0878 8077 4762 [email protected]

Hukum Belajar dan Mengajar Bahasa Inggris

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Ustadz. Apa hukumnya jika kita mempelajari bahasa inggris dan kemudian mengajarkannya pada orang lain sehingga kita mendapat upah? Mohon di jawab secara rinci ustadz, jika ada dalil-nya mohon disebutkan. Terima kasih.
Wasalamu ‘alaikum wr. wb.
Jawaban:
Assalamu alaikum wr.wb.
Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbihi. Amma ba’du.
Pada dasarnya tidak ada larangan untuk belajar bahasa Inggris dan mengajarkannya. Pasalnya, ia hanyalah sarana atau media. Hukumnya tergantung pada tujuan dan kebutuhan dari pembelajaran tersebut. Jika untuk melaksanakan sebuah kewajiban, maka hukumnya menjadi wajib. Misalnya untuk mendakwahi suatu kaum yang kaum tersebut hanya memahami bahasa Inggris.
Dalam kondisi demikian, hukum mengajar dan mempelajari bahasa Inggris tersebut menjadi wajib. Allah befirman, “Tidaklah kami mengutus seorang rasul kecuali dengan bahasa kaumnya agar ia bisa menjelaskan kepada mereka.” (QS Ibrahim 4) Dalam hadits diriwayatkan bahwa Zaid ibn Tsabit pernah diperintahkan oleh Rasulullah saw untuk mempelajari bahasa Ibrani (bahasa orang Yahudi).
Beliau berhasil mempelajarinya dalam waktu setengah bulan (HR Abu Daud). Begitu pula jika bahasa Inggris tersebut dibutuhkan untuk sesuatu yang bersifat mubah seperti urusan dunia, maka hukumnya juga mubah. Hanya saja jangan sampai bahasa Inggris tersebut lebih dibanggakan daripada bahasa Arab yang menjadi bahasa Alquran dan jangan sampai menyita waktu sehingga melalaikan sejumlah kewajiban. Sementara bagaimana dengan upah yang didapat dari pengajaran bahasa tersebut dan ilmu yang lainnya? Hukumnya boleh karena si guru telah meluangkan waktu untuknya dan memberikan satu manfaat. Bahkan mengajarkan Alquran sekalipun boleh dengan mendapat upah. Sebab, Rasululullah saw pernah menikahkan sahabat dengan mahar berupa hafalan Aquran dan pengajaran Alquran kepada isterinya. Yang penting hal itu tidak merusak keikhlasannya guna mendapat ridha Allah Swt. Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr.wb.

Adab Hutang Piutang dalam Islam

Hukum asal hutang piutang dalam Islam adalah mubah. Di diriwayatkan dari Abu Rafi’, bahwa Nabi saw pernah meminjam seekor unta kepada seorang lelaki.
“Aku datang menemui beliau membawa seekor unta dari sedekah. Beliau menyuruh Abu Rafi’ untuk mengembalikan unta milik lelaki tersebut. Abu Rafi’ kembali kepada beliau dan berkata, “Wahai Rasulullah! Yang kudapatkan hanya-lah sesekor unta ruba’i terbaik?” Beliau bersabda, “Berikan saja kepadanya. Sesungguhnya orang yang terbaik adalah yang paling baik dalam mengembalikan hutang.”
(HR. Bukhari dalam Kitab Al-Istiqradh, baba istiqradh Al-Ibil (no.2390), dan Muslim dalam kitab Al-Musaqah, bab Man Istaslafa Syai-an Fa Qadha Khairan Minhu (no.1600)).
Nabi saw juga bersabda: “Setiap muslim yang memberikan pinjaman kepada sesamanya dua kali, maka dia itu seperti orang yang bersedekah satu kali.” (Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Albani di dalam Irwa’ Al-Ghalil Fi Takhrij Ahadits Manar As-Sabil (no.1389)).
Meskipun berhutang adalah hal mubah dalam Islam, tetapi hal hendaknya dilakukan jika dalam keadaan darurat ekonomi saja. Dan hendaknya menghindari hutang sebisa mungkin jika mampu bermuamalah dengan tunai. Karena hutang, merupakan penyebab kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang hari. Hutang juga dapat menyebabkan akhlak yang tidak terpuji, sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Sesungguhnya seseorang apabila berhutang, maka dia sering berkata lantas berdusta, dan berjanji lantas memungkiri.” (HR. Bukhari).
 
Keburukan Jika Hutang Tidak Dilunasi
Jika seseorang orang meninggal sedangkan dia masih memiliki tanggungan hutang, maka dia akan mendapatkan banyak keburukan, diantaranya:
1. Tidak dishalati oleh tokoh-tokoh agama dan masyarakat
Bahwa Rasulullah saw pernah menolak menshalatkan jenazah seseorang yang diketahui masih meninggalkan hutang dan tidak meninggalkan harta untuk membayarnya. (HR. Bukhari no. 2289). Hal ini sebagai bentuk pengajaran beliau bahwa membiasakan diri untuk berhutang tanpa memiliki jaminan adalah sesuatu kebiasaan yang buruk. Oleh karena itu, tidaklah mengapa jika orang-orang terpandang, tokoh masyarakat dan agama melakukan seperti yang dilakukan Rasulullah saw.
2. Dosa-dosanya tidak akan diampuni sampai di lunasi hutang-hutangnya
Diriwayatkan dari Abu Qatadah ra dari Rasulullah saw bahwasanya seseorang bertanya kepada beliau: “Bagaimana menurutmu jika aku terbunuh di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan diampuni?”. Beliau pun menjawab: “Ya, dengan syarat engkau sabar, mengharapkan ganjarannya, maju berperang dan tidak melarikan diri, kecuali hutang. Sesungguhnya Jibril ‘alaihissalam baru memberitahuku hal tersebut” (HR Muslim no. 4880/1885).
Hadits di atas menjelaskan bahwa ibadah apapun, bahkan yang paling afdhal sekalipun yang merupakan hak Allah tidak bisa menggugurkan kewajiban untuk memenuhi hak orang lain.
3. Ditahan untuk tidak masuk surga, meskipun dia memiliki banyak amalan
Diriwayatkan dari Tsauban, Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang mati sedangkan dia berlepas diri dari tiga hal, yaitu: kesombongan, ghuluul (mencuri harta rampasan perang sebelum dibagikan) dan hutang, maka dia akan masuk surga”. (HR At-Tirmidzi no. 1572, Ibnu Majah no. 2412 dan yang lainnya. Syaikh Al-Albani mengatakan, “Shahih” di Shahih Sunan Ibni Majah).
 
Beberapa Adab dan Nasihat Hutang Piutang
1. Jangan membiasakan diri untuk berhutang. Apalagi jika tidak memiliki jaminan.
2. Segera membayar hutang dan jangan menunda-nundanya.
3. Jika benar-benar tidak mampu membayar hutang pada waktu yang telah ditentukan, maka bersegeralah meminta maaf kepada orang yang menghutangi dan minta tenggang waktu untuk membayarnya.
4. Jangan pernah tidak mencatat hutang piutang. “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian melakukan hutang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya..” (Q.S Al Baqarah 282).
5. Jangan pernah berniat tidak melunasi hutang. “Siapa saja yang berhutang, sedang ia berniat tidak melunasi hutangnya, maka ia akan bertemu Allah sebagai seorang pencuri..” (HR Ibnu Majah).
6. Jangan pernah menunda-nunda membayar hutang.“Menunda-nunda (pembayaran hutang) bagi orang yang mampu adalah kedzaliman..” (HR Bukhari dan Muslim).
7. Jangan pernah menunggu ditagih dulu baru membayar hutang. “Sebaik-baik orang adalah yang paling baik dalam pembayaran hutang..” (HR Bukhari dan Abu Daud).
8. Jangan pernah mempersulit dan banyak alasan dalam pembayaran hutang. “Allah ‘Azza wa jalla akan memasukkan ke dalam surga orang yang mudah ketika membeli, menjual, dan melunasi hutang..” (HR Ahmad, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah).
9. Jangan pernah meremehkan hutang walaupun sedikit. “Ruh seorang mukmin itu tergantung kepada hutangnya hingga hutangnya dibayarkan..” (HR Ahmad, at-Tirmidzi, ad-Darimi, dan Ibnu Majah).
10. Jangan pernah berbohong kepada pihak yang menghutangi. “Sesungguhnya, apabila seseorang berhutang, maka bila berbicara ia akan dusta dan bila berjanji ia akan ingkari..” (HR Bukhari dan Muslim).
11. Jangan pernah berjanji jika tidak mampu memenuhinya.“..Dan penuhilah janji karena janji itu pasti dimintai pertanggungjawaban..” (Q.S Al Israa’ : 34).
12. Jangan pernah lupa doakan orang yang telah menghutangi. “Barangsiapa telah berbuat kebaikan kepadamu, balaslah kebaikannya itu. Jika engkau tidak mendapati apa yang dapat membalas kebaikannya itu, maka berdoalah untuknya hingga engkau menganggap bahwa engkau benar-benar telah membalas kebaikannya..” (HR Ahmad dan Abu Dawud).
13. Jangan pernah sungkan untuk menagih hutang. Kalau kita sayang kepada orang yang berhutang maka hendaknya kita menagih hutang tersebut darinya. Karena kalau kita malu menagih hutang bisa menimbulkan kemudharatan bagi kita dan juga baginya, diantaranya : Kita jadi dongkol terus jika bertemu dengan dia, bahkan bisa jadi kita terus akan menggibahnya karena kedongkolan tersebut. Jika kita membiarkan dia berhutang hingga meninggal dunia maka ini tentu akan memberi kemudharatan kepadanya di akhirat kelak.
14. Jika hutang tidak dibayar di dunia maka akan dibayar di akhirat dengan pahala, padahal pada hari itu setiap kita sangat butuh dengan pahala untuk memperberat timbangan kebaikan kita.
15. Jangan pernah meremehkan hutang meskipun sedikit. Bisa jadi 50 ribu rupiah adalah jumlah yg sedikit bagi kita, akan tetapi di mata penghutang adalah besar dan dia tidak ridho kepada kita jika tidak dibayar, lantas dia akan menuntut di hari kiamat.
16. Jangan pernah berhusnudzon kepada penghutang. Jangan pernah berkata : “Saya tidak usah bayar hutang aja, dia tidak pernah menagih kok, mungkin dia sudah ikhlaskan hutangnya” hal ini adalah naif dan memalukan.

Bolehkah Menonton Pertunjukan Sihir?

Assalamu’alaikum Wa rahmatullahi Wa barakatuh.
Langsung saja pak ustadz, ini permasalahan yang saya alami saat ini. Saya sejak kecil menyukai film kartun jepang (anime). Namun, ada suatu hal yang saat ini tiba-tiba mengganjal di pikiran saya. Saya sangat menyukai anime dari berbagai genre. Mulai dari genre kehidupan sehari – hari hingga petualangan. Untuk anime genre petualangan, seringkali anime tersebut, karena jepang merupakan negara yang agak “longgar” dalam ber”agama”, sehingga sering menceritakan tema – tema non muslim, seperti iblis, gereja, sihir, dewa – dewi jepang, reinkarnasi dan lain sebagainya.
1. Apakah dengan menontonnya, iman saya menjadi batal (naudzubillah min dzalik) ?
2. Terkadang ada beberapa pikiran menyesatkan yang seringkali melintas di hati dan pikiran saya mengenai cerita dari kartun tersebut. Meskipun saya yakin bahwa Allah subhanahu wa ta’ ala adalah satu – satunya penguasa dan pemilik kekuatan di alam semesta ini, ada kalanya saya sering bertanya – tanya apakah iman saya sudah batal (naudzubillah min dzalik) ?
3. Bagaimana dengan memainkan permainan game online atau playstation dengan tema yang seperti saya sebutkan diatas. Apakah dengan memainkan permainan semacam itu sama saja dengan saya melakukan sihir dan iman saya batal (naudzubillah min dzalik) ?
4. Jika suatu saat insya Allah saya berhenti dari perbuatan tersebut, apakah saya perlu mengulangi syahadat saya karena merasa was – was jangan – jangan iman saya sudah batal dan terhapus tanpa saya sadari (na’udzubillah min dzalik) ?
Jawaban:
Assalamu alaikum wr.wb.
Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbihi. Amma ba’du.
Yang jelas bahwa menonton film atau tayangan yang menampilkan sihir pada dasarnya dilarang dalam Islam. Terkecuali jika aktivitas menonton tersebut ditujukan dalam rangka untuk mengingkari dan merubahnya. Inilah yang disebutkan oleh Nabi saw: “Siapa yang melihat kemungkaran, hendaknya ia merubah dengan tangannya. Jika tidak mampu maka dengan lisannya. Jika tidak mampu maka dengan hatinya dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR Muslim).
Larangan menonton tayangan sihir, mistis, atau yang berbau kemungkaran didasarkan pada sejumlah dalil sebagai berikut: – Hamba Allah (ibadurrahman) adalah mereka yang tidak mendatangi dan menyaksikan hal-hal yang palsu dan dosa (QS al-Furqan: 72). – Nabi saw melarang sahabat dan umat Islam secara umum untuk mendatangi tukang sihir. Diriwayatkan bahwa Muawiyah ibn al-Hakam as-Silmi berkata, “Ya Rasulullah, saya baru masuk Islam. Allah hadirkan Islam kepada kami. Di antara kami ada yang biasa datang ke tukang sihir.” Mendengar hal itu beliau bersabda, “Jangan datangi mereka.”
Dalam hal ini sengaja menonton hampir sama dengan sengaja mendatanginya. – Menonton tayangan sihir dan mendiamkannya hampir sama dengan mendatanginya secara langsung karenanya khawatir dapat membuat shalatnya selama 40 hari tidak diterima sebagaimana bunyi hadits Nabi saw. – Kalau sampai membenarkan sihir yang terdapat di dalamnya, Nabi saw mengancam, “Tiga orang tidak masuk sorga: pecandu minuman keras, pemutus silaturahim, dan orang yang membenarkan sihir.” (HR Imam Ahmad).
Karena itu, setiap muslim harus menghindarkan diri dari sesuatu yang tidak bermanfaat, apalagi sampai mendatangkan dosa dan mengancam iman. Kalaupun hal itu pernah dilakukan, ia harus bertobat dan segera meninggalkan seraya meminta kepada Allah agar senantiasa dibimbing menuju ridha-Nya. Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr.wb.

Bersilaturahim di Alam Barzakh

Assalamualaikum wr. wb.
Kedua orang tua saya meninggal ditahun 2014 ini. Mungkinkah saya bisa bertemu mereka di alam barzah semeninggalnya saya suatu saat nanti . Akankah kita manusia bisa saling bersilaturahmi di alam barzah? . Sebelum ke akhirat kelak. Terimakasih banyak sebelumnya atas jawabannya, barakallah.
Wassalam.
Jawaban:
Assalamu alaikum wr.wb.
Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbihi. Amma ba’du.
Penjelasan terhadap pertanyaan Anda di atas harus merujuk kepada nash-nash yang terdapat dalam Alquran dan Sunnah. Setelah merujuk kepadanya para ulama seperti Imam al-Qurthubi, Ibnu Taymiyyah, Ibnul Qayyim, as-Suyuthi, al-Alusi, dan yang lain berpendapat bahwa orang-orang yang sudah meninggal dunia dapat saling berkunjung, bercakap-cakap, dan bertemu di antara mereka. Hanya saja setelah meninggal dunia, ruh manusia terbagi dua: ada ruh yang mendapat siksa dan ada ruh yang mendapat nikmat. Nah, ruh yang mendapat siksa sibuk dan risau dengan siksaan yang menimpa mereka. Hanya ruh yang mendapat nikmat yang dapat saling berkunjung dan bertemu dalam suasana gembira.
Dalil bahwa ruh orang yang telah meninggal dunia dapat bertemu, berkumpul, dan bersama yang lain adalah firman Allah Swt dalam surat an-Nisa: 69, “Siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka mereka akan bersama orang-orang yang mendapat nikmat, yaitu para nabi, kalangan shiddiqin, syuhada, dan orang-orang salih. Mereka adalah sebaik-baik teman.” Kebersamaan terwujud bisa terwujud baik di alam barzakh maupun di sorga. Dalam hadits, Nabi saw juga bersabda, “Seseorang akan dikumpulkan bersama dengan orang yang ia cintai.” Di samping itu, terdapat sejumlah riwayat yang menjelaskan bahwa ruh orang mati bisa saling berkunjung. Di antaranya: Apabila salah seorang diantara kalian ditugasi untuk mengurusi mayit maka kafanilah ia dengan baik, sesungguhnya kelak mereka akan dibangkitkan dengan kafan-kafannya, dan mereka akan saling berkunjung dengan kafan yang mereka kenakan” (HR al-Bayhaqi).
Diriwayatkan pula bagaimana mereka saling bercakap-cakap, “Sesungguhnya seorang mukmin diangkat rohnya ke langit. Lalu ia pun didatangi oleh roh orang-orang beriman seraya mereka menanyainya tentang orang-orang yang mereka kenal dari kalangan penduduk bumi. Jika ia (si mayat) berkata, “Aku tinggalkan si fulan di dunia”, maka hal itu pun menyenangkan mereka…” (HR al-Bazzar dan ath-Thabari).
Dengan demikian, peluang untuk bisa berkunjung, bertemu dan bercakap-cakap dengan mereka yang sudah mati sangat mungkin terjadi saat kita meninggalkan dunia ini. Yang terpenting semoga kita meninggal dunia dalam kondisi beriman dan husnul khatimah. Amin Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr.wb.

Mengoleksi Uang Kuno

Assalamu’alaikum.
Ssaya mau tanya ustadz. Saya waktu kecil suka mengoleksi uang koin 1000 rupiah, sampai sekarang uang itu sudah tidak beredar lagi dan berganti koin 1000 yg baru. Kira-kira bagaimana hukum mengoleksi uang dalam islam? Syukron.
Jawaban:
Assalamu alaikum wr.wb.
Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbihi. Amma ba’du.
Tidak ada larangan mengoleksi uang dari berbagai negara, baik yang masih berlaku maupun yang sudah kuno, sekedar sebagai hobi dan kesenangan selama tidak melalaikan dari kewajiban. Hanya saja, kalau uang yang dikoleksi, terutama uang kuno tersebut kemudian menjadi barang dagangan sebagaimana yang banyak dilakukan di berbagai tempat berarti zakatnya juga harus dikeluarkan setiap kali mencapai nishab dan mencapai haul.
Demikian pula kalau uang tersebut masih dipakai dan dipergunakan dalam transaksi, maka jika uang yang masih dipergunakan untuk transaksi keuangan itu dikumpulkan selama setahun dan mencapai nishab, dikeluarkan zakatnya sebagai zakat simpanan atau tabungan. Namun kalau uang tersebut sudah tidak menjadi alat transaksi, tidak ada kewajiban untuk mengeluarkan zakatnya. Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr.wb.