5 Fakta Dosen Universitas Al Azhar

Apa yang dibayangkan ketika mendengar kata dosen? Kebanyakan dari kita pasti membayangkan dosen itu menggunakan jas, sepatu dan jam tangan yang mahal dan umumnya dengan kendaraan yang bagus. Ditambah dosen yang sulit ditemui oleh mahasiswa untuk bimbingan.
Namun bayangan diatas tidak tepat jika kita alamatkan kepada para dosen dan Professor di Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir. Sebab jika kamu pergi melihat langsung bagaimana para dosen dan professor Universitas Al-Azhar itu, kamu pasti akan geleng-geleng kepala tidak percaya. Kenapa?
Universitas Al Azhar termasuk Top Universitas didunia Islam. Banyak santri/cendikiawan muslim Indonesia yang berkeinginan kuliah disana.
Ternyata dosen Al-Azhar memiliki Style tersendiri yang membuat kita terkagum-kagum, bahkan heran karena para dosen yang mengajar di salah satu Universitas populer di dunia ini tidak seperti apa yang dibayangkan oleh kebanyakan orang.
Penasaran bagaimana fakta unik dari dosen Al-Azhar yang mendunia Itu?
1. Sederhana Berpakaian
Kesederhanaan adalah pakaian para dosen Al-Azhar, hampir seluruh aspek kehidupan mereka baik di kampus dan di luar kampus diliputi dengan kesederhanaan.
Hal ini bisa dilihat dari gaya berpakaian para dosen nya, para dosen Al-Azhar sangat jarang memakai jas apalagi Tuxedo yang mahal, kebanyakan dari dosen ini memakai baju “Jalabiyah” atau baju gamis yang kita kenal, lalu di kepala para dosen ini ada semacam peci yang dinamakan “Turbus Al-Azhar”
Turbus dan Jalabiyah inilah pakaian kebanggaan para dosen Al-Azhar, walaupun terlihat sederhana namun bagi mereka, pakaian itu jauh lebih berwibawa daripada memakai jas atau tuxedo.
Pakaian ini juga digunakan Para dosen untuk menghadiri acara-acara resmi Universitas ataupun pemerintah.
Kadang ada juga Dosen Al-Azhar yang datang menggunakan baju Kemeja dan celana dasar biasa, padahal mereka sudah bergelar Profesor dan Doktor, di Universitas yang bergengsi lagi.
Namun dari kesederhanaan berpakaian ini sehingga mereka tidak kelihatan berbeda dengan orang kebanyakan biasa ketika di luar Universitas.
Sehingga banyak para mahasiswa yang tidak menyadari kehadiran para Doktor dan Dosen ini ketika di luar Universitas seperti di Pasar ataupun ketika diatas bus.
2. Sederhana Berkendara
Ketika anda masuk ke Universitas Al-Azhar di Kairo, anda tidak akan melihat banyak mobil terparkir di halaman parkir universitas
Sebab tidak banyak Dosen yang menggunakan Mobil ke Universitas, bahkan sebagian diantara para Dosen dan Profesor Al-Azhar tidak memiliki kendaraan pribadi!
Mereka menggunakan angkutan umum untuk datang ke Universitas setiap hari nya, beberapa dosen terlihat menggunakan Vespa dan sepeda Motor di Universitas, sungguh mengherankan bukan?
Jujur, banyak yang merasa heran melihat para dosen yang datang menggunakan mobil Bus dan ikut-ikutan berdesak-desakan dengan mahasiswa diatas bus.
Namun karena para dosen ini memiliki akhlak yang mulia, mereka pun tidak merasa malu, apalagi merasa gengsi untuk naik bus bersama mahasiswa.
Bahkan seorang teman pernah bercerita, kalau dia pernah naik taksi pergi ke sebuah tempat, dan diperjalanan, sopir taksi itu selalu bercerita mengenai agama, politik dan berbagai hal ilmiah lain nya, sehingga teman saya ini pun menjadi penasaran.
Karena sopir takai ini bukan lah sopir biasa, karena ilmu dan wawasan nya yang luas, maka iseng temanku ini bertanya, selain nyupir taksi kerjaan nya bapak itu apa, lalu sopir itu menjawab
“Saya Profesor di Universitas Al-Azhar, dan saya juga ngajar di kelas Pasca sarjana Univ. Al-Azhar” sontak temanku itu kaget dan bertakbir krn kagum dengan sopir taksi yang luar biasa itu.
Pasti sangat heran jika kita melihat seorang yang sudah sekelas professor pun masih tidak segan untuk menjadi sopir taksi untuk memenuhi kehidupan nya, walau sebenarnya gaji yang didapat sudah lebih dari cukup untuk menghidupinya. Luar biasa!
Padahal mereka adalah dosen-dosen terbaik yang dimiliki oleh Al-Azhar dan Mesir! Tidak hanya Mesir saja, Namun juga Negara Arab.
Banyak dari dosen Al-Azhar menjadi dosen terbang di beberapa Universitas di Negara-Negara arab lain nya seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Qatar serta dibeberapa negara Eropa.
Agak nya kita memang harus banyak belajar dari kehidupan para Dosen Al-Azhar ini, bukan nya mereka miskin atau kekurangan gaji yang didapatkan dari Universitas sekelas Al-Azhar, namun memang gaya hidup sederhana itu sudah menjadi bagian dari hidup mereka.
3. Tetap Mengajar walaupun hanya Dihadiri oleh satu atau dua orang Mahasiswa saja
Ini fakta unik lainnya dari para dosen ini, karena mereka tidak terlalu mempedulikan jumlah mahasiswa ketika dosen ini akan mengajar.
Bagi para dosen itu ilmu ini harus disampaikan kepada mahasiswa walaupun jumlah mahasiswa yang hadir kadang sangat sedikit.
Seperti yang pernah saya rasakan ketika belajar tentang “Sejarah Perkembangan Umat Islam”, ketika itu hanya hadir 2 orang mahasiswa saja ketika beliau akan memulai pelajaran, namun dosen itu tetap melanjutkan pelajaran seperti biasa nya, tidak ada raut wajah kecewa sedikitpun terlihat dari wajah beliau.
Bukannya marah, beliau malah berpesan kepada yang hadir untuk mengajarkan mahasiswa yang tidak hadir mengenai pelajaran hari ini.
Tidak hanya itu saja, pernah ketika saya belajar bahasa inggris yang ketika itu hanya dihadiri oleh beberapa orang mahasiswa saja, namun pelajaran tetap dilanjutkan seperti biasa tanpa ada rasa kekecewaan sedikitpun di wajah dosen itu.
Karena memang niat mereka sangat tulus untuk mengajarkan para mahasiswanya, sehingga walaupun hanya sedikit mahasiswa yang hadir, beliau tetap menghormati mahasiswa yang hadir ini lalu memberi pesan kepada mereka untuk mengajari yang tidak hadir, tanpa mengancam akan mengurangi nilai mereka yang tidak hadir.
Hal ini patut kita contoh karena kadang kita malas untuk mengajari para anak murid disebabkan hanya sedikit yang hadir, kadang kita merasa tidak dihargai dan lain sebagainya.
Coba lihat para dosen ini, padahal pangkat dan jabatan mereka sangat dihargai oleh orang, namun tidak merasa rendah diri jika banyak mahasiswa yang tidak hadir oleh sebab tertentu.
4. Tidak ada istilah Pensiun untuk Memberikan Ilmu
Ini fakta lainnya, yaitu tidak ada istilah pensiun bagi para dosen Al-Azhar, mereka tetap akan mengajar selagi mereka masih sanggup.
Oleh karena itu kita bakal banyak melihat para dosen yang sudah tua namun masih tetap enerjik dalam mengajar di kelas.
Contoh nya saja salah seorang dosen senior yang bernama Syekh Thoha Hibisyi yang sudah berumur 80 tahun lebih, namun masih aktif mengajar di Universitas Al-Azhar tak kalah dengan dosen-dosen muda lainnya.
Karena bagi mereka tidak ada istilah Pensiun dalam mengajarkan Ilmu, bahkan ketika mereka sudah sakit-sakitan pun masih tetap mengajar di rumah mereka, itulah bukti kecintaan mereka kepada ilmu.
5. Disabilitas tidak Menghalangi Dosen untuk Tetap Mengajar.
Inilah yang paling kita kagumi dari para dosen Al-Azhar, karena saking cintanya kepada ilmu pengetahuan, kekurangan yang mereka miliki malah menjadi penyemangat mereka dalam menuntut ilmu.
Kekurangan fisik yang paling banyak dimiliki oleh para dosen ini adala Kebutaan sejak lahir.
Banyak dari dosen dan professor Al-Azhar yang memiliki keterbatasan fisik dari lahir, seperti buta atau tidak melihat, namun karena kedalaman dan kehebatan ilmu yang mereka miliki, maka para dosen ini tetap diperbolehkan mengajar para mahasiswa dan ditemani oleh seorang asisten untuk membantu mereka.
Dosen-dosen disabilitas ini kadang menjadi motivasi tersendiri bagi kami para Mahasiswa, karena dengan fisik kami yang sempurna ini harusnya kami bisa menjadi orang yang lebih luar biasa lagi
Sebab dosen yang memiliki kekurangan fisik saja mampu untuk menuntaskan gelar mereka hingga professor.
Seperti seorang dosen yang bernama Dr. Jamal Afifi, beliau seorang dosen ilmu Filsafat yang hampir Buta, namun beliau tetap semangat dalam mengajar bahkan jauh lebih semangat dari dosen yang tidak memiliki cacat fisik.
Beliau tidak mampu untuk melihat, namun beliau adalah salah satu dosen yang paling rajin yang ada di Universitas ini.
Itulah fakta menarik seputar dosen di kampus bergengsi universitas Al Azhar Kairo. Semoga kita terinspirasi.
 
Sumber : hipwee

Pesan Grand Sheikh Al-Azhar untuk Umat Islam di PBNU

JAKARTA — Grand Sheikh al-Azhar Prof Ahmad Muhammad ath-Thoyyib berkunjung ke kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jakarta pada Rabu (2/5). Ketua Umum PBNU Prof KH Said Aqil Siroj bersama jajaran pengurus PBNU menyambut Grand Sheikh al-Azhar.
Grand Sheikh ath-Thoyyib menyampaikan, ia berkunjung ke Indonesia untuk memperkuat Islam wasatiyah. Di PBNU dia juga berpesan agar umat Islam harus mencintai Arab karena Nabi Muhammad SAW dari Arab. Sekarang umat Islam berhadapan dengan media sosial. Di dalam media sosial ada informasi yang memecah belah dan mengadu domba.
“Oleh karena itu, walau mazhab kita berbeda-beda harus kembali ke jalan yang benar dan jalan persatuan,” kata Grand Sheikh ath-Thoyyib di gedung PBNU, Rabu (2/5) malam.
Kepada umat Islam, Grand Sheikh ath-Thoyyib mengingatkan, umat Islam harus mencari persamaan, bukan mencari perbedaan. Selain itu, umat Islam dilarang mengafirkan orang yang shalat dan kiblatnya sama. Kalau ada orang yang berbuat dosa juga jangan langsung dikafirkan.
Grand Sheikh ath-Thoyyib juga mengajak dan menyeru umat Islam untuk bersatu. Umat Islam dengan mazhab apa pun tidak boleh terlalu fanatik. Sebab, orang yang fanatik cenderung salah dan masih awam pemahaman agamanya.
“Kita harus mengajarkan kepada anak-anak kita harus seperti kita, harus betul-betul memahami akidah Ahlussunnah waljamaah,” ujarnya.
Grand Sheikh ath-Thoyyib berpesan kepada Nahdlatul Ulama harus mampu mempersatukan umat Islam. Nahdlatul Ulama juga harus mampu menjadi duta persatuan. Sementara itu, Ketua Umum PBNU Prof KH Said menyampaikan tentang sejarah Nahdlatul Ulama dan Islam Nusantara kepada Grand Sheikh ath-Thoyyib.
Prof KH Said juga mengatakan, umat Islam di Indonesia menjadi kebanggaan di dunia karena masih mempertahankan sifat moderat dan toleransi, meski umat Islam Indonesia hidup di tengah keberagaman agama. Oleh karena itu, Islam Indonesia akan menjadi contoh.
 
Sumber : Republika

Aksi Bebaskan Al Aqsha Berlangsung di Al Azhar

Aksi Bebaskan Al Aqsha Berlangsung di Al Azhar

JAKARTA – Ratusan orang yang tergabung dalam ‘Aliansi Indonesia Membela Masjid Al-Aqsha’ (AIMMA) menggelar aksi solidaritas mendukung pembebasan Palestina dan Masjid Al-Aqsha dari penjajah Israel, di Lapangan Masjid Al-Azhar, Kebayoran, Jakarta Selatan pada Jumat (21/07/2017).
Aksi tersebut dipimpin langsung oleh Ketua AIMMA Ustadz Bactiar Nasir dan dihadiri Ustadz Arifin Ilham, Ustadz Ferry Nur, Adhyaksa Dault dan sejumlah tokoh Islam dari berbagai organisasi.
Orasi Ketua Komite Nasional Rakyat Palestina (KNRP), Ust Salman Alfarizi mengatakan umat muslim harus memahami penderitaan rakyat Palestina saat ini yang tengah diusik rezim Zionis.

aksipalestina5

Pembacaan Tilawah Al Qur’an, terlihat dibelakang logo pendukung seperti PUI, KISPA, Adara, BSMI, dll


Dikatakannya, umat islam tidak boleh tidur melihat kebiadaban yahudi terhadap umat islam yang hendak beribadah di Masjid Al-Aqsha. Diketahui dari 10 pintu masjid, delapan diantaranya ditutup oleh otoritas Israel.
“Umat islam yang mau sholat pun dihalangi. Ada rencana pemasangan alat deteksi logam. Ini yang melukai hati umat muslim,” ujarnya
Masih Al-Aqsa, Masih Palestina. Masih Jutaan muslimin tak berdosa teraniaya
Kemudian Ust Bachtiar Nasir yang juga Ketua Spirit of Aqsha, mengatakan umat Islam belum banyak yang tergerak, karena mungkin masih disibukkan dengan senda gurau urusan duniawi.
“Tak ada kabar ‘viral’ tentang Al-Aqsha di berbagai media, tak berarti nasib Al-Aqsha sedang baik-baik saja,” ujarnya.
Selanjutnya dalam orasinya, Adhayaksa Daud mengatakan dalam waktu dekat, cepat atau lambat yahudi Israel akan kalah dari umat Islam dan mundur dari Al-Aqsha.
Ia juga mengajak muslim Indonesia untuk mengumpulkan dan merapatkan barisan sesama muslim untuk menekan Israel.
adyaksa-660x330 (1)

Mantan menpora Adhayaksa Dault saat Orasi kepalestinaan


Mantan menpora Adhyaksa Dault mengatakan, yang membela Palestina bukan cuma berislam, melainkan juga beriman. Sebab, yang beriman tidak ragu pada ayat Allah, sunah Rasulullah, dan berjuang dengan harta dan jiwa.
”Yang datang ke sini adalah orang beriman karena yakin akan janji Allah atas Palestina. Semoga kita datang ke sini untuk menggerakkan kekuatan terampuh, doa. Hanya doa yang bisa menembus takdir,” ungkap Adhyaksa dalam orasi di Aksi Solidaritas Bela Al Aqsa di Lapangan Masjid Al Azhar Jakarta, Jumat (21/7).
Pernah ia kedatangan seorang utusan dari Palestina untuk minta doa Muslim Indonesia, bukan minta donasi. Sejak saat itu ia bertekad menyisihkan waktu untuk berdoa untuk pembebasan Al Quds.
Pemerintah Indonesia sudah meminta Al Aqsa dibuka. OIC juga sudah mendesak agar Muslim Palestina diberi akses masuk ke Masjid Al Aqsa.
Ia mengajak umat Islam mendoakan semoga lahir anak-anak shalih Indonesia bertakwa yang peduli Palestina dan Al Aqsha.
 
Sumber : Kantor Berita Kemanusiaan (KBKnews) dan Republika

Fatwa Al Azhar Mesir : Perempuan yang Pergi Bekerja Tanpa Didampingi Mahramnya

Assalamualaikum ustad. Saya mempunyai seorang saudara perempuan yang telah berusia 45 tahun. dia adalah seorang guru besar di Fakultas Kedokteran pada sebuah Universitas. Apa hukumnya jika ia hendak menghadiri seminar-seminar tanpa didampingi oleh mahramnya? Apa syarat-syarat yang harus dipenuhinya sehingga dia dapat berpergian tanpa mahramnya dan tidak berdosa karenanya?
 
Jawaban:
Kaidah umum menyatakan bahwa seorang perempuan yang berpergian wajib ditemani oleh seorang mahramnya. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas r.a bahwa Rasulullah saw bersabda:
لا تُسَافِرُ المَرْأَةُ إلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ، وَلَا يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ
Seorang perempuan tidak boleh berpergian tanpa ditemani oleh seorang mahram. Dan dia tidak boleh dikunjungi oleh seorang laki-laki kecuali dia bersama mahramnya.” (Muttafaq ‘alaih)
Hanya saja sebagian ulama membolehkan perempuan untuk berpergian sendiri jika jalan yang akan ditempuhnya dan tempat yang akan didatanginya dalam kondisi aman. Pendapat ini didasarkan pada hadits ‘Adiy bin Hatim r.a bahwa Nabi saw bersabda kepadanya:
فَإِنْ طَالَتْ بِكَ حَيَاةٌ، لَتَرَيَنَّ الظَّعِينَةَ تَرْتَحِلُ مِنَ الحِيرَةِ، حَتَّى تَطُوفَ بِالكَعْبَةِ لاَ تَخَافُ أَحَدًا إِلَّا اللَّهَ
Jika kamu berumur panjang, niscaya kamu akan melihat seorang perempuan melakukan perjalanan sendiri dari Hirah (wilayah Irak) hingga (Makkah) berthawaf di sekeliling ka’bah. Dia tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah.” (HR. Bukhari)
Dalam riwayat Imam Ahmad disebutkan,
فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَيُتِمَّنَّ اللهُ هَذَا الْأَمْرَ، حَتَّى تَخْرُجَ الظَّعِينَةُ مِنَ الْحِيرَةِ، حَتَّى تَطُوفَ بِالْبَيْتِ فِي غَيْرِ جِوَارِ أَحَدٍ
Demi Allah, Allah pasti akan menyempurnakan agama ini sehingga seorang perempuan akan pergi dari Hirah hingga ia melakukan thawaf di Ka’bah tanpa ditemani seorang pun.”
Para ulama yang membolehkan perempuan keluar sendiri diatas menyatakan bahwa ‘illat (sebab hukum) larangan seorang perempuan pergi sendirian adalah tidak adanya rasa aman selama perjalanan. Oleh karena itu, kita dapat mengambil pendapat ini karena adanya kelapangan dan kemudahan di dalamnya. tapi bagaimanapun juga seorang wanita harus mendapat izin terlebih dahulu dari suaminya jika ia telah bersuami atau dari walinya jika belum bersuami.
Maka, berdasarkan pertanyaan diatas, saudara perempuan anda boleh berpergian tanpa ditemani oleh mahramnya jika dia yakin keamanannya terjamin selama perjalanan.
Wallahu a’lam.
Sumber: Dar al-Ifta’ al-Mishriyyah (Dewan Fatwa Mesir)
Diterjemahkan oleh: Fahmi Bahreisy, Lc

Dewan Fatwa Mesir : Apakah Bersalaman Antara Laki-laki dan Wanita Membatalkan Wudhu

Bersalaman antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram adalah permasalahan khilaf (diperselisihkan) di dalam fiqh Islam ;
Sebagian besar ‘ulama mengharamkan perbuatan tersebut, kecuali para ‘ulama dari kalangan hanafiyah dan hanabilah yang membolehkan bersalaman dengan wanita tua yang sudah sepuh : karena sudah di anggap aman dari fitnah.
Adapun dalil sebagian besar ‘Ulama yang mengharamkannya adalah :

  • Perkataan Aisyah ummul mukminin radhiallahu ‘anha “ Tidak pernah sama sekali tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyentuh tangan wanita” (H.R. Muttafaqun ‘alaihi)
  • Hadits Mu’qil bin Yasar Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sungguh ditusuknya kepala salah seorang di antara kalian dengan pasak dari besi lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya” (Diriwayatkan oleh Ar-Tauyani di dalam musnadnya dan At-Thabrani di dalam Al-Mu’jam Al-Kabir).

Sedangkan dalil para ‘ulama yang membolehkannya adalah ;

  • Bahwa ‘umar bin khatab Radhiallahu ‘anhu pernah bersalaman dengan wanita di saat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menahan diri dari bersalaman dengan wanita ketika berbai’at kepada beliau, sehingga tidak bersalaman dengan wanita yang bukan mahram adalah kekhususan bagi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
  • Dan Abu bakar Ash-shiddiq Radhiyallahu ‘anhu juga pernah bersalaman dengan wanita yang sudah sepuh ketika masa kekhalifahannya.
  • Sebuah Hadits yang di riwayatkan oleh Bukhari bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menjadikan Ummu Haram Radhiyallahu ‘anha membersihkan rambut kepala beliau.
  • Dan juga dari riwayat Bukhari bahwa Aba Musa Al-‘Asy’ari Rahiyallahu ‘anhu pernah menjadikan seorang wanita dari kalalangan Al-‘Asy’ariyyin sebagai pembersih rambut kepalanya sedangkan beliau dalam kedaan ihram haji.

Sebagai bantahan atas pendapat dari jumhur, mereka mengatakan bahwa hadits Ma’qil bin Yasar yang di pakai oleh jumhur ‘ulama di atas adalah dha’if, karena terdapat Syidad bin Sa’id yang jalur periwayatannya lemah. Redaksi hadits ini juga hanya diriwayatkan olehnya secara marfu’.
Walaupun demikian, ia bisa jadi pegangan seandainya tidak ada hadits lain yang memiliki redaksi yang berbeda dengannya. Pada kenyataannya, Basyir bin ‘Uqbah –beliau adalah di antara yang meriwayatkan hadits shahih- meriwayatkan hadits ini dengan redaksi yang berbeda.
Diriwayatkan dari Ibni Abi Syaibah di dalam kitab “Mushannif” dari jalur Basyir bin ‘Uqbah dari Abi Al-‘Ala’, dari Mu’qil dengan hadits Mauquf dengan lafadz : “Seandainya salah seorang di antara kalian menusukkan jarum hingga menancap di kepalaku, hal itu lebih aku senangi daripada ada seorang wanita yang bukan mahram mencuci/membasuh kepalaku”.
Dengan demikian, terkait dengan kasus ini, diperbolehkan untuk mengikuti ‘ulama yang membolehkan bersalaman dengan wanita.
Namun demikian, keluar dari perbedaan (untk memilih sikap yang tidak diperdebatkan) adalah lebih utama.
Adapun yang berkaitan dengan apakah bersalaman antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram membatalkan wudhu’ atau tidak juga termasuk permasalahan khilaf di dalam Fiqh Islam.

  1. Imam Asy-Syafi’i berpendapat bahwa hal tersebut membatalkan wudhu’ walaupun tidak disertai dengan syahwat.
  2. Adapun Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa bersentuhan tidak membatalkan wudhu’ walaupun dengan syahwat.
  3. Sedangkan Imam Malik membedakan antara kedua hal tersebut, jika bersentuhan dengan syahwat maka membatalkan wudhu’. Dan jika tanpa syahwat, maka tidak membatalkan wudhu’. Di dalam mazhab ( Imam Malik) ada juga riwayat lain yang menjelaskan pendapat-pendapat yang berbeda, sebagaimana juga riwayat dari Imam Ahmad yang semuanya telah dijelaskan beserta dalilnya di berbagai macam kitab fiqh.

Kaidah-kaidah yang telah diakui oleh syari’at di dalam permasalahan khilafiyah :

  1. Bahwasanya yang wajib diingkari adalah kesalahan yang telah disepakati kemungkarannya, bukan yang diperselisihkan.
  2. Bagi yang jatuh dalam permasalahan khilaf, dia boleh mengikuti pendapat yang membolehkannya.
  3. Keluar dari permasalahan khilaf adalah lebih utama.

Adapun pandangan seorang laki-laki terhadap wanita yang bukan mahramnya, berdasarkan pendapat dari berbagai ‘Ulama Fiqh hanya di bolehkan melihat wajahnya dan kedua telapak tangannya saja. Imam Abu Hanifah menambahkan kedua kakinya tanpa di ikuti oleh syahwat dan terhindar dari fitnah.
Ini menunjukkan bahwa bentuk perintah menundukkan pandangan yang terdapat dalam Al-Qur’an tidak bersifat mutlak, berbeda dengan perintah menjaga kemaluan yang bersifat mutlak.
Az-Zamahsyari di dalam sebuah kitabnya “Al-Kasyaf” menafsirkan Firman Allah subhanahu wa ta’ala yang berbunyi :
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ Artinya : “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya……..” (QS. An-Nur : 30) ;
Bahwa Kata “مِنْ/dari” yang terdapat pada kalimat “ﻏﺾ ﺍﻟﺒﺼﺮ/Menundukkan pandangan” yang mana kata tersebut tidak terdapat pada kalimat “ﺣﻔﻆ ﺍﻟﻔﺮﺝ/menjaga kemaluan” menunjukkan bahwa perkara “pandangan” memiliki cakupan yang lebih luas.
Bukankah seorang yang mahram tidak mengapa jika dilihat rambutnya, betisnya dan kakinya, demikian juga budak-budak yang diperjual-belikan?
Adapun wanita yang bukan mahram hanya boleh dilihat wajahnya, kedua telapak tangannya dan kedua kakinya pada riwayat yang lain. Sedangkan yang berkaitan dengan “kemaluan” cakupannya sempit.
Perbedaan dua hal diatas dapat disimpulkan, bahwa diperbolehkan memandang sesuatu kecuali terhadap apa yang telah di larang, dan dilarang melakukan jima’ (berhungan intim) kecuali terhadap apa yang telah di bolehkan.
Maka selain daripada wajah, kedua telapak tangan, dan kedua kaki dari wanita yang bukan mahram dilarang dilihat kecuali dalam keadaan darurat seperti untuk pengobatan, dan lain-lain yang sejenis dengannya. Wallahu subhanahu wa ta’ala ‘a’lam.
 
Sumber : Dar al-Ifta’ al-Mishriyyah (Dewan Fatwa Mesir)
Nomor : 4614
Tanggal : 13/01/2011
Penerjemah : Syahrul