0878 8077 4762 [email protected]

Bagaimana Hukumnya KPR Riba yang Sudah Terlanjur di Beli?

Assalamu’alaikum wr wb maaf pak ustadz mau tanya. Jika KPR itu sudah terlanjur riba, awalnya saya tidak tahu arti riba sama sekali. Kirain sama dengan riya. Setelah tahu KPR riba, mau dijual over juga, nanti jadi terkena laknat. Dijual cash gak laku-laku. Dengan niatan cari rezeki yang lebih besar untuk melunasinya suatu saat. Apakah tetap dosa ya? Terimakasih pak ustadz 
 
Jawaban :
Transaksi KPR tidak bisa langsung divonis riba. Sebab ia termasuk jenis jual beli dengan murabahah. Atau dalam istilah agama disebut bai’ul murabahah lil amiri bisy syira’.
Di mana pihak bank membeli rumah kepada pihak developer secara cash, lalu menjualnya kepada nasabah secara kredit.
Jual beli seperti ini diperbolehkan dengan tiga syarat:
1. Pihak bank tidak mengadakan akad jual beli dengan nasabah, sebelum bank membeli rumah itu dari developer. Kalau tidak, maka bank terjatuh ke dalam larangan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya.
2. Bank ‘menyentuh’ dulu rumah tersebut sebelum dia jual kembali ke nasabah. ‘Menyentuh’ di sini bermakna meninjaunya dan memeriksa rumah tersebut.
3. Tidak ada denda ketika terlambat dalam membayar, karena denda seperti itu adalah riba.
Apalagi ini sudah terlanjur dibeli dan bila dijual malah akan mendatangkan kerugian. Maka tinggal membayar tepat waktu untuk mencegah adanya denda.
Wallahu a’lam

Kisah Hikmah: Riba dan Pendeta

Oleh: Danu Wijaya
 
Suatu ketika seorang profesor yang bergelut dibidang perbankan syariah diundang mnghadiri acara di sebuah gereja di Yogyakarta. Dalam kesempatan itu, sang Profesor disuruh menjelaskan tentang bank syariah. Sebab dalam pandangan Kristen, nasabah bank syariah jika telat bayar akan dipotong tangan, dirajam, dicambuk atau di qishash lain.
Profesor inipun menjelaskan dengan hati-hati. Karena untuk menghormati jamaat Kristiani, sang pendeta disuruh oleh sang Profesor membacakan ayat Al Kitab tentang riba yaitu
di Ulangan 23:19 berbunyi “Jangan memungut bunga dari seorang saudara sebangsa”.
Yehezkiel 18:8 “Tidak memungut bunga uang atau mengambil riba, menjauhkan diri dari kecurangan, melakukan hukum yang benar di antara manusia dengan manusia..”
Keluaran 22:25 ” Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai seorang penagih hutang terhadap dia: janganlah kamu bebankan bunga uang kepadanya”.
Imamat 25:36 “Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba dari padanya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu dapat hidup di antaramu.”
Mazmur 15:5 “Yang tidak meminjamkan uangnya dengan makan riba dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah”.
dan masih banyak rujukan masalah riba yang dilarang dalam ayat-ayat Al Kitab.
Mengetahui hal tersebut, semua jamaah terdiam hening takjub. Bapak pendetapun turut memujinya seraya berkata, kita telah diingatkan oleh salah satu undangan kita akan keingkaran terhadap ajaran Kristen itu sendiri tentang riba.
Besoknya bapak Pendeta menelpon Profesor perbankan syariah tersebut, dengan mengatakan bahwa dia telah menutup rekening gereja di bank konvensional, dan telah dipindahkan semua ke rekening bank syariah semua. Luar biasa…
*dirangkum dari cerita yang disampaikan Prof. Dr. Veithzal Rivai Zainal, MBA, CRGP
(dosen Pasca Sarjana Kampus Indonesia Banking School, Kemang, Jakarta)

Bagaimana Hukumnya Membayar Lebih dari Pinjaman sebagai Bentuk Terima Kasih?

Assalamu’alaikum. Bagaimana hukumnya jika kita meminjam pada perorangan tanpa bunga, namun kita mengembalikannya lebih sebagai ucapan terima kasih? Dan untuk pinjaman bank syariah, apakah sudah terjamin pinjaman tersebut tanpa riba? Mohon penjelasannya. Terima kasih. Wassalamu alaikum wr.wb.
 
Jawaban :
Assalamu alaikum wr.wb. Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbih ajmain. Amma ba’du:
Pada prinsipnya, semua jenis pinjaman kepada seseorang yang mewajibkan kelebihan pada pengembaliannya adalah riba.
Sesuai dengan kaidah berikut, Kullu qardhin jarra manfa’atan fa huwa riba (setiap pinjaman yang mengambil manfaat adalah riba).
Yang dimaksud dengan manfaat di sini bisa berupa jumlah yang lebih dari nilai pinjaman atau berupa barang lain atau jasa. Misalnya ketika orang yang memberikan pinjaman berkata, “Aku berikan dirimu pinjaman sekian rupiah, dengan syarat engkau harus menjual mobilmu kepadaku.”
Ini termasuk dalam pengertian manfaat sehingga mengandung unsur riba. Nah, agar terlepas dari riba, orang yang memberikan pinjaman hutang tidak boleh memberikan syarat kepada si peminjam agar ia mengembalikan lebih dari apa yang ia pinjam atau memberikan sesuatu di luar nilai pinjaman.
Pasalnya, si pemberi pinjaman hanya berhak menerima kembali sebesar hutang yang dipinjam atau yang senilai dengan itu, tidak lebih. Si peminjam juga tidak boleh dari awal menjanjikan untuk memberikan lebihan dari apa yang ia pinjam.
Namun apabila orang yang meminjam telah melunasi hutangnya. Lalu setelah itu dengan kebaikan hatinya dan sebagai bentuk ungkapan terima kasih ia memberikan hadiah entah berupa uang atau barang kepada orang yang memberikan pinjaman, maka hal itu diperbolehkan.
Bahkan menurut sebagian ulama dianjurkan. Tapi syaratnya, hal itu diberikan setelah pelunasan dan sebelumnya tidak dipersyaratkan. Nabi saw bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutang.” (Muttafaq’alaih)
Terkait dengan pinjaman di bank, hampir semua akad di bank syariah tidak mengandung riba. Bentuknya memang bukan pinjaman seperti di bank konvensional tetapi, berupa akad pembiayaan (murabahah) dan sejenisnya.
Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr. wb.
Ustadz Fauzi Bahreisy
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini