0878 8077 4762 [email protected]

Kecerdasan Imam Syafi’i dan Kecintaannya kepada Ilmu

Oleh: Muhammad Syukron Muchtar
 
Imam Asy-Syafi’i begitu biasa ia dipanggil, nama yang begitu terkenal, bahkan hampir semua kaum muslimin dimuka bumi ini pernah mendengar namanya. Beliau salah seorang imam madzhab. Lahir di Gaza, pada bulan rajab tahun 150 H dengan nama lengkap Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman Asy-syafi’i. Ia keturunan Arab dari kabilah Quraisy yang nasabnya bertemu dengan nasab Rasulullah SAW pada kakeknya Abdu Manaf.
Meski lahir dari keturunan kabilah yang sangat mulia, Imam Syafi’i tidaklah seberuntung orang-orang yang hidup se-zaman dengannya, ia lahir dan tumbuh dalam keluarga yang faqir. Ayahnya wafat saat usianya baru menginjak 2 tahun. Imam Syafi’i berkata : “Aku adalah seorang yatim dibawah asuhan ibuku. Ibuku tidak mempunyai dana untuk membayar seorang guru agar mengajariku”.
Tumbuh dalam kondisi yatim dan faqir tidaklah membuat Imam Sya’fi’i lemah dan hina, bahkan kelak ia menjadi orang yang sangat dihormati dan disegani karena ilmu dan kecerdasan yang dimilikinya.
Perjalanan Imam Syafi’i dalam menuntut ilmu dimulai saat ibunya (Fatimah) membawanya ke Makkah Al-Mukarramah, dan tinggal disebuah kampung dekat Masjidil Haram, yang disebut kampung Al-Khaif. Disana ia mendapati sebuah halaqah Al-Qur’an yang dibimbing orang seorang Syaikh yang sangat menguasai ilmu Al-Qur’an. Rasa ingin tahu dan ingin bisa Imam Syafi’i begitu besar, hingga ia memutuskan untuk mendengarkan halaqah tersebut meski tidak ikut didalamnya.
Karena kesungguhan dan keseringannya mendengarkan halaqah tersebut, sang Syaikh pun mengizinkan Imam Syafi’i untuk ikut duduk didalam halaqahnya. Bahkan kemudian sang Syaikh pun sangat takjub dengan kecerdasan yang dimiliki Imam Syafi’i. Ia mampu menghafal apa yang didiktekan oleh Syaikh dengan waktu yang sangat cepat. Karena kecerdasannya itu sang Syaikh pun berkata : “Demi Allah, aku tidak pantas mengambil bayaran dari kamu sesen pun”.
Imam Syafi’i pun berhasil menghatamkan hafalan Al-Qur’annya pada usia tujuh tahun, bahkan pada usia ini ia telah banyak menghafal bait-bait syair matan-matan ilmu bahasa, sebab terkadang ia pergi kepedalaman untuk mempelajari bahasa dari para ahli bahasa yang ada disana.
Selesai menghatamkan hafalan Al-Qur’annya Imam Syafi’i pun kemudian belajar memperdalam ilmu hadits dan fiqh dari para ulama yang ada di Masjidil Haram. Karena kefaqirannya Imam Syafi’i terpaksa harus mencatat apa yang disampaikan oleh para gurunya diatas tulang belulang yang ia temukan. Karena begitu banyak tulang-belulang yang memenuhi lemarinya Imam Syafi’i pun memutuskan untuk menghafal semua yang tertulis ditulang belulang tersebut, hingga akhirnya ia pun berhasil menghafal semuanya dengan begitu cepat.
Karena kecerdasan dan kepandaiannya, dengan waktu cepat Imam Syafi’i mampu menjadi seorang ahli tafsir dan bahasa Arab, Sofyan bin Uyainah seorang muhaddits (ahli hadits) Masjidil Haram ketika mendapatkan pertanyaan yang sulit seputar tafsir dan fiqih pun menoleh kearah Imam Syafi’i seraya berkata : “Coba tanyakan kepada anak itu”. Bahkan Syaikh Muslim bin Khalid, seorang Syaikh Masjidil Haram yang juga guru pertamanya telah mengizinkannya untuk berfatwa saat usianya menginjak 15 tahun.
Kemampuannya dalam menguasai berbagai bidang agama lantas tidak melenakannya untuk terus belaja rmendalami ilmu agama. Pada usia 20 tahun Imam Syafi’i mendengar kehebatan seorang alim di kota Madinah Al-Munawarah, seorang penulis kitab Al-Muwaththa’ yang sangat terkenal yakni, Imam Malik bin Anas.
Dengan bantuan Gubernur Makkah dan Gubernur Madinah saat itu, Imam Syafi’i pun berhasil bertemu dengan Imam Malik. Lantas ia menyampaikan keinginannya memperdalam kitab Al-Muwaththa’. Sempat ditolak berguru Imam Syafi’i pun menunjukkan kecerdasannya, ia mengatakan kepada Imam Malik bahwa ia telah menghafal sebagian isi kitab Al-Muwaththa’ dari sahabatnya yang ada di Makkah seraya menyebutkan apa yang ditulis oleh Imam Malik dalam kitab monumentalnya tersebut. Imam Malik pun takjub dengan kecerdasannya, akhirnya Imam Syafi’i pun diizinkan berguru dengannya. Kurang lebih 8 bulan Imam Syafi’i bersama Imam Malik, hampir disetiap majelis Imam Malik selalu mendampinginya, hingga akhirnya Imam Syafi’i berhasil mengusai semua isi kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik.
Selesai menguasai isi kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik, Imam Syafi’i pun memiliki keinginan untuk memperdalam apa yang diajarkan oleh Imam Abu Hanifah melalui muridnya Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan yang berada di Iraq. Dengan bekal 64 dinar yang diberikan oleh Imam Malik, Imam Syafi’i pun berangkat ke Iraq dan menemui murid Abu Hanifah tersebut.
Beberapa lama tinggal di Iraq Imam Syafi’i pun berhasil menguasai apa yang disampaikan oleh murid Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i pun menjadi orang yang sangat dikenal oleh para penuntut ilmu saat itu bahkan hingga kini. Setiap orang yang belajar ilmu agama pasti ia mengetahui kecerdasan dan kehebatan Imam Syafi’i dalam menguasai ilmu agama.
Karena kecintaannya terhadap ilmu Imam Syafi’i pun terus melakukan perjalanan demi menguasai ilmu yang dimiliki oleh para ulama yang ada di zamannya.Tercatat ia pun telah melakukan perjalanan ke Persia, Yaman, dan Mesir. Semua ia lakukan untuk menguasai ilmu agama dan mengajarkannya ikhlas karena Allah SWT.
Imam Syafi’i wafat pada malam jum’a tmenjelang subuh, pada hari terakhir bulan Rajab tahun 204 H, dalam umurnya yang ke 54 tahun. Semoga Allah merahmatimu wahai Imam…
Referensi :
1. Kitab Hilyatul Auliya’ wa Thabaqatul Ashfiya’ karya Abu Nu’aim Al-Ashfahani
2. Buku 60 Biografi Ulama Salaf, terjemahan kitab Min a’lam As-Salaf karya Syaikh Ahmad Farid
3. Buku Perjalanan Ulama Menuntut Ilmu, terjemahan kitab Rihlatul Ulama Fi Thalabil ‘Ilmi, karya Abu Anas Majid Al-Bankani
4. Buku Biografi 10 Imam Besar, terjemahan kitab Hayaatul Aimmah, karya Syaikh M.Hasan Al-Jamal
ed : danw

Islamnya Seorang Pendeta

Adalah Rahmat Purnomo, seorang pendeta sekaligus ketua gerakan misionaris di Gereja Bethel Injil Sepenuh, Sumatra Utara yang mendapatkan hidayah dalam hidupnya hingga ia memutuskan untuk memeluk agama Islam.
Kisah itu dimulai saat suatu hari, pemimpin gereja mengutusnya untuk melakukan perjalanan misi penyebaran injil selama tiga hari tiga malam di daerah Dairi, sekitar 100 km dari kota Medan, Sumatra Utara.
Dalam perjalanan pulang dari melaksanakan misi tersebut Rahmat Purnomo bertemu dengan seorang laki-laki kurus dengan tongkat ditangannya dan mengenakan sebuah kopiah putih yang sudah lusuh dan pakaian yang warnanya telah memudar. Mungkin karena sering dipakai sampai sandalnya pun diikat dengan kawat untuk menguatkannya.
Laki-laki tersebut mendekatinya, setelah saling memberikan salam hormat, laki-laki tersebut memberikan sebuah pertanyaan yang bagi Rahmat Purnomo adalah sebuah pertanyaan yang aneh. Laki-laki tersebut berkata : “Engkau telah menyebutkan bahwa Isa Al-Masih itu adalah Tuhan, mana dalil yang menunjukkan ketuhanannya?” Dengan nada yang sedikit kesal Rahmat Purnomo menjawab : “Sama saja ada dalilnya ataupun tidak, itu tidaklah penting bagimu. Jika kamu ingin maka imanilah, atau jika ingin maka ingkarilah”
Laki-laki tersebutpun memutar badannya dan pergi menjauh dari Rahmat Purnomo. Namun ternyata hal tersebut tidak selesai sampai disitu, setibanya di rumah Rahmat Purnomo mendapati pertanyaan laki-laki tersebut terngiang-ngiang dalam ingatan dan mengetuk pendengarannya dengan sangat kuat, sehingga mendorongnya untuk membuka dan menganalisis kitab Injilnya, dalam rangka mencari jawaban yang benar dari pertanyaan laki-laki tersebut.
Setelah membuka dan menganalisis kitab Injil miliknya, Rahmat Purnomo pun mendapati empat keganjilan.
Keganjilan pertama, siapakah Yesus?
Setelah mengkaji 4 kitab Injil yang berbeda (Mathius, Markus, Lukas dan Yohanes), Rahmat Purnomo mendapati jawaban yang berbeda dari setiap kitab Injil yang dikajinya. Ada yang mengatakan bahwa Yesus memiliki nasab hingga ke Ibrahim dan Daud, ada yang mengatakan bahwa Yesus memiliki nasab hingga ke Ya’qub, dan ada yang mengatakan bahwa Yesus adalah anak Allah.
Keganjilan kedua, benarkan doktrin “Dosa Turunan”?
Sebagaimana diketahui, bahwa dalam agama Kristen terdapat doktrin “dosa turunan” atau kesalahan pertama, yaitu kesalahan yang dilakukan Adam ketika memakan buah terlarang. Dosa tersebut diwariskan kepada seluruh manusia sampai janin yang masih ada dirahim ibunya pun harus menanggung dosa tersebut. Setelah membuka kitab Hezekiel ia pun medapatkan bahwa anak tidak membawa dosa ayahnya, dan ayah tidak tidak menanggung dosa anaknya.
Keganjilan ketiga, benarkan doktrin bahwa “dosa manusia tidak akan diampuni sampai Yesus disalib?”
Setelah mengkaji kitab perjanjian lama Rahmat Purnomo pun mendapati bahwa Allah mengampuni dosa tanpa perlu perantara dari siapapun.
Dan keganjilan yang terakhir adalah, doktrin bahwa “ Yesus adalah penyelamat dunia”
Salah satu paham agama Kristen adalah barang siapa yang beriman pada Yesus maka dia pasti akan selamat meskipun melakukan dosa-dosa dan kemaksiatan seperti apapun. Rahmat Purnomo pun mengkaji kitab kisah para Rasul surat Paulus 1 sambil berpikir tentang hakikat keberadaan manusia, Rahmat Purnomo pun menyimpulkan bahwa tidak mungkin Yesus sebagai penyelamat dunia, jika Yesus saja tidak mampu menyelamakan dirinya, bagaimana ia bisa menyelamatkan orang lain.
Setelah menemukan keganjilan-keganjilan tersebut seraya mempelajari Islam serta ajaran yang dibawanya, tepat pada tanggal 2 Februari 1972 pendeta Rahmat Purnomo secara resmi memeluk agama Islam. Alhamdulillah..
Penulis : Muhammad Syukron Muchtar
Referensi :
1.Kitab ‘Uluwwil Himmah karya Syaikh DR.Muhammad Isma’il Al-Muqaddam
2.Buku Segarnya Mata Air Iman, terjemahan kitab Jaddid Imaanak karya DR.Mukmin Fathi Al-Haddad
ed : danw

Setan pun Takut Padanya

Oleh: Muhammad Syukron Muchtar
 
Suatu ketika, Rasulullah SAW kedatangan beberapa orang wanita Quraisy, mereka bertanya kepada Rasulullah SAW tentang berbagai permasalahan, dan diantara mereka ada yang bertanya dengan nada suara yang lebih tinggi dari nada Rasulullah SAW.
Disaat terjadi diskusi antara Rasulullah SAW dan wanita-wanita Quraisy tersebut, tiba-tiba datang sahabat Umar Bin Khattab dan memohon izin untuk masuk dan bertemu Rasulullah SAW. Wanita-wanita Quraisy itupun segera bersembunyi dibalik tirai. Setelah diizinkan, Umar Bin Khattab pun masuk dan disambut dengan senyuman oleh Rasulullah SAW.
Melihat Rasulullah tersenyum Umar Bin Khattab berkata : “Wahai Rasul, apakah gerangan yang membuatmu tersenyum?”
Rasulullah SAW menjawab : “Karena aku heran melihat mereka (wanita Quraisy). Sebab ketika mendengar suaramu, mereka segera bersembunyi dibalik tirai
Umar Bin Khattab berkata : “Engkau lebih berhak untuk dimuliakan daripada aku wahai Rasulullah”
Umar pun mendekati wanita-wanita Quraisy tersebut seraya berkata : “Wahai kalian yang menjadi musuh bagi diri kalian sendiri. Apakah kalian takut padaku dan tidak takut pada Rasulullah SAW?”
Mereka menjawab : “Karena engkau lebih keras dari Rasulullah SAW wahai Umar”
Rasulullah SAW pun bersabda : “Wahai Umar! Demi jiwaku yang berada didalam genggaman-Nya. Tidaklah syetan mendapatimu berjalan disebuah lembah melainkan ia akan mencari jalan lain yang tidak engkau lewati
ed : danw

Kisah Hikmah: Syar’iat-Mu lah yang Benar Ya Rabb

Oleh: Muhammad Syukron Muchtar
 
Abdullah adalah hamba Allah yang beruntung, ia sosok seorang muslim yang gigih dalam bekerja. Karena kegigihannya Allah menjadikanya seorang yang kaya raya, kebahagiaan Abdullah semakin lengkap karena ia dikaruniai beberapa orang anak yang sehat tanpa cacat.
Abdullah mengisi hari-harinya dengan kebahagiaan, segala apa yang diinginkan mampu untuk ia hadirkan, karena memang ia mampu untuk memilikinya. Ia sangat mencintai anak-anaknya, karena mereka anak-anak yang rajin juga berbakti kepadanya.
Di usia senjanya, Abdullah merasa senang karena anak-anaknya dengan sukarela bergantian merawatnya. Setiap hari mereka bergantian datang ke rumah sang ayah untuk memberikan pengabdiannya. Abdullah sangat senang dengan bentuk pengabdian yang diberikan oleh anak-anaknya, ia pun berencana memberikan hadiah yan sangat spesial kepada anak-anaknya.
Setelah berpikir, akhirnya Abdullah berencana membahagiakan anak-anaknya dengan cara membagikan seluruh harta yang dimilikinya sebelum kematiaannya, agar kelak anak-anaknya tidak ribut soal pembagian hartanya.
Abdullah sadar dan paham, bahwa syari’at agama mengatur pembagian harta warisan setelah kematian namun, karena kecintaan yang besar kepada anak-anaknya maka Abdullah tetap membagikan seluruh hartanya kepada anak-anaknya sebelum kematiannya.
Tibalah hari, dimana Abdullah mengumpulkan semua anak-anaknya dan kemudian membagiakan seluruh hartanya kepada mereka. Di hari itu pula Abdullah berwasiat agar mereka tetap akur dan bersedia menjaga ayahnya.
Setelah pembagian harta dilakukan, ternyata semuanya berubah, anak-anak yang tadinya silih berganti merawat sang ayah, kini satu persatu mulai enggan meneruskan pengabdiannya, harta yang telah dibagikan satu persatu mulai diambil dan diganti kepemilikannya, bahkan hingga akhirnya yang sangat menyedihkan adalah salah seorang anak mengusir sang ayah dari rumahnya sendiri karena sang anak menganggap bahwa rumah tersebut sudah diberikan kepadanya dan rumah itu akan ia jual.
Abdullah pun mengisi hari-harinya dengan kesedihan dan penderitaan, ia heran dan sempat tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh anak-anaknya kepadanya setelah semua harta yang dimilikinya dibagikan kepada mereka.
Abdullah menangis dan menyadari bahwasannya syari’at Allah-lah yang benar dan sempurna, ia pun menyesal telah melanggar syari’at dengan membagikan harta warisan sebelum kematian. Ia menyesal, sangat menyesal.
Ibrah :
Saudaraku, ketahuilah sesungguhnya segala peraturan kehidupan yang telah Allah tetapkan itu amatlah tepat buat kita, meskipun terkadang kita belum tahu apa hikmah dibalik ketetapan yang Allah berikan. Maka terimalah ketetapan Allah dan jalanilah apa yag telah Allah tetapkan buat kita semua.
* Kisah nyata terjadi dinegeri Arab, berdasarkan penuturan syaikh DR. Muhammad Shofa (Dosen Tafsir LIPIA asal Saudi Arabia)
**Abdullah bukan nama sebenarnya
ed : danw

Kutakut pada-Mu Ya Allah

Suatu malam, khalifah Umar bin Khattab RA berjalan mengelilingi sebuah kampung yang termasuk daerah kekuasannya untuk mengetahui secara langsung kondisi daerah tersebut pada malam hari.
Dalam perjalanan tersebut tiba-tiba sang Khalifah mendengar seorang wanita melantunkan sebuah sya’ir :
لقد طال هذ الليل و اسود جانبه
و أرقني ألا خليل ألاعبه
فو الله لو لا الله تخشى عواقبه
لحرك من هذا السرير جوانبه
Malam lama berlalu dan langitpun semain pekat,
Namun aku masih dalam kesendirian dan tak ada kekasih yang kucumbu,
Demi Allah , kalau bukan karena Allah yang ditakuti hukumannya,
Niscaya ranjang ini telah bergoyang
Sya’ir tersebut menggambarkan kerinduan seseorang kepada kekasihnya yang telah lama tidak bertemu dengannya, kerinduan tersebut memuncak hingga muncul keinginan bermaksiat tanpa sepengetahuan kekasih. Namun, karena merasa dipantau oleh Allah SWT dan takut akan hukuman yang akan diberikan, keinginan untuk bermaksiat itu pun mampu diredam.
Khalifah Umar bin Khattab RA setelah mendengar sya’ir yang dilantunkan wanita tersebut berupaya menyelidiki, siapakah wanita tersebut? Dan apa gerangan yang membuat wanita tersebut melantunkan sya’ir kerinduan itu?
Setelah mencari informasi, khalifah Umar bin Khattab pun mengetahui bahwa wanita tersebut adalah wanita shalihah yang begitu rindu kepada suaminya yang sudah lama ikut dalam pasukan jihad, namun belum juga kembali kerumah. Ia rindu pada belaian dan cumbu rayu seorang kekasih, hingga terbesit dalam hatinya untuk bercumbu rayu dengan laki-laki lain yang bukan suaminya. Namun, karena iman yang tertancap didalam hatinya, keyakinan bahwa Allah melihat setiap gerak-geriknya, dan takut pada hukuman yang akan Allah berikan ia pun berupaya merendam keinginan bermaksiat itu.
Setelah mengetahui kondisi wanita tersebut, sang khalifah pun bertanya kepada anaknya, Hafshah : “wahai Hafshah berapa lamakah seorang wanita sanggup ditinggal oleh seorang kekasih?” Hafshah pun menjawab : “bahwa wanita sanggup ditinggal oleh kekasih tidak lebih dari empat bulan”
Akhirnya khalifah Umar bin Khattab RA berijtihad dan membuat keputusan bahwa tidak boleh pasukan jihad pergi meninggalkan istrinya lebih dari empat bulan.
‘Ibroh :
Saudaraku, dari kisah ini kita bisa mengambil pelajaran penting, bahwa sikap merasa diawasi oleh Allah SWT dapat menjauhkan seseorang dari perbuatan maksiat yang dilarang oleh-Nya.
Sebagaimana wanita tadi, jika ia ingin bermaksiat bisa saja, sebab peluang untuk melakukan itu terbuka luas dan sang suami mungkin tidak akan mengetahuinya jika ia melakukannya. Namun ia meyakini bahwa kalaupun sang suami tidak mengetahui jika ia bermaksiat, namun Tuhannya, Allah SWT pasti mengetahuinya. Sebab Allah SWT Maha mengetahui segala yang dilakukan setiap hamba-Nya, baik yang dilakukan secara terang-terangan maupun yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Allah SWT berfirman :
Sesungguhnya Rabbmu benar-benar mengawasi” (QS.Al-Fajr : 14)
Dan Dia (Allah SWT) bersama kamu dimana saja kamu berada” (Q.S Al-Hadid : 4)
Saudaraku, Jika saja setiap orang merasa dipantau oleh Allah SWT dan takut akan hukuman yang akan Allah berikan, maka dipastikan tidak akan ada lagi yang namanya kejahatan. Perjudian, pemerkosaan, pembunuhan, korupsi dan bentuk penyimpangan lainnya tidak akan pernah ada dimuka bumi.
Dan jika setiap orang merasa dipantau oleh Allah SWT, maka kesejahteraan dan kebahagiaan akan menyeliputi kehidupan, sebab agama ini tidaklah mewajibkan suatu hal kecuali membawa kepada kebahagiaan dan kesejahteraan.
Semoga Allah menjadikan kita termasuk kedalam golongan orang-orang yang merasa dipantau oleh-Nya dan takut akan hukuman-Nya, hingga kita benar-benar mampu menjauhi segala bentuk penyimpangan.
ed : danw