by Fahmi Bahreisy Lc fahmibahreisy | Apr 30, 2016 | Konsultasi, Konsultasi Ibadah
Assalamu’alaikum. Mohon maaf saya mau bertanya. Ustadz saya selepas buang air kecil terus wudhu terus lanjut mau solat terkadang lagi solat ada air keluar setetes, ustadz apakah solat saya batal ustadz ?
Jawaban:
Assalamu’alaikum wr wb.
Yang pertama bahwa air kencing itu najis dan membatalkan shalat. Berdasarkan QS. Al-Maidah: 6 dan sabda Rasulullah saw, “Seorang yang berhadats shalatnya tidak diterima hingga berwudhu.” (HR. Bukhari).
Tapi jika sekedar was-was, ragu-ragu keluar atau tidak atau hanya perasaan bukan keyakinan maka hal tersebut tidak membatalkan wudhu dan tidak membatalkan shalat, karena hal tersebut berasal dari setan yang selalu ingin mengganggu seorang muslim.
“Jika kalian merasakan ada sesuatu di perutnya tapi masih meragukan apakah ada sesuatu yang keluar ataukah tidak maka janganlah meninggalkan masjid (shalat) sehingga mendengar suara atau mencium baunya.” (HR. Muslim).
(Baca juga: Keluar Cairan Saat Dipijat)
Oleh sebab itu, saat kita buang air kecil, jangan terburu-buru sampai ia benar-benar tuntas sehingga kita yakin ia telah bersih. Lalu basuhlah dengan air secukupnya.
Jika dikhawatirkan akan keluar lagi, maka hendaklah ia menyipratkan air di sekeliling kemaluannya, sehingga di saat ia merasa ada yg keluar, ia menganggap bahwa itu adalah sisa air tadi. Setelah itu berwudhulah dan shalat serta tdk usah memperhatikan was-was yang dihembuskan oleh setan.
Namun, jika ia benar-benar yakin bahwa yang keluar adalah air seni, maka bersihkan bagian yang terkena air seni tersebut dan ia mengulangi wudhunya.
Wallahu a’lam.
Waalaikumussalam wr wb
Ustadz Fahmi Bahreisy, Lc
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini
by Farid Numan Hasan faridnuman | Apr 30, 2016 | Adab dan Akhlak, Artikel
Oleh: Farid Nu’man Hasan
Berikut ini adab-adab terhadap rambut:
1. Larangan Meniru Model Rambut Kaum Kuffar dan Ahli Maksiat
Kita lihat, tidak sedikit umat Islam –baik muslim dan muslimah- yang model rambutnya meniru-niru orang kafir. Seperti model spike, mohawk, dan lainnya. Awal 90-an kaum wanita di landa demam model rambut Demi More, dengan memendekkan seperti kaum laki-laki.
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk kaum tersebut.” (HR. Abu Daud No. 4031, Ahmad No. 5115, Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf No.33016, dll)
Imam As Sakhawi mengatakan ada kelemahan dalam hadits ini, tetapi hadits ini memiliki penguat (syawahid), yakni hadits riwayat Al Bazzar dari Hudzaifah dan Abu Hurairah, riwayat Al Ashbahan dari Anas bin Malik, dan riwayat Al Qudha’i dari Thawus secara mursal. (Imam As Sakhawi, Al Maqashid Al Hasanah, Hal. 215).
Sementara, Imam Al ‘Ajluni mengatakan, sanad hadits ini shahih menurut Imam Al ‘Iraqi dan Imam Ibnu Hibban, karena memiliki penguat yang disebutkan oleh Imam As Sakhawi di atas. (Imam Al ‘Ajluni, Kasyful Khafa, 2/240).
Imam Ibnu Taimiyah mengatakan hadits ini jayyid (baik). Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan sanadnya hasan. (Imam Abu Thayyib Syamsul ‘Azhim, Aunul Ma’bud, 9/54). Syaikh Al Albani mengatakan hasan shahih. (Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 4031).
[Baca juga: Adab Menuntut Ilmu Syar’i (3-akhir)]
Imam Al Munawi dan Imam Al ‘Alqami menegaskan hal-hal yang termasuk penyerupaan dengan orang kafir: “Yakni berhias seperti perhiasan lahiriyah mereka, berjalan seperti mereka, berpakaian seperti mereka, dan perbuatan lainnya.” (‘Aunul Ma’bud, 11/51).
Wallahu A’lam. *bersambung
by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | Apr 30, 2016 | Artikel, Tausiyah Iman
Tausiyah Iman – 21 April 2016
Ukuran keimanan seseorang ternyata tidak hanya dilihat dari ibadahnya, shalatnya, puasanya, hajinya, dan seterusnya. Akan tetapi, juga dilihat dari sikapnya ketika melihat dan merespon kemungkaran.
Saat melihat kemungkaran, seorang mukmin tidak boleh diam, abai, apalagi sampai ridha dan mendukung. Namun, ia harus menunjukkan pembelaan dan loyalitasnya kepada Allah dengan berusaha mengubah kemungkaran tersebut. Itulah ciri dari mukmin sejati.
Allah berfirman, “Kalian adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia. Kalian menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran” (QS Ali Imran: 110).
Ustadz Fauzi Bahreisy
(Baca juga: Adab Di Dalam Majelis & Adab Terhadap Guru)
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | Apr 29, 2016 | Artikel
Oleh: Fauzi Bahreisy
Setiap manusia pasti menginginkan kemenangan, kesuksesan, dan keberhasilan. Ini merupakan fitrah dan tabiat yang melekat dalam diri setiap insan. Namun, bagaimana mempersepsikan kemenangan dan bagaimana cara untuk mendapatkannya, manusia terbagi dalam dua kelompok besar.
Pertama, kelompok yang menakar dan mengukur kemenangan dengan angka-angka dan sesuatu yang bersifat lahiriah dan fisik, seperti banyaknya harta, tingginya kedudukan, banyaknya suara dan dukungan, popularitas, serta aksesori duniawi lainnya.
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِّنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
[الجزء: ٢١ | الروم (٣٠)| الآية: ٧]
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedangkan terhadap (kehidupan) akhirat mereka lalai.” (QS Arrum [30]: 7).
Karena orientasinya hanya tertuju kepada dunia, kelompok ini tidak memedulikan cara untuk mendapatkan kemenangan. Apakah benar atau salah, halal atau haram, baik atau tidak. Yang penting sukses dan menang.
Ketika apa yang diinginkan tercapai dan berhasil didapat, mereka menjadi bangga dan lupa diri, lalu bertingkah seperti Qarun, Firaun, dan Namrud. Sebaliknya, ketika gagal, mereka menjadi malu, stres, frustrasi, depresi, dan tidak sedikit yang berujung pada bunuh diri.
Adapun kelompok kedua, mereka adalah kaum beriman yang orientasi hidupnya jelas; yaitu tertuju kepada akhirat. Dunia bagi mereka hanya sarana untuk menggapai akhirat. Karena itu, standar kemenangan hakiki bagi mereka bukan dunia, tapi mendapat ridha Allah SWT dan meraih surga-Nya.
(Baca juga: Sejauhmana Hubungan Kita dengan Al Quran)
“Siapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh ia telah menang. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS Ali Imran [3]: 185).
Mereka tidak terperdaya dengan dunia yang singkat dan fana. Mereka tidak mau tertipu dengan kesuksesan yang memperdaya.
Mereka tidak mau menghalalkan segala cara. Sebab,
ان الله طيب لا يقبل الا طيبا
mereka mengerti, Allah SWT Maha Baik. Dia hanya menerima yang baik-baik (Al Hadis).
Lalu, ketika kemenangan dan kesuksesan duniawi diraih, mereka bersyukur dan menampakkan kegembiraan secara proporsional.
(Baca juga: Urgensi Amar Ma’ruf Nahi Munkar)
Sebaliknya, ketika usahanya tidak seperti yang diharapkan, mereka bersabar; tidak stres dan frustrasi. mereka sadar bahwa seluruh amal dan karyanya tidak akan sia-sia. Sepanjang dilakukan untuk Allah SWT, ia akan membuahkan ganjaran di sisi-Nya.
Inilah kemenangan, kesuksesan, dan keberhasilan hakiki. Di dunia bahagia, dan diakhirat akan mendapat kebahagiaan yang jauh lebih besar.
by Fahmi Bahreisy Lc fahmibahreisy | Apr 29, 2016 | Artikel, Tausiyah Iman
Tausiyah Iman – 20 April 2016
Jika engkau duduk di depan seorang guru, maka hendaknya engkau sadar bahwa itu adalah majelisnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, agar engkau lebih menghormatinya.
Para salaf dahulu ketika ia pergi menuju gurunya, ia bersedekah dan berkata: “Ya Allah, sembunyikanlah aib guruku dariku, dan jangan Engkau jauhkan keberkahan ilmunya dariku”.
Imam Syafi’i berkata: “Dulu aku membuka lembaran-lembaran buku di depan Imam Malik dengan cara yang sangat pelan dengan tujuan untuk menghormati beliau dan agar ia tidak mendengar bunyi lembaran yang aku buka”.
Rabi’ (murid Imam Syafi’i) berkata: “Aku tidak berani minum air di depan Imam Syafi’i sedangkan ia melihat kepadaku, hal ini untuk menghormatinya”.
Dalam sebuah riwayat Imam Ahmad tidak pernah mengarahkan kakinya saat duduk ke arah rumahnya Imam Syafi’i. Bandingkan dengan kita yang seringkali menjulurkan kakinya di hadapan gurunya.
Diantara pintu keberkahan ilmu ialah adabmu terhadap gurumu.
Ustadz Fahmi Bahreisy, Lc
(Baca juga: Manusia Paling Buruk)
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman