by Fahmi Bahreisy Lc fahmibahreisy | May 4, 2016 | Konsultasi, Konsultasi Ibadah
Assalamu’alaikum Ustad, semoga selalu dirahmati Allah Amiin..
Ustad, berapa lama orang yang habis melahirkan baru bisa sholat? Mohon jawabanya dan terima kasih Ustad.
Jawaban:
Assalamua’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Wanita yang baru melahirkan dilarang untuk shalat dikarenakan adanya darah yang keluar pasca melahirkan. Ini yang dinamakan dengan darah nifas. Jadi, selama darah nifas masih keluar, maka ia dilarang untuk shalat sebagaimana wanita haid.
Para ulama berbeda pendapat terkait masa yang paling cepat dan masa paling lama untuk nifas. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa tidak ada masa paling cepat untuk darah nifas. Ketika ia melihat bahwa darah nifas sudah tidak keluar lagi, maka saat itu ia telah suci dan boleh shalat walaupun berselang satu hari dari proses melahirkan. Hal ini berdasarkan sebuah hadits :
“Jika seorang wanita telah bersih dari nifasnya sesaat setelah melahirkan, maka ia boleh shalat.”
(Baca juga: Cara Shalat Diatas Kendaraan)
Sedangkan Imam Abu Hanifah mengatakan paling cepat adalah 15 hari. Namun pendapat pertama lebih kuat.
Adapun masa paling lama untuk nifas, sebagian besar ulama mengatakan 40 hari. Sedangkan Imam Syafi’i mengatakan paling lama adalah 60 hari, namun kebanyakan wanita sampai 40 hari.
(Baca juga: Shalat Khusyuk)
Yang menjadi ukuran ialah keluar atau tidaknya darah nifas. Jika darah nifas sudah tidak keluar, maka ia berarti telah suci. Namun, jika sudah sampai 60 hari, maka bisa jadi itu darah haid (jika bertepatan dengan masa haidnya) atau darah istihadhah.
Wallahua’lam
Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Ustadz Fahmi Bahreisy, Lc
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini
by Fahmi Bahreisy Lc fahmibahreisy | May 4, 2016 | Artikel, Tausiyah Iman
Tausiyah Iman – 25 April 2016
Iman tidak hanya sebatas kata-kata di lisan. Hakikat iman bukan sekedar tahu tentang rukun iman yang enam. Ia juga tidak hanya diukur dari ibadahnya saja. Tapi yang dikatakan beriman sejauh mana keridhaan dan ketulusanmu kepada Allah.
Begitulah seorang mukmin yang sejati, sebagaimana hadits Rasulullah saw:
“Sungguh mengagumkan perkara orang mukmin. Semua urusannya baik bagi dia. Dan hal itu hanya terdapat pada orang yang beriman. Jika ia mendapatkan nikmat, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia mendapatkan ujian, dia bersabar, dan itu juga baik baginya“.
Ustadz Fahmi Bahreisy, Lc
(Baca juga: Tak Perlu Iri dan Dengki)
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
by Fahmi Bahreisy Lc fahmibahreisy | May 2, 2016 | Adab dan Akhlak, Artikel
Oleh: Fahmi Bahreisy, Lc
Pada umumnya orang menuntut ilmu (di zaman sekarang ini) ada 3 fase:
Fase pertama, ia baru mencicipi dan berkenalan dengan ilmu yang ia tekuni.
Di fase ini ia merasa bahwa dirinya adalah orang yang hebat, sudah menjadi orang yang alim, berani mentarjih pendapat-pendapat para ulama mujtahidin, bahkan berani merendahkan ulama yang dipandang tidak sejalan dengan madzhab atau pendapatnya, padahal dia belum memahami dan mendalami qowoid tafsir an-nushush, dan masih jauh untuk sampai kepada kedudukan al ijtihad.
Fase kedua, ia sudah mulai mengenal lebih dalam ilmu yg ia tekuni, ilmunya semakin berkembang seiring dengan bertambahnya buku yang ia baca dan pengalaman-pengalaman yang ia dapatkan.
(Baca juga: Adab Menuntut Ilmu Syar’i (1)]
Dalam fase ini, ia sudah mulai sadar akan kebodohan dirinya, menyadari bahwa ilmunya masih dangkal, meskipun seringkali perasaan ujubnya masih muncul, hanya saja dia segera sadar akan kesalahannya tersebut, dan ia semakin semangat untuk mempelajari ilmu yang belum ia dapatkan.
Fase ketiga, sudah semakin banyak ilmu yang ia dalami, berbagai macam kitab telah ia baca, wawasannya juga semakin luas.
Dalam fase ini, dia menyadari kebodohannya, semakin ia pelajari ilmu, semakin tersingkap kebodohannya, ia menyadari bahwa ternyata ilmu yang selama ini ia pelajari, bagaikan tetesan air di tengah samudera yang luas. Di fase ini, sifat wara’ dan tawadhu’nya akan muncul, tidak mudah menyalahkan pendapat yang bertentangan dengannya, apalagi sampai merendahkannya, karena boleh jadi pendapat tersebut didasarkan pada dalil yang belum ia ketahui. Hal ini sebagaimana ditampakkan oleh ulama-ulama terdahulu yang tidak diragukan lagi keilmuannya.
by Fahmi Bahreisy Lc fahmibahreisy | Apr 30, 2016 | Konsultasi, Konsultasi Ibadah
Assalamu’alaikum. Mohon maaf saya mau bertanya. Ustadz saya selepas buang air kecil terus wudhu terus lanjut mau solat terkadang lagi solat ada air keluar setetes, ustadz apakah solat saya batal ustadz ?
Jawaban:
Assalamu’alaikum wr wb.
Yang pertama bahwa air kencing itu najis dan membatalkan shalat. Berdasarkan QS. Al-Maidah: 6 dan sabda Rasulullah saw, “Seorang yang berhadats shalatnya tidak diterima hingga berwudhu.” (HR. Bukhari).
Tapi jika sekedar was-was, ragu-ragu keluar atau tidak atau hanya perasaan bukan keyakinan maka hal tersebut tidak membatalkan wudhu dan tidak membatalkan shalat, karena hal tersebut berasal dari setan yang selalu ingin mengganggu seorang muslim.
“Jika kalian merasakan ada sesuatu di perutnya tapi masih meragukan apakah ada sesuatu yang keluar ataukah tidak maka janganlah meninggalkan masjid (shalat) sehingga mendengar suara atau mencium baunya.” (HR. Muslim).
(Baca juga: Keluar Cairan Saat Dipijat)
Oleh sebab itu, saat kita buang air kecil, jangan terburu-buru sampai ia benar-benar tuntas sehingga kita yakin ia telah bersih. Lalu basuhlah dengan air secukupnya.
Jika dikhawatirkan akan keluar lagi, maka hendaklah ia menyipratkan air di sekeliling kemaluannya, sehingga di saat ia merasa ada yg keluar, ia menganggap bahwa itu adalah sisa air tadi. Setelah itu berwudhulah dan shalat serta tdk usah memperhatikan was-was yang dihembuskan oleh setan.
Namun, jika ia benar-benar yakin bahwa yang keluar adalah air seni, maka bersihkan bagian yang terkena air seni tersebut dan ia mengulangi wudhunya.
Wallahu a’lam.
Waalaikumussalam wr wb
Ustadz Fahmi Bahreisy, Lc
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini
by Fahmi Bahreisy Lc fahmibahreisy | Apr 29, 2016 | Artikel, Tausiyah Iman
Tausiyah Iman – 20 April 2016
Jika engkau duduk di depan seorang guru, maka hendaknya engkau sadar bahwa itu adalah majelisnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, agar engkau lebih menghormatinya.
Para salaf dahulu ketika ia pergi menuju gurunya, ia bersedekah dan berkata: “Ya Allah, sembunyikanlah aib guruku dariku, dan jangan Engkau jauhkan keberkahan ilmunya dariku”.
Imam Syafi’i berkata: “Dulu aku membuka lembaran-lembaran buku di depan Imam Malik dengan cara yang sangat pelan dengan tujuan untuk menghormati beliau dan agar ia tidak mendengar bunyi lembaran yang aku buka”.
Rabi’ (murid Imam Syafi’i) berkata: “Aku tidak berani minum air di depan Imam Syafi’i sedangkan ia melihat kepadaku, hal ini untuk menghormatinya”.
Dalam sebuah riwayat Imam Ahmad tidak pernah mengarahkan kakinya saat duduk ke arah rumahnya Imam Syafi’i. Bandingkan dengan kita yang seringkali menjulurkan kakinya di hadapan gurunya.
Diantara pintu keberkahan ilmu ialah adabmu terhadap gurumu.
Ustadz Fahmi Bahreisy, Lc
(Baca juga: Manusia Paling Buruk)
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman