by M. Lili Nur Aulia mlilinuraulia | Jun 5, 2016 | Artikel, Ramadhan
Oleh: M. Lili Nur Aulia
Ketika orang-orang shaleh terdahulu memahami bahwa kematian datang tanpa meminta izin kepada siapapun dan dia datang dengan tiba-tiba; maka salah seorang dari mereka apabila menerima berita kematian mengucapkan:
Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun (sungguh kami adalah milik Allah dan sungguh kepada-Nya lah kami akan kembali).
Demi Allah kita hampir-hampir menjadi orang yang diculik oleh kematian. Maka, mari manfaatkan kesempatan hidup ini dengan benar-benar menambah ketekunan, kerja keras dan kesungguhan dalam beramal shalih.
(Baca juga: Ramadhan Adalah Yusuf Zaman Ini)
Saudaraku,
Segeralah beramal, sebab malaikat maut sudah dekat dari Anda di rumah yang berdekatan dengan Anda dan mengambil saudara Anda dari dalamnya. Mungkin saja arahnya berubah tiba-tiba -atas perintah Allah- dan mengambil nyawa Anda sebagai ganti dari saudara Anda. Namun Allah memberi Anda kesempatan lain dan memanjangkan umur Anda sampai Anda giat dan beramal lebih banyak.
Sadarkah Anda tentang hal ini?
Sumber:
Ramadhan Sepenuh Hati, M. Lili Nur Aulia
by Yayasan Telaga Insan Beriman (Al-Iman Center) | Jun 1, 2016 | Artikel, Ramadhan
1. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa ketika telah datang bulan Ramadhan, Nabi bersabda, “Sesungguhnya, bulan yang penuh berkah telah datang kepada kalian. Allah mewajibkan kalian berpuasa. Di bulan ini, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu. Di bulan ini terdapat satu malam yang nilainya lebih utama dari seribu bulan. Barangsiapa dihalangi dari kebaikannya, maka ia benar-benar telah dihalangi.” (HR. Ahmad, Nasa’i, dan Baihaqi).
2. Arfajah meriwayatkan, “Suatu ketika, aku berada di tempat Utbah bin Farqad. Saat itu, ia sedang membicarakan puasa Ramadhan, lalu seorang laki-laki dari kalangan sahabat Nabi masuk. Melihat kedatangannya, Utbah merasa segan dan memilih diam. Orang itu lalu menyampaikan hadits tentang Ramadhan, ‘Aku mendengan Rasulullah saw. bersabda mengenai Ramadhan, ‘Pada bulan itu, pintu-pintu neraka ditutup, pintu-pintu surga dibuka, dan setan-setan dibelenggu.’ Rasulullah juga bersabda, ‘Di bulan itu, seorang malaikat berseru, “Wahai pecinta kebaikan, bergembiralah. Wahai pecinta kejahatan, hentikanlah hingga Ramadhan berakhir.'” (HR. Ahmad dan Nasa’i. Sanad hadits ini hasan).
(Baca juga: Menjadikan Ramadhan sebagai Bulan untuk Bertaubat)
3. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda, “Shalat yang lima waktu, Jum’at ke Jum’at, dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya adalah penghapus kesalahan-kesalahan yang terdapat di antara masing-masing, selama dosa-dosa besar dijauhi.” (HR. Muslim).
4. Abu Sa’id Al-Khudri ra. meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda, “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dan mengetahui batas-batasnya, dan ia menjaga diri dari segala sesuatu yang harus dihindari, maka dosa-dosanya yang telah lalu pasti dihapuskan.” (HR. Ahmad dan Baihaqi dengan sanad yang baik)
5. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena keimanan dan mengharapkan keridhaan Allah, dosa-dosanya yang terdahulu pasti diampuni.” (HR. Ahmad dan As-Habus Sunan).
Sumber :
Fiqih Sunnah Jilid 1, Sayyid Sabiq, Penerbit Al I’tishom Cahaya Umat
by Sharia Consulting Center scc | May 31, 2016 | Artikel, Ramadhan
Oleh: Sharia Consulting Center
Bulan Ramadhan adalah bulan dimana setan dibelenggu, hawa nafsu dikendalikan dengan puasa, pintu neraka ditutup dan pintu surga dibuka. Sehingga Ramadhan adalah bulan yang sangat kondusif untuk bertaubat dan memulai hidup baru dengan langkah baru yang lebih islami.
Taubat berarti meninggalkan kemaksiatan, dosa dan kesalahan serta kembali kepada kebenaran. Atau kembalinya hamba kepada Allah Swt, meninggalkan jalan orang yang dimurkai dan jalan orang yang sesat. Orang-orang kafir, baik itu Yahudi, Nashrani, atau orang-orang musyrik yang masuk Islam berarti mereka telah bertaubat.
Begitu juga orang-orang yang berbuat maksiat, seperti membunuh, berzina, mencuri dan sebagainya, kemudian dia meninggalkan dosa tersebut dan kembali kepada Allah Swt, maka dia telah bertaubat. Adapun orang-orang yang meninggalkan kemaksiatan dan belum kembali kepada ajaran Islam, maka taubatnya belum sempurna, dan harus disempurnakan dengan cara kembali kepada ajaran Allah Swt, yaitu Islam.
(Baca juga: Persatuan Islam dan Ukhuwah di Bulan Ramadhan)
Taubat mencakup tiga dimensi waktu : masa lalu, sekarang dan akan datang. Yang terkait dengan masa lalu adalah penyesalan atas dosa yang telah dilakukan. Oleh karenanya disebutkan dalam hadits:
الندم توبة
“Penyesalan adalah taubat” (HR Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim).
Sedangkan yang terkait dengan masa kini adalah segera meninggalkan dosa tersebut sekarang juga. Faktor yang terkait dengan waktu yang akan datang adalah bertekad tidak akan mengulanginya lagi. Jika taubat terkait dengan sesama manusia, maka ditambah satu unsur lagi, yaitu meminta dimaafkan atas segala kesalahannya dan menyelesaikan segala urusannya.
Taubat bukan hanya terkait dengan meninggalkan kemaksiatan, tetapi juga terkait dengan pelaksanaan perintah Allah. Oleh karena itu barangsiapa yang tidak taubat masuk kelompok yang zalim dan orang yang bertaubat masuk kelompok yang beruntung.
Allah Swt. berfirman: “Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (QS Al-Hujuraat 11).
Ayat lain: “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (QS An-Nur 31).
Dengan demikian hakikat taubat yaitu kembali dari apa yang dibenci Allah Swt. secara lahir dan batin menuju apa yang dicintai Allah secara lahir dan batin. Sehingga taubat adalah suatu proses yang tidak pernah berhenti dan perjalanan awal, pertengahan dan akhir orang-orang beriman.
(Baca juga: Merencanakan Peningkatan Prestasi Ibadah Ramadhan)
Langkah orang-orang beriman diawali dengan taubat, dan dalam proses dia terus-menerus bertaubat, hingga akhir dari amal harus ditutup dengan taubat. Inilah hikmah, kenapa mereka diperintahkan melakukan istighfar dan taubat, setelah melakukan amal shalih. Seperti setelah berwudhu, shalat, bahkan setelah berhasil melakukan semua tugas dan mendapatkan kemenangan, kita diperintahkan istighfar dan taubat.
Oleh karena itu, di bulan Ramadhan orang-orang beriman harus memperbanyak istighfar dan taubat kepada Allah Swt. Mengakui kesalahan dan meminta ma’af kepada sesama manusia yang dizaliminya serta mengembalikan hak-hak mereka.
Taubat adalah sebuah sikap menyesali akan segala kesalahan, melepaskannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi kesalahan tersebut. Dosa, maksiat dan kesalahan merupakan sebab inti dari keterpurukan dan krisis saat ini. Sehingga taubat adalah jalan pembuka untuk memulai hidup baru menuju yang lebih baik. Taubat dan istighfar menjadi syarat utama bagi bangsa Indonesia untuk mendapat maghfirah, rahmat dan karunia Allah Swt.
وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إلَى قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ
Dan (dia berkata): “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (QS Hud 52).
Sumber :
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center
by Sharia Consulting Center scc | May 30, 2016 | Artikel, Ramadhan
Bulan Ramadhan adalah bulan rahmat, dimana kasih sayang dan persaudaraan harus diutamakan dari yang lainnya. Ukhuwah Islamiyah adalah prinsip dari kebaikan umat Islam. Sehingga ibadah Ramadhan harus berdampak pada ukhuwah Islamiyah.
Ukhuwah Islamiyah ini harus terlihat jelas dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan dan mengisi ibadah Ramadhan. Namun demikian, semuanya tetap sejalan dengan Al-Qur’an dan Sunnah.
Diperlukan sikap bijak dari para ulama untuk bertemu dan duduk dalam satu majelis bersama pemerintah (Kementerian Agama) untuk menentukan kesamaan awal dan akhir Ramadhan. Tentunya berdasarkan argumentasi ilmiyah yang kuat dan landasan-landasan yang kokoh dalam Syariat Islam.
(Baca juga: Merencanakan Peningkatan Prestasi Ibadah Ramadhan)
Memang perbedaan pendapat (dalam masalah furu’) adalah rahmat. Tetapi kesamaan penentuan awal dan akhir Ramadhan lebih dekat dari rahmat Allah yang diberikan kepada orang-orang yang bertaqwa.
Perbedaan pendapat dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan adalah suatu pertanda belum terbangun kuatnya budaya syura, ukhuwah Islamiyah, dan pembahasan ilmiyah dalam tubuh umat Islam, lebih khusus lagi para ulamanya.
Ukhuwah Islamiyah dan persatuan umat Islam jauh lebih penting dari ibadah-ibadah sunnah, apalagi jika perbedaan pendapat itu menimbulkan perpecahan. Allah Swt berfirman:
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَةَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىَ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu darinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (QS Ali ‘Imran 103).
Sumber :
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center
by Fahmi Bahreisy Lc fahmibahreisy | May 28, 2016 | Artikel, Buletin Al Iman, Ramadhan
Oleh: Fahmi Bahreisy, Lc
Dalam beberapa hari ke depan bulan yang ditunggu-tunggu itu akan datang. Tak lama lagi tamu yang agung itu akan kita sambut dengan penuh kebahagiaan dan harapan. Bahagia karena memang ia membawa kemuliaan dan keistimewaan yang sangat besar. Namun, tidak semua orang menunggu kehadirannya. Hanya orang-orang yang beriman sajalah yang benar-benar bahagia akan kedatangan bulan suci ini. Bulan Ramadhan, bulan yang penuh dengan keberkahan, ampunan, rahmat, pelipatgandaan pahala, dan lainnya. Setiap muslim yang memiliki keimanan pasti akan menanti-nanti datangnya bulan mulia ini. Di bulan inilah kesempatan kita untuk menjadi manusia sejati, hamba yang bertaqwa kepada Allah SWT. Hanya orang yang hatinya berpenyakit sajalah yang merasa sedih dan tidak bahagia dengan kehadirannya.
Saudaraku, tentu kebahagiaan dan rasa senang dengan datangnya bulan yang mulia ini bukan hanya sekedar ucapan di lisan saja. Bukan hanya sekedar dengan kegiatan tarhib Ramadhan dan lainnya. Kebahagiaan yang jujur dan rasa senang yang tulus pasti ada tanda-tandanya. Sebab ada yang merasa bahagia dengan datangnya Ramadhan, akan tetapi perasaan ini bukan didasarkan pada iman.
Ia bahagia lantaran bisnis dan perdagangannya akan semakin meningkat di bulan ramadhan. Perasaan yang semacam ini bukan berarti dilarang, tetapi jadikan iman sebagai dasar utama rasa bahagia akan kedatangan bulan yang suci ini.
Diantara tanda rasa bahagia yang hakiki ialah adanya persiapan yang optimal untuk menyambut kehadirannya. Sebagaimana kita akan kedatangan seorang tamu yang istimewa, pasti kita akan menyiapkan segala sesuatunya untuk menyambut kehadirannya. Sebagaimana seseorang yang akan mengikuti sebuah perlombaan dan ingin memenangkannya, pasti ia akan mempersiapkan dirinya semaksimal mungkin supaya ia menjadi pemenangnya. Begitu juga dengan Ramadhan, jika kita kita benar-benar ingin mendapatkan ampunan dari Allah dan pahala yang besar dari-Nya, pasti ada perisapan yang matang agar dapat meraih kemenangan di dalamnya. Sejauh mana persiapan kita menuju Ramadhan, itulah yang menjadi ukuran bahagia tidaknya kita dengan kedatangannya.
(Baca juga: Persiapan-persiapan Menghadapi Ramadhan)
Ada beberapa aspek persiapan yang harus kita lakukan untuk menyambut bulan Ramadhan, diantaranya ialah; Persiapan ruhiyah dan mental. Ini adalah yang pertama kali harus kita persiapkan. Iman dan mental kita harus benar-benar siap untuk berkompetisi di bulan suci Ramadhan. Sebaik apapun persiapan kita, kalau iman dan mentalnya belum siap, maka persiapan yang lainnya akan menjadi tidak berarti.
Sebagai contoh adalah ketika ada yang ikut perlombaan cerdas cermat, hafalan qur’an atau yang lainnya. Ia sudah melakukan persiapan dengan baik, akan tetapi mental belum ia siapkan. Di saat tampil di depan, semua persiapannya akan menjadi hilang dikarenakan ia tidak siap mental. Begitu juga dengan Ramadhan, ketika kita lalai untuk mempersiapkan iman dan mental kita, maka pesiapan yang lainnya akan menjadi tak bermakna.
Rasulullah dan para sahabat telah memberikan contoh kepada kita dalam mempersiapkan ruhiyah untuk menyambut ramadhan. Berbagai macam amalan dan do’a mereka lakukan agar keimanan mereka siap dalam memasuki bulan mulia ini. Bahkan beberapa bulan sebelum Ramadhan, Rasulullah sudah memberikan kabar gembira kepada para sahabat akan kedatangan Ramadhan. Hadits yang berbunyi, “Akan datang kepada kalian bulan ramadhan. Bulan yang penuh dengan keberkahan. Allah telah menetapkan kewajiban puasa di dalamnya. Pintu surga dibuka, pintu neraka diutup, dan setan-setanetan akan dibelenggu. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan.” (HR. an-Nasa’i dan Ahmad).
Hadits ini diucapkan oleh Rasulullah enam bulan sebelum datang Ramadhan. Dan ketika bulan ramadhan sudah dekat Rasulullah berdo’a kepada Allah, “Ya Allah sampaikanlah aku ke bulan ramadhan, dan sampaikan ramadhan kepadaku, dan terimalah ramadhan dariku.” (HR. at-Thabrani).
Selain do’a, membiasakan diri berpuasa di bulan Sya’ban merupakan bagian dari persiapan ruhiyah. Bahkan Aisyah mengisahkan kondisi Rasulullah di bulan Sya’ban bahwa seakan-akan Rasulullah berpuasa satu bulan penuh di bulan Sya’ban. Begitu juga dengan tilawah dan qiyamullail sudah harus kita biasakan mulai dari sekarang, sebab segala aktivitas akan menjadi mudah kalau sudah menjadi kebiasaan. Namun jika ia tidak dibiasakan, ia hanya akan bertahan beberapa saat saja. Bisa jadi semangat ibadah Ramadhannya hanya di awal-awal saja, setelah memasuki pertengahan motivasinya mulai hilang.
[Baca juga: Fiqih Wanita Berkaitan dengan Ramadhan (bagian 1)]
Kedua ialah persiapan ilmu. Ini sebagai bekal yang juga patut untuk diperhatikan, agar kita mengetahui amalan apa saja yang dianjurkan di dalamnya. Apa saja yang membatalkan dan apa syarat sahnya puasa? Bagaimana caranya agar pahala puasa kita tidak gugur? Dengan demikian, puasa kita tidak menjadi sia-sia. Persiapan ilmu ini harus dimulai sedini mungkin, supaya di saat kita masuk ke bulan Ramadhan, kita tidak lagi disibukkan dengan perkara-perkara fiqih Ramadhan dan hanya fokus untuk melakukan amaliyah Ramadhan.
Ketiga adalah persiapan fisik. Terkait dengan persiapan ini, dapat disimpulkan dalam kalimat berikut ini, “Bagaimana caranya agar kita tidak sakit di bulan Ramadhan?” Sebab kalau kita sudah sakit, peluang-peluang untuk melakukan ibadah menjadi kecil. Oleh sebab itu, mulai sekarang harus ada usaha untuk menjaga kondisi tubuh kita agar tidak jatuh sakit saat menjalankan ibadah Ramadhan. Jika kita sudah melakukan upaya untuk menjaga fisik kita, namun ternyata di bulan Ramadhan kita masih sakit juga, maka saat itu berlaku hadits, “Sesungguhnya semua amal tergantung pada niatnya.”
Keempat, persiapan harta. Ini juga menjadi bekal yang penting, sebab Ramadhan adalah bulan yang sangat dianjurkan untuk bersedekah di dalamnya. Belum lagi bagi mereka yang memiliki kewajiban zakat. Sehingga ketika masuk ke bulan Ramadhan alokasi dana untuk sedekah dan zakat sudah dipersiapkan. Begitu juga persiapan untuk Idul Fitri atau lebaran sudah dipersiapkan dari sekarang, sehingga di saat Ramadhan, kita tidak lagi “beri’tikaf” di mall, pusat perbelanjaan, dan lainnya. Waktu-waktu kita diisi dengan ibadah dan amal shaleh, terkecuali kalau kondisinya memang darurat dan penting.
(Baca juga: Hukum Puasa Ramadhan)
Paling tidak inilah empat persiapan yang harus kita lakukan sebelum memasuki bulan yang mulia ini. Optimalkan persiapan kita agar kita tidak masuk kedalam orang-orang yang celaka atau merugi, yaitu mereka yang tidak mendapatkan ampunan Allah di bulan tersebut. Rasulullah SAW bersabda, “…Celaka dan sungguh celaka, seseorang yang masuk ke bulan Ramadhan hingga selesai namun dosa-dosanya belum diampuni oleh Allah…” (HR. at-Tirmizi).
Wallahu a’lam.
Sumber :
Artikel Utama Buletin Al Iman.
Edisi 374 – 27 Mei 2016. Tahun ke-8
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan.
Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.
Hubungi 0897.904.6692
Email: [email protected]
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!