0878 8077 4762 [email protected]
Ketika Siprus tak Lagi Dipangkuan Peradaban Islam

Ketika Siprus tak Lagi Dipangkuan Peradaban Islam

JAKARTA – Siprus merupakan semenanjung wilayah Islam yang dibebaskan oleh kaum Muslim pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid dari Dinasti Abbasiyah setelah sebelumnya dikuasai oleh pemerintahan Islam pada masa Usman bin Affan tahun 28 Hijriah.
Ketika terjadi Perang Salib, Inggris datang ke negeri ini pada 1191 M dan menduduki Siprus selama Perang Salib. Kaum Muslim kemudian membebaskannya kembali dari cengkeraman Inggris.
Inggris paham akan nilai strategis Siprus. Bahkan, mereka menjadikannya sebagai pangkalan titik tolak menyerang negeri-negeri Islam. Karena itu, Inggris mengelabui Daulah Usmaniyah pada 1878, dengan dalih menghadapi Rusia, sehingga bisa menyewa pangkalan di Siprus. Inggris mendeklarasikan kependudukannya atas Siprus pada Perang Dunia I tahun 1914.
Inggris mulai mendorong etnis Yunani Nasrani agar bermigrasi ke Siprus demi mengubahnya menjadi semenanjung yang mayoritasnya non-Muslim. Inggris membuat undang-undang yang berkaitan dengan masalah kependudukan, artinya bebas dari kaum Muslim etnis Turki.
Tujuannya untuk melemahkan eksistensi dan kekuatan Turki di sana. Caranya dengan menetapkan syarat bahwa siapa saja yang berkewarganegaraan Turki dilarang menjadi warga negara Siprus yang dikuasai Inggris dan mereka tidak boleh tinggal di Siprus.
Sementara itu, Inggris memberi kemungkinan kepada orang Siprus etnis Yunani untuk memerintah semenanjung dan mengontrol nasib kaum Muslim.
Karena itu, jumlah pemeluk Nasrani di Siprus yang berasal dari luar makin meningkat, sedangkan jumlah penduduk asli yang Muslim makin berkurang. Inggris mengokohkan eksistensinya di Siprus dengan membangun dua pangkalan militer di sana.
Pascakudeta dan intervensi Turki, secara militer, di Siprus pada 1974, semenanjung terbagi menjadi dua bagian.
 
images (6)
Etnis Turki, di utara semenanjung pada 1983, mendeklarasikan Republik Turki Siprus Utara (The Turkish Republic of Northern Cyprus) dan berada di bawah kontrol negara Turki yang luasnya 37 persen dari luas Kepulauan Siprus.
Wilayah ini oleh Turki diakui sebagai wilayah independen. Bagian selatan tetap berada di bawah kontrol etnis Siprus keturunan Yunani, yakni Republik Siprus yang meliputi 59 persen luas Kepulauan Siprus dan masuk sebagai anggota Uni Eropa.
Karenanya, hingga kini, Siprus tetap terbagi menjadi dua wilayah: Siprus Yunani dan Siprus Turki.
Bahkan, dalam budaya pun Siprus terbagi menjadi Turki di bagian utara dan Yunani di selatan negara ini.
Sampai sekarang, agama Siprus Yunani masih kebanyakan milik otosefalus Gereja Ortodoks Siprus (78 persen), sedangkan Siprus Turki merupakan Muslim (18 persen).
Agama-agama lain terwakili di pulau tersebut, termasuk Maronit dan Apostolics Armenia (empat persen).
Sama halnya di Turki, gaya dan penampilan masyarakat Siprus Turki sudah sangat Eropa. Namun, banyak juga perempuan yang mengenakan jilbab, walaupun tidak sebanyak di Turki.
Peradaban Eropa lain yang sudah menjadi bagian hidup di Siprus adalah kasino dan judi. Bisa dibilang, menemukan kasino sama mudahnya dengan menemukan masjid.
Pemandangan yang terlihat di Siprus Turki berbeda dengan Siprus Yunani (Republik Siprus). Di Siprus Yunani, pengunjung tidak bisa menemukan bangunan-bangunan masjid yang banyak seperti di Siprus Turki.
Sebagai alat pembayaran, Siprus Turki memakai lira, sedangkan di Siprus Yunani menggunakan euro. Nama-nama toko menggunakan bahasa Yunani. Tetapi, karena bahasa Yunani dianggap terlalu sulit, digunakan juga bahasa Inggris.
Kemungkinan Penggabungan Siprus
Krisis keuangan di Siprus Selatan begitu hebat mengikuti kebangkrutan Yunani. Rencana bantuan Euro hanya lolos pada detik-detik terakhir dan Siprus Selatan kini menghadapi proses reformasi ekonomi menyakitkan, mirip seperti Yunani.

16708146_303

Antrian di bank Siprus Selatan saat krisis Yunani


 
Sementara di bagian utara Siprus yang masuk wilayah Turki, krisis hampir tidak terasa, karena booming kemajuan ekonomi di Turki. Secara teratur uang dari Turki mengalir ke bagian utara Siprus. Tanpa subsidi ini Republik Siprus Utara, yang tidak diakui internasional, tak akan bertahan hidup.
Sementara menurut warga Siprus Utara, Ilke Gürdal, hubungan Siprus Selatan dengan Turki bisa menarik segi positif dari krisis ini. Misalnya pandangan Siprus Selatan, bahwa penggabungan pulau itu adalah jalan lebih baik.
Bagi Gürdal jelas, “Jika kami dulu bersatu, kawasan Selatan kini tak akan mengalami krisis semacam itu. Mungkin ini memotivasi Siprus Selatan untuk berunding dengan Turki.”
Sejauh ini Turki hanya akan meningkatkan hubungan dengan Siprus Selatan, jika pemerintah di Nikosia mengakui Siprus Utara sebagai republik berdaulat.
Kala Republik Siprus kerap mengalami padam listrik. Siprus Utara dalam sebuah perjanjian membantu pemasokan listrik untuk Siprus Selatan. Kerjasama ini terutama penting pada masa-masa krisis.
 
Sumber : Republika/dw

Sebanyak 17 Ormas Islam Tolak Perppu Yang Dikeluarkan Pemerintah

JAKARTA– Menyikapi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas), sebanyak lebih dari 17 ormas Islam bersatu membentuk Forum Koordinasi Ormas untuk Hak Berserikat dan Keadilan (Forum Ormas Penolak Perppu).
Forum menggelar Rapat Koordinasi dan Konsolidasi Lintas Ormas dan Lembaga Dakwah yang tidak setuju dengan Perppu Ormas di Aula AQL, Tebet, Jakarta Selatan, sekitar pukul 16.30-21.00 WIB, Jumat (14/07/2017) kemarin seperti dikutip dari Hidayatullah.
Koordinator Forum, Dr Jeje Zaenudin, menyampaikan, rapat itu antara lain merekomendasikan perlunya upaya hukum dalam menolak Perppu Ormas.
“Seluruh ormas dan lembaga dakwah yang kontra terhadap Perppu 02/2017 hendaklah melakukan upaya penolakannya melalui jalur legal konstitusional, yaitu permohonan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi dan desakan ke DPR agar menolak Perppu tersebut,” ujar Wakil Ketua Umum Persatuan Islam (Persis) itu.
Rekomendasi rapat itu dihasilkan setelah memperhatikan pengantar rapat dari Ketua GNPF MUI yang juga Pimpinan AQL KH Bachtiar Nasir, serta pandangan hukum dari Munarman, Ahmad Michdan, dan Kapitra Ampera.
Hadir pada rapat tersebut sejumlah tokoh, perwakilan pimpinan ormas, para ahli hukum, dan advokat.
Pada rapat itu, utusan pimpinan ormas dan lembaga dakwah menyampaikan pandangannya. Seperti Dewan Dakwah, Persis HTI, IKADI, Hidayatullah, Majelis Mujahidin, KMJ, BKSPPI Bogor, dan Pimpinan Pesantren Asy-Syafiiyah Jakarta.
Juga laporan adanya penolakan terhadap Perppu Ormas dari PUI, Al-Washliyah, Mathlaul Anwar, Al-Irsyad, Parmusi, SI, dan lain-lain.
Komnas HAM Menolak
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menolak keras perppu tentang pembubaran ormas karena ada beberapa prinsip telah dilanggar oleh negara terkait penerbitan perppu itu.
Pigai menjelaskan karena Presiden Joko Widodo tidak pernah menyatakan negara dalam keadaan darurat, maka perppu pembubaran ormas itu menimbulkan polemik. Dia menekankan negara tidak sedang dalam keadaan darurat.
“Yang berbahaya bagi Komnas HAM adalah dengan adanya perppu itu dijadikan sebagai alat pemukul oleh pemerintah, membungkam kebebasan berorganisasi, kebebasan berpendapat, pikiran, maupun perasaan.
Sikap DPR 
Sikap Dewan Perwakilan Rakyat terbelah menanggapi terbitnya perppu soal pembubaran ormas anti-Pancasila. Enam partai pendukung pemerintah – PDIP, Nasdem, Golkar, PPP, PKB, dan Hanura mendukung kebijakan itu. Sedangkan empat partai lainnya menolak memberlakukan perppu tersebut adalah Gerindra, PKS, Demokrat, dan PAN. DPR bakal membahas perppu itu dalam masa sidang berikutnya.
Menurut Yuzril 
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra sebelumnya menyatakan perppu tersebut merupakan kemunduran bagi demokrasi di Indonesia. Dia memandang perppu itu membuka peluang bagi kesewenang-wenangan dan tidak sejalan dengan cita-cita reformasi.
Langkah Hizbut Tahrir Indonesia
HTI akan mengajukan uji materi terhadap perppu, soal pembubaran ormas ke Mahkamah Konstitusi yang dijadwalkan dilakukan Senin pekan depan.

Ketika Siprus tak Lagi Dipangkuan Peradaban Islam

Bhutan tak Izinkan Dakwah Islam

Negara di ujung timur Pegunungan Himalaya ini menjadi rumah bagi sekitar 7.000 Muslimin. Sebagai minoritas, mereka masih mencari pengakuan di tengah mayoritas agama sekaligus paham resmi negara, Buddha.
Secara perhitungan kasar persentase demografi, pemeluk agama di Bhutan mencapai 75 persen Buddha dan 25 persen Hindu. Islam, tak lebih dari satu persen. Tapi, jumlah mereka tidaklah terbilang sedikit. Angkanya pun terus meningkat.
Menurut PEW Research Forum, pada 1990 terdapat sekitar 6.000 Muslimin di Bhutan. Kemudian, pada 2010 meningkat menjadi 7.000 jiwa. Pada 2030, diprediksi akan meningkat menjadi 9.000 jiwa.
Bhutan memang tak lepas dari Buddha, baik sejarah maupun kebudayaan. Tapi, Islam datang di tengah-tengah mereka seiring perkembangan di Asia Selatan.
Kebebasan beagama mulai diterapkan pada pemeluk Hindu yang minoritas, tapi kemudian mendapatkan de facto kebebasan beragama. Adapun Muslimin, masih berjuang mendapatkan hak tersebut.
Meski Islam tak diakui, bukan berarti Islam dilarang. Muslimin hidup sebagaimana rakyat Bhutan pa da umumnya. Mereka memiliki hak sebagai warga negara serta memiliki hak untuk bekerja.
Hanya satu hal yang tak diizinkan, yakni menyebarkan agama atau dakwah Islam. Oleh karenanya, jumlah Muslimin tak berkembang pesat di sana. Komunitas Muslim pun hanya hidup di kalangan mereka saja. Tapi, mereka dapat hidup nyaman di sana.
Muslimin Bhutan hidup sebagai minoritas, tapi mereka dapat menjalankan ibadah dengan baik. Terdapat sebuah masjid yang menaungi mereka menjadi tempat ibadah dan sebagai sarana berkumpul.

hazratbal-shrine-in-srinagar-india-01_1499681724403

Masjid Hazrabalt di pinggir sungai Bhutan


Adapun fasilitas Muslim lain, seperti sekolah ataupun organisasi, tak jelas dikabarkan.
Dalam hal pangan halal pun tak ada yang dapat mengonfirmasi kehalalannya. Badan sertifikasi halal pun tak jelas apakah dimiliki Muslimin setempat.
Tapi, hal tersebut bukanlah masalah. Mengingat sebagai negara yang mayoritas Buddha, Buthan memang memiliki lebih banyak ragam pangan vegetarian.
Dengannya, Muslimin pun tak kesulitan dalam menemukan pangan halal. Bahkan, menurut tour Muslim crescent rating, Bhutan memiliki banyak sekali ragam pangan vegetarian yang terkenal lezat.
Keinginan mendapat hak kebebasan beragama pun makin menghasilkan titik terang dengan adanya komitmen kerajaan untuk menerapkan demokrasi.
Tapi, media Barat yang mencitrakan Islam dengan buruk pun tak luput didengar masyarakat Bhutan. Akibatnya, masyarakat terbawa pemahaman Islam ala Barat yang melekatkan Muslimin dengan terorisme.
Kendati demikian, masyarakat Bhutan tak pernah terlibat bentrok dengan Muslimin. Antarumat beragama, hidup harmonis menjalin kerukunan dan toleransi.

Ketika Siprus tak Lagi Dipangkuan Peradaban Islam

Lunturnya Islamphobia Di Bulgaria

SALAH pemahaman tentang Islam nampaknya berakibat terhadap berbagai macam persepsi pula terhadap Islam. Hal tersebut banyak ditunjukkan oleh beberapa negara yang ingin melarang umat muslim untuk melakukan kegiatannya di negaranya.
Namun tidak untuk Bulgaria, negara yang termasuk 16 negara terbesar di Eropa ini memiliki sejarah panjang yang berkaitan dengan agama Islam. Bulgaria bersatu pada abad ke-7 Masehi. Semua entitas politik Bulgaria yang silih berganti tetap memelihara tradisi yang berwujud etnisitas, bahasa, dan huruf dari kekaisaran Bulgaria pertama 681–1018.
Pada Abad Pertengahan, seiring dengan kemunduran kekaisaran Bulgaria kedua (1185–1396/1422). Wilayah Bulgaria di bawah kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah selama lima abad. Pada saat itulah Islam mulai dikenal di negara tersebut.
Perjalanan Islam di Bulgaria tidak berjalan mulus. Pada saat pemerintahan rezim Todor Zhivkov penduduk beragama Islam mengalami penindasan selama bertahun-tahun. Hal tersebut dikarenakan tradisi ortodoks yang menganggap penduduk Islam Bulgaria sebagai orang asing walaupun, sebenarnya masyarakat tersebut adalah penduduk asli Bulgaria.
Akan tetapi, hal tersebut sudah tidak terjadi ketika rezim Zhivkov pada tahun 1989 bekuasa. Di rezim tersebut banyak pembinaan terhadap mesjid – mesjid di berbagai daerah di Bulgaria. Oleh karena itu sampai saat ini masih banyak terdapat masjid di berbagai kota di Bulgaria.
Bulgaria adalah satu-satunya anggota Uni Eropa di mana umat Islama berbaur dan tinggal berabad-abad dengan masyarakat Bulgaria lainnya. Mayoritas penduduk tersebut merupakan etnis keturunan Turki Usmani yang menjangkau ke Negara Eropa, mereka tinggal bersama penduduk Kristen dalam budaya yang dikenal sebagai Komshuluk atau hubungan baik hati.
Keadaan tersebut juga didukung oleh penduduk Islam yang ada di Bulgaria dengan selalu menjaga hubungan baik dan rukun. Hal tersebut juga di lakukan oleh masyarakat muslim Indonesia yang ada di bulgaria dengan sangat rukun berbaur dalam hubungan baik dengan masyarakat setempat.
Hal itulah yang menyebabkan masyarakat Bulgaria tidak lagi menganggap bahwa penduduk Islam akan menjadi ancaman di negara tersebut. Oleh karena itu, segala bentuk rencana ataupun keputusan yang akan mengkerdilkan penduduk muslim di Bulgaria selalu berahir dengan penolakan.
Wanita muslim di Bulgaria selalu mengenakan hijab ketika ketempat umum. Walaupun demikian tetap mendapatkan perlakuan yang wajar oleh penduduk setempat. Setiap hari masyarakat muslim di Sofia Bulgaria juga tetap mengumandangkan adzan dengan pengeras suara.
Hal itu membuktikan bahwa kerukunan masyarakat muslim dan nonmuslim di daerah tersebut berjalan dengan baik. Contohnya masjid Banya Bashi masjid tertua yang berdiri sejak tahun 1566 dan digunakan umat muslim Bulgaria sampai saat ini.

800px-Banya_Bashi_1900

Masjid Banya Bashi Bulgaria saat Kekuasaan kesultanan Ottoman


Di masjid tersebut selalu ramai oleh umat muslim yang akan menunaikan ibadah dan terletak di pusat ibu kota Bulgaria. Di masjid terbut pula selalu ramai dengan suara adzan dengan pengeras suara ketika masuk waktu sholat. Hal tersebut jelas merupakan simbol bagaimana kerukunan masyarakat muslim Bulgaria dengan penduduk sekitar berjalan dengan baik.
Setiap hari masjid tersebut selalu ramai oleh penduduk muslim yang ingin sholat berjamaah. Hal tersebut yang seharusnya kita lakukan sebagai umat muslim untuk menyadarkan bahwa Islam yang sesungguhnya adalah Islam yang Rahmatan Lil Alamin. Sehingga paradigma dan persepsi negatif terhadap masyarakat muslim di dunia akan berubah. Seiring berjalannya waktu pandangan penduduk dunia terhadap Islam akan sesuai dengan ajaran Islam yang sesungguhnya

Ketika Siprus tak Lagi Dipangkuan Peradaban Islam

Mantan Anggota Geng Yakuza Yang Kini Jadi Imam Besar Masjid Tokyo

Hidayah Allah seringkali datang dengan berbagai cara tak terduga dan bisa menghampiri siapapun yang dikehendaki-Nya. Seperti yang dialami oleh seorang mantan anggota geng Yakuza, Taki Takazawa.
Dahulu Takazawa adalah tukang tato para anggota kelompok mafia paling ditakuti di Jepang, Yakuza. Penampilannya begitu menakutkan dengan rambut gondrong dan tubuh dipenuhi tato. Selama 20 tahun profesi itu digelutinya.
Namun siapa sangka kini Takazawa berubah 180 derajat. Perubahan besar dalam hidup dialaminya setelah ia memutuskan untuk menjadi seorang Muslim.
Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, kini ia mengganti namanya menjadi Abdullah yang berarti ‘Hamba Allah SWT’. Takazawa kini bahkan telah menjadi Imam besar di sebuah masjid di Ibukota Jepang, Tokyo.
Suara indahnya ketika mengumandangkan adzan bisa terdengar hingga seantero Tokyo tiap kali waktu salat tiba.
Perkenalan Takazawa dengan Islam berlangsung secara tidak sengaja. Berawal ketika dirinya sedang ada di wilayah Shibuya.
Ia melihat seseorang dengan berkulit putih dan berjanggut putih. Orang itu mengenakan baju dan turban yang juga berwarna putih.
“Orang itu memberikan sebuah kertas dan menyuruh saya untuk membaca kalimat yang tertera di dalamnya,” ujar Takazawa.
Kalimat itu ternyata syahadat, pengakuan pada keesaan Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya. Seperti kebanyakan penduduk Jepang, saat itu Takazawa masih menganut aliran kepercayaan Shinto sehingga ia kesulitan untuk memahami keseluruhan maksud kalimat syahadat tersebut. Namun diakuinya, ia pernah sepintas mendengar nama Allah dan Muhammad.
Pertemuan dengan orang serba putih itu rupanya begitu membekas di ingatan Takazawa. Ia pun terus mencaritahu makna di balik pesan kalimat syahadat yang diterimanya.
Hingga akhirnya, dalam pencarian tersebut Takazawa mendapatkan hidayah dan memutuskan untuk menjadi seorang mualaf.
Tak dianya, dua tahun setelah memeluk Islam, ia bertemu lagi dengan sosok pria serba putih yang mengubah hidupnya.
“Ternyata dia adalah salah seorang Imam di Masjid Nabawi, Kota Madinah, Arab Saudi. Saya sangat bersyukur bisa bertemu dengannya,” kata Takazawa.
Setelah pertemuan kedua itu, Imam Masjid Nabawi tersebut meminta Takazawa untuk melaksanakan ibadah haji dan menimba ilmu di Kota Mekah selama beberapa bulan.

images (93)

Takazawa bersama jamaah Masjid Jepang


Ia pun melakukan haji ke Mekah atas undangan pemerintah Arab Saudi pada tahun 2008, melanjutkan studi dan melakukan dakwah selama berada di Saudi. Saat Takazawa berada di Madinah ia bahkan pernah menjadi Imam di Masjid Nabawi.
Sepulangnya dari Arab, Takazawa dipercaya untuk menjadi Imam di sebuah masjid besar di wilayah Kabukicho, Tokyo. Kini, Abdullah Taki Takazawa dikenal sebagai satu dari lima Imam besar Masjid yang ada di Jepang.