus menerangi wajah mereka hingga di alam barzakh dan di hari kiamat.
Jika yang dimaksud dengan tanda hitam itu adalah tanda hitam di kening, maka tanda tersebut pasti akan hilang setelah tubuh dikubur.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sendiri tidak mempunyai tanda hitam itu.
Dalam buku-buku sirah, baik sirah nabawiyah ataupun kitab-kitab hadits tidak ditemukan penjelasan adanya tanda hitam pada kening nabi.
عَنْ مَنْصُورٍ قَالَ قُلْتُ لِمُجَاهِدٍ (سِيمَاهُمْ فِى وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ) أَهُوَ أَثَرُ السُّجُودِ فِى وَجْهِ الإِنْسَانِ؟ فَقَالَ : لاَ إِنَّ أَحَدَهُمْ يَكُونُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مِثْلُ رُكْبَةِ الْعَنْزِ وَهُوَ كَمَا شَاءَ اللَّهُ يَعْنِى مِنَ الشَّرِّ وَلَكِنَّهُ الْخُشُوعُ.
Dari Manshur, Aku bertanya kepada Mujahid tentang maksud dari firman Allah, ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud’ apakah yang dimaksudkan adalah bekas di wajah?
Beliau menjawab, “Bukan, bahkan ada orang yang ‘kapal’ yang ada di antara kedua matanya itu bagaikan ‘kapal’ yang ada pada lutut onta namun dia adalah orang bejat.
Tanda yang dimaksudkan adalah kekhusyu’an” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3702).
Syeikh Ahmad ash Showi dalam kitab tafsirnya mengatakan, “Bukanlah yang dimaksudkan oleh ayat adalah sebagaimana perbuatan orang-orang bodoh dan tukang riya’ yaitu tanda hitam yang ada di dahi karena hal itu adalah ciri khas khawarij (baca: ahli bid’ah)”
(Hasyiah ash Shawi 4/134, Dar al Fikr).
Wallahu A’lam