by Syahrul syahrul | Feb 26, 2016 | Fatwa
Pertanyaan : Ada sebagian orang menamakan diri mereka dengan Ahlul Qur’an dan Hadits atau Ahlu At-Tauhid, sedangkan mereka memiliki beberapa prinsip :
- Mengingkari Ijma’ dan Qiyas sebagai hujjah
- Dilarang mengikuti salah satu mazhab dari mazhab yang empat atau lainnya dan mewajibkan kepada setiap orang untuk berijtihad walupun mereka tidak mengerti bahasa Arab.
- Tidak membolehkan berhujjah dengan perkataan para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum karena mereka mengklaim bahwa para sahabat telah menyelisihi Al-Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallim.
Jawaban :
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah washsholatu wassalaamu ‘ala sayyidina Rasulillah SAW.
Pernyataan sesat tersebut tidak boleh dinisbatkan kepada Ahlus Sunnah wal Jama’ah, tidak juga kepada Ahlul Hadits dan Ahlurra’yi, bahkan tidak termasuk ke dalam salah satu mazhab yang ada di dalam Islam.
Sesuai dengan kesepakatan para ulama bahwa Ijma’ adalah salah satu hukum Islam yang sudah jelas kedudukannya, yang tidak boleh dilanggar. Ia telah menjadi identitas Islam dan merupakan bagian dari Islam yang diketahui secara pasti.
Adapun dalil yang berkaitan dengan hal tersebut adalah firman Allah Subhanahu wa ta’ala :
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali” (QS. An-Nisa’ : 115).
Hadits-hadits yang telah di riwayatkan secara mutawatir dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa umat Islam tidak akan bersepakat (berijma’) dalam kesesatan.
Demikian juga kalangan yang menerima adanya Qiyas dari kalangan Fuqaha’ telah sepakat bahwa Qiyas merupakan hujjah dengan syarat-syarat tertentu yang telah digariskan di dalam kitab-kitab ushul. Bahkan sekelompok dari Fuqaha’ berfatwa bahwasanya kalau seandainya para Fuqaha’ diberikan harta wakaf, maka golongan yang mengingkari qiyas tidak berhak mendapakan bagian darinya.
Sedangkan sebuah pernyataan yang mewajibkan ijtihad bagi setiap orang, walaupun orang tersebut tidak mengerti bahasa Arab dan pernyataan yang mengharamkan taqlid (mengikuti) mazhab yang empat dan yang lainnya, itu semua adalah sebuah sikap yang bodoh yang tidak pantas disematkan kepada orang-orang yang berakal. Karena membebankan orang-orang awam untuk berijtihad sama dengan membebankan orang yang lumpuh untuk melakukan penerbangan, dan Itu adalah kewajiban di luar batas kemampuan.
Apabila ia berpendapat bahwa mengikuti mazhab yang empat adalah perbuatan yang haram, maka hal ini sama saja dengan melakukan penghancuran terhadap pondasi-pondasi Islam atas nama Islam, dan menghilangkan sunnah dengan klaim bahwa ia berpegang kepada sunnah. Dengan demikian, para ulama wajib melakukan intervensi untuk memerangi fitnah tersebut, yang telah menyebarkan pernyataan-pernyataan sesat.
Adapun yang berkaitan dengan hujjah atau tidaknya perkataan para sahabat yang berselisih, maka itu termasuk perkara khilaf (perbedaan pendapat) di antara para ulama, yang mana pembahasan tentang hal tersebut telah dijelaskan di dalam kitab-kitab ushul.
Akan tetapi, diwajibkan kepada setiap muslim untuk menjaga adab terhadap sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena mereka adalah orang-orang yang dipilih oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menemani sebaik-baik makhluk-Nya yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Mereka adalah orang-orang yang membawa Islam dan yang menyampaikan syari’at-Nya. Sehingga mencela mereka dengan sengaja adalah bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah dan termasuk adab yang tercela terhadap mereka radhiallahu ‘anhum. Akan tetapi berbaik sangkalah kepada mereka dengan mengatakan: ini adalah derajat ilmunya fulan, atau: kemungkinan hadits ini belum sampai kepadanya, atau: hadits ini menurutnya radhiyallahu ‘anhu tidak shahih.
Oleh karena itu, wajib bagi setiap muslim untuk mencintai Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam dan berusaha untuk mengikuti agama-Nya yang benar, serta tidak boleh mengambilnya dari sumber yang tidak jelas, sebagaimana Al-Imam Ahmad ibn Siiriin rahimahullah berkata : “Bahwa sesungguhnya ilmu itu adalah bagian dari agama maka, perhatikanlah dari siapa kamu mengambil agama-mu”.
Wallahu subhanahu wa ta’ala a’lam.
Sumber : Dar al-Ifta’ al-Mishriyyah (Dewan Fatwa Mesir)
Nomor : 39
Tanggal : 12/09/2006
Penerjemah : Syahrul
Editor Ahli : Fahmi Bahreisy, Lc
by Syahrul syahrul | Feb 5, 2016 | Fatwa
Bersalaman antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram adalah permasalahan khilaf (diperselisihkan) di dalam fiqh Islam ;
Sebagian besar ‘ulama mengharamkan perbuatan tersebut, kecuali para ‘ulama dari kalangan hanafiyah dan hanabilah yang membolehkan bersalaman dengan wanita tua yang sudah sepuh : karena sudah di anggap aman dari fitnah.
Adapun dalil sebagian besar ‘Ulama yang mengharamkannya adalah :
- Perkataan Aisyah ummul mukminin radhiallahu ‘anha “ Tidak pernah sama sekali tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyentuh tangan wanita” (H.R. Muttafaqun ‘alaihi)
- Hadits Mu’qil bin Yasar Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sungguh ditusuknya kepala salah seorang di antara kalian dengan pasak dari besi lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya” (Diriwayatkan oleh Ar-Tauyani di dalam musnadnya dan At-Thabrani di dalam Al-Mu’jam Al-Kabir).
Sedangkan dalil para ‘ulama yang membolehkannya adalah ;
- Bahwa ‘umar bin khatab Radhiallahu ‘anhu pernah bersalaman dengan wanita di saat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menahan diri dari bersalaman dengan wanita ketika berbai’at kepada beliau, sehingga tidak bersalaman dengan wanita yang bukan mahram adalah kekhususan bagi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
- Dan Abu bakar Ash-shiddiq Radhiyallahu ‘anhu juga pernah bersalaman dengan wanita yang sudah sepuh ketika masa kekhalifahannya.
- Sebuah Hadits yang di riwayatkan oleh Bukhari bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menjadikan Ummu Haram Radhiyallahu ‘anha membersihkan rambut kepala beliau.
- Dan juga dari riwayat Bukhari bahwa Aba Musa Al-‘Asy’ari Rahiyallahu ‘anhu pernah menjadikan seorang wanita dari kalalangan Al-‘Asy’ariyyin sebagai pembersih rambut kepalanya sedangkan beliau dalam kedaan ihram haji.
Sebagai bantahan atas pendapat dari jumhur, mereka mengatakan bahwa hadits Ma’qil bin Yasar yang di pakai oleh jumhur ‘ulama di atas adalah dha’if, karena terdapat Syidad bin Sa’id yang jalur periwayatannya lemah. Redaksi hadits ini juga hanya diriwayatkan olehnya secara marfu’.
Walaupun demikian, ia bisa jadi pegangan seandainya tidak ada hadits lain yang memiliki redaksi yang berbeda dengannya. Pada kenyataannya, Basyir bin ‘Uqbah –beliau adalah di antara yang meriwayatkan hadits shahih- meriwayatkan hadits ini dengan redaksi yang berbeda.
Diriwayatkan dari Ibni Abi Syaibah di dalam kitab “Mushannif” dari jalur Basyir bin ‘Uqbah dari Abi Al-‘Ala’, dari Mu’qil dengan hadits Mauquf dengan lafadz : “Seandainya salah seorang di antara kalian menusukkan jarum hingga menancap di kepalaku, hal itu lebih aku senangi daripada ada seorang wanita yang bukan mahram mencuci/membasuh kepalaku”.
Dengan demikian, terkait dengan kasus ini, diperbolehkan untuk mengikuti ‘ulama yang membolehkan bersalaman dengan wanita.
Namun demikian, keluar dari perbedaan (untk memilih sikap yang tidak diperdebatkan) adalah lebih utama.
Adapun yang berkaitan dengan apakah bersalaman antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram membatalkan wudhu’ atau tidak juga termasuk permasalahan khilaf di dalam Fiqh Islam.
- Imam Asy-Syafi’i berpendapat bahwa hal tersebut membatalkan wudhu’ walaupun tidak disertai dengan syahwat.
- Adapun Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa bersentuhan tidak membatalkan wudhu’ walaupun dengan syahwat.
- Sedangkan Imam Malik membedakan antara kedua hal tersebut, jika bersentuhan dengan syahwat maka membatalkan wudhu’. Dan jika tanpa syahwat, maka tidak membatalkan wudhu’. Di dalam mazhab ( Imam Malik) ada juga riwayat lain yang menjelaskan pendapat-pendapat yang berbeda, sebagaimana juga riwayat dari Imam Ahmad yang semuanya telah dijelaskan beserta dalilnya di berbagai macam kitab fiqh.
Kaidah-kaidah yang telah diakui oleh syari’at di dalam permasalahan khilafiyah :
- Bahwasanya yang wajib diingkari adalah kesalahan yang telah disepakati kemungkarannya, bukan yang diperselisihkan.
- Bagi yang jatuh dalam permasalahan khilaf, dia boleh mengikuti pendapat yang membolehkannya.
- Keluar dari permasalahan khilaf adalah lebih utama.
Adapun pandangan seorang laki-laki terhadap wanita yang bukan mahramnya, berdasarkan pendapat dari berbagai ‘Ulama Fiqh hanya di bolehkan melihat wajahnya dan kedua telapak tangannya saja. Imam Abu Hanifah menambahkan kedua kakinya tanpa di ikuti oleh syahwat dan terhindar dari fitnah.
Ini menunjukkan bahwa bentuk perintah menundukkan pandangan yang terdapat dalam Al-Qur’an tidak bersifat mutlak, berbeda dengan perintah menjaga kemaluan yang bersifat mutlak.
Az-Zamahsyari di dalam sebuah kitabnya “Al-Kasyaf” menafsirkan Firman Allah subhanahu wa ta’ala yang berbunyi :
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ Artinya : “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya……..” (QS. An-Nur : 30) ;
Bahwa Kata “مِنْ/dari” yang terdapat pada kalimat “ﻏﺾ ﺍﻟﺒﺼﺮ/Menundukkan pandangan” yang mana kata tersebut tidak terdapat pada kalimat “ﺣﻔﻆ ﺍﻟﻔﺮﺝ/menjaga kemaluan” menunjukkan bahwa perkara “pandangan” memiliki cakupan yang lebih luas.
Bukankah seorang yang mahram tidak mengapa jika dilihat rambutnya, betisnya dan kakinya, demikian juga budak-budak yang diperjual-belikan?
Adapun wanita yang bukan mahram hanya boleh dilihat wajahnya, kedua telapak tangannya dan kedua kakinya pada riwayat yang lain. Sedangkan yang berkaitan dengan “kemaluan” cakupannya sempit.
Perbedaan dua hal diatas dapat disimpulkan, bahwa diperbolehkan memandang sesuatu kecuali terhadap apa yang telah di larang, dan dilarang melakukan jima’ (berhungan intim) kecuali terhadap apa yang telah di bolehkan.
Maka selain daripada wajah, kedua telapak tangan, dan kedua kaki dari wanita yang bukan mahram dilarang dilihat kecuali dalam keadaan darurat seperti untuk pengobatan, dan lain-lain yang sejenis dengannya. Wallahu subhanahu wa ta’ala ‘a’lam.
Sumber : Dar al-Ifta’ al-Mishriyyah (Dewan Fatwa Mesir)
Nomor : 4614
Tanggal : 13/01/2011
Penerjemah : Syahrul
by Syahrul syahrul | Feb 3, 2016 | Fatwa
Assalamualaikum ustadz, apa hukum menjadikan bacaan Al-Qur’an dan suara adzan sebagai nada dering HP (Hand Phone) ?
Jawaban :
Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Rasul yang paling mulia dan sebaik-baik makhluk-Nya, yaitu Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Kita telah di perintahkan untuk memuliakan dan mengagungkannya (Al-Qur’an), serta melakukan interaksi yang baik dengannya (Al-Qur’an) dengan cara yang berbeda antara interaksi kita dengan yang lainnya; di antaranya adalah tidak boleh menyentuh mushaf (Al-Qur’an) kecuali orang yang suci dari hadats kecil dan besar, sebagaimana Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia,pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), tidak ada menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan” (QS. Al-Waaqi’ah : 77 – 79).
Demikian juga tidak boleh meletakkan kitab-kitab atau buku-buku yang lain di atasnya (Al-Qur’an), karena Al-Qur’an itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya. Keutamaan Kalam Allah dari seluruh kalam lainnya sama seperti keutamaan Allah di atas makhluk-Nya.
Oleh karena itu, tidaklah pantas dan bukan termasuk adab yang mulia menjadikan Al-Qur’an sebagai nada dering Hand Phone (HP); sebab ia memiliki kedudukan yang suci dan posisi yang mulia sehingga ia tidak boleh diperlakukan seperti itu. “Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, Maka Sesungguhnya itu adalah bagian dari Ketakwaan hati” (QS. Al-Hajj : 32)
Menjadikan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai nada dering HP adalah salah satu bentuk mempermainkan kesucian Al-Qur’an. Padahal ia diturunkan oleh Allah Subhanahu wata’ala untuk dijadikan sebagai zikir dan ibadah dengan membacanya, bukan menggunakannya pada sesuatu hal yang merendahkan kedudukannya yang mulia dan diluar aturan syar’iat.
Kita di perintahkan untuk mentadabburinya dan memahami makna-makna yang terkandung di dalam setiap lafadz nya. Menjadikan ayat-ayat Al-Quran sebagai nada dering HP merupakan sebuah pergeseran dari makna syar’i kepada makna yang lain, yang mana hal ini dapat melalaikan seseorang dari mentadabburinya (ayat-ayat Al-Qur’an) sehingga lebih perhatian pada yang lain yaitu menjawab panggilan telepon.
Selain itu juga, ia dapat menjadikan ayat Al-Qur’an terpotong atau terputus baik dari lafadznya maupun maknanya – bahkan terkadang juga dapat membolak-baliknya – ketika menghentikan bacaan ayat suci Al-Qur’an demi mengangkat panggilan masuk.
Demikian juga halnya dengan suara adzan, tidaklah pantas bila ia dijadikan sebagai nada dering HP; karena azan di syari’atkan sebagai pemberitahuan masuknya waktu shalat. Ketika dia digunakan sebagai nada dering HP, maka akan menyebabkan kerancuan dan menimbulkan dugaan akan masuknya waktu shalat. Dengan begitu, berarti ia telah menggunakannya bukan pada tempat yang semestinya.
Sebaiknya dia menggantinya dengan nasyid-nasyid yang Islami atau puji-pujian kepada Nabi yang sesuai dengan lamanya waktu nada dering HP, sedangkan untuk firman Allah (Al-Qur’an), harus ada perlakuan khusus yang sesuai dengan kesuciannya. Wallahu Ta’ala ‘alam.
Sumber: Dar al-Ifta’ al-Mishriyyah (Dewan Fatwa Mesir)
Nomor : 3715
Tgl: 26/05/2008
Penerjemah: Syahrul
Editor Ahli: Fahmi Bahreisy, Lc
by Syahrul syahrul | Jan 4, 2016 | Fatwa
Apa hukumnya bergabung dengan ISIS?
Jawaban :
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
ISIS adalah sebuah organisasi teroris yang diharamkan bergabung dengannya, sebagaimana diharamkan bergabung dengan organisasi-organisasi teroris lainnya yang menumpahkan darah, mengkafirkan kaum muslimin, menghalalkan kehormatan dan harta orang lain karena perbuatan seperti ini bertolak belakang dengan ajaran Islam yang menyeru kepada toleransi dan memaafkan yang merupakan ciri dari sebuah keagungan jiwa dan akhlak mulia. Islam juga menyeru kepada cinta dan kasih sayang, menolak terorisme dan radikalisme, sebab ia adalah tanda adanya kebencian, kezhaliman dan permusuhan.
Oleh karena itu, siapa saja yang bergabung dengan organisasi teroris ini maka dia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan telah jauh dari jalan yang lurus, serta telah tersesat dengan kesesatan yang nyata. Allah SWT berfirman “Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata” (QS. Al-Ahzab : 36).
Dan barang siapa yang ikut serta dengan mereka di dalam peperangan maka dia tergolong kepada pelaku kejahatan terorisme yang haus akan pertumpahan darah, perampasan harta dan kehormatan. Allah SWT berfirman: “Dan barangsiapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya”. (QS. An-Nisa’ : 93).
Rasulullah SAW juga bersabda : “Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian, (dan juga kehormatan kalian) semua itu adalah haram atas kalian sebagaimana kesucian hari kalian ini (hari ‘Arafah), pada bulan kalian ini dan di negeri kalian yang suci ini.” (HR. Muslim).
Dan barang siapa yang membunuh seorang muslim maka dia telah melakukan dosa besar, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: ”Dosa yang paling besar adalah menyekutukan Allah, membunuh jiwa, durhaka kepada kedua orang tua, perkataan palsu (dusta).” (HR. Bukhari).
Mereka melakukan tindak kejahatan dan pembunuhan tersebut dengan mengatasnamakan agama. Hal ini sebagai pembenaran atas aksi teror mereka dan untuk menipu para pengikutnya, padahal agama berlepas dari tindak kejahatan yang mereka lakukan. Bahkan perbuatan-perbuatan mereka itu telah mengotori ajaran agama Islam yang lurus dan bersih.
Mereka telah membunuh kaum muslimin, dengan tidak membedakan antara anak-anak dan orang tua, laki-laki dan perempuan, dan mereka juga membuat kerusakan di muka bumi. Ini semua bertentangan dengan nasihat Rasulullah SAW kepada para shahabatnya ketika mengutus pasukan ke Syam, dengan berkata : “Berangkatlah dengan menyebut nama Allah, bersama Allah, diatas milah Rasulullah ! jangan membunuh orang tua renta, bayi, anak-anak, dan wanita ! Jangan mengambil harta rampasan perang sebelum dibagi ! Kumpulkan harta rampasan kalian, perbaiki diri kalian dan berbuatlah kebajikan ! Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik” (HR. Abu Daud).
Dan Abu Bakar Ra. juga telah berwasiat kepada Yazid bin Abi Sufyan: “Jangan membunuh wanita, anak-anak, orang tua renta! Jangan menebang pohon yang sudah berbuah! Jangan merobohkan bangunan! Jangan menyembelih kambing dan unta kecuali untuk dimakan! Janganlah membakar pohon kurma dan jangan pula menenggelamkannya (memusnahkannya), Janganlah berlaku khianat, dan Janganlah menakut-nakuti (rakyat)! (Muwaththa’: Imam Malik).
Dan yang sangat menyedihkan sekali ialah bahwa kelompok ini merasa gembira dengan pembunuhan, penyiksaan dan pembakaran yang dilakukan terhadap kaum Muslimin. Jika demikian, maka bagi mereka apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW: “Barangsiapa membunuh seorang mukmin lalu dia bergembira dengan pembunuhan tersebut, maka Allah tidak akan menerima amalan sunnah juga amalan wajibnya”. (HR. Abu Daud)
Demikian juga sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa memerangi umatku membunuh orang baik dan orang jahatnya, tidak berhati-hati dari orang mukminnya, dan tidak menepati perjanjian kepada yang membuat perjanjian dengan mereka; maka ia bukan termasuk golonganku dan aku bukan termasuk golongannya” (HR. Muslim). Maksudnya adalah ia tidak peduli dengan apa yang ia katakan dan tidak takut akan akibat serta balasannya.
Begitu juga bagi siapa yang telah bergabung ke dalam organisasi teroris ini maka sesungguhnya dia telah rugi dan binasa serta mati dalam keadaan jahiliyah, sesuai dengan hadits dari Abi Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang terbunuh di bawah bendera ‘ummiyyah (kesesatan), mengajak kepada ashabiyah (fanatisme kelompok) atau dalam rangka menolong ashbiyah, maka matinya adalah mati jahiliyah”.(HR. Muslim)
Dan ISIS adalah sebuah kelompok ‘ummiyyah (sesat), yang tidak diketahui dasar, tujuan dan arah perpolitikan mereka.
Kami menasihati para pemuda agar tidak tertipu oleh slogan-slogan palsu mereka, oleh pengakuan bohong mereka. Berhati-hatilah agar tidak jatuh di dalam perangkap mereka, dan tidak tertipu juga engan semboyan yang mereka gencarkan. Rasulullah SAW bersabda: “Agama adalah nasihat”. Kami pun bertanya, “Hak (untuk) siapa (nasihat itu)?”. Beliau menjawab, “Nasihat itu adalah hak (untuk) Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemerintah kaum muslimin dan rakyatnya (kaum muslimin)” (HR. Muslim).
Sumber : Darul Ifta’ al-Urduniyah (Majelis Fatwa Jordania)
Nomor Fatwa : 3065 | Tanggal : 13-4-2015
Penerjemah : Syahrul | Editor Ahli : Fahmi Bahreisy, Lc
by Syahrul syahrul | Dec 24, 2015 | Artikel, Ringkasan Taklim
? Ringkasan Kajian Kitab Riyadhus Shalihin Bab 74
“Sabar dan Sikap Lemah Lembut”
? Bersama: Ustadz Abdul Rochim, Lc.
Ahad, 20 Desember 2015
Pkl. 18.00-19.30
Di Majelis Ta’lim Al-Iman, Kebagusan, Jakarta Selatan
?Alhilmu maksudnya menahan diri, menahan emosi atau memaafkan.
?Al-Anah artinya tidak terburu-buru atau tergesa-gesa.
?Ar-Rifqu artinya lemah lembut.
?Diantara ciri-ciri orang yang bertaqwa adalah mampu menahan emosi dan memaafkan kesalahan orang lain, jika sifat ini belum ada berarti indikasi ketaqwaan belum ada pada dirinya.
?Tidaklah sama antara kebaikan dan keburukan, tolaklah keburukan dengan cara yang lebih baik. seperti tidak menyikapi perkataan buruk seseorang dengan keburukan yang sama, akan tetapi balaslah dengan cara yang lebih baik.
?Jadilah orang-orang yang pemaaf, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan berpaling dari orang-orang yang bodoh.
?Orang-orang yang bodoh adalah mereka tidak mengetahui. Diantara cara berpaling dari mereka adalah dengan menghindari perdebatan, karena dengan tidak melayani perdebatan dengan mereka adalah merupakan sebuah jawaban untuk mereka, dengan demikian bisa menyelesaikan masalah.
?Sabar adalah induk daripada akhlak yang mulia, oleh karenanya semua bentuk akhlak yang mulia adalah termasuk bagian dari kesabaran, seperti tidak emosi, tidak tergesa-gesa, dan santun kepada orang lain. semua itu adalah bagian dari ‘azmil umur yaitu sebuah keinginan kuat di dalam diri untuk memiliki sesuatu.
?Di dalam Hadits Asyaj (Abdul Qais) ada 2 sikap atau sifat yang disukai oleh Allah SWT :
1. Mampu menahan emosi dan memberi maaf
2. Tidak tergesa-gesa, karena tergesa-gesa adalah perbuatan syaithan, bahkan segala sesuatu yang di lakukan secara tergesa-gesa adalah perbuatan dan rekayasa syaithan.
?Pada Hadits Ar-Rifqu (santun), Rafiiq bukan temasuk nama dari nama-nama Allah, akan tetapi kata-kata Rafiiq di sini hanya sekedar untuk menjelaskan, bukan dalam rangka menyebut nama Allah, maka tidak boleh memberikan nama anak dengan nama Abdul Rafiiq.
?Diantara bentuk sifat santun adalah tidak gampang memvonis keburukan orang lain dan tidak besikap kasar, karena sikap yang kasar dapat memberikan bekas di dalam hati orang lain.
?Kesimpulan para ulama dari hadits Badui yang kencing di dalam masjid Rasulullah :
1. Tidak bersikap reaktif terhadap masalah.
2. Harus selalu mempertimbangkan segala efek atau akibat yang muncul dari sebuah sikap atau perbuatan.
3. Harus selalu memperlakukan manusia walau seburuk apapun secara manusiawi.
4. Selalu mempertimbangkan perasaan orang lain.
***
Majelis Ta’lim Al Iman
Tiap Ahad. Pkl. 18.00-19.30
Kebagusan, Jakarta Selatan.
Jadwal Pengajian:
● Tadabbur Al Qur’an tiap pekan 2 dan 4 bersama Ust. Fauzi Bahreisy
● Kitab Riyadhus Shalihin tiap pekan 3 bersama Ust. Rasyid Bakhabzy, Lc
● Kontemporer tiap pekan 1 bersama ustadz dengan berbagai disiplin keilmuwan.
•••
Salurkan donasi terbaik Anda untuk mendukung program dakwah Majelis Ta’lim Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya