by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | May 20, 2017 | Artikel, Qur'anic Corner
Tadabbur Q.S. Al Baqarah ayat 183
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
[الجزء: ٢ | البقرة ٢ | الآية: ١٨٣]
Tadabbur 1:
Allah memanggil orang beriman; bukan semua orang. Sebab yang mau mendengar dan mau taat hanya orang yang memiliki iman.
Saat Abdullah ibn Mas’ud ra diminta nasihat, beliau berkata:
“Bila Allah memanggil dengan ‘Ya ayyuhal Ladzina amanu’, perhatikan baik-baik! Sebab setelah itu ada kebaikan yang Allah perintahkan atau ada keburukan yang Dia larang.”
Itulah panggilan sayang Allah kepada setiap mukmin..
Tadabbur 2:
Puasa adalah kewajiban yang istimewa. Pasalnya, bila shalat, zakat dan lain-lain lebih kepada “menunaikan” dan “mengerjakan”.
Maka puasa sesuai dengan makna bahasanya adalah “menahan” diri untuk tidak melakukan.
Dengan kata lain, puasa mendidik manusia beriman untuk memiliki kemampuan kontrol diri yang kuat.
Seorang mukmin harus mampu mengontrol diri dan nafsunya (terutama nafsu makan, minum, dan syahwat); bukan malah menjadi budak nafsu.
Dari sini dapat dipahami bila puasa adalah madrasah ilahi yang luar biasa sehingga penetapan kewajibannya menggunakan kata “كُتِبَ”.
Wallahu a’lam
Oleh : Ustad Fauzi Bahreisy
by Yayasan Telaga Insan Beriman (Al-Iman Center) | May 10, 2017 | Adab dan Akhlak, Artikel
NISFU artinya pertengahan, maka malam Nisfu Sya’ban artinya malam pertengahan bulan Sya’ban. Kalau dirujuk kepada kalender Hijriyah, maka malam itu jatuh pada tanggal 14 Sya’ban karena pergantian tanggal sesuai penanggalan Hilaliyah atau yang menggunakan patokan rembulan adalah saat matahari terbenam atau malam tiba. Benarkah ada tuntunan dari Rasulullah di malam ini?
Sesungguhnya Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Aku tidak pernah sekali pun melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali (pada) bulan Ramadan, dan aku tidak pernah melihat beliau (banyak berpuasa -ed) dalam suatu bulan kecuali bulan Sya’ban. Beliau berpuasa pada kebanyakan hari di bulan Sya’ban,” (HR. al-Bukhari: 1868 dan HR. Muslim: 782)
Dalam hadits yang lain, Usamah bin Zaid berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu berpuasa dalam beberapa bulan seperti puasamu di bulan Sya’ban. Beliau menjawab, ‘Itu adalah satu bulan yang manusia lalai darinya. (Bulan itu adalah) bulan antara Rajab dan Ramadan, dan pada bulan itu amalan-amalan manusia diangkat kepada Rabbul ‘alamin, maka aku ingin supaya amalanku diangkat pada saat aku berpuasa.’ ” (HR. an-Nasa’i: 1/322, dinilai shahih oleh al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil: 4/103)
Membedah Hadist Pengkhususan Nisfu Sya’ban
Adapun pengkhususan hari-hari tertentu pada bulan Sya’ban untuk berpuasa atau qiyamul lail, seperti pada malam Nisfu Sya’ban, maka hadits-haditsnya lemah bahkan palsu. Di antaranya adalah hadits:
“Jika datang malam pertengahan bulan Sya’ban, maka lakukanlah qiyamul lail, dan berpuasalah di siang harinya, karena Allah turun ke langit dunia saat itu pada waktu matahari tenggelam,
Lalu Allah berkata, ‘Adakah orang yang minta ampun kepada-Ku, maka Aku akan ampuni dia. Adakah orang yang meminta rezeki kepada-Ku, maka Aku akan memberi rezeki kepadanya. Adakah orang yang diuji, maka Aku akan selamatkan dia. Adakah demikian dan demikian?’ (Allah mengatakan hal ini) sampai terbit fajar.” (HR. Ibnu Majah: 1/421; HR. al-Baihaqi dalam Su’abul Iman: 3/378)
Hadits ini dari jalan Ibnu Abi Sabrah, dari Ibrahim bin Muhammad, dari Mu’awiyah bin Abdillah bin Ja’far, dari ayahnya, dari Ali bin Abi Thalib, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hadits ini adalah hadits maudhu’/palsu, karena perawi bernama Ibnu Abi Sabrah tertuduh berdusta, sebagaimana dalam Taqrib milik al-Hafidz. Imam Ahmad dan gurunya (Ibnu Ma’in) berkata tentangnya, “Dia adalah perawi yang memalsukan hadits.”[ Lihat Silsilah Dha’ifah, no. 2132.]
Maka dari sini kita ketahui bahwa hadits tentang fadhilah (keutamaan –ed) menghidupkan malam Nisfu Syaban dan berpuasa di siang harinya tidaklah sah dan tidak bisa dijadikan hujjah (argumentasi). Para ulama menyatakan hal itu sebagai amalan bid’ah dalam agama. [Lihat Fatawa Lajnah Da’imah: 4/277, fatwa no. 884].
Menurut Al-Imam An-Nawawi
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah, seorang ahli fiqih kondang bermazhab Syafi’i yang punya banyak karya besar dan kitabnya dibaca oleh seluruh pesantren di dunia Islam (di antaranya kitab Riyadhusshalihin, arba’in an-nawawiyah, al-majmu’), punya pendapat menarik tentang ritual khusus di malam nisfu sya’ban.
Beliau berkata bahwa shalat satu bentuk ritual yang bid’ah di malam itu adalah shalat 100 rakaat, hukumnya adalah bid’ah. Sama dengan shalat raghaib 12 rakaat yang banyak dilakukan di bulan Rajab, juga shalat bid’ah. Keduanya tidak ada dalilnya dari Rasulullah SAW.
Beliau mengingatkan untuk tidak salah menafsirkan dalil-dalil dan anjuran yang ada di dalam kitab Ihya’ Ulumiddin karya Al-Ghazali, atau kitab Quut Al-Qulub karya Abu Talib Al-Makki.
Menurut Syaikh Dr. Yusuf al-Qaradawi
Ulama yang menjabat sebagai Ketua Persatuan Ulama Internasional yang sering dijadikan rujukan oleh para aktifis dakwah berpendapat, tentang ritual di malam nasfu sya’ban bahwa :
Tidak pernah diriwayatkan dari Nabi SAW dan para sahabat, bahwa mereka berkumpul di masjid untuk menghidupkan malam nisfu Sya’ban, membaca doa tertentu dan shalat tertentu seperti yang kita lihat pada sebahagian negeri orang Islam.
Juga tidak ada riwayat untuk membaca surah Yasin, shalat dua rakaat dengan niat panjang umur, dua rakaat yang lain pula dengan niat tidak bergantung kepada manusia, kemudian mereka membaca do`a yang tidak pernah dipetik dari golongan salaf (para sahabat, tabi`in dan tabi’ tabi`in)
Bijaksananya Kita
Namun kita bisa bersikap bijak, amal puasa di bulan Sya’ban bisa diniatkan puasa Daud, atau puasa Ayyaumul Bid (pertengahan bulan). Jangan sampai kita sendiri justru malah tidak memperbanyak ibadah di Bulan Sya’ban. Cukup diganti niatnya sebagai ibadah umumnya. Dan sampaikan dengan santun dan hati-hati terkait tradisi Nisfu Sya’ban yang sudah melekat dimasyarakat awam. Dan salinglah menghormati walau berbeda pendapat nantinya.
Sumber: Konsultasi Syari’ah/Rumah Fiqih Indonesia/Ustad Ahmad Sarwat,Lc.MA
by Danu Wijaya danuw | Apr 28, 2017 | Artikel, Dakwah
Bulan Sya’ban adalah bulan yang terletak setelah bulan Rajab dan sebelum bulan Ramadhan. Bulan ini memiliki banyak keutamaan.
Ibadah-ibadah dibulan sya’ban diperbanyak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah saw mengisinya dengan memperbanyak berpuasa di bulan ini sebagai persiapan menghadapi bulan Ramadhan.
Bulan ini dinamakan bulan Sya’ban karena di saat penamaan bulan ini banyak orang Arab yang berpencar-pencar mencari air atau berpencar-pencar di gua-gua setelah lepas bulan Rajab. Ibnu Hajar Al-‘Asqalani mengatakan:
وَسُمِّيَ شَعْبَانُ لِتَشَعُّبِهِمْ فِيْ طَلَبِ الْمِيَاهِ أَوْ فِيْ الْغَارَاتِ بَعْدَ أَنْ يَخْرُجَ شَهْرُ رَجَبِ الْحَرَامِ وَهَذَا أَوْلَى مِنَ الَّذِيْ قَبْلَهُ وَقِيْلَ فِيْهِ غُيْرُ ذلِكَ.
“Dinamakan Sya’ban karena mereka berpencar-pencar mencari air atau di dalam gua-gua setelah bulan Rajab Al-Haram. Sebab penamaan ini lebih baik dari yang disebutkan sebelumnya. Dan disebutkan sebab lainnya dari yang telah disebutkan.” (Fathul-Bari (IV/213), Bab Shaumi Sya’ban)
Banyak orang menyepelekan bulan ini. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan keutamaan bulan syaban dalam hadits berikut:
Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid radhiallahu ‘anhuma bahwasanya dia berkata,
“Ya Rasulullah! Saya tidak pernah melihat engkau berpuasa dalam satu bulan di banding bulan-bulan lain seperti engkau berpuasa di bulan Sya’ban ?”
Beliau menjawab, “Itu adalah bulan yang banyak manusia melalaikannya, terletak antara bulan Rajab dan Ramadhan. Dia adalah bulan amalan-amalan di angkat menuju Rabb semesta alam. Dan saya suka jika amalanku diangkat dalam keadaan saya sedang berpuasa”. (HR An-Nasai no. 2357, Syaikh Al-Albani menghasankannya dalam Shahih Sunan An-Nasai)
Sahabat Amr bin Qais apabila memasuki bulan sya’ban, ia menutup tokonya dan meluangkan waktu khusus untuk membaca Al Qur’an. Seraya ia berkata, “Sungguh beruntung ia memperbaiki dirinya sebelum ramadhan.”
Sejauh mana persiapanmu menjelang ramadhan?
Sebesar itulah peluangmu meraih kesuksesanmu di bulan tersebut.
by Danu Wijaya danuw | Jan 16, 2017 | Artikel, Dakwah
Keutamaan shaum sunnah sudah banyak dikaji di berbagai topik diskusi keagamaan. Rasulullah sendiri menganjurkan agar umat Islam menjalankan shaum di luar bulan Ramadhan. Namun ibadah tersebut dirasa berat karena berbagai alasan.
Mungkin dari teman-teman ada yang bertanya “Apa yang menjadi dasar kenapa muslim melaksanakan puasa sunnah Senin dan Kamis?”. Ternyata banyak jaminan keutamaan dalam Islam sebagai berikut :
1. Akan dipersilahkan memasuki pintu khusus di Surga bernama Ar Rayyan bagi yang berpuasa
Sesungguhnya di surga ada satu pintu yang namanya “Ar-Rayyan,” yang akan di masuki oleh orang-orang yang sering berpuasa kelak pada hari kiamat, tidak akan masuk dari pintu itu kecuali orang yang suka berpuasa. di katakan : manakah orang-orang yang suka berpuasa? maka mereka pun berdiri dan tidak masuk lewat pintu itu kecuali mereka, jika mereka telah masuk, maka pintu itu di tutup sehingga tidak seorang pun masuk melaluinya lagi. (HR Bukhori dan Muslim).
2. Meniru Kebiasaan Rasulullah
Dari ‘Aisyah -radhiallahu ‘anha- : bahwa Nabi -sholallahu ‘alaihi wasallam- sering melakukan puasa senin dan kamis. (HR Ibnu Majah, At-Tirmidzi dan An-Nasai)
3. Diampuni Dosa-dosanya
Shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Pintu-pintu Surga di buka pada hari Senin dan Kamis. Maka semua hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun akan diampuni dosa-dosanya, kecuali seseorang yang antara dia dan saudaranya terjadi permusuhan. Lalu dikatakan, ‘Tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap orang ini sampai keduanya berdamai. (HR. Muslim)
Maksud dari beberapa pintu surga dibuka pada dua hari tersebut; Senin dan Kamis, yaitu di saat inilah setiap orang-orang Mukmin diampuni, kecuali dua orang Mukmin yang sedang bermusuhan.
4 Manfaat dari aspek kejiwaan, sosial serta kesehatan saat berpuasa
Secara kejiwaan puasa membiasakan kesabaran, menguatkan kemauan, mengajari dan membantu bagaimana menguasai diri, serta mewujudkan dan membentuk ketaqwaan yang kuat di dalam diri. Inilah hikmah puasa yang paling utama. Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (Q.S. Al-Baqarah ayat 183)
by Sharia Consulting Center scc | Jul 6, 2016 | Artikel, Ramadhan
Oleh : M. Lili Nuraulia
Berakhir sudah puasa Anda. Sungguh insya Allah do’a Anda telah terkabul. Masuklah ke dalam rumah dengan mengucapkan salam kepada anggota keluarga. Kemudian duduklah di hadapan makanan yang tersedia.
Bersyukur atas nikmat Allah kepada Anda, seraya mengingat orang lain yang belum memiliki makananseperti Anda. Mereka banyak dijumpai di Palestina, Irak, Suriah, dan semua negara di mana umat Islam dalam kondisi tertindas.
Janganlah nikmat yang Anda rasakan melupakan Anda dari Dzat Pemberi nikmat.
Yang telah berfirman: “Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al An’am: 99)
Makan Dua Pertiga Saja
Jangan berlebih-lebihan dalam hal makanan. Karena kita masih memiliki agenda silaturahim dan ibadah lain.
Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak ada yang diisi anak adam yang lebih buruk dari isi perutnya. Cukuplah bagi anak adam beberapa suap untuk menegakkan tulang punggungnya, jika dia harus melakukannya maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga lagi untuk nafasnya” (HR. Shahih Targhib Wa Tarhib)
Allah swt berfirman:
“Makanlah di antara rezki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan Janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barangsiapa ditimpa oleh kemurkaanKu, maka sesungguhnya ia celaka” (QS. Tahaa: 81)
Sumber :
Ramadhan Sepenuh Hati, M. Lili Nuraulia