by Farid Numan Hasan faridnuman | Aug 1, 2017 | Artikel, Buletin Al Iman
Oleh: Ust Farid Nu’man Hasan
Sesungguhnya tiap amal shalih memiliki dua rukun. Allah Ta’ala tidak menerima amal kecuali dengan dua syarat. Pertama, ikhlas dan meluruskan niat. Kedua, bersesuaian dengan sunnah dan syara’.
Syarat pertama merupakan tanda benarnya batin, syarat kedua merupakan tanda benarnya zhahir (praktiknya-pen). Tentang syarat pertama, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya amal itu tergantung niat.”(HR. Muttafaq ‘alaih, dari Umar). Ini adalah timbangan bagi batin.
Tentang syarat kedua, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa beramal dengan amal yang kami tidak pernah perintah, maka amal itu tertolak” (HR. Muslim dari ‘Aisyah). Ini adalah timbangan zhahir.
Allah Ta’ala telah menggabungkan dua syarat tersebut dalam banyak ayat al Qur’an. Allah Jalla wa ‘Ala berfirman: “Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan semua urusan.” (QS. Luqman: 22).
Makna ‘menyerahkan diri kepada Allah’ yaitu memurnikan tujuan dan amal hanya untuk-Nya. Makna ‘berbuat kebaikan’ adalah memurnikannya dengan itqan (profesional) dan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Berkata Fudhail bin ’Iyadh tentang ayat, ‘Untuk menguji di antara kalian siapa yang paling baik amalnya (ahsanu amala).’ Ahsanul amal artinya paling ikhlas dan paling benar.
Ia ditanya: “Wahai Abu Ali, apa maksud paling ikhlas dan paling benar?”
Ia menjawab, “Sesungguhnya amal, jika ikhlas tetapi tidak benar, tidak akan diterima. Jika benar tetapi tidak ikhlas juga tidak diterima, hingga ia ikhlas dan benar. Ikhlas adalah beramal hanya untuk Allah. Benar adalah beramal di atas sunnah.”
Kemudian Fudhail bin ‘Iyadh membaca ayat: “Maka barangsiapa yang menghendaki perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia beramal dengan amal shalih, dan jangan menyekutukan Tuhannya dengan apapun dalam beribadah.” (QS. Al Kahfi: 110).
Sebelumnya kita telah mengetahui bahwa niat yang ikhlas belumlah cukup untuk diterimanya amal, selama tidak sesuai dengan syariat dan tidak dibenarkan sunnah. Sebagaimana amal yang sesuai dengan syariat tidaklah sampai derajat diterima, selama di dalamnya belum ada ikhlas dan pemurnian niat untuk Allah ‘Azza wa Jalla.
Ada dua contoh dalam masalah ini. Pertama, membangun masjid dengan tujuan merusak. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berssabda: “Barangsiapa membangun masjid dalam rangka mencari wajah Allah (ridha-Nya), Allah akan bangunkan baginya rumah di surga.” (HR. Muttafaq ‘alaih dari Utsman bin ‘Affan).
Namun hadits mulia ini, memperingatkan kita bahwa ganjaran hanya diperuntukkan bagi mereka yang menginginkan wajah Allah (sebagian orang menerjemahkan wajah Allah dengan ridha Allah-pen), bukan untuk setiap yang membangun masjid.
Jika membangun masjid dengan tujuan rusak dan maksud yang jelek, maka hal itu akan menjadi bencana bagi yang membangunnya. Sesungguhnya niat yang buruk akan memusnahkan dan menyimpangkan amal yang baik, dan merubah kebaikan menjadi keburukan.
Kedua, berjihad untuk selain Allah Ta’ala. Jihad fi sabilillah adalah tathawwu’ (anjuran) paling utama. Seorang muslim, dengan jihad bisa ber-taqarrub kepada TuhanNya.
Namun demikian, Allah Ta’ala tidak akan menerima amal jihad sampai ia bersih dari kepentingan duniawi. Misal untuk dilihat manusia, melagakan keberanian, membela suku dan tanahnya, dan lainnya.
Di dalam Ash Shahihain diriwayatkan dari Abu Musa al Asy’ary Radhiallahu ‘anhu, bahwa datanglah seorang Arab Badui kepada Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam, ia bertanya: “Ya Rasulullah, orang yang berperang demi rampasan perang, supaya namanya disebut-sebut orang, dan supaya kedudukannya dilihat, maka siapa yang fi sabilillah?”
Rasulullah menjawab: “Barangsiapa yang berperang dengan tujuan meninggikan kalimat Allah, maka dia fi sabilillah.” (HR. Muttafaq ‘alaih dari Utsman bin Affan).
Imam an Nasa’i meriwayatkan dengan sanad jayyid (bagus), dari Abu Umamah Radhiallahu ‘anhu, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah ‘Alaihi shalatu wa salam, lalu berkata, “Apa pendapat engkau tentang orang yang berperang untuk mendapatkan upah dan disebut-sebut namanya, apa yang ia dapatkan?”
Rasulullah menjawab, “Ia tidak mendapatkan apa-apa.” Diulangi sampai tiga kali. Kemudian ia bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali bagi yang ikhlas dan mengharapkan wajah-Nya”.
Wallahu A’lam.
Sumber:
Artikel Utama Buletin Al Iman.
Edisi 356 – 15 Januari 2016. Tahun ke-8
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan.
Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.
Hubungi 0897.904.6692
Email: redaksi.alimancenter@gmail.com
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!
by Danu Wijaya danuw | Apr 25, 2017 | Artikel, Berita, Nasional
Calon Gubernur DKI Jakarta Terpilih Anies Baswedan memberikan tausiah saat menghadiri acara isra mi’raj di Masjid At-Tin, Taman Mini Indonesia Indonesia (TMII), Jakarta Timur, 24 April 2017.
Anies Baswedan mengatakan kemenangannya di Pilkada DKI berasal dari doa-doa orang ikhlas. Doa-doa itu, kata Anies, adalah doa yang dibutuhkan lima tahun ke depan.
“Semoga Jakarta jadi kota maju, warga bahagia. Semoga langkah kita selalu diridhoi Allah. Terima kasih atas kesempatan hari ini. Ini insya Allah silaturahmi pembuka,” ujar Anies di tengah peringatan Isra Mi’raj di Masjid At-Tin, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Senin 24 April 2017.
Anies tidak menduga hasil perolehan Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta putaran kedua memenangkan dirinya bersama Sandiaga Salahudin Uno.
“Saya mau sampaikan bahwa kemenangan kemarin tidak diduga angkanya. Kalau menangnya yakin. Angkanya kaget juga ya ternyata ikhtiar kita dijawab berlimpah oleh Allah,” ujar Anies.
Berdasarkan hasil hitung cepat, pasangan calon nomor urut tiga unggul dengan perolehan suara 58 persen.
Anies berhasil mengalahkan pasangan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Djarot Saiful Hidayat yang hanya memperoleh 42 persen. Anies unggul dengan selisih telak 14 persen.
Anies mensyukuri kemenangan yang ia peroleh hampir di lima wilayah DKI Jakarta dan Kepulauan Seribu.
Ia mengatakan seluruh masyarakat Indonesia bersujud syukur atas kemenangan tersebut.
Bahkan, Anies bercerita ada pedagang nasi uduk yang rela menggratiskan dagangannya setelah dirinya menang pilkada DKI Jakarta.
“Ada pedagang nasi uduk digratiskan nasinya. Padahal kan mereka juga enggak punya duit, tapi mereka merasa menang.
Penjual kelapa muda juga ada yang gratiskan. Ada juga pedagang kopi di Palu, dia baca yasin dan puasa tujuh hari untuk Jakarta,” kata Anies.
by Fahmi Bahreisy Lc fahmibahreisy | Apr 5, 2016 | Artikel, Ringkasan Taklim
Ringkasan Kajian Kontemporer Majelis Taklim Al Iman
Ikhlas dalam Beramal
Ahad, 13 september 2015
Di Pusat Dakwah Yayasan Telaga Insan Beriman
Jl. H. Mursid No.99B, Kebagusan, Jakarta Selatan
Bersama:
Ust. Muhammad Sholeh Drehem, Lc (Ketua IKADI Jawa Timur)
1. Diterima atau tidaknya amalan kita, sangat tergantung pada hati kita. Sebab, hati adalah tempatnya ikhlas.
2. Tidak ada satupun yang mengetahui bagaimana kondisi keikhlasan kita kecuali Allah dan diri kita sendiri. Bahkan malaikat pun juga tidak mengetahui.
3. Diantara profil muslim yang patut untuk kita contoh keikhlasannya ialah Nabi Ibrahim dan keluarganya.
4. Orang yang beramal tanpa disertai dengan keikhlasan hasilnya akan sia-sia. Dia hanya akan mendapatkan rasa lelah saja. Bahkan di akhirat dia akan mendapatkan siksa dari Allah sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits tentang ditolaknya 3 amalan besar karena tidak disertai keikhlasan.
5. Orang yang bisa menjaga keikhlasannya akan mendapat perlindungan Allah dari gangguan syetan
6. Diantara manfaat ikhlas, Allah akan menjaganya dari kemaksiatan. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada Nabi Yusuf a.s.
7. Diantara tanda bahwa seseorang memiliki keikhlasan, dia istiqomah untuk melaksanakan shalat shubuh berjamaah di masjid (bagi pria) dan tidak melewatkan satu hari pun tanpa membaca Qur’an.
***
Majelis Taklim Al Iman
Tiap Ahad. Pkl. 18.00-19.30
Kebagusan, Jakarta Selatan.
Jadwal Pengajian:
1. Tadabbur Al Qur’an tiap pekan 2 dan 4 bersama Ust. Fauzi Bahreisy
2. Kitab Riyadhus Shalihin tiap pekan 3 bersama Ust. Rasyid Bakhabzy, Lc
3. Kontemporer tiap pekan 1 bersama ustadz dengan berbagai disiplin keilmuwan.
Kunjungi AlimanCenter.com untuk mendapatkan info, ringkasan materi dan download gratis audio/video kajian setiap pekannya.
•••
Salurkan donasi terbaik Anda untuk mendukung program dakwah Majelis Taklim Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!
by Danu Wijaya danuw | Dec 31, 2015 | Artikel, Dakwah
Oleh : K.H. Rahmat Abdullah
Yang diinginkan dari al amal adalah:
Buah dari ilmu dan ikhlas seperti yang disebutkan dalam Q.S. At Taubah ayat 105 : “Beramallah kalian, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat amal kalian itu dan kalian akan dikembalikan kepada Allah…”
Adapun urutan amal adalah:
- Mengkoreksi dan memperbaiki diri
- Membentuk dan membina keluarga muslim
- Memberi petunjuk dan membimbing masyarakat dengan dakwah
- Membebaskan tanah air dari penguasa asing
- Memperbaiki pemerintahan
- Mengembalikan kepemimpinan dunia kepada umat Islam
- Menjadi soko guru dunia dengan menyebarkan dakwah islamiyah ke seluruh penjuru dunia
(Hasan Al Bana)
Banyak orang merasa telah beramal namun tak ada buah apapun yang dapat dipetik dari amalnya, baik itu perubahan sifat, kelembutan hati ataupun kearifan budi dan keterampilan beramal. Bahkan tak sedikit diantara mereka beramal jahat tetapi mengira beramal baik. Karenanya Al Qur’an selalu mengaitkan amal dengan keshalihan, jadilah amal shalih.
Kata shalih tidak sekedar bermakna baik, tetapi adalah suatu pengertian tentang harmoni dan tanasukhnya (keserasian) suatu amal dengan sasaran, tuntunan, tuntutan, dan daya dukung. Amal disebut shalih bila pelakunya selalu mengisi ruang dan waktu yang seharusnya diisi.
Betapa banyak amal menjadi berlipat ganda nilainya oleh niat baiknya dan itu tak akan terjadi bila pelakunya tak punya ilmu tentang hal tersebut. Dan demikian pula sebaliknya. Barangsiapa yang beramal tanpa dilandasi dengan ilmu, maka bahayanya akan lebih banyak daripada manfaatnya, sebagaimana amal tanpa niat berakibat kelelahan, dan ikhlas tanpa realisasi berakibat buih.
Kita tak punya kekuatan apapun untuk melarang orang bekerja dalam lingkup amal islami, bahkan mereka yang menjalaninya dengan cara yang kita nilai merugikan perjuangan. Sehingga pada saatnya kita mendapat penyikapan negatif atas kesalahan yang dilakukan aktifis amal Islami. Problema kaum khawaraj dan berbagai gerakan lainnya menunjukkan fenomena para pengamal mulai dari yang ikhlas minus fiqih, sampai yang oportunis dan pemanfaatan jargon.
Hama-hama Amal
Sebagaimana tumbuhan, amalpun terancam hama. Riya (beramal untuk dilihat), ujub (kagum diri), sum’ah (beramal untuk populer/didengar), mann (membangkit-bangkit pemberian) adalah hama yang akan memusnahkan amal. Seorang aktifis yang berkurban dengan semua yang dimilikinya harus mengimunisasi amalnya agar disaat hari perjumpaan kelak tak kecewa karena amalnya menjadi haba-an mantsura (debu berterbangan).
Pelipat gandaan kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan para sahabat tak dapat dikejar generasi manapun. Bayangkan, hanya dalam dua dekade saja terjadi perubahan besar pada pola sikap, pandangan hidup, dan tradisi bangsa arab. Kerja besar taghyir (perubahan) ini sukses seperti ungkapan Sayyid Quthb dalam Ma’alim fit Thariq berkat komitmen mereka yang
- Menuntut ilmu bukan sekedar mengoleksi ilmu
- Putus dari jahiliyah kemarin dan menghayati hidup baru dalam Islam, tanpa keinginan sedikitpun untuk kembali ke dalam masa jahiliyah
- Bersiap siaga menunggu komando Al Qur’an seperti prajurit siaga menunggu aba-aba komandan
Kerja untuk Perubahan Masyarakat
Hari ini ribuan surat kabar, radio, dan televisi dunia bekerja diberbagai kawasan untuk menyebarkan fasad (kerusakan). Hati orang-orang dibunuh sebelum jasad mereka dikubur. Kemana ribuan kader yang hanya menggerutu tanpa berbuat apapun kecuali gerutu?Apakah masyarakat dapat berubah dengan gunjingan dari mimbar masjid?
Hari ini rumah umat kebakaran. Tidakkah setiap orang patut memberi bantuan memadamkan api walaupun hanya dengan segelas air; dengan pulsa, perangko, dan kertas surat yang dikirimkan kepada pedagang kerusakan. Menegaskan pengingkarannya terhadap ulah mereka yang sangat menyengsarakan masyarakat dengan siaran dan penerbit fasad. Sebelum akhirnya mengirim darah dan nyawa mereka kesana ketika usaha santun tak lagi membawa hasil.
Banyak orang mengandalkan nisbah diri dengan nama besar suatu organisasi atau jamaah, berbangga dengan kepemimpinan tokoh perubahan sejarah, namun sayang mereka tak pernah merasa defisit, padahal sama sekali tidak meneladani keutamaan mereka. “Barangsiapa lambat amalnya tidak akan menjadi cepat karena nasabnya”. (H.R. Muslim)
Apa yang Harus Dikerjakan?
Orang beramal dihari itu seperti 50 kali kerja kamu hari ini sebagaimana dalam riwayat Abi Daud, Tirmidzi, Nasa’i. Sebagian kerja dakwah memang kata, tetapi tak dapat dituding sebagai cuma omong, seperti halnya penyiar dan reporter yang mengisi daftar profesi dengan omong. Namun perlu dibedakan mana dakwah yang mencukupkan diri dan puas dengan memberi informasi seram kepada khalayak. Bisa pula menina bobokan khalayak dengan mimpi-mimpi indah, atau mengingatkan bahaya seraya memberi jalan keluar. Mampukah mereka tampil sebagai problem solver. Dan hari ini banyak juga orang kaya menjadi problem trader.
Referensi:
Untukmu Kader Dakwah, Penerbit Pustaka Da’watuna, KH. Rahmat Abdullah
by Farid Numan Hasan faridnuman | Dec 19, 2015 | Artikel, Buletin Al Iman
Oleh : Dr. Yusuf Al Qardhawy
Diterjemahkan dari Kitab Hawla Rukn al Ikhlash
Penerjemah : Ust. Farid Nu’man Hasan
Ikhlas adalah keinginan untuk mendapatkan ridha Allah ‘Azza wa Jalla melalui amal shalih, dan membersihkannya dari setiap kepentingan duniawi. Tidak mencampurkan amalnya dengan keinginan dunia pada dirinya, baik berupa keuntungan dunia, pangkat, harta, ketenaran, kedudukan di hati makhluk, pujian manusia, lari dari celaan, mengikuti nafsu tersembunyi, atau keinginan lainnya berupa penyakit dan kotoran amal. Prinsipnya, menginginkan selain Allah ‘Azza wa Jalla dari seluruh amalnya.
Ikhlas dengan pengertian ini adalah buah di antara buah-buah tauhid yang sempurna, yaitu mengesakan Allah Ta’ala dalam peribadatan dan meminta pertolongan. Sebagaimana yang tergambar dalam firmanNya: “Hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami meminta pertolongan”. Oleh karena itu riya -lawan dari Ikhlas- termasuk dari syirik. Berkata Syadad bin Aus radhiallahu ‘anhu: “Adalah kami kembali kepada masa Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam: Sesungguhnya riya itu termasuk syirik kecil.”(HR. Hakim).
Sulitnya Ikhlas
Membersihkan amal dari kotoran dan keinginan dunia bukanlah urusan mudah sebagaimana yang disangka sebagian orang. Sesungguhnya ia adalah kemenangan atas egoisme dan kecintaan kepada materi, lenyapnya ketamakan jiwa dan tujuan-tujuan pendek dunia. Karena itu, harus ada mujahadah (kesungguhan) yang keras, muraqabah (pengawasan) yang konsisten terhadap ruang-ruang masuknya syaitan, meluruskan dirinya dari niatan-niatan tersembunyi dan riya, cinta kemegahan dan ketenaran. Inilah faktor-faktor yang bisa mengalahkan para pemilik kekuatan dan berpengaruh pada jiwa manusia.
Karena itu, sebagian orang shalih bertanya: Apakah yang paling berat bagi jiwa? Jawabnya: Ikhlas, karena ia tidak mendapatkan bagiannya.
Yang lain berkata: Membersihkan niat adalah amal paling berat dari seluruh amal. Juga ada yang berkata: Yang paling agung di dunia adalah ikhlas. Berapa banyak manusia yang bersungguh-sungguh namun terjatuh dalam riya di hatinya, seakan ia tumbuh menjadi rupa yang lain.
Bahkan ada ungkapan indah: Beruntunglah bagi yang benar langkahnya walau sekali, dia tidak menghendaki dengan langkahnya itu kecuali Allah Ta’ala.
Diantara manusia ada yang melihatnya, mereka menyangka bahwa dia beramal untuk Islam dengan benar, bahkan barangkali ia mengira dirinya juga demikian. Maka, jika hatinya mencari dan menduga hakikat niatnya itu, ia akan temukan tuntutan dunia di balik pakaian agama. Sekarang memang belum ia inginkan semua ketamakan di balik amalnya, tetapi ia akan harapkan itu esok hari. Setelah itu, angin menggugurkan apa-apa yang ia angankan.
Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak menerima hati yang tidak murni, tidak pula amal yang tercampur. Dia hanya menerima amal yang ditujukan untuk wajahNya semata.
Keutamaan Ikhlas
Allah Azza wa Jalla telah memerintahkan Ikhlas di dalam kitab-Nya, dan sangat menekankannya dalam banyak surat Al Qur’an khususnya Makkiyah, karena ia berkaitan dengan pemurnian tauhid, pelurusan aqidah, dan melempengkan tujuan. Allah Ta’ala berfirman kepada Rasul-Nya: “Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)…” (QS. Az Zumar: 2-3).
“Katakanlah: ‘Hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agamaku’ ” (QS. Az Zumar: 14).
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).’ “(QS. Al An’am: 162-163).
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5).
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.”(QS. An Nisa: 125).
“Barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan Allah dengan apapun dalam beribadah.” (QS. al Kahfi:110).
Sumber:
Artikel Utama Buletin Al Iman.
Edisi 354 – 18 Desember 2015. Tahun ke-8.
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan.
Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.
Hubungi 0897.904.6692
Email: redaksi.alimancenter@gmail.com
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah.
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya