0878 8077 4762 [email protected]

Panduan Iktikaf bagian 2

Hukum I’tikaf
Para ulama telah berijma’ bahwa i’tikaf, khususnya 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan merupakan suatu ibadah yang disyariatkan dan disunnahkan oleh Rasulullah Saw. Rasulullah Saw sendiri senantiasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan selama 10 hari. Aisyah, Ibnu Umar dan Anas Radliallahu ‘Anhum meriwayatkan: ”Rasulullah Saw selalu beri’tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan ” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hal ini dilakukan oleh beliau hingga wafat, bahkan pada tahun wafatnya beliau beri’tikaf selama 20 hari.
Demikian pula halnya dengan para sahabat dan istri Rasulullah Saw  senantiasa melaksanakan ibadah yang amat agung ini. Imam Ahmad berkata : ”Sepengetahuan saya tidak ada seorangpun dari ulama yang mengatakan bahwa i’tikaf itu bukan sunnah”.
Keutamaan dan Tujuan I’tikaf
Abu Daud pernah bertanya kepada Imam Ahmad: Tahukah Anda hadits yang menunjukkan keutamaan i’tikaf? Ahmad menjawab: Tidak, kecuali hadits yang lemah”.
Namun demikian tidaklah mengurangi nilai ibadah i’tikaf itu sendiri sebagai taqarrub kepada Allah SWT. Cukuplah keutamaannya bahwa Rasulullah, para Shahabat, para Istri Rasulullah Saw, dan para ulama salafus shalih senantiasa melakukan ibadah ini.
I’tikaf disyariatkan dalam rangka mensucikan hati dengan berkonsentrasi semaksimal mungkin dalam beribadah dan bertaqarrub kepada Allah pada waktu yang terbatas tetapi teramat tinggi nilainya.
Jauh dari rutinitas kehidupan dunia, dengan berserah diri sepenuhnya kepada Sang Khaliq (Pencipta). Bermunajat sambil berdo’a dan beristighfar kepada-Nya, sehingga saat kembali lagi dalam aktivitas keseharian dapat dijalani secara lebih berkualitas dan berarti.
Ibnu Qoyyim berkata: “I’tikaf disyariatkan dengan tujuan agar hati orang yang beri’tikaf dan bersimpuh di hadapan Allah, berkhalwat dengan-Nya, serta memutuskan hubungan sementara dengan sesama makhluk dan berkonsentrasi sepenuhnya kepada Allah”.
Macam-macam I’tikaf
I’tikaf yang disyariatkan ada dua macam :

  1. I’tikaf sunnah yaitu i’tikaf yang dilakukan secara sukarela, semata- mata untuk bertaqarrub kepada Allah, seperti i’tikaf 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan.
  2. I’tikaf wajib yaitu yang didahului dengan nadzar atau janji, seperti ucapan seseorang: “Kalau Allah Ta’ala menyembuhkan penyakitku ini, maka aku akan beri’tikaf di masjid selama tiga hari”, maka i’tikaf tiga hari itu menjadi wajib hukumnya.

*bersambung
 
Sumber : Buku Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, penerbit Sharia Consulting Center

Panduan Iktikaf bagian 1

Secara harfiyah, i’tikaf  adalah tinggal di suatu tempat untuk melakukan sesuatu yang baik. Dengan demikian, i’tikaf adalah tinggal atau menetap di dalam masjid dengan niat beribadah guna mendekatkan diri kepada Allah Swt. Penggunaan kata i’tikaf di dalam Al-Qur’an terdapat pada firman Allah Swt:
Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf di dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka bertaqwa” (QS 2:187).
Ayat lain yang menyebutkan kata i’tikaf dan ini dikaitkan dengan keharusan membersihkan masjid yang menjadi tempat i’tikaf  adalah firman Allah Swt:
Dan ingatlah ketika Kami menjadikan rumah itu (baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim sebagai tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail:  ‘Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang orang yang tawaf, i’tikaf, ruku, dan sujud” (QS 2:125).
Di dalam Islam, seseorang bisa beri’tikaf di masjid kapan saja, namun dalam konteks bulan Ramadhan, maka dalam kehidupan Rasulullah Saw, i’tikaf itu dilakukan selama sepuluh hari terakhir.
Diantara rangkaian ibadah dalam bulan suci Ramadhan yang sangat dipelihara sekaligus diperintahkan (dianjurkan) oleh Rasulullah Saw adalah i’tikaf. I’tikaf merupakan sarana muhasabah dan kontemplasi yang efektif bagi muslim dalam memelihara dan meningkatkan keislamannya, khususnya dalam era globalisasi, materialisasi dan informasi kontemporer.
*bersambung
 
Sumber :
Buku Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, penerbit Sharia Consulting Center

Menuntut Ilmu, Umrah dan Menjaga Keseimbangan Hidup di Bulan Ramadhan

Menuntut Ilmu dan Menyampaikannya
Bulan Ramadhan adalah saat yang paling baik untuk menuntut ilmu keislaman dan mendalaminya. Karena di bulan Ramadhan hati dan pikiran sedang dalam kondisi bersih dan jernih, sehingga sangat siap menerima ilmu-ilmu Allah Swt. Maka waktu-waktu seperti bada shubuh, bada dhuhur dan menjelang berbuka sangat baik sekali untuk menuntut ilmu. Pada saat yang sama para ustadz dan dai meningkatkan aktivitasnya untuk berdakwah menyampaikan ilmu kepada umat Islam yang lain.
Umrah
Umrah pada bulan Ramadhan juga sangat baik dilaksanakan, karena akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Rasulullah kepada seorang wanita dari golongan Anshar yang bernama Ummu Sinan: “Agar apabila datang bulan Ramadhan, hendaklah ia melakukan umrah, karena nilainya setara dengan haji bersama Rasulullah Saw.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Menjaga Keseimbangan dalam Ibadah
Keseimbangan dalam beribadah adalah sesuatu yang prinsip. Walaupun umat Islam melaksanakan ibadah-ibadah mahdhah di bulan Ramadhan, tetapi tetap saja harus menjaga keseimbangan.
Kewajiban keluarga harus ditunaikan, begitu juga kewajiban sosial lainnya. Rasulullah Saw senantiasa menjaga keseimbangan, walaupun beliau khusyu dalam beribadah di bulan Ramadhan,  tetapi tidak mengabaikan harmoni dan hak-hak keluarga.
Seperti yang diriwayatkan oleh isteri-isteri beliau, Aisyah dan Ummu Salamah Ra, Rasulullah Saw adalah tokoh yang paling baik untuk keluarga, dimana selama bulan Ramadhan tetap selalu memenuhi hak-hak keluarga beliau. Bahkan ketika Rasulullah berada dalam puncak praktek ibadah shaum yakni Itikaf, harmoni itu tetap terjaga.
 
Sumber :
Buku Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, penerbit Sharia Consulting Center

Sedekah, Infaq dan Zakat di Bulan Ramadhan

Rasulullah Saw adalah orang yang paling pemurah dan di bulan Ramadhan beliau lebih pemurah lagi. Kebaikan Rasulullah saw di bulan Ramadhan melebihi angin yang berhembus karena begitu cepat dan banyaknya. Dalam sebuah hadits disebutkan :
أفضل الصدقة صدقة رمضان
Sebaik-baiknya sedekah yaitu sedekah di bulan Ramadhan.” (HR Al-Baihaqi, Al Khatib dan At-Turmudzi)
Dan salah satu bentuk sedekah yang dianjurkan adalah  memberikan ifthar (santapan berbuka puasa) kepada orang-orang yang berpuasa. Seperti sabda beliau Saw. :
من فطّرَ صائِماً كانَ لهُ مثْلُ أجرِهِ غَيْرَ أنّهُ لا يَنْقُصُ مِنْ أجْرِ الصّائِمِ شيئاً”
Barangsiapa yang memberi ifthar kepada orang-orang yang berpuasa, maka ia mendapat pahala senilai pahala orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut.” (HR. Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majah).
Memberikan makan dan sedekah selama bulan Ramadhan ini bukan hanya untuk keperluan ifthar, melainkan juga untuk segala kebajikan.
Demikianlah tradisi salafus shalih terdahulu memberi makan bagi orang yang berbuka dan berinfak kepada yang membutuhkan.
Abu Siwar Al-Adawi berkata:
Dahulu ada rombongan orang dari Bani Adi yang biasa shalat di masjid ini. Tidak ada seorangpun diantara mereka yang berbuka puasa sendiri. Ia senantiasa mencari orang yang bersedia berbuka bersamanya.
Dan ibadah puasa juga akhirnya ditutup dengan infaq, yaitu infaq wajib berupa zakat fitrah. Zakat fitrah  dibayar pada hari-hari terakhir Ramadhan yang bertujuan untuk menyucikan orang yang melaksanakan puasa dan untuk membantu kaum fakir miskin.
 
Sumber :
Buku panduan lengkap ibadah ramadhan, penerbit Sharia Consulting Center
 
AlimanCenter menerima dan menyalurkan zakat, infaq, sedekah, wakaf, dan fidyah (ZISWAF) anda.
Salurkan melalui:
*BSM 703.742.7734*
*BNI 1911.203.63*
an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Semoga Allah swt melipat gandakan pahala atas harta yang anda peroleh.