by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | May 2, 2016 | Artikel, Tausiyah Iman
Tausiyah Iman – 23 April 2016
Bila berwudhu, wajah Ali ibn Husein ra menjadi pucat.
Ketika ditanya, “Mengapa wajahmu pucat setiap kali berwudhu?” Ia menjawab, “Engkau tahu di hadapan siapa aku akan berdiri?”
اللهم اجعلنا من الخاشعين في الصلاة
Ustadz Fauzi Bahreisy
(Baca juga: Ridha Akan Ujian)
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
by Fahmi Bahreisy Lc fahmibahreisy | May 2, 2016 | Adab dan Akhlak, Artikel
Oleh: Fahmi Bahreisy, Lc
Pada umumnya orang menuntut ilmu (di zaman sekarang ini) ada 3 fase:
Fase pertama, ia baru mencicipi dan berkenalan dengan ilmu yang ia tekuni.
Di fase ini ia merasa bahwa dirinya adalah orang yang hebat, sudah menjadi orang yang alim, berani mentarjih pendapat-pendapat para ulama mujtahidin, bahkan berani merendahkan ulama yang dipandang tidak sejalan dengan madzhab atau pendapatnya, padahal dia belum memahami dan mendalami qowoid tafsir an-nushush, dan masih jauh untuk sampai kepada kedudukan al ijtihad.
Fase kedua, ia sudah mulai mengenal lebih dalam ilmu yg ia tekuni, ilmunya semakin berkembang seiring dengan bertambahnya buku yang ia baca dan pengalaman-pengalaman yang ia dapatkan.
(Baca juga: Adab Menuntut Ilmu Syar’i (1)]
Dalam fase ini, ia sudah mulai sadar akan kebodohan dirinya, menyadari bahwa ilmunya masih dangkal, meskipun seringkali perasaan ujubnya masih muncul, hanya saja dia segera sadar akan kesalahannya tersebut, dan ia semakin semangat untuk mempelajari ilmu yang belum ia dapatkan.
Fase ketiga, sudah semakin banyak ilmu yang ia dalami, berbagai macam kitab telah ia baca, wawasannya juga semakin luas.
Dalam fase ini, dia menyadari kebodohannya, semakin ia pelajari ilmu, semakin tersingkap kebodohannya, ia menyadari bahwa ternyata ilmu yang selama ini ia pelajari, bagaikan tetesan air di tengah samudera yang luas. Di fase ini, sifat wara’ dan tawadhu’nya akan muncul, tidak mudah menyalahkan pendapat yang bertentangan dengannya, apalagi sampai merendahkannya, karena boleh jadi pendapat tersebut didasarkan pada dalil yang belum ia ketahui. Hal ini sebagaimana ditampakkan oleh ulama-ulama terdahulu yang tidak diragukan lagi keilmuannya.
by Muhammad Syukron msyukron | May 1, 2016 | Artikel, Tausiyah Iman
Tausiyah Iman – 22 April 2016
Ujian atau cobaan merupakan suatu kepastian dalam kehidupan. Ia merupakan fitrah yang tidak bisa dihilangkan. Ia dirasakan oleh setiap orang, dimana pun dan dalam usia berapapun.
Ujian dan cobaan bisa berupa kesusahan namun tak sedikit juga yang berupa kebahagiaan dan kemudahan.
Yang terpenting dalam memahami sebuah ujian dan cobaan adalah hendaknya meyakini bahwa itu merupakan tanda cinta Allah SWT dan kita mesti ridho atasnya.
Nabi SAW bersabda :
إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَط
“Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Barang siapa yang ridha (terhadap ujian tersebut) maka baginya ridha Allah dan barang siapa yang marah (terhadap ujian tersebut) maka baginya murka-Nya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah At Tirmidzi berkata bahwa hadits ini hasan ghorib)
Ustadz Muhammad Syukron Muchtar
(Baca juga: Respon Mukmin)
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
by Ahmad Sahal Hasan Lc ahmadsahalhasan | May 1, 2016 | Artikel, Sentuhan Nabi
Oleh: Ahmad Sahal Hasan, Lc
عَنْ أَمِيرِ المُؤمِنينَ أَبي حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضيَ اللهُ تعالى عنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلى اللهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا، أَوِ امْرأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
(رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بَرْدِزْبَهْ البخاري، وأبو الحسين مسلم بن الحجَّاج بن مسلم القشيري النيسابوري، في صحيحيهما اللَذين هما أصح الكتب المصنفة)
Dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu yang berkata, “Aku dengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu dengan niat dan untuk setiap orang tergantung kepada apa yang ia niatkan. Barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya karena dunia yang didapatkannya atau wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang menjadi tujuan hijrahnya“. (Diriwayatkan oleh dua Imam ahli Hadits, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardzirbah Al-Bukhari, dan Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairi An-Naisaburi dalam kitab Shahih keduanya yang merupakan kitab paling shahih yang pernah ditulis).
Sabab Wurud Hadits
(Sebab atau Latar Belakang Hadits)
Bahwa ada seorang laki-laki berhijrah dari Mekkah ke Madinah dengan tujuan menikah dengan seorang perempuan yang dikenal dengan Ummu Qais, bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah dari Allah, maka dikatakan kepadanya “Muhajir Ummi Qais” (Disebutkan oleh ibnu Daqiq Al-id dalam Syarah Arbai’in An-Nawawiyyah).
Diantara Manfaat Hadits
1. Sahnya amal karena niat
2. Balasan amal juga tergantung niat.
3. Fungsi niat adalah
a. Untuk membedakan antara ibadah dengan adat kebiasaan
b. Untuk membedakan ibadah yang satu dengan ibadah yang lain
4. Arahan untuk selalu ikhlas dalam beramal, karena Allah tidak menerima amal kecuali jika diniatkan ikhlas semata untuknya dan sesuai dengan tuntunan syariat.
(Baca juga: Memaafkan)
5. Barang siapa yang meniatkan meraih suatu kepentingan duniawi dengan amalnya ia tak akan memperoleh apa yang ada di sisi Allah.
فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
6. Dalam masalah syariat (hukum dan posisi wahyu), Allah dan Rasul-Nya dapat disandingkan, oleh karenanya kata Allah dan kata Rasul-Nya dihubungkan dengan “dan”. Tetapi dalam masalah peristiwa alam dan rahasia ghaib, Allah tidak boleh disekutukan dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam apalagi yang lain.
Sumber:
Telegram @sahal_hasan