10 Faktor Perusak Amal Kebaikan

AMAL kebaikan tentu bisa rusak. Amal itu rusak akibat dari perbuatan diri kita sendiri. Sehingga, amal kebaikan yang telah kita lakukan dengan usaha dan keringat menjadi berkurang dan hilang.
Ya, beramal memang tidak mudah. Karena bisa saja ketika diri ini belum diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk beramal, maka hal itu tidak akan terjadi.
Jadi, bersyukurlah ketika kita masih diberi kesempatan oleh Allah untuk berbuat kebaikkan (amal).
Susah beramal kebaikan itu. Perlu perjuangan dan kesempatan. Jadi mengapa kita rusak amal kebaikan yang telah kita perjuangkan dan Allah berikan kepada kita.
Lantas, apa sih faktor yang membuat amal ini rusak dan luntur?
Nah, ada sepuluh hal atau faktor yang akan membuat amal kita rusak dan luntur, akibat diri sendiri yaitu :

  1. Munafik
  2. Riya’
  3. Mencampur adukkan niat amal, antara dunia dan akhirat.
  4. Mengungkit-ungkit kebaikan yang telah dilakukan kepada orang lain.
  5. Menyebabkan kesusahan orang lain.
  6. Memberi jalan untuk merasa tidak ikhlas.
  7. ‘Ujub
  8. Menyesali amal yang telah dilakukan.
  9. Lesu dan malas.
  10. Takut celaan manusia.

Itu tadi sepuluh faktor penyebab amalan kita menjadi rusak. Kesepuluh faktor di atas sangat rentan menyerang diri kita.
Kemudian, bagaimana caranya agar kita tidak terserang penyakit perusak amal?
Salah satu caranya dengan berdoa kepada Allah SWT, meminta pada-Nya agar dilindungi dari segala macam penyakit yang mampu merusak amal kita.
 
Referensi: Minhajul Abidin (Jalan Para Ahli Ibadah), karya Imam al-Ghazali, penerbit Khatulistiwa

Agar Amal Diterima

Oleh: Ust Farid Nu’man Hasan
 
Sesungguhnya tiap amal shalih memiliki dua rukun. Allah Ta’ala tidak menerima amal kecuali dengan dua syarat. Pertama, ikhlas dan meluruskan niat. Kedua, bersesuaian dengan sunnah dan syara’.
Syarat pertama merupakan tanda benarnya batin, syarat kedua merupakan tanda benarnya zhahir (praktiknya-pen). Tentang syarat pertama, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya amal itu tergantung niat.”(HR. Muttafaq ‘alaih, dari Umar). Ini adalah timbangan bagi batin.
Tentang syarat kedua, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa  beramal dengan  amal yang kami tidak pernah perintah, maka amal itu tertolak” (HR. Muslim dari ‘Aisyah). Ini adalah timbangan zhahir.
Allah Ta’ala telah menggabungkan dua syarat tersebut dalam banyak ayat al Qur’an. Allah Jalla wa ‘Ala berfirman: “Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan semua urusan.” (QS. Luqman: 22).
Makna ‘menyerahkan diri kepada Allah’ yaitu memurnikan tujuan dan amal hanya untuk-Nya. Makna ‘berbuat kebaikan’ adalah memurnikannya dengan itqan (profesional) dan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Berkata Fudhail bin ’Iyadh tentang ayat, ‘Untuk menguji di antara kalian siapa yang paling baik amalnya (ahsanu amala).’ Ahsanul amal artinya paling ikhlas dan paling benar.
Ia ditanya: “Wahai Abu Ali, apa maksud paling ikhlas dan paling benar?”
Ia menjawab, “Sesungguhnya amal, jika ikhlas tetapi tidak benar, tidak akan diterima. Jika benar tetapi tidak ikhlas juga tidak diterima, hingga ia ikhlas dan benar. Ikhlas adalah beramal hanya untuk Allah. Benar adalah beramal di atas sunnah.”
Kemudian Fudhail bin ‘Iyadh membaca ayat: “Maka barangsiapa yang menghendaki perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia beramal dengan amal shalih, dan jangan menyekutukan Tuhannya dengan apapun dalam beribadah.” (QS. Al Kahfi: 110).
Sebelumnya kita telah mengetahui bahwa niat yang ikhlas belumlah cukup untuk diterimanya amal, selama tidak sesuai dengan syariat dan tidak dibenarkan sunnah. Sebagaimana amal yang sesuai dengan syariat tidaklah sampai derajat diterima, selama di dalamnya belum ada ikhlas dan pemurnian niat untuk Allah ‘Azza wa Jalla.
Ada dua contoh dalam masalah ini. Pertama, membangun masjid dengan tujuan merusak. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berssabda: “Barangsiapa membangun masjid dalam rangka mencari wajah Allah (ridha-Nya), Allah akan bangunkan baginya rumah di surga.” (HR. Muttafaq ‘alaih dari Utsman bin ‘Affan).
Namun hadits mulia ini, memperingatkan kita bahwa ganjaran hanya diperuntukkan bagi mereka yang menginginkan wajah Allah  (sebagian orang menerjemahkan wajah Allah dengan ridha Allah-pen), bukan untuk setiap yang membangun masjid.
Jika membangun masjid dengan tujuan rusak dan maksud yang jelek, maka hal itu akan menjadi bencana bagi yang membangunnya. Sesungguhnya niat yang buruk akan memusnahkan dan menyimpangkan amal yang baik, dan merubah kebaikan menjadi keburukan.
Kedua, berjihad untuk selain Allah Ta’ala. Jihad fi sabilillah adalah tathawwu’ (anjuran) paling utama. Seorang muslim, dengan jihad bisa ber-taqarrub kepada TuhanNya.
Namun demikian, Allah Ta’ala tidak akan menerima amal jihad sampai ia bersih dari kepentingan duniawi. Misal untuk dilihat manusia, melagakan keberanian, membela suku dan tanahnya, dan lainnya.
Di dalam Ash Shahihain diriwayatkan dari Abu Musa al Asy’ary Radhiallahu ‘anhu, bahwa datanglah seorang Arab Badui kepada Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam, ia bertanya: “Ya Rasulullah, orang yang berperang demi rampasan perang, supaya namanya disebut-sebut orang, dan supaya kedudukannya dilihat, maka siapa yang fi sabilillah?”
Rasulullah menjawab: “Barangsiapa  yang berperang dengan tujuan meninggikan kalimat Allah, maka dia fi sabilillah.” (HR. Muttafaq ‘alaih dari Utsman bin Affan).
Imam an Nasa’i meriwayatkan dengan sanad jayyid (bagus), dari Abu Umamah Radhiallahu ‘anhu, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah ‘Alaihi shalatu wa salam, lalu berkata, “Apa pendapat engkau tentang orang yang berperang untuk mendapatkan upah dan disebut-sebut namanya, apa yang ia dapatkan?”
Rasulullah menjawab, “Ia tidak mendapatkan apa-apa.” Diulangi sampai tiga kali. Kemudian ia bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali bagi yang ikhlas dan mengharapkan wajah-Nya”.
 
Wallahu A’lam.
Sumber:
Artikel Utama Buletin Al Iman.
Edisi 356 – 15 Januari 2016. Tahun ke-8
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan.
Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.
Hubungi 0897.904.6692
Email: redaksi.alimancenter@gmail.com
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!

Sedekah di Hari Jumat

Hari Jum’at adalah hari terbaik selama sepekan. Allah siapkan ampunan, pengabulan doa, dan pahala besar bagi hamba-hamba beriman. Hendaknya mereka meningkatkan amal shalih dan ketaatan.
Salah satu amal shalih yang mendapat perhatian para ulama adalah sedekah. Yakni mengeluarkan infak dan sedekah di hari yang Allah limpahkan karunia dan kebaikan kepada para hamba-Nya. Sedekah yang diberikan akan bermanfaat bagi banyak orang dan menjadi amal yang baik.
 
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya shadaqah pada hari Jum’at itu memiliki kelebihan dari hari-hari lainnya. Shadaqah pada hari itu dibandingkan dengan hari-hari lainnya dalam sepekan, seperti shadaqah pada bulan Ramadhan jika dibandingkan dengan seluruh bulan lainnya.”
Lebih lanjut, Ibnul Qayyim juga mengatakan, “Aku pernah menyaksikan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, jika berangkat menunaikan shalat Jum’at membawa apa yang terdapat di rumahnya, baik itu roti atau yang lainnya untuk dia shadaqahkan selama dalam perjalanannya itu secara sembunyi-sembunyi.”
Aku pun, lanjut Ibnul Qayyim, pernah mendengar gurunya mengatakan, “Jika Allah telah memerintahkan kepada kita untuk bershadaqah di hadapan seruan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka shadaqah di hadapan seruan Allah Ta’ala jelas lebih afdhal dan lebih utama fadhilahnya.”
Disebutkan dalam hadits Ka’ab,
والصدقة فيه أعظم من الصدقة في سائر الأيام
Sedekah di dalamnya lebih besar pahalanya daripada semua hari.” (HR. Abdurrazaq di Mushannafnya no 5558, hadits mauquf shahih dan memiliki hukum marfu’)
Begitulah kemuliaan Jumat yang dilakukan para ‘alim ulama. Fadhilah sedekah dihari Jumat yang dilakukan ulama shalih untuk menjadi acuan tabungan akhirat dalam kebaikan bagi seluruh umat Islam di dunia.

Siapakah Orang yang Paling Rugi

Tausiyah Iman  – 21 Mei 2016
 
Orang yang paling rugi adalah yang amal shalihnya defisit dan pindah ke tangan orang lain.
Lantaran kedengkian, kesombongan, kezaliman, ghibah, namimah, dan buruk sangkanya pada mereka…
ربنا لا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا
Ustadz Fauzi Bahreisy
(Baca juga: Nasihat Umar Kepada Penuntut Ilmu)
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman

Menggali Kandungan Hadits 'Amal Bergantung Pada Niat'

Oleh: Ahmad Sahal Hasan, Lc
 
عَنْ أَمِيرِ المُؤمِنينَ أَبي حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضيَ اللهُ تعالى عنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلى اللهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا، أَوِ امْرأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
(رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بَرْدِزْبَهْ البخاري، وأبو الحسين مسلم بن الحجَّاج بن مسلم القشيري النيسابوري، في صحيحيهما اللَذين هما أصح الكتب المصنفة)
Dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu yang berkata, “Aku dengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu dengan niat dan untuk setiap orang tergantung kepada apa yang ia niatkan. Barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya karena dunia yang didapatkannya atau wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang menjadi tujuan hijrahnya“. (Diriwayatkan oleh dua Imam ahli Hadits, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardzirbah  Al-Bukhari, dan Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairi An-Naisaburi dalam kitab Shahih keduanya yang merupakan kitab paling shahih yang pernah ditulis).
Sabab Wurud Hadits
(Sebab atau Latar Belakang Hadits)
Bahwa ada seorang laki-laki berhijrah dari Mekkah ke Madinah dengan tujuan menikah dengan seorang perempuan yang dikenal dengan Ummu Qais, bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah dari Allah, maka dikatakan kepadanya “Muhajir Ummi Qais” (Disebutkan oleh ibnu Daqiq Al-id dalam Syarah Arbai’in An-Nawawiyyah).
Diantara Manfaat Hadits
1. Sahnya amal karena niat
2. Balasan amal juga tergantung niat.
3. Fungsi niat adalah
a. Untuk membedakan antara ibadah dengan adat kebiasaan
b. Untuk membedakan ibadah yang satu dengan ibadah yang lain
4. Arahan untuk selalu ikhlas dalam beramal, karena Allah tidak menerima amal kecuali jika diniatkan ikhlas semata untuknya dan sesuai dengan tuntunan syariat.
(Baca juga: Memaafkan)
5. Barang siapa yang meniatkan meraih suatu kepentingan duniawi dengan amalnya ia tak akan memperoleh apa yang ada di sisi Allah.
فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
6. Dalam masalah syariat (hukum dan posisi wahyu), Allah dan Rasul-Nya dapat disandingkan, oleh karenanya kata Allah dan kata Rasul-Nya dihubungkan dengan “dan”. Tetapi dalam masalah peristiwa alam dan rahasia ghaib, Allah tidak boleh disekutukan dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam apalagi yang lain.
Sumber:
Telegram @sahal_hasan