by Danu Wijaya danuw | Nov 8, 2017 | Artikel, Kisah Sahabat
Ketika Utsman bin Affan bertemu dengan Rasulullah dan masuk Islam, Utsman bercerita, “Pada suatu perjalanan kembali ke negeri Syam, kami singgah di daerah antara Ma’an dan az-Zuqra’. Dalam kondisi setengah sadar, kami mendengar ada yang berseru, ‘Wahai orang-orang yang tidur, bangunlah! Ahmad telah diutus di Mekah. Ketika kami sampai di Mekah, kami mendengar tentangmu.”
Utsman bin Affan masuk Islam pada saat berumur 34 tahun, ia mengenal Islam lewat penawaran teman akrabnya, yakni Abu Bakar. Tanpa keraguan sedikit pun Utsman menerima Islam.
Setelah masuk Islam, Rasulullah menikahkan Utsman dengan putri beliau, yakni Ruqayyah. Awalnya, Ruqayyah adalah istri ‘Utbah bin Abu Lahab dan Ummu Kultsum (putri Rasulullah lainnya) adalah istri ‘Utaibah bin Abu Lahab. Namun ketika surah al-Lahab turun untuk mencela Abu Lahab dan juga keluarganya, maka kedua anak Abu Lahab ini menceraikan kedua putri Rasulullah.
Mendengar kabar ini, Utsman pun melamar Ruqayyah. Tak lama setelah perang Badar, Ruqayyah meninggal dunia. Utsman cukup terpukul atas kematian istrinya itu. Rasulullah pun begitu memahami perasaan Utsman, maka beliau menawarkan satu putrinya lagi yakni Ummu Kultsum.
Utsman pun menikahi Ummu Kultsum yang belum terjamah oleb ‘Utaibah, pada bulan Rabi’ul-Awwal tahun ke-3 Hijriyah. Dan keduanya baru berkumpul pada bulan Jumadits-Tsani. Mereka hidup bersama sampai Ummu Kultsum meninggal dunia tanpa mendapatkan seorang anak pun. Ummu Kultsum meninggal dunia pada bulan Sya’ban tahun ke-9 Hijriyah.
Rasulullah berkata, “Seandainya aku mempunyai sepuluh orang putri, maka aku akan tetap menikahkan mereka dengan Utsman.”
Kepribadian Utsman benar-benar merupakan gambaran dari akhlak yang baik (akhlakul karimah). Dia jujur, dermawan dan sangat baik hati. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mencintai Utsman karena akhlaknya. Sebagaimana sabda Rasulullah, “…Ia (Utsman) adalah sahabatku yang paling menyerupaiku akhlaknya.”
Sumber: Jalansirah
Referensi : Abu Jannah. Sya’ban 1438 H. Serial Khulafa Ar-Rasyidin, Utsman bin Affan. Jakarta: Pustaka Al-Inabah
by Danu Wijaya danuw | Oct 10, 2017 | Adab dan Akhlak, Artikel
Kiat pertama yang harus dilakukan seorang wanita agar sukses membangun rumah tangga bahagia, langgeng, rukun, serta jauh dari permusuhan adalah mentaati perintah Rasulullah SAW. Sebagaimana Sabda beliau :
“Apabila orang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya datang untuk melamar, nikahkan dia. Jika tidak, pasti akan terjadi fitnah di bumi ini sekaligus kerusakan.”
Para sahabatnya bertanya, “Rasulullah, meskipun pada diri itu terdapat kekurangan?”
Rasulullah menjawab, “Apabila orang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya datang untuk melamar, nikahkan dia,” jawab Rasulullah tiga kali. (HR. Tirmidzi).
Artinya apabila kalian tidak menikahkan seorang pria yang taat beragama dan berakhlak mulia, meskipun tidak kaya, tidak terhormat, atau tidak terpandang.
Namun karena kalian lebih menyukai sosok yang kaya, terhormat, dan terpandang, meskipun dia tidak taat beragama dan tidak berakhlak mulia, hal ini akan mengakibatkan kerusakan yang parah.
Mungkin akan banyak wanita yang hidup tanpa suami, dan banyak pula pria yang hidup tanpa isteri. Zina dan perbuatan nista akan tersebar luas. Hal ini akan menyebabkan ketidakharmonisan dalam kehidupan rumah tangga.
Allah SWT dan Rasul-Nya telah memberikan wasiat dalam memperlakukan wanita. Dengan demikian, akhlak mulia harus bersanding dengan agama, dan harus dijadikan pertimbangan utama dalam menentukan pasangan hidup.
Pria yang taat beragama dan mulia pastia akan memperlakukan isterinya dengan baik, apabila dia mencintainya. Dan, jika dia tidak menyukai isterinya, dia takkan pernah menghinanya, kalau tidak bisa mempertahankan rumah tangganya, dia pasti menceraikan isterinya dengan cara yang baik pula.
Sumber: Kiat Menjadi Muslimah Seutuhnya/karya: Adnan Tharsyah/Penerbit: Senayan Publishing/Diposting : Ruang Muslimah
by Danu Wijaya danuw | Aug 20, 2017 | Adab dan Akhlak, Artikel
Ada seorang laki-laki, entah sudah berapa tahun ia mengaji, tapi mengerikan. Ia mencaci maki seorang ustadz, hanya karena berbeda manhaj.
Mengomentari status dengan kata-katanya yang kasar lagi buruk.
Saya liat profil picture laki-laki itu. Apa tulisannya?
“Kata-katamu adalah kualitas dirimu.”
Saya tersenyum sendiri. Lalu ingat sebuah pepatah : “Menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri. Meludah ke atas, jatuh menimpa muka sendiri”.
Mungkin terlalu banyak menggeluti ilmu sampai lupa mempelajari adab dan akhlak.
Imam Malik pernah menasehati murid-muridnya, “Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”
Mencaci maki itu tiada gunanya. Jika cacianmu benar, tiada menambah kemuliaanmu. Bila cacianmu salah, pastilah merendahkan kehormatanmu.
Para ulama dulu mempelajari adab lebih panjang dari mempelajari ilmu.
“Kami memperlajari adab 30 tahun,” kata Imam Ibnu Mubarak, “Lalu mempelajari ilmu 20 tahun.”
Mereka, orang-orang besar itu, menjadikan ilmu sebagai garam. Dan adab sebagai tepungnya.
Para ulama juga saling mengoreksi. Tapi tak ada yang paling mereka jaga kecuali kemuliaan akhlak. Seorang ulama pernah bersaksi mengenai Imam Asy Syafii.
“Ada dua keperihan berdebat dengan Imam Asy Syafii.
Pertama, kau akan dikalahkan, dengan kecerdasan pikirannya.
Kedua, kalaupun kau menang, kau akan dikalahkan oleh akhlaknya.”
Seberapa berat ilmu-mu?
Seberapa dalam sumur yang kau gali menampung mata air guru-gurumu? Beratnya ilmu akan membuatmu merunduk.
Dalamnya ilmu, akan membuatmu tenggelam dalam kerendahan hati.
Jika tidak: ringan dan dangkal keilmuanmu.
Ibnul Qayyim Al Jauziyah rahimahullah mengutip perkataan sebagian ulama, “Diantara tanda tawadhu adalah seseorang meyakini bahwa setiap muslim lebih baik daripada dirinya.”
Lalu dimana kita?
Aina nahnu min akhlaqis salaf?
Ingat, daging ulama itu beracun. Kebenaran yang ingin kau sampaikan, tak menghalalkanmu untuk mencaci maki mereka.
Barakallahu fiikum..
Oleh : Ustadz Bakhabazy
by Fahmi Bahreisy Lc fahmibahreisy | Oct 27, 2016 | Adab dan Akhlak, Artikel
Seorang salaf kuwait berkata, Orang yang paling buruk akhlaknya antara lain ialah :
Jika ia marah padamu, ia akan mengingkari kebaikanmu, membuka rahasiamu, melupakan keakrabanmu, dan menuduhmu dengan tuduhan yang tidak mendasar.
by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | Jun 16, 2016 | Artikel, Tausiyah Iman
Tausiyah Iman – 26 Mei 2016
Syeikh M. Ghazali berkata,
“Kita tidak akan pernah bisa membuat bangunan megah, tanpa pilar yang kokoh.
Demikian pula kita tidak akan bisa membangun peradaban dan bangsa yang besar, tanpa akhlak yang kokoh.”
Ustadz Fauzi Bahreisy
(Baca juga: Tugas Seorang Muslim)
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman