0878 8077 4762 [email protected]

Saling Mendoa

Tawasul (meminta doa) kepada orang shalih termasuk yang dibolehkan. Kita tak pernah tahu siapa yang lebih mustajab doanya.
Banyak sekali contoh dalam sunnah antara lain ketika musim paceklik di zaman Umar. Saat itu banyak kaum muslimin meminta doa Abbas, sebagaimana dulu mereka meminta doa kepada Rasulullah saw.
Ya Allah, sesungguhnya dahulu ketika berdoa kepada-mu kami bertawassul dengan Nabi-Mu, Engkau pun menuruhkan hujan kepada kami. Dan sekarang kami bedoa kepada-Mu dengan bertawassul dengan paman Nabi kami, maka berilah kami hujan.” (HR. Bukhari)
Bahkan Rasulullah saw pernah meminta doa kepada Umar bin Khattab saat berangkat Umrah. “La tansanaa fii du’aaika ya ukhayya (Jangan lupakan kami dalam doamu wahai saudaraku tercinta).” Maka umar berbahagia mendengar pesan Rasul tersebut.
Jika Nabi yang lebih shalih daripada Umar pun minta didoakan olehnya, bagaimana dengan kita. Jadi sungguh indah saling meminta didoakan. Dan lebih indah lagi saling mendoakan dalam ketidak salingtahuan hingga diijabah.
 
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah, ProU Media

Hanya Allah yang Mengetahui Orang Bertakwa

Saat Usamah ra tetap membunuh seseorang yang telah mengucap syahadat didepannya ketika perang dengan alasan karena orang itu hanya cari selamat, maka Rasulullah mengkoreksi sikapnya itu dengan berkata, “Apakah engkau telah membelah dadanya? (Melihat isi hatinya)”
Beliau tidak mengajari umat untuk saling curiga dan tidak percaya. Kita disuruh melihat zahirnya saja.
Sayangnya sikap bijak Rasulullah diatas tidak lagi diteladani oleh umat. Begitu mudah dan menuduh saudara seiman. Tanpa mau percaya pada pernyataan dan pengakuannya.
Dalam surat An-Najm ayat 32, Allah berfirman,
فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰ…
Artinya : “…maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang bertakwa.”

Istana Kemaafan

Suatu hari Rasulullah sedang bersama sahabat. Sejenak beliau terlihat dengan wajah khawatir, tapi tak lama kemudian tertawa kecil. Para sahabat yang heran kemudian bertanya, “Ya Rasulullah, apakah kiranya sehingga engkau tampak khawatir, tetapi kemudian tertawa?”
Telah diperlihatkan padaku, ujar beliau sembari tersenyum. Dua orang dari kalangan umatku yang bersengketa dihadapan Allah. Satu diantara mereka berkata, “Ya Rabbi, tegakkan keadilan diantara kami. Dulu di dunia saudaraku ini berlaku zalim dan keji!”
Si tergugat tertunduk malu, menangis sesal dan takut. Maka Allah pun memanggil sang penuntut dengan lembut dan berfirman kepadanya. “Wahai hamba-Ku, angkatlah kepalamu!”
Maka sang penggugat menengadah dan melihat sebuah istana yang begitu indahnya. Dia terpesona. Istana itu terbuat dari permata dan marjan, dibingkai oleh emas, dihiasi mutiara.
Maka dengan takjub ternganga, hamba itu bertanya, “Duh Rabbi, bagi nabi siapakah istana ini? Atau milik orang shiddiq yang mana? Atau kepunyaan pahlawan syahid zaman apa pula?”
Maka Allah berfirman, “Istana ini akan menjadi milik siapapun yang mampu membayarnya. Jika kau memaafkan saudaramu itu, niscaya istana ini kan jadi milikmu.”
Maka berteriaklah hamba itu tergembira, “Demi kemuliaan dan keagungan-Mu, Ya Rabbi. Sungguh kini aku telah memaafkan saudaraku ini!”
Iniliah sebagaimana firman Allah, “Dan Kami lenyapkan dari dalam dada mereka segala rasa dendam; sedang mereka merasa bersaudara, duduk berhadapan diatas dipan-dipan.” (Q.S. Al Hijr : 47). Terkutip dari Syahr Shahih Muslim karya Imam An-Nawawi.
Semoga kisah ini menginspirasi Shalihin-Shalihat sekalian untuk saling memaafkan.
 
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah, ProU Media

Ummu Ma'bad Al-Khuza'iyyah: Pemilik Domba yang Penuh Berkah (2)

Oleh: Lia Nurbaiti
 
Dan Abu bakar ra menanyakan “Apakah engkau menginginkanku untuk menemanimu, Wahai Rasulullah? Rasulullah saw menjawab “Ya”. Kemudian Abu bakar ra berkata “Kalau begitu ambilah salah satu dari dua untaku ini”  Rasulullah saw membalas “Ya, tapi aku akan membayarnya” (H.R. Bukhari )
Rasulullah saw menyuruh Ali agar malam itu tidur di tempat tidur beliau. Orang-orang quraisy yang telah ditunjuk untuk melaksanakan tugas membunuh Nabi saw berkumpul di sekitar kediaman Nabi saw. Dan mengintip dari lubang pintu. Mereka terus mengawasi hingga larut malam.
Setelah saatnya tiba, Rasulullah saw keluar dari rumah dan lewat di dekat mereka. Beliau mengambil segenggam pasir dan menaburkannya di atas kepala mereka tanpa mereka sadari. Beliau melakukan itu sambil mengucapkan,
Dan Kami buat di hadapan mereka dinding dan dibelakang mereka dinding pula, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat” (Yasin : 9)
Lalu Rasulullah saw langsung menuju rumah Abu Bakar ra untuk segera melakukan perjalanan hijrahnya. Sementara orang-orang Quraisy yang berjaga di kediaman Rasulullah saw tiba-tiba dikejutkan dengan perkataan seorang laki-laki yang sedang lewat. Ia bertanya “Apa yang sedang kalian tunggu disitu? Mereka menjawab “Muhammad” Orang itu berkata lagi “Kalian telah gagal. Demi Allah, Muhammad telah keluar dan lewat didekat kalian sambil menaburkan pasir di atas kepala kalian”. Mereka terkejut. Demi Allah, kami tidak melihatnya sama sekali. Lalu mereka pun membersihkan debu dari atas kepalanya.”
[Baca juga: Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyyah: Pemilik Domba yang Penuh Berkah (1)]
Dalam riwayat lain dinyatakan bahwa “Malam hari orang-orang quraisy mengawasi Ali yang mereka kira adalah Nabi saw. Saat pagi tiba mereka langsung menyergapnya. Dan ternyata yang didapatinya adalah seorang Ali, bukanlah Rasulullah saw. Mereka bertanya kepada Ali “Dimana Muhammad?” Ali menjawab “Tidak tahu”. Karena mereka merasa dikelabui, mereka segera melacak keberadaan Rasulullah saw sampai ke gunung (Tsaur), namun usaha mereka sia- sia.
Bahkan mereka mengerahkan para pelacak yang mahir mencari jejak, sehingga ada yang berhasil mencapai dekat pintu gua dan berdiri diatasnya.
Dalam kitab As- Shahiihain diriwayatkan bahwa Abu bakar ra berkata ” Wahai Rasulullah, seandainya seorang dari mereka menengok ke arah telapak kakinya. Maka dia pasti melihat kita. Dengan tenang Rasulullah saw menjawab ” Wahai Abu bakar, apa yang engkau duga dengan nasib diantara  dua orang, sedangkan yang ketiga adalah Allah. Jangan gelisah, sesungguhnya Allah bersama kita. ( H.R. Bukhari Muslim)
Rasulullah dan Abu Bakar ra dapat mendengar pembicaraan orang-orang Quraisy yang ada di atas pintu guanya. Tetapi Allah swt menutup pandangan mereka sehingga tidak melihat keberadaan beliau.
Berkah Menyelimuti Kemah Ummu Ma’bad
Dalam perjalanan hijrah, Rasulullah saw lewat di dekat kemah Ummu Ma’bad Al- Khuza’iyyah, seorang wanita tegar dan cukup terkenal di kawasan pedalaman. Ia suka berdiri  di halaman kemah dan selalu bersedia memberi makan dan minum kepada siapa saja yang lewat di depannya.
(Baca juga: Sumayyah binti Khabath : Wanita Muslimah Pertama yang Mati Syahid)
Ketika Nabi saw dan Abu Bakar ra sampai di situ, mereka bertanya, “Apakah engkau memiliki makanan atau minuman?“. Ummu Ma’bad menjawab, “Demi Allah, seandainya kami masih punya sesuatu, maka kami tidak akan segan-segan untuk menjamu kalian. Domba tidak lagi mengeluarkan susu, karena tahun ini sangatlah kering.”
Rasulullah melihat seekor domba yang sangat kurus di samping kemah, lalu bertanya “Wahai Ummu Ma’bad, mengapa domba ini ada disini?” Ummu Ma’bad menjawab “Domba ini tidak bisa ikut kawanannya karena tidak sanggup berjalan jauh” Rasulullah bertanya lagi “Apakah masih ada susunya?”  Ummu Ma’bad  menjawab “Dia tidak mungkin lagi mengeluarkan susu.”
Rasulullah berkata “Apakah engkau mengizinkan aku memerah susunya?”  Ummu Ma’bad menjawab “Tentu, jika menurutmu domba itu masih bisa diperah, maka lakukanlah.”
Rasulullah mendekati domba tersebut dan mengusap susunya sambil membaca basmallah dan berdoa. Tiba -tiba, domba tersebut merenggangkan kedua kakinya dan susunya mengalir dengan deras. *bersambung

Hadits Rasulullah Tentang Halal, Haram dan Syubhat

Oleh: Ahmad Sahal Hasan, Lc
 
Rasulullah SAW bersabda
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بِشِيْر رضي الله عنهما قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: (إِنَّ الحَلالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَات لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس، ِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرأَ لِدِيْنِهِ وعِرْضِه، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ. أَلا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمَىً. أَلا وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ، أَلا وإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وإذَا فَسَدَت فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلا وَهيَ القَلْبُ) رواه البخاري ومسلم
Sesungguhnya halal itu jelas dan sesungguhnya haram juga jelas. Di antara keduanya terdapat hal-hal yang tidak jelas (musytabihat) yang tidak diketahui kebanyakan manusia. Barangsiapa menjauhi hal-hal yang tidak jelas tersebut, ia telah mencari kebersihan (dari celaan syar’i dan tuduhan) untuk agama dan kehormatannya. Barangsiapa terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak jelas (musytabihat) tersebut, ia terjerumus ke dalam haram, seperti penggembala yang menggembala di sekitar hima (lahan khusus yang tidak boleh dimasuki siapa pun), ia dikhawatirkan menggembala masuk di dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai hima dan ketahuilah bahwa hima Allah adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di tubuh terdapat segumpal darah, jika segumpal darah tersebut baik maka seluruh tubuh menjadi baik dan jika segumpal darah tersebut jelek maka seluruh tubuh menjadi jelek. Ketahuilah bahwa segumpal darah tersebut adalah hati“. (Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim).
Beberapa Istilah
Halal : semua yang memiliki dalil tegas tentang kebolehannya.
Haram : semua yang memiliki dalil tegas tentang ketidakbolehannya.
Musytabihat (Syubhat) : yang tidak jelas kehalalan atau keharamannya.
Kandungan dan Manfaat Hadist
Diizinkan untuk menikmati yang halal dengan tetap menghindari sikap berlebihan.
Tanda seseorang berlebihan dalam menikmati yang halal: jika menyebabkannya melalaikan kewajiban atau terjatuh kepada yang haram.
Dalam tingkat ketaqwaan yang lebih tinggi, tandanya adalah jika mengakibatkan ia lalai memelihara yang sunnah atau menyebabkannya meremehkan yang makruh.
Hadits ini adalah perintah untuk menjauhi yang haram dan musytabih (syubhat)
Banyak orang yang tidak mengenal kejelasan status halal atau haramnya sesuatu, sehingga dinamakan musytabih/syubhat.
Tetapi ada yang mengetahui jelas status hukumnya yaitu para ulama yang mengetahui dalil sekaligus duduk permasalahannya dengan cermat sehingga baginya sesuatu itu bukanlah syubhat.
Faktor penyebab munculnya musytabih:
1. Faktor ketidakjelasan dalil
a. Yaitu jika seorang ‘alim belum dapat memastikan apakah sebuah hadits yg ia gunakan sebagai dalil adalah hadits shahih atau bukan.
b. Jika dalilnya shahih, tapi masih ada keraguan tepatkah penggunaannya utk kasus itu?
2. Faktor ketidakjelasan masalah (data permasalahan tidak lengkap ..)
3. Faktor orangnya (tidak belajar, tidak paham atau salah paham, ..)
Menjauhi yang syubhat berarti menjaga agama (di sisi Allah) sekaligus menjaga kehormatan (di mata manusia).
Salah satu cara mendekatkan orang lain kepada pemahaman adalah dengan membuat perumpamaan, seperti yang dilakukan Rasulullah SAW dalam hadits ini.
(Baca juga: Memaafkan)
Orang yang berada dalam perkara syubhat mudah terjatuh kepada yang haram seperti penggembala yang menggembalakan ternaknya dekat daerah terlarang.
Hadits ini juga berisi arahan untuk memperhatikan hati dan selalu memperbaikinya karena kedudukannya yang amat penting bagi kebaikan seseorang secara keseluruhan.
Juga memberi isyarat bahwa sikap dan perilaku kita tentang halal, haram, dan syubhat akan mempengaruhi kondisi hati kita.
Sumber:
Telegram @sahal_hasan