0878 8077 4762 [email protected]

Pelaksanaan Bayi Tabung di Bulan Ramadhan

Assalamualaikum wr.wb.
Yth ustad. Saya mau tanya dan mohon masukannya. Saya dan suami sudah 4 tahun menikah dan belum dikaruniai buah hati. Berbagai cara telah kami lakukan seperti: program, sedekah, berdoa dll. Sehingga kami memutuskan untuk mengikuti program bayi tabung yang bertepatan saat bulan Ramadhan dengan alasan saat puasa, jumlah hari libur lebih banyak sehingga waktu cuti juga jadi lebih panjang (saya dan suami sangat sulit mendapatkan cuti).
Pertanyaannya : Apakah kami boleh melakukan program bayi tabung saat puasa ramadhan?
Dengan catatan, saya harus batal puasa 2 hari (saat Pengambilan sel telur dan saat Embrio Transfer). Sedangkan suami harus batal 1 hari saat pngambilan sperma. Apakah kami boleh mengganti puasa kami di lain hari atau membayar fidyah? Terima kasih. Wassalamualaikum wr.wb
 
Jawaban
Assalamu alaikum wr.wb. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Wash-shalatu wassalamu ala Asyrafil Anbiya wal Mursalin.
Pertama, bila dimungkinkan hendaknya pelaksanaan operasi bayi tabung tersebut dilakukan di luar Ramadhan misalnya ba’da Ramadhan, atau dilakukan di malam hari Ramadhan. Sehingga tidak mengganggu ibadah puasa Ramadhan, mengingat kedudukannya yang sangat mulia.
Allah befirman, “Makanlah dan minumlah hingga menjadi terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam.” (QS al-Baqarah: 187)
Maksudnya boleh makan dan minum (tidak puasa) dari mulai maghrib hingga subuh. Setelah itu harus berpuasa dari mulai subuh hingga maghrib tiba.
(Baca juga: Konsumsi Obat Lewat Waktu Fajar Saat Puasa)
Namun apabila pelaksaan program bayi tabung tersebut hanya bisa dilakukan di bulan Ramadhan, maka tidaklah dilarang melakukannya. Mengingat kondisinya yang darurat.
Kedua, orang yang batal puasa karena melakukan operasi program bayi tabung, harus mengganti di hari yang lain di luar Ramadhan di mana kondisinya disamakan dengan orang yang sakit. (QS al-Baqarah: 184).
Pembayaran hutang puasa tersebut tanpa disertai fidyah.
Wallahu a’lam
Wassalamu alaikum wr.wb.
Ustadz Fauzi Bahreisy
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini
 

Puasa Pasca Keguguran

Assalamu’alaikum. Apakah wanita hamil yang keguguran dan dikuret boleh shalat dan puasa ?
 
Jawaban
Assalamu alaikum wr.wb. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ba’du:
Boleh dan tidaknya shalat atau puasa bagi wanita yang keguguran sangat tergantung dari usia kehamilan atau kondisi janin dalam kandungan.
Apabila janin yang keguguran itu sudah berbentuk manusia, berarti darah yang keluar sesudah itu terhitung sebagai darah nifas. Sehingga tidak boleh puasa dan shalat.
Namun apabila janinnya belum berbentuk manusia, maka darah yang keluar tidak disebut sebagai darah nifas. Ia dianggap sebagai darah kotor atau darah penyakit sehingga tetap harus shalat dan puasa.
(Baca juga: Hutang Puasa yang Tak Sempat Terbayar)
Lalu berapa lama usia janin dalam kandungan berbentuk manusia?
Sesuai dengan riwayat yang berasal dari Abdullah ibn Mas’ud ra, janin berbentuk manusia ketika sudah berusia delapan puluh hari lebih. Yaitu saat sudah berada di fase mudghah (segumpal daging).
Artinya jika ia keguguran di saat usia janinnya kurang dari delapan puluh hari berarti belum berbentuk dan darah yang keluar tidak dianggap sebagai darah nifas.
Namun jika usia janin yang keguguran sudah lebih dari delapan puluh hari, maka sudah berbentuk dan darah yang keluar terhitung sebagai darah nifas sehingga tidak boleh shalat dan puasa.
Wallahu a’lam
Wassalamu alaikum wr.wb.
Ustadz Fauzi Bahreisy
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini

Menagih Hutang

Assalamualaikum. Pak ustad, perkenalkan nama saya Ibu Ika. Apa salah jika aku minta uangku sendiri yang dipinjam sama orang, tapi orang tersebut kalau aku datang ke rumahnya belum apa-apa marah-marah terus, malah mendiamkan aku. Aku mohon jawabannya
 
Jawaban:
Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Memberikan pinjaman hutang dengan niat ingin membantu orang lain merupakan bagian dari amal shaleh.
Nabi saw bersabda, “Setiap pemberian pinjaman adalah sedekah.” (HR. Baihaqi).
Terlebih lagi jika orang yang diberi hutang sedang mengalami kesulitan, kemudian dia memberikan penundaan pembayaran, Rasulullah menjanjikan pahala yang besar.
Dalam sebuah hadits disebutkan, “Barang siapa yang memberi penundaan pelunasan hutang bagi yang kesulitan atau membebaskannya, maka Allah akan berikan naungan baginya pada hari kiamat dimana tidak ada naungan selain dari-Nya.” (HR. Muslim).
Namun, orang yang berhutang juga wajib memperhatikan bahwa membayar hutang adalah sebuah kewajiban.
Banyak sekali hadits yang berisi ancaman terhadap orang yang enggan membayar hutang.
Barang siapa yang mati dalam keadaan ia masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya, karena di akhirat tidak ada lagi dinar atau dirham.” (HR. Ibnu Majah).
(Baca juga: Adab Hutang Piutang dalam Islam)
Bahkan Rasulullah tidak mau menshalatkan jenazah karena hutangnya masih belum dilunasi, sampai ada yang mau menjaminnya.
Apalagi orang yang berhutang dengan niat tidak mau melunasinya. Rasulullah memberukan ancaman yg lebih keras. “Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah).
Bagi yang memberikan piutang, boleh saja menangih hutangnya, yang terpenting sesuai dengan akad atau perjanjiannya. Jika dilihat orang yang berhutang memiliki kesulitan untuk membayar, alangkah baiknya jika ditunda penagihannya.
(Baca juga: Bagaimana Hukumnya Membayar Pinjaman Lebih dari Pinjaman Sebagai Bentuk Terima Kasih?)
Jika (orang yang berhutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan  menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu  mengetahui“. (QS. al-Baqarah: 280)
Namun jika dilihat dia mampu untuk membayar, akan tetapi ia tidak mau membayar hingga ia meninggal, maka ia akan menanggung akibatnya di hari akhir nanti.
Wallahua’lam.
Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Ustadz Fahmi Bahreisy, Lc
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini 

Batalkah Shalat Akibat Air Kencing yang Tidak Tuntas Dibersihkan?

Assalamu’alaikum. Mohon maaf saya mau bertanya. Ustadz saya selepas buang air kecil terus wudhu terus lanjut mau solat terkadang lagi solat ada air keluar setetes, ustadz apakah solat saya batal ustadz ?
 
Jawaban:
Assalamu’alaikum wr wb.
Yang pertama bahwa air kencing itu najis dan membatalkan shalat. Berdasarkan QS. Al-Maidah: 6 dan sabda Rasulullah saw, “Seorang yang berhadats shalatnya tidak diterima hingga berwudhu.” (HR. Bukhari).
Tapi jika sekedar was-was, ragu-ragu keluar atau tidak atau hanya perasaan bukan keyakinan maka hal tersebut tidak membatalkan wudhu dan tidak membatalkan shalat, karena hal tersebut berasal dari setan yang selalu ingin mengganggu seorang muslim.
Jika kalian merasakan ada sesuatu di perutnya tapi masih meragukan apakah ada sesuatu yang keluar ataukah tidak maka janganlah meninggalkan masjid (shalat) sehingga mendengar suara atau mencium baunya.” (HR. Muslim).
(Baca juga: Keluar Cairan Saat Dipijat)
Oleh sebab itu, saat kita buang air kecil, jangan terburu-buru sampai ia benar-benar tuntas sehingga kita yakin ia telah bersih. Lalu basuhlah dengan air secukupnya.
Jika dikhawatirkan akan keluar lagi, maka hendaklah ia menyipratkan air di sekeliling kemaluannya, sehingga di saat ia merasa ada yg keluar, ia menganggap bahwa itu adalah sisa air tadi. Setelah itu berwudhulah dan shalat serta tdk usah memperhatikan was-was yang dihembuskan oleh setan.
Namun, jika ia benar-benar yakin bahwa yang keluar adalah air seni, maka bersihkan bagian yang terkena air seni tersebut dan ia mengulangi wudhunya.
Wallahu a’lam.
Waalaikumussalam wr wb
 
Ustadz Fahmi Bahreisy, Lc
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini
 

Mencari Surga di Negeri Orang

Assalamualaikum warrahmatullah wabarakatuh.
Saya ingin bertanya ustadz, tentang hukum menetap di negeri orang dengan tujuan bekerja, sedangkan untuk beribadah kepada Allah, sangat sulit sekali, terutama shalat jumat. mohon pencerahannya ustadz.
Terima kasih
 
Jawaban 
Assalamu alaikum wr.wb.
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbih ajmain. Amma ba’du:
Sebenarnya boleh tinggal di mana saja di dunia ini. Sebab, semuanya merupakan bumi Allah yang ditundukkan untuk manusia. Hanya saja untuk menetap dan tinggal di sebuah tempat terdapat sejumlah hal atau syarat yang harus diperhatikan:
Pertama, kita harus memastikan bahwa di daerah atau lingkungan tersebut kita masih bisa menjaga keimanan, akidah, dan keyakinan kita dengan baik. Jangan sampai menetapnya kita di sebuah tempat membuat keimanan kita rusak dan tercabut dari akarnya.
Kedua, kita masih bisa menunaikan syiar-syiar ibadah dan menjalankan syariat agama dengan baik. Misalnya masih bisa berhijab bagi wanita, masih bisa menunaikan shalat, dst.
Kalau kedua syarat di atas atau salah satunya tidak terpenuhi, maka tidak boleh menetap di daerah tersebut. Sebab, keuntungan materil dan raihan duniawi tidak boleh mengorbankan agama. Bahkan Allah mengecam orang-orang yang menzalimi diri dengan alasan lemah, mengapa mereka tidak pindah ke negeri yang memungkinkan untuk menjaga iman dan menegakkan syiar agama (QS an-Nisa: 97).
Namun kalau kedua syarat tersebut masih bisa dipenuhi, artinya iman masih bisa dijaga dengan baik dan ibadah masih bisa ditunaikan meskipun membutuhkan perjuangan dan pengorbanan lebih, maka masih dimungkinkan menetap di daerah tersebut. Bahkan bila hal itu disertai dengan niat berdakwah dan menyiarkan agama kepada penduduk setempat, ia merupakan sebuah upaya mulia yang akan mendapatkan apresiasi istimewa dari Allah Swt.
Wallahu a’lam. 
Wassalamu alaikum wr.wb.
Ustadz Fauzi Bahreisy
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini