0878 8077 4762 [email protected]

Penetapan Idul Adha 2018: NU-Muhammadiyah Sama, Arab Saudi Beda

Oleh: Andi Muh. Akhyar, S.Pd., M.Sc.
Dosen Fisika Universitas Muslim Maros dan MSO Pimpinan Pusat Lingkar Dakwah Mahasiswa Indonesia
 
KEMENTERIAN Agama (Kemenag) menetapkan tanggal 1 Zulhijah 1439 H jatuh pada hari Senin, 13 Agustus 2018. Dengan demikian, Hari Raya Idul Adha 2018 dipastikan jatuh pada 22 Agustus 2018.
Ketetapan tersebut berdasarkan hasil sidang isbat awal Dzulhijjah (11/8/2018) yang digelar di kantor Kementerian Agama (Kemenag), Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Keputusan MUI dan Pemerintah
Dirjen Bimas Islam, Kementerian Agama, Muhammadiyah Amin pada Sabtu, (11/8/2018) malam menjelaskan, terdapat 92 lokasi rukyatul hilal, tempat melihat hilal, yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari semua lokasi tersebut pelaku rukyatul hilal menyatakan tidak melihat hilal atau posisinya masih di bawah ufuk.
Karena hal itu, Amin menyebut, untuk menentukan tanggal 1 Dzulhijjah, dalam sidang isbat menggunakan pedoman yang telah ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia. ”Berdasarkan sidang isbat 1439 H, kita sempurnakan dengan cara ijtimal dan menetapkan malam ini tanggal 30 Zulkaidah,” jelasnya.
Keputusan Muhammadiyah
Berdasarkan maklumat Nomor : 01/MLM/I.0/E/2018 tentang penetapan hasil hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1439 H, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengumumkan awal Dzulhijah 1439 Hijriah berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah yaitu, Tanggal 1 Dzulhijah 1439 H jatuh pada hariSenin, 13 Agustus 2018 M. dengan demikian, Hari Arafah (9 Zulhijah 1439 H) jatuh pada hari Selasa , 21 Agustus 2018 M dan Idul Adha (10 Zulhijah 1439H) jatuh pada hari Rabu , 22 Agustus 2018 M. (www.muhammadiyah.or.id)
Keputusan PBNU
Awal Dzulhijjah 1439 H bertepatan dengan hari Senin (mulai Ahad malam), 13 Agustus 2018 atas dasar penyelenggaraan rukyah (Ahad, 29 Dzulkaidah 1439 H) petang ini,” tulis pesan bertanda Ketua LF PBNU KH Ahmad Ghazalie Masroeri pada Ahad (12/8).
Hal ini didasarkan pada hasil pengamatan beberapa perukyat dari berbagai daerah yang berhasil melihat hilal. Di antara tempat perukyat yang berhasil melihatnya adalah Bukit Condrodipo Gresik, Jawa Timur; IAIN Madura; Pelabuhan Taddan Sampang, Madura; Gedung STIBA Makassar, Sulawesi Selatan; Centeral Obserbasi Astronomi Club Kudus, Jawa Tengah; Masjid Jami’ Denanyar, Jombang, Jawa Timur; Pantai Pungkruk, Jepara, Jawa Tengah; Markaz RHI, Yogyakarta; dan Pantai Pandian Wonorejo, Situbondo; Jawa Timur.
Dengan demikian, Idul Adha, yakni 10 Dzulhijah 1439 H jatuh pada hari Rabu (22/8/2018). “Maka Idul Adha 1439 H bertepatan dengan hari Rabu, 22 Agustus 2018,” kata Kiai Ghazalie. (www.nu.or.id)
Keputusan Arab Saudi yang Berbeda
Mahkamah Agung Arab Saudi mengumumkan kepada umat Muslim bahwa Idul Adha jatuh, pada Selasa (21/8). Hal disebabkan pada Ahad (12/8) ini adalah hari pertama bulan Zulhijah. Dilansir The Saudi Press Agency, dengan demikian, Hari Arafah atau puncak dari ibadah haji tahunan akan jatuh pada Senin (20/8) dan Idul Adha jatuh satu hari setelahnya yakni pada Selasa (21/8). (www.republika.co.id)
Kekompakkan NU – Muhammadiyah Menarik
Sebagai peneliti dalam bidang astronomical algorithms, penulis memandang bahwa fenomena ini menarik.
Pertama, jika biasanya NU/pemerintah dan Muhammadiyah tidak sepakat dengan penetapan awal bulan, kali ini berbeda.
Baik NU, Muhamamdiyah, maupun pemerintah sepakat bahwa 1 Dzulhijah 1439 H bertepatan dengan tanggal 13 Agustus 2018.
Kedua, jika biasanya NU dan pemerintah selalu sama tentang kapan rukyatul hilal awal bulan dilakukan (tanggal 29 bulan Qomariyah), kali ini berbeda. Sesuai surat yang diedarkan kementrian agama, rukyatul hilal oleh kemenag dilaksanakan pada hari Sabtu, 11 Agustus 2018.
Adapun lembaga falakiyah PBNU menetapkan bahwa waktu rukyatul hilal bulan Dzulhijah adalah Ahad, 12 Agustus 2018 (silakan cermati kembali kutipan penulis di atas).
Ketiga, meskipun NU, Muhammadiyah, dan pemerintah sepakat dengan awal bulan dzulhijjah 1439 H,namun keputusan itu berbeda dengan keputusan mahkamah agung Arab Saudi.

  • Di Indonesia, 1 Dzulhijah bertepatan dengan tanggal 13 Agustus 2018
  • Sedangkan di Arab Saudi, bertepatan tanggal 12 Agustus 2018. Jadi Arab Saudi lebih dulu 1 hari dari Indonesia.

Dampak fenomena ini,

  • Saudi melaksanakan Idul Adha tanggal 21 Agustus 2018
  • Indonesia melaksanakan Idul Adha tanggal 22 Agustus 2018.

Sehingga ketika kaum muslimin wukuf di padang arafah pada 9 Dzulhijah (20 Agustus 2018) di Saudi, di indonesia masih dianggap 8 dzulhijah.
Sebab pertama, karena di Indonesia, sama sekali tak bisa melihat hilal pada tanggal 11 Agustus, karena bulan berada di bawah ufuk ketika matahari terbenam.
Berbeda dengan Saudi, walau peluangnya sangat kecil dan diragukan oleh para ilmuan, tapi masih ada kemungkinan melihat hilal, karena ketika matahari terbenam, hilal berada di atas ufuk dengan ketinggian sekitar 2 derajat.
Otoritas Saudi menyebutkan, ada empat orang yang mengaku melihat hilal. Jika mereka disumpah, sudah lebih dari cukup secara syariat oleh Mahkamah Agung Arab Saudi untuk menetapkan 12 Agustus 2018 sebagai awal bulan Dzulhijah 1439 H.
Ijtima’ menentukan bulan, matahari, dan bumi cuma terjadi sekali, namun parameter waktu di masing-masing negara berbeda akibat adanya rotasi bumi.
Ketika di Indonesia terjadinya ijtima’ saat matahari telah terbenam, di waktu yang sama, di Arab saudi baru pukul 12.57 siang. Inilah yang mempengaruhi perbedaan hasil rukyat ke dua negara.
 
 

Asian Games 2018 : Momentum Menunjukkan Bangsa Ramah dan Islam Santun

Indonesia kini menjadi tuan rumah Asian Games untuk kedua kalinya setelah tahun 1962. Banyak delegasi negara se-Asia akan datang ke Indonesia tidak hanya para altet tetapi juga para pendukungnya.
Di momen ini akan terjadi komunikasi dan interaksi lintas budaya baik didalam maupun di luar pertandingan. Lalu bagaimana Indonesia harus memanfaatkan momentum ini?
Menjadi tuan rumah olahraga terbesar di Asia ini menjadi momentum bangsa ini tidak hanya mengenalkan keindahan alam dan pariwisata yang beranekaragam. Hal yang terpenting adalah justru menunjukkan jati diri bangsa ini. Murah senyum dan ramah kepada tamu.
Pertama, Indonesia harus dikenalkan sebagai bangsa yang ramah dan toleran. Keragaman bangsa ini yang terdiri dari berbagai suku, etnis, bahasa dan agama harus ditampilkan sebagai model kerukunan yang patut dilirik dunia.
Masyarakat Indonesia yang plural, majemuk dan bhinneka terdiri dari berbagai keragaman, tetapi bisa bekerjasama dan saling menghormati.
Kedua, Islam sebagai mayoritas penduduk di negara ini ditunjukkan secara kualitas keislaman bangsa Indonesia dengan kualitas umat beragama yang santun, ramah, dan toleran.
Keislaman di Indonesia yang mampu beradaptasi dengan pluralitas, demokrasi dan lokalitas menjadi role model bagi negara muslim lainnya, terutama Timur Tengah.
Ketika masyarakat di Timur Tengah tengah mencari formula hubungan keIslaman, keragaman dan kenegaraan yang tidak jarang sangat sulit keluar dari konflik dan perang saudara, Indonesia telah berhasil menunjukkan identitas Islam Indonesia yang santun.
Bahkan kualitas penyambutan tamu juga menunjukkan kualitas keimanan seorang muslim.
Sebagai negara dengan mayoritas Islam terbanyak, umat Islam harus menunjukkan Islam santun yang menghormati perbedaan keyakinan.
Umat Islam jangan mudah terprovokasi dengan beragam adu domba dan propaganda yang menolak keragaman dan kedatangan tamu dari negara lain.
Ingat, citra Islam bagaimanapun harus diakui pernah dirusak secara global oleh segelintir orang yang mengatasnamakan Islam dengan tindakan kekerasan dan teror. Umat Islam harus berusaha menghilangkan stigma negatif dengan mengkampanyekan Islam santun dan damai.
Rasulullah Saw begitu baik menerima tamunya dengan tulus dan ikhlas menyambut bahkan memuliakannya.
Suatu ketika Rasulullah menerima tamu dari Bani Abdul Qais. Beliau bersabda kepada mereka “wahai para utusan selamat datang tanpa akan kecewa dan menyesal” (HR. Bukhari dan Muslim).
Mari jadikan momentum Asian Games 2018 kali ini untuk menunjukkan kualitas masyarakat Indonesia yang ramah dan kualitas muslim yang santun dan beradab.
 
Disadur : damailahidonesiaku.com

Sejarah Pancasila Dirancang Ulama dan Disesuaikan Ayat Qur'an

Sejarah Pancasila Dirancang Ulama dan Disesuaikan Ayat Qur'an

Pada hari Sabtu, 18 Agustus 1945 M, bertepatan 10 Ramadhan 1364 H, diadakan pertemuan awal untuk merumuskan dasar ideologi bangsa dan negara, Pancasila, serta konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 yang diikuti oleh: K.H. Wahid Hasyim (Nahdlatul Ulama), Ki Bagus Hadikusumo (Persyarikatan Muhammadiyah), Kasman Singodimejo (Persyarikatan Muhammadiyah), Muhammad Hatta (Sumatra Barat), dan Teuku Muhammad Hasan (Aceh).
Pada pertemuan ini, dibicarakan tentang perubahan sila pertama Pancasila dalam Piagam Jakarta, 22 Juni 1945 M, Jumat Kliwon, 11 Rajab 1364 H, yakni “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya“.
Bunyi sila pertama ini diambil dari isi Piagam Jakarta yang ditetapkan pada sidang BPUPK kedua sebelumnya pada 10 Juli 1945 M. Bahwa Piagam Jakarta, 22 Juni 1945, telah disepakati oleh semua komponen bangsa Indonesia.
Pada 18 Agustus 1945 M, Piagam Jakarta yang sudah disepakati di BPUPK dihapus, dengan alasan ada keberatan dari pihak Kristen Indonesia Timur.
Konon, datang seorang utusan dari Indonesia Bagian Timur, melalui opsir Tentara Jepang yang waktu itu masih berwenang di Jakarta. Utusan tersebut menyampaikan pesan kepada Soekarno dan Hatta untuk mencabut “tujuh kata” yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Kalau tidak, umat Kristen di Indonesia sebelah Timur tidak akan turut serta dalam negara Republik Indonesia yang baru saja diproklamirkan.
Perubahan ini semula ditolak, baik oleh K.H. Wahid Hasyim maupun Ki Bagus Hadikusumo, seperti penolakan Bung Karno dalam Rapat Pleno BPUPK pada 14 Juli 1945 M, sesudah penandatanganan Piagam Jakarta, dengan alasan telah disetujui oleh seluruh Panitia Sembilan.
Namun, Bung Hatta malah mengusulkan untuk menghapus “Tujuh Kata” dalam Piagam Jakarta yang telah disetujui Panitia Sembilan.
Dengan adanya pertemuan khusus kelima wakil di atas akan mudah disetujui penghapusan tersebut. Akhirnya, Ki Bagus Hadikusumo menyetujui penghapusan Tujuh Kata dalam Piagam Jakarta tersebut, dengan syarat kata “Ketuhanan” ditambahkan dengan “Yang Maha Esa“. Usul ini diterima oleh kelima wakil di atas.
PhotoGrid_1496303632408
Dari peristiwa persetujuan inilah menjadikan perumusan final Pancasila sebagai dasar negara sehari sesudah Proklamasi, Sabtu 18 Agustus 1945 M, atau 10 Ramadlan 1364 H. Sila pertama yang asalnya berbunyi “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
K.H. Saifuddin Zuhri menulis tentang masalah ini, “Dihapuskannya 7 kata-kata dalam Piagam Jakarta itu boleh dibilang tidak “diributkan” oleh umat Islam, demi memelihara persatuan dan demi ketahanan perjuangan dalam revolusi Bangsa Indonesia,
Sukarno dalam sidang BPUPKI berpidato “Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai panca indra. Apa yang bilangannya lima? Pandawa pun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip; kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan ketuhanan; lima pula bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa–namanya ialah Pancasila,”
 
Sumber : Dakwatuna/Detik

Sejarah Pancasila Dirancang Ulama dan Disesuaikan Ayat Qur'an

Sultan Hamid II, Pencipta Lambang Garuda

Asal muasal penggunaan lambang Garuda Pancasila sebagai lambang negara adalah bermula saat Sultan Abdurrahman Hamid Alkadrie II (Sultan Hamid II) memenangi sayembara lambang negara yang diadakan oleh Presiden Soekarno. Sebelumnya ada usulan lambang negara yang diajukan oleh Muhammad Yamin bergambar Banteng Matahari, namun ditolak oleh panitia karena masih ada pengaruh Jepang melalui penempatan sinar matahari.
Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, hanya baru pada tahun 1950 kita memiliki lambang negara. Jadi selama 5 tahun itu Indonesia nirlambang negara.
lambang-garuda-pancasila-desain-ke-3-4_1484627753148
Garuda Pancasila ditetapkan sebagai lambang Negara RI pada 11 Februari 1950 yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 1951.
Ketika itu rancangan gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini. Bahkan pada awalnya memiliki bahu dan badan seperti mitologi, namun mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan kembali.
Dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Mereka bertiga sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Lalu Presiden Soekarno memperkenalkan lambang itu kepada masyarakat pada 15 Februari 1950 di Hotel Des Indes Jakarta.
id2
Sebelumnya Garuda juga sudah menjadi lambang kerajaan atau stempel kerajaan di Jawa seperti Kerajaan Airlangga. Sejak abad ke-6 dengan digunakannya Garuda sebagai lambang pada Kerajaan Mataram Kuno (Garudamukha), Kerajaan Kedah (Garudagaragasi), Kerajaan Sumatera dan Kerajaan Sintang Kalimantan.
Benarkah-Lambang-Garuda-RI-Meniru-Lambang-Kerajaan-Islam-Samudera-Pasai-1
Selain itu Garuda juga sudah pernah dipakai sebagai lambang Kerajaan Samudera Pasai yang dulu kala berpusat di Aceh Utara. Kerajaan Samudera Pasai didirikan oleh Sultan Malikussaleh (Meurah Silu) pada abad ke 13 atau pada 1267.
Kesultanan Pasai, juga dikenal dengan Samudera Darussalam, atau Samudera Pasai, ini adalah kerajaan isalam yang yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, yang kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara, Propinsi Aceh, Indonesia.
Seorang petualang Ibnu Batuthah dalam bukunya Tuhfat al-Nazha menuturkan Samudera Pasai sudah menjadi pusat studi Islam di kawasan Asia Tenggara. Lambang Kerajaan Samudera Pasai dirancang oleh Sultan Samudera Pasai Sultan Zainal Abidin. Lambang burung itu bermakna syiar agama yang luas, berani dan bijaksana.
07102012203112
Lambang berisi kalimat Tauhid dan Rukun Islam. Rinciannya, kepala burung itu bermakna Basmallah, sayap dan kakinya merupakan ucapan dua kalimat Syahadat. Terakhir, badan burung itu merupakan Rukun Islam.
Pada 5 April 1950, Sultan Hamid II dikait-kaitkan dengan peristiwa Westerling sehingga harus menjalani proses hukum dan dipenjara selama 16 tahun oleh pemerintah Sukarno. Sejak itulah, nama Sultan Hamid II seperti dicoret dari catatan sejarah. Jarang sekali buku sejarah Indonesia yang terang-terangan menyebutkan Sultan Hamid sebagai pencipta gambar Burung Garuda. Orang lebih sering menyebut nama Muhammad Yamin sebagai pencipta lambang negara.
Ada kesan Sultan Hamid II yang sangat berjasa sebagai perancang lambang negara sengaja dihilangkan oleh pemerintahan Sukarno. Kesalahan sejarah itu berlangsung bertahun-tahun hingga pemerintahan Orde Baru.
Ketua DPR Akbar Tandjung pernah hadir dalam acara International Conference di Aceh Utara yang berlangsung pada 2 Juni 2000. Saat itu, Akbar Tandjung yang Ketua Umum Partai Golongan Karya juga mengusulkan agar nama baik Sultan Hamid Alkadrie II dipulihkan dan diakui sebagai pencipta lambang negara. Sayangnya, usulan itu cuma sampai di laci ketua DPRD saja tanpa ada langkah lanjutan hingga detik ini.
Sultan Hamid Alkadrie II melewati masa kecilnya di Istana Kadriah Kesultanan Pontianak yang dibangun pada 1771 Masehi. Dia sempat diangkat sebagai Sultan Pontianak VII pada Oktober 1945. Ayahnya adalah pendiri Kota Pontianak. Sultan Hamid II juga pernah menjadi Kepala Daerah Istimewa Kalbar pada 1948.
Sultan Hamid II dikenal cerdas. Dia adalah orang Indonesia pertama yang menempuh pendidikan di Akademi Militer Belanda (KMA) di Breda Belanda -semacam AKABRI- dengan pangkat letnan dua infanteri pada 1936. Dia juga menjadi ajudan “Ratu Juliana” dengan pangkat terakhir mayor jenderal.
Presiden Sukarno mengangkat Sultan Hamid sebagai Menteri Negara Zonder Porto Folio di Kabinet Republik Indonesia Serikat pada 1949-1950. Kemudian Sultan Hamid Alkadrie II diangkat sebagai Menteri Negara RIS pada tahun 20 desember 1949. Dalam kedudukannya ini, dia dipercayakan oleh Presiden Sukarno mengoordinasi kegiatan perancangan lambang negara. Hingga akhirnya berhasil menciptakan lambang Garuda Pancasila.
 
Sumber : Liputan6/BeritaSatu/Zulfanadhilla/BBC

Puasa Dzulhijjah 2018 Jatuh pada Senin Tanggal 13 Agustus 2018, Ini Niat dan Keutamaan Puasa Dzulhijjah

Menjelang perayaan Idul Adha 1439 H ada beberapa sunnah yang bisa dilakukan di bulan Dzulhijjah.
Salah satunya adalah dengan menunaikan puasa sunnah.
Banyak sekali keutamaan serta pahala selama 10 hari awal di bulan Dzulhijjah.
Tidak ada hari-hari yang lebih disukai Allah untuk digunakan beribadah sebagaimana halnya hari-hari sepuluh Dzulhijjah.”
Berpuasa pada siang harinya sama dengan berpuasa selama satu tahun dan salat pada malam harinya sama nilainya dengan mengerjakan salat pada malam lailatul qadar.” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Baihaqi).
1. Puasa Arafah
Puasa Arafah adalah salah satu puasa sunnah yang bisa dilakukan jelang hari raya Idul Adha.
Biasanya, puasa ini dilakukan setiap tanggal 9 Dzulhijjah, di mana kaum Muslimin yang tengah melaksanakan ibadah haji sedang menunaikan wukuf di Arafah.
Untuk mengimbangi mereka, umat muslim yang tidak melaksanakan ibadah haji dianjurkan untuk berpuasa.
Keutamaan puasa Arafah sungguh istimewa.
Yakni, dihapuskan segala dosa selama satu tahun yang lalu, dan setahun yang akan datang dijaga Allah untuk tidak berbuat dosa atau maksiat.
Hal itu sebagaimana tertuang dalam hadis yang diriwayatkan Abu Qatadah al-Anshari ra,
Dan Rasulullah SAW ditanya tentang berpuasa di hari Arafah. Maka, baginda bersabda, ‘Ia menebus dosa setahun yang telah lalu dan setahun yang akan datang’.” (HR Imam Muslim).
Selain itu, umat muslim yang berpuasa Arafah akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda di hari tersebut.
2. Puasa Tarwiyah
Sebelum melaksanakan puasa Arafah, umat muslim dapat menunaikan puasa Tarwiyah. Artinya, puasa Tarwiyah dapat dilakukan pada tanggal 8 Dzulhijjah.
Keistimewaan puasa Tarwiyah adalah menghapus dosa yang dibuat tahun lalu. Adapun, niat puasa Tarwiyah sebagai berikut.
Nawaitu shauma tarwiyata sunnatan lillahi ta’ala.”
Artinya, “Saya niat puasa sunah Tarwiyah karena Allah Ta’ala.”
3. Puasa Dzulhijjah
Ketika bulan Dzulhijjah tiba, umat muslim mulai dapat melaksanakan puasa Dzulhijjah.
Dimulai sejak tanggal 1 Dzulhijjah hingga 7 Dzulhijjah. Adapun keutamaan puasa Dzulhijjah setiap harinya berbeda-beda.
Tanggal 1 Dzulhijjah
Allah mengampuni Nabi Adam AS di Arafah, maka yang berpuasa di hari itu akan diampuni dosa-dosanya.
Tanggal 2 Dzulhijjah
Allah mengabulkan doa Nabi Yunus AS dan mengeluarkannya dari perut ikan nun, maka orang yang berpuasa di hari itu sama seperti beribadah dan berpuasa satu tahun tanpa maksiat.
Tanggal 3 Dzulhijjah
Allah mengabulkan doa Nabi Zakariya AS, maka orang yang berpuasa di hari itu akan dikabulkan doanya.
Tanggal 4 Dzulhijjah
Nabi Isa AS dilahirkan, maka orang yang berpuasa di hari itu akan dihilangkan kesusahan dan dikumpulkan bersama orang mulia di hari kiamat.
Tanggal 5 Dzulhijjah
Nabi Musa AS dilahirkan dan dimuliakan munajatnya, maka orang yang berpuasa di hari itu akan terlepas dari sifat munafik dan siksa kubur.
Tanggal 6 Dzulhijjah
Allah membukakan pintu kebaikan semua nabi, maka orang yang berpuasa di hari itu akan dipandang Allah dengan penuh rahmat dan kasih sayang.
Tanggal 7 Dzulhijjah
Pintu neraka jahanam dikunci dan tidak akan dibuka sebelum berakhir pada 10 Dzulhijjah, maka orang yang berpuasa di hari itu akan dihindarkan dari 30 pintu kemelaratan dan kesukaran dan dibukakan 30 pintu kemudahan untuknya.
Puasa di bulan Dzulhijjah dianjurkan dilakukan bagi kaum Muslimin yang tidak melaksanakan ibadah haji.
Sementara bagi mereka yang sedang berhaji, haram hukumnya untuk melaksanakan puasa sunnah di bulan Dzulhijjah.
Dimulai sejak tanggal 1 Dzulhijjah hingga 7 Dzulhijjah.
Niat puasa Dzulhijjah
Nawaitu shauma syahri dhilhijjati sunnatan lillahi ta’ala.”
Artinya, “Saya niat puasa sunah bulan Dzulhijjah karena Allah Ta’ala.”
*Penetapan puasa dzulhijjah 2018 ada khilafiyah, ada yang senin dan ada yang selasa.
Sumber : Tribun

Sejarah Pancasila Dirancang Ulama dan Disesuaikan Ayat Qur'an

Usai Laga, Timnas Indonesia U-23 dan Palestina Lakukan Viking Clap dan Sujud Bersama

Pemandangan unik terjadi usai timnas u-23 Indonesia bermain lawan Palestina di laga Grup A sepak bola putra Asian Games 2018 pada Rabu (18/8/2018).
Seusai laga yang dimenangkan Palestina dengan skor 2-1 tersebut, para pemain dari kedua kubu berkumpul di tengah lapangan.
Mereka saling bersalaman dan menepuk punggung satu sama lain setelah berduel di Stadion Chandrabhaga, Bekasi, tersebut.
Kedua kubu membentuk formasi, berdiri bersama di lingkaran tengah lapangan dan melakukan sujud.
Para penonton pun lalu berhenti menyanyi, perlahan membuat stadion sunyi.
medium_85bf8484733f8d6d3d8495293cdb123e
Proses Viking Thunder Clap pun dimulai bersama, seperti layaknya laga-laga timnas setelah pertandingan melawan Islandia pada Januari 2018.
Hal menarik adalah para pemain Palestina juga mengambil bagian dalam ritual yang dipopulerkan oleh Islandia pada Piala Eropa 2016 tersebut.
Suporter Islandia sendiri mengadopsi perayaan itu dari para fans Skotlandia.
Para penonton tuan rumah pun bersikap hangat terhadap para pemain Palestina. Mereka beberapa kali menyerukan nama “Palestina” saat laga berlangsung dan setelah usai.
Sebelumnya, mereka juga memberi tepuk tangan hangat saat para pemain lawan melakukan pemanasan jelang laga.
Ini bisa terjadi karena kedekatan emosional Palestina dengan Indonesia. Seperti diketahui, Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup sering memberi bantuan terhadap warga Palestina.
Namun sebagaimana layaknya pertandingan olahraga, tim tamu pasti selalu mendapat tekanan dari tuan rumah. Hal itu terbukti dari sorakan suporter Indonesia saat pemain-pemain Palestina menguasai bola.
Namun ketika pemain Palestina mencetak gol, suporter Indonesia justru mengapresiasinya dengan tepuk tangan. Begitu pula ketika laga berakhir.
Selain tepuk tangan, masyarakat Indonesia yang datang langsung ke stadion juga menyanyikan yel-yel dukungan dan terlihat mengibarkan bendera Palestina.
 
Disadur : Liputan6