0878 8077 4762 [email protected]

Rajab dan Persiapan Ramadhan

Oleh: Fahmi Bahreisy, Lc
 
Tidak terasa sekarang kita sudah memasuki pertengahan menuju akhir dari bulan Rajab. Mungkin banyak diantara kaum muslimin yang masih belum sadar bahwa sekarang mereka sudah berada di bulan Rajab. Atau mungkin juga diantara mereka mengetahuinya, akan tetapi hal itu adalah hal yang biasa saja. Tak ada bedanya antara ada bulan Rajab atau tidak. Dan memang begitulah, euforia menyambut bulan Rajab tak terlihat sama sekali di masyarakat, padahal sejatinya bulan Rajab merupakan terminal pertama menuju bulan suci Ramadhan. Ia adalah momen awal menyambut Ramadhan. Rajab, Sya’ban, dan Ramadhan adalah tiga bulan yang saling berurutan. Deretan bulan ini mengisyaratkan pentingnya penekanan ibadah menjelang bulan penuh ampunan, Ramadhan.
Sebuah kesuksesan kerap kali tak bisa lepas dari persiapan yang matang. Jika boleh direfleksikan, maka Ramadhan dengan segala kemuliaannya adalah sebuah kompetisi besar yang mesti diikuti semua umat Islam. Kompetisi menuju manusia terbaik dihadapan-Nya, yang berujung pada gelar takwa. Layaknya sebuah kompetisi, mestilah ada sebuah persiapan cukup untuk memenanginya. Seperti halnya siswa yang akan mengikuti ujian, maka ia akan mempersiapkan ujian tersebut sejak beberapa bulan sebelumnya.
Dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malik ra, ketika Rasulullah SAW memasuki bulan Rajab, beliau berkata (berdo’a), “Yaa Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan pertemukan kami dengan bulan Ramadhan.” (HR. Muslim).
Dari teks hadits diatas, maka bisa disimpulkan bahwa Ramadhan adalah tujuan dan Rajab adalah awal untuk mendapatkan tujuan itu. Sebagaimana perkataan Ibnu Athaillah rahimahullah, “Barang siapa yang baik permulaannya, maka baik pula penutupnya.”
Keberkahan di bulan Rajab dan Sya’ban hanya bisa didapatkan dengan cara mengisinya dengan ibadah dan amal shalih. Dengan modal keberkahan tersebut, berarti kita telah siap menyambut kedatangan Ramadhan.
(Baca juga: Khutbah Rasulullah Menyambut Ramadhan)
Ada banyak riwayat yang menyebutkan tentang amalan-amalan yang bisa kita lakukan di bulan Rajab ini, diantaranya ialah,
“Anas bin Malik ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Di surga ada sebuah sungai yang bernama Rajab. Ia lebih putih daripada susu dan lebih manis dari madu. Barang siapa yang berpuasa satu hari saja di bulan tersebut, Allah akan memberinya minuman dari sungai tersebut.’” (HR. Ibnu Hibban).
Imam As-Suyuthi mengomentari hadits tersebut dengan berkata, “Hadits ini bukanlah hadits palsu, ia adalah hadits dha’if yang boleh diriwayatkan karena berkaitan dengan fadhail a’mal”.
‘Izzuddin bin Abdis salam berkata dalam sebuah fatwanya yang merupakan jawaban atas pertanyaan yang diajukan kepadanya,
“Bagaimana pendapatmu mengenai pandangan sebagian ulama mengenai keutamaan dari tiap-tiap bulan dan anjuran melakukan amal shalih di dalamnya, dan diantaranya ialah bulan Rajab yang mana sebagian ahli hadits melarang berpuasa dan memuliakannya dengan alasan bahwa hal itu menyerupai kebiasaan kaum jahiliyah.
Apakah dilarang berpuasa dan memuliakan bulan tersebut?”
Beliau menjawab, “Perkataan sebagian ulama yang menyebutkan akan kemuliaan bulan Rajab, maka diantaranya ada yang shahih dan ada yang tidak. Yang tidak shahih lebih banyak daripada yang shahih. Adapun yang melarang berpuasa di dalamnya, sebenarnya ia buta terhadap syari’at. Bagaimana ia bisa menjadi terlarang, padahal tidak satupun ulama syariah yang menggolongkan Rajab ke dalam bulan yang dimakruhkan untuk berpuasa. Barang siapa yang memuliakan Rajab dengan cara-cara yang jahiliyah, maka ia bukan termasuk menyerupai kaum jahiliyah.”
Selain itu, di bulan Rajab terjadi peristiwa sejarah yang penting bagi umat Islam. Pada bulan Rajab, tahun 10 kenabian (620 M) terjadi peristiwa Isra’ Mi’raj.
Peristiwa ini diperingati sebagai hari besar umat Islam karena ia adalah momentum naiknya Rasulullah saw ke sidratul muntaha untuk menerima shalat lima waktu.  Hendaknya ini menjadi pelajaran bagi kita, bahwa jika kita ingin mendekat kepada Allah, jalan yang paling utama ialah dengan cara shalat. Jika kita memperbaiki shalat kita, maka hubungan kita dengan Allah juga akan semakin dekat.
Dengan begitu, persiapan kita menuju bulan yang paling mulia akan semakin sempurna. Perumpamaan bulan Rajab bagaikan angin, bulan Sya’ban bagaikan awan, dan bulan Ramadhan bagaikan hujan. Barang siapa yang tidak menanam di bulan Rajab dan tidak menyiraminya di bulan Sya’ban, bagaimana mungkin ia akan memanen di bulan Ramadhan?
Wallahu a’lam.
Sumber :
Artikel Utama Buletin Al Iman.
Edisi 370 – 29 April 2016. Tahun ke-8
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan.
Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.
Hubungi 0897.904.6692
Email: [email protected]
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!

Bolehkah Shalat Sehabis Melahirkan?

Assalamu’alaikum Ustad, semoga selalu dirahmati Allah Amiin..
Ustad, berapa lama orang yang habis melahirkan baru bisa sholat? Mohon jawabanya dan terima kasih Ustad.
 
Jawaban:
Assalamua’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Wanita yang baru melahirkan dilarang untuk shalat dikarenakan adanya darah yang keluar pasca melahirkan. Ini yang dinamakan dengan darah nifas. Jadi, selama darah nifas masih keluar, maka ia dilarang untuk shalat sebagaimana wanita haid.
Para ulama berbeda pendapat terkait masa yang paling cepat dan masa paling lama untuk nifas.  Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa tidak ada masa paling cepat untuk darah nifas. Ketika ia melihat bahwa darah nifas sudah tidak keluar lagi, maka saat itu ia telah suci dan boleh shalat walaupun berselang satu hari dari proses melahirkan. Hal ini berdasarkan sebuah hadits :
Jika seorang wanita telah bersih dari nifasnya sesaat setelah melahirkan, maka ia boleh shalat.
(Baca juga: Cara Shalat Diatas Kendaraan)
Sedangkan Imam Abu Hanifah mengatakan paling cepat adalah 15 hari. Namun pendapat pertama lebih kuat.
Adapun masa paling lama untuk nifas, sebagian besar ulama mengatakan 40 hari. Sedangkan Imam Syafi’i mengatakan paling lama adalah 60 hari, namun kebanyakan wanita sampai 40 hari.
(Baca juga: Shalat Khusyuk)
Yang menjadi ukuran ialah keluar atau tidaknya darah nifas. Jika darah nifas sudah tidak keluar, maka ia berarti telah suci. Namun, jika sudah sampai 60 hari, maka bisa jadi itu darah haid (jika bertepatan dengan masa haidnya) atau darah istihadhah.
Wallahua’lam
Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Ustadz Fahmi Bahreisy, Lc
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini 
 

Benarkah Kita Beriman Kepada Allah?

Tausiyah Iman – 25 April 2016
 
Iman tidak hanya sebatas kata-kata di lisan. Hakikat iman bukan sekedar tahu tentang rukun iman yang enam. Ia juga tidak hanya diukur dari ibadahnya saja. Tapi yang dikatakan beriman sejauh mana keridhaan dan ketulusanmu kepada Allah.
Begitulah seorang mukmin yang sejati, sebagaimana hadits Rasulullah saw:
Sungguh mengagumkan perkara orang mukmin. Semua urusannya baik bagi dia. Dan hal itu hanya terdapat pada orang yang beriman. Jika ia mendapatkan nikmat, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia mendapatkan ujian, dia bersabar, dan itu juga baik baginya“.
Ustadz Fahmi Bahreisy, Lc
(Baca juga: Tak Perlu Iri dan Dengki)
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman

Khutbah Rasulullah Menyambut Ramadhan

Rasulullah SAW sangat gembira dan memberikan kabar gembira kepada umatnya dengan datangnya bulan Ramadhan. Rasulullah menyebutkan keutamaan-keutamaan Ramadhan dalam pidato penyambutan bulan suci sebagai berikut.
Dari Salman Al Farisi ra berkata : “Rasulullah saw berkhutbah pada hari terakhir bulan sya’ban: “Wahai manusia telah datang kepada kalian bulan yang agung, bulan penuh berkah, didalamnya ada malam yang lebih baik dari seribu bulan. Allah menjadikan puasanya wajib, dan qiyamul lailnya sunnah. Siapa yang mendekatkan diri dengan kebaikan, maka seperti mendekatkan diri dengan kewajiban dibulan yang lain. Siapa yang melaksanakan kewajiban, maka seperti melaksanakan 70 kewajiban dibulan lain.
Ramadhan adalah bulan kesabaran, dan kesabaran balasannya adalah surga. Bulan solidaritas, dan bulan ditambahkan rizki orang beriman. Siapa yang memberi makan orang yang berpuasa, maka diampuni dosanya dan dibebaskan dari api neraka dan mendapatkan pahala seperti orang-orang yang berpuasa tersebut tanpa dikurangi pahalanya sedikitpun”.
Kami berkata: “Wahai Rasulullah, tidak semua kita dapat memberi makan orang yang berpuasa?”
Rasul Saw bersabda : “Allah memberi pahala kepada orang yang memberi buka puasa walaupun dengan seteguk susu, satu biji kurma, atau seteguk air. Ramadhan adalah bulan yang awalnya rahmat, tengahnya maghfirah, dan akhirnya pembebasan dari api neraka. Siapa yang memberi keringanan kepada budak.yang dimilikinya, maka Allah mengampuninya dan membebaskan dari api neraka.
Perbanyaklah melakukan empat hal, dua perkara membuat Allah ridha dan dua perkara Allah tidak butuh dengannya. Kedua hal itu adalah Syahadat Laa ilaha illallah dan beristighfar kepada-Nya. Adapun dua hal yang Allah tidak butuh adalah engkau meminta surga dan berlindung dari api neraka. Siapa yang membuat kenyang orang yang berpuasa, Allah akan memberikan minum dari telagaku (Rasul saw) satu kali minuman yang tidak akan pernah haus sampai masuk surga.”
(HR al Uqaili, Ibnu Huzaimah, al Baihaqi, al Khatib, dan al Asbahani). Dalam kitab Misykat al Mashabih disebutkan bahwa hadist ini dhaif. Disebutkan pula dalam Kanz al Ummal bahwa Ibnu Hajar mengatakan dhaif.
Dalam hadist lain, Rasul bersabda: “Umatku diberi lima kebaikan pada bulan Ramadhan, sesuatu yang tidak diberikan kepada umat sebelumnya. Pertama, bau mulut seorang yang berpuasa lebih wangi daripada bau misik (minyak kesturi. Kedua, malaikat memintakan ampun sampai berbuka. Ketiga, setiap hari Allah menghiasi surga milik orang yang berpuasa, kemudian berkata (pada surga); “Hamba-hambaku yang shalih sebentar lagi akan melepas kepenatan dan kesusahannya dan datang kepadamu”. Keempat, setan-setan dibelenggu dan tidak dapat bebas berkeliaran sebagaimana bulan lain. Kelima, diampuni dosanya di akhir malam”. Diantara sahabat ada yang berkata: “Wahai Rasulullah, apakah itu malam kemuliaan (Lailatu Qadr)?” Rasul saw menjawab: “Bukan, tetapi seorang pekerja akan disempurnakan balasannya ketika pekerjaan selesai“. (HR Ahmad, al Bazzar, Abu Syaikh, al Baihaqi dan al Asbahani).
Sumber :
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center

Tak Perlu Iri dan Dengki

Tausiyah Iman – 24 April 2016
 
Tidak perlu iri dan dengki dengan profesi orang lain yang lebih baik menurut penilain kita. Juga tidak perlu merendahkan pekerjaan orang lain selama itu halal.
Imam Malik rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya Allah membagi pekerjaan sebagaimana membagikan rezeki”.
Ustadz Abdul Rochim, Lc., MA.
(Baca juga: Menghadap-Nya)
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman