0878 8077 4762 [email protected]

Luapkan Protes ke DK PBB, Ketua Panel Kejahatan Perang Suriah Mundur

NEW YORK – Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menegaskan, Komisi PBB yang menyelidiki kejahatan perang di Suriah harus terus bekerja, meskipun Ketua panel, Carla Del Ponte mengundurkan diri.
Del Ponte berhenti dari tugasnya, sebagai luapan protes atas minimnya tindak lanjut Dewan Keamanan PBB terhadap lusinan laporan yang telah dihasilkan.
Laporan itu menyangkut dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan perang yang serius selama konflik enam tahun di Suriah.
“Guterres menyesalkan keputusan Del Ponte, namun menekankan pentingnya pertanggungjawaban atas kejahatan terhadap warga sipil selama konflik.”
Demikian diungkapkan Jurubicara PBB Stephane Dujarric di New York, seperti dikutip AFP, Senin (7/8/2017).
“Guterres mendukung kerja lanjutan komisi tersebut sebagai bagian penting dan tidak terpisahkan dari proses akuntabilitas,” kata Dujarric lagi.
Sebelumnya, Del Ponte telah menangani komisi tersebut sejak September 2012.
Warga Swis berusia 70 tahun itu juga telah bekerja untuk mengungkap kejahatan perang di Rwanda dan di wilayah bekas Yugoslavia.
Komisi tersebut didirikan oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB, yang bertugas untuk melaporkan pelanggaran HAM dan kejahatan perang di Suriah.
Diperkirakan, lebih dari 330.000 orang telah terbunuh sejak dimulainya perang pada bulan Maret 2011.
Komisi tersebut berulang kali mendesak Dewan Keamanan PBB untuk meminta Pengadilan Pidana Internasional (ICC) membuka penyelidikan atas kejahatan perang di Suriah.
Sebuah tawaran oleh DK PBB pada tahun 2014 untuk membawa Suriah ke pengadilan ICC digagalkan oleh veto ‘berdarah’ China dan Rusia, yang menjadi sekutu Suriah.
“Saya tidak dapat tetap berada di komisi ini yang sama sekali tidak melakukan apa pun,” kata Del Ponte kepada surat kabar Swis Blick.
Del Ponte lantas menuduh anggota DK PBB tidak ingin menegakkan keadilan.
“Awalnya ada yang baik dan buruk -oposisi di sisi baik dan pemerintah dalam peran buruk,” kata dia.
“Tapi hari ini, semua orang di Suriah berada di sisi yang buruk.”
“Pemerintah Bashar al Assad telah melakukan kejahatan mengerikan terhadap kemanusiaan dan menggunakan senjata kimia.”
“Dan oposisi sekarang terdiri dari ekstremis dan teroris,” tegas Del Ponte.
Perempuan itu menambahkan, dia belum pernah melihat kejahatan semacam itu dilakukan di tempat lain, bahkan di bekas Yugoslavia atau pun Rwanda.
Didasari rasa frustrasi atas lambannya DK PBB terkait Suriah, Majelis Umum PBB tahun lalu membentuk sebuah panel internasional.
Panel itu bertugas membantu mengumpulkan bukti yang akan digunakan dalam kasus-kasus penuntutan kejahatan perang di masa depan.
Selanjutnya, Catherine Marchi-Uhel, seorang hakim Perancis akan mulai bekerja sebagai kepala panel baru di Jenewa mulai Selasa (8/8/2017).
Catherine Marchi-Uhel telah berpengalaman menangani kasus internasional di Kosovo, Kamboja, dan bekas wilayah Yugoslavia.
 
Sumber : Kompas

Pernyataan PBB terkait UU Penistaan Agama di Indonesia Diragukan Kebenarannya

Pakar Hukum dari Universitas Indonesia (UI), Dr Heru Susetyo meragukan resmi tidaknya pernyataan PBB di twitter yang mendesak Indonesia untuk meninjau ulang hukum penistaan agama.
Kalau pernyataan resmi, katanya, PBB harusnya mengirim surat kepada pemerintah Republik Indonesia.  Heru juga menegaskan, PBB hanya bisa mengimbau dan tidak bisa memaksa Indonesia menuruti kemauannya.
Hukum Indonesia Tidak Bisa Diintervensi
Pendiri Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) ini menilai, masih banyak urusan Indonesia yang lebih krusial untuk dikomentari PBB seperti masalah hukuman mati, kemiskinan, dan korupsi.
“Itu lebih signifikan ketimbang mengurusi suatu Undang-Undang yang sudah eksis di Indonesia. Sudah puluhan tahun, dan sudah diuji materiilkan juga ke Mahkamah Konstitusi,” ucapnya.
Karena kita punya kedaulatan (hukum) sendiri. Dan itu wilayah yang tidak bisa diintervensi oleh UN (PBB), walaupun kita member dari UN tambahnya.
Setiap negara, punya otoritas sendiri untuk mengatur hal-hal seperti keamanan dalam negeri, ketertiban umum, moral, dan agama.
Setiap Negara Punya Dasar Hukum Masing-masing
Di negara Prancis, masih ada larangan pemakaian hijab di sekolah-sekolah umum. Di Swiss dilarang membangun menara masjid. Atau di Malaysia non Muslim dilarang menggunakan nama “Allah”.
“Itu terserah negara masing-masing. Selama mereka punya dasar hukum. Jadi PBB tidak punya kapasitas untuk memaksa, hanya bisa mengimbau saja.”
Masyarakat menilai, pandangan dunia internasional terkait putusan hakim terhadap terdakwa penista agama ini merupakan bentuk ikut turut campur tangan urusan hukum Negara lain.
 
Sumber : Hidayatullah/Andi

Untuk Kali Kedelapan, Rusia Melakukan Veto Berdarah Terkait Suriah

Pemerintah Rusia, Rabu (12/4/2017), telah menggunakan hak vetonya terhadap resolusi dekan keamanan PBB terkait masalah Suriah. Resolusi PBB tersebut didukung AS untuk mengecam seragan senjata gas kimia di Khan Shaykun, Idlib, Suriah.
Meski menggunakan hak vetonya, Rusia tetap mendesak Suriah agar membuka pangkalan-pangkalan militernya untuk diperiksa.
Veto Rusia tersebut hanya mendapat dukungan dari anggota DK PBB yaitu Bolivia. Sementara sekutu lainnya, China, Etiopia, dan Kazakhstan memilih abstain.
Sedangkan 10 negara termasuk AS dan Perancis mendukung resolusi yang mengecam Suriah tersebut.
“Keberatan utama terhadap resolusi ini adalah karena didasari tuduhan demi sebuah tujuan di luar investigasi insiden itu,” kata Vladimir Safronkov, wakil utuasan Rusia di DK PBB.
Alasan lain, “Hasil dari voting ini sudah dapat dipastikan, sebab kami tak sepakat dengan sebuah dokumen yang secara fundamental memiliki konsep yang keliru,” tambah Safronkov.
Washington yakin pesawat-pesawat tempur pemerintah Suriah membawa gas sarin yang mematikan dari pangkalan militer Suriah.
Sementara itu, utusan Inggris di DK PBB Matthew Rycroft mengatakan, veto kedelapan terkait konflik Suriah sejak 2011 itu tak bisa dibendung.
Rycroft hanya mengingatkan Moskwa terkait janji mereka untuk menghancurkan senjata kimia menyusul sebuah serangan pada 2013.
Sedangkan Presiden Perancis Francois Hollande menyebut Moskwa menanggung beban tanggung jawab berat karena merusak upaya mengakhiri krisis Suriah.
Sementara, utusan AS Nikki Haley menegaskan, dia masih memiliki harapan di masa depan Moskwa akan bekerja sama dalam masalah ini.
Haley juga mendesak Rusia agar menggunakan pengaruhnya untuk menekan Presiden Bashar al-Assad agar menhentikan kekerasan dan kegilaan dalam konflik yang sudah menewaskan 400.000 orang itu.
Sumber : Kompas/CBC/Middleeastupdate

PBB dan Tokoh Dunia Kecam Larangan Adzan Subuh Israel

Rencana Israel melarang kumandang azan melalui rancangan undang-undang (RUU) menuai protes dan hujatan. Turki dan Palestina mengutuk kebijakan pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Setelah gagalnya RUU larangan adzan menggunakan pengeras suara, komite Kementerian Israel untuk Urusan Legislatif kembali merancang RUU larangan kumandang adzan di bumi Palestina dalam waktu Subuh.
Dalam draf RUU menyebutkan kumandang adzan dilarang di Israel dan Yerusalem Timur mulai pukul 23.00-07.00 waktu setempat.
UU anti-Adzan ini melarang penggunaan pengeras suara untuk panggilan adzan di Masjid-Masjid di Israel, termasuk wilayah Yerusalem Timur
Selain itu, bila RUU ini disahkan maka bagi yang melanggar akan dikenakan denda berkisar US$1.300 (Rp17,4 juta) hingga US$2.600 (Rp34,8 juta).
Saat ini, RUU masih digodok di Parlemen Israel (Knesset) untuk dibahas pada tahap kedua dan ketiga, serta masih harus disetujui oleh mayoritas anggota Knesset sebelum resmi diundangkan
Kecaman PBB dan Tokoh Dunia
1. Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB)
PBB di New York mengecam RUU larangan adzan Israel, dan menekankan perlindungan kebebasan beragama bagi warga Palestina.
Kecaman itu disampaikan juru bicara Sekretaris Jenderal PBB, Farhan Haq pada Sabtu (11/03). Dia menegaskan bahwa pihaknya ingin pemerintah Israel menghormati hak-hak dalam beragama.
“Tentu saja kami ingin memastikan semua hak, termasuk hak-hak dalam beragama harus dihormati,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Farhan Haq menambahkan pihaknya akan melakukan upaya untuk membatalkan RUU larangan adzan yang dikeluarkan Israel. Aturan yang dibuat Israel itu juga mengundang protes berbagai kalangan
2. Kelompok Yahudi Ortodoks anti Zionisme
Prostes juga datang dari kelompok Neturei Karta, sebuah organisasi Yahudi Ortodoks anti Zionisme. Mereka berencana akan melakukan aksi turun jalan di New York untuk memprotes RUU anti adzan Israel.
3. Yordania
Dalam sebuah pernyataannya, Organisasi Wakaf Muslim dan Urusan al-Aqsa, yang dikelola oleh Yordania mengatakan bahwa “RUU pelarangan Adzan kontroversial itu adalah sinyal perang terhadap Islam”.
4. Turki
Ulama berpengaruh Turki, Mehmet Gormez mengatakan, aturan pelarangan azan dengan memakai pengeras suara sama saja menolak keberadaan Islam di Negeri Zionis tersebut.
Gormez, yang juga menjabat Presiden Lembaga Hubungan Keagamaan Turki, menyebut RUU ini tidak dapat diterima. “Saya ingatkan, tidak ada yang bisa membelenggu atau melarang orang untuk azan. Itu sangat tidak bisa diterima,” kata Gormez, seperti dikutip situs Anadolu Agency, Jumat, 10 Maret 2017.
Ia juga menekankan bahwa masjid tidak hanya tempat di mana orang melakukan ibadah, tetapi juga tempat untuk bersama-sama membawa pesan damai dan saling toleransi.
5. Warga Palestina
Sebelumnya, sejumlah warga Palestina telah melancarkan aksi turun jalan di Jalur Gaza untuk memprotes kebijakan Israel ini yang ditujukan kepada Knesset (Parlemen Israel) soal pengesahan RUU Adzan tersebut.
6. Hamas
Kepala Urusan Politik Hamas, Khaled Meshaal mengutuk keras RUU anti-Adzan ,“[Dengan RUU ini], Israel bermain dengan api,” tegas Meshaal kepada Anadolu Agency.
“RUU ini telah menarik reaksi keras dari rakyat Palestina dan Muslim di seluruh dunia.”, tandasnya
7. Fraksi Jihad Islam Palestina
Aksi demonstrasi yang digelar oleh kelompok Jihad Islam sembari memegang spanduk tinggi-tinggi yang bertuliskan ‘Anda tidak dapat membungkam azan kami’ dan ‘Azan kami lebih keras dari tirani Anda!’
Dalam pidato yang disampaikan, anggota Jihad Islam Ahmed al-Modallal menyatakan bila RUU ini hanya akan menambah daftar panjang kejahatan kemanusiaan Israel terhadap Muslim.
“Kami tidak akan membiarkan hukum seperti itu terjadi,” tegas al-Modallal. “Dari Jalur Gaza yang terkepung, kami menyatakan bahwa azan tidak akan dibungkam di masjid-masjid Yerusalem”.
Berbagai sumber : Anadalou Agency, Middleeast, dst

PBB : Sebanyak 177 Negara Mendukung Kemerdekaan untuk Palestina

New York–Majelis Umum PBB telah mengesahkan resolusi berjudul ”Hak Bangsa Palestina Untuk Menentukan Nasibnya Sendiri” pada Senin (19/12/16). Resolusi tersebut didukung 177 negara.
Dilansir laporan Maannews.com, PBB akhirnya menetapkan bahwa bangsa Palestina berhak untuk memiliki negaranya sendiri. PBB juga mengajak seluruh negara anggota PBB termasuk Badan PBB untuk memberikan dukungannya terhadap Palestina.
Isi dari resolusi tersebut adalah, PBB menuntut Israel agar menghentikan pendudukan yang telah dimulai sejak 1967, juga merealisasikan perjanjian damai yang bersifat adil dan menyeluruh. Israel juga dituntuk untuk menghormati keputusan PBB dan inisiatif perdamaian negara-negara Arab dan solusi dari Kuartet Timur Tengah demi menyelesaikan konflik dengan solusi dua negara.
Dibuatnya resolusi tersebut merujuk atas keputusan Mahkamah Internasional pada tanggal 9 Juli 2004. Bunyi dari keputusan itu adalah, tindakan Israel yang memperkuat pemerintahannya di tanah Palestina dapat menjadi penggalan bagi bangsa Palestina untuk menentukan nasibnya.
Dilaporkan sebanyak 177 negara telah menyetujui resolusi tersebut, sedangkan 7 negara menolak dan 4 lainnya abstain.
Riyad Mansur, Delegasi Palestina untuk PBB menyatakan, masyarakat dunia melalui keputusan ini telah mengakui Palestina sebagai bangsa merdeka yang berhak menentukan nasibnya dan Israel telah gagal merubah fakta ini.
DK PBB Menuntut Diakhiri Pemukiman Ilegal di Palestina
Dewan Keamanan PBB melakukan voting hari Jumat pada resolusi yang menuntut diakhirinya pendudukan Israel. Palestina menuntut negara merdeka di Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem Timur – daerah yang direbut Israel dalam perang 1967. Sebagian besar negara dan PBB melihat permukiman Tepi Barat Israel sebagai hal ilegal dan hambatan bagi perdamaian.
Selandia Baru, Malaysia, Venezuela dan Senegal adalah pendukung dari rancangan resolusi, telah meminta voting, yang kemungkinan berlangsung pukul 8 malam.
15 Anggota Dewan sedianya melakukan voting kemarin. Pejabat Barat mengatakan Amerika Serikat diharapkan untuk memungkinkan rancangan resolusi untuk diadopsi, berseberangan dengan praktek AS yang melindungi tindakan Israel.
Selandia Baru, Malaysia, Venezuela dan Senegal mengatakan kepada Mesir kemarin malam bahwa jika Kairo tidak memperjelas posisinya, maka mereka memiliki hak untuk “melanjutkan voting ASAP secepatnya”.
Sikap Mesir, Israel dan Trump yang Menolak
Mesir, sebagai anggota Dewan Keamanan secara resmi mengundurkan diri dari pembahasan, yang memungkinkan empat negara untuk menyerukan voting, kata para diplomat.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Trump menyerukan Amerika Serikat untuk memveto rancangan resolusi.
Juru bicara Trump Sean Spicer mengatakan presiden terpilih Partai Republik telah berbicara dengan Netanyahu dan Presiden Mesir Abdel Fattah Al-Sisi tentang tindakan atas apa yang diusulkan Dewan Keamanan.
Rancangan resolusi akan menuntut Israel “segera dan sepenuhnya menghentikan semua kegiatan permukiman di wilayah Palestina yang diduduki, termasuk Jerusalem Timur” dan mengatakan pembentukan permukiman oleh Israel menjadi “tidak ada validitas hukum dan merupakan pelanggaran mencolok di bawah hukum internasional.”
Sebuah resolusi membutuhkan sembilan suara mendukung dan tidak ada veto oleh 5 negara super power yaitu Amerika Serikat, Perancis, Rusia, Inggris atau China.
 
Disadur : Islampos, Middleeastupdate