Ceramah Agama: Mencegah Kemungkaran oleh KH. Dr. Muslih Abdul Karim, MA
Video Majelis Taklim Al Iman: Mencegah Kemungkaran oleh KH. Dr. Muslih Abdul Karim, MA
Video Majelis Taklim Al Iman: Mencegah Kemungkaran oleh KH. Dr. Muslih Abdul Karim, MA
Perkenalkan nama saya Ali Farhan, saya lahir dari keluarga yang taat beragama & berpengetahuan tentang agama islam, Saya ingin memperbaiki tauhid saya, Saya tidak mau hanya karna lahir dalam islam saya jadi islam,
Saya minta tolong kalau bisa jawabannya dikirim ke email saya [email protected].
Pertanyaan saya, apakah Allah takut hidup sendiri?
Buktinya Dia menciptakan manusia, udara, bumi, langit, surga dan neraka, Dia mengatakan manusia yang butuh Dia, Dia tidak membutuhkan apapun dari manusia. Jadi buat apa dia menggunakan kemahahebatannya untuk hal yang tak bermanfaat buat Dia? bukankah Dia akan tetap kekal tanpa ciptaannya? Apa dia merasa kesepian tanpa ciptaannya?
Dia harusnya tidak menciptakan apapun, tidak menciptakan, manusia, udara, bumi, langit, surga maupun neraka. Agar tak ada yang menderita di neraka & bahagia di surga.
Menurut saya segala masalah berasal dari akibat penciptaan yang Dia lakukan.
Dia memang yang memiliki kehendak dan bisa berkehendak sesuai keinginannya tapi apakah tidak lebih adil bila seharusnya Dia hidup sendiri tanpa menciptakan apapun (manusia, udara,bumi, langit, surga & neraka).
Jika Dia takut hidup sendiri berarti artinya Dia kekurangan.
Tolong bantu saya.
Jawaban:
Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Seorang mukmin yang hakiki benar-benar yakin akan kebijaksanaan Allah atas segala yang Ia perbuat. Ia juga yakin dengan sifat-sifat-Nya yang suci dan mulia. Diantara sifat Allah bahwa ia adalah Dzat yang Maha Berdiri sendiri yang artinya tidak membutuhkan kepada siapa pun dan apapun juga. Ia juga adalah Dzat yang berbeda dengan makhluk-Nya, yang berarti bahwa Ia Maha sempurna. Sempurna dalam penciptaan dan aturan-Nya. Ini adalah sebuah keyakinan yang harus dimiliki oleh setiap mukmin. Allah SWT berfirman, “Wahai manusia, kalian adalah makhluk yang butuh kepada Allah. Sedangkan Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji.” (QS. Fathir: 15).
Namun, seringkali manusia mengukur Allah dengan cara berpikir dan logikanya sendiri. Ia berusaha menganalisa aturan-aturan Allah sesuai dengan akalnya yang serba terbatas. Akal manusia yang serba terbatas ini tidak bisa menjangkau apa yang Allah perbuat dan tetapkan. Sebagaimana halnya seorang pasien yang diberikan keterangan oleh dokter, ia tidak bisa menganalisa secara detail keterangan dari dokter tersebut. Bahkan seringkali kita patuh saja dengan apa yang diminta olehnya.
(Baca juga: Ringkasan Taklim: Nama dan Sifat-sifat Allah)
Begitu juga antara kita dengan Allah. Apa yang telah Allah tetapkan, bukanlah menjadi tugas kita untuk menganalisa sebab dan alasannya. Jika tidak, akan semakin banyak pertanyaan yang muncul di dalam diri kita.
Mengapa shalat dzuhur 4 rakaat, mengapa puasa dari terbit fajar sampai terbenam matahari, mengapa haji harus wukuf di arafah, dan sebagainya. Semakin kita berusaha masuk ke dalamnya, maka kita akan semakin jauh dariNya. Sebab, setan akan terus menggoda dan membisikkan di dalam diri kita hal-hal yang dapat meruntuhkan keimanan kita pada-Nya. Dalam urusan agama, ada perkara yang memang bisa difahami hikmah dan alasannya. Tapi banyak perkara agama yang tak bisa kita jangkau maksud dan hikmahnya.
Oleh sebab itu, perkuat keimanan kita kepada Allah, insyaAllah kita akan hidup tenang dan jauh dari keragu-raguan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad,
“Sesungguhnya salah seorang kamu akan didatangi syetan, lalu bertanya : “Siapakah yang menciptakan kamu?” Lalu dia menjawab : “Allah”. Syetan berkata : “Kemudian siapa yang menciptakan Allah?”. Jika salah seorang kamu menemukan demikian, maka hendaklah dia membaca “amantu billahi wa rasulih” (aku beriman kepada Allah dan RasulNya), maka (godaan) yang demikian itu akan segera hilang darinya”.
(Baca juga: 7 Golongan yang Mendapat Naungan Allah)
Tugas kita di dunia adalah beribadah. Allah tidak akan menanyakan kita tentang sejauh mana kita mengetahui sebab dan alasan penciptaan alam semesta ini. Tapi yang dimintai pertanggung jawaban adalah ibadah dan amal shaleh kita. Semakin kita disibukkan dengan perkara-perkara syubhat, kita akan semakin tertinggal dalam amal shaleh.
Wallahu a’lam.
Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Ustadz Fahmi Bahreisy, Lc
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini
Tausiyah Iman – 1 Mei 2016
Yang dicari oleh mukmin adalah “nama” disisi Allah; bukan disisi manusia.
Apa artinya mulia dan terhormat disisi manusia; tapi nista disisi Allah Swt?
Dalam riwayat disebutkan bahwa seorang laki-laki lewat di hadapan Rasulullah Saw. Maka berkatalah beliau kepada seseorang yang sedang duduk di sampingnya, “Bagaimana pendapatmu tentang orang ini?”
Orang itu menjawab, “Seorang laki-laki dari kalangan terhormat. Orang ini, demi Allah, kalau meminang layak dinikahkan dan kalau ia meminta untuk orang lain pasti berhasil.” Sahl bin Sa’id mengatakan, maka Rasulullah Saw. diam. Kemudian lewatlah seseorang yang lain.
Rasulullah Saw berkata lagi, “Bagaimana pendapatmu tentang orang ini?”
Dia menjawab, “Ya Rasulullah, ini dari kalangan orang-orang muslim yang fakir. Orang ini jika meminang layak ditolak, jika meminta tidak akan diberi dan jika berbicara layak tidak didengarkan kata-katanya.”
Maka berkatalah Rasulullah Saw, “Orang ini lebih baik dari orang tadi sepenuh bumi.” (HR. Bukhari).
Ustadz Fauzi Bahreisy
(Baca juga: Agar Rumah Kita Barokah)
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Oleh : Adi Setiawan, Lc., MEI
Sepeninggal Abu Thalib dan Siti Khadijah Rasulullah SAW bersedih hati, terasa hilang pembela setianya. Sehingga masa ini pun dikenal dengan ‘aammul huzn (tahun dukacita).
Untuk menghibur beliau SAW Allah SWT pun men-setting beberapa kejadian yang luar biasa. Dimulai dari peristiwa isra’ mi’raj dan peristiwa lainnya yang pada akhirnya lahir kembali pembela-pembela baru bagi perjuangan dakwah Rasulullah SAW.
Firman Allah SWT, “Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan orang yang membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki di sisi Tuhannya. Demikianlah balasan bagi orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Az-zumar 33-34)
Adalah Abu Bakar As-shiddiq yang menjadi komando bagi para sahabat lainnya untuk berikrar, bersumpah menjadi pembela Rasulullah SAW.
Belajar dari kesetiaan para sahabat Rasulullah SAW, ada banyak kriteria teman, sahabat dan pembela yang mesti dicari:
1. Seperti penjual minyak wangi
Abu Bakar sosok sahabat yang setia bagi Rasulullah SAW. Semenjak keduanya kanak-kanak hingga akhir hayat beliau SAW. Abu Bakar selalu berada di samping beliau. Sahabat seperti inilah yang Rasullah SAW kiaskan dengan penjual minyak, selalu membawa kebaikan sebelum diminta, selalu menebarkan wewangian dari kejauhan sebelum tangan berjabat. Pertemuan pun terasa bahagia, tak ingin segera berpisah. Kalau pun terpisah ingin rasanya segera berjumpa. Inilah persahabatan sejati.
2. Penolong setia
Kehilangan Siti Khadijah membuat Rasulullah SAW bersedih hati untuk sementara waktu. Beliau kembali semangat saat menyaksikan para sahabatnya yang ikhlas lagi setia, rela berkorban harta bahkan nyawa, Para sahabat yang siap mengikuti jejak Siti Khadijah yang gemar menolong orang lain. Apalagi orang yang suka menolong dan meringankan beban orang lain, Allah SWT akan ringankan bebannya.
3. Selalu mendoakan
Dalam sabdanya Rasulullah SAW mengungkapkan bahwa doa adalah shilahul mukmin, doa merupakan senjata rahasia bagi mukmin. Para sahabat Rasulullah SAW selalu mendoakan kebaikan bagi sahabat lainnya. Dengan demikian orang mukmin seharusnya saling mendoakan terlebih ketika seorang muslim mendoakan kebaikan untuk saudaranya sesama muslim, maka kebaikan itu pun akan kembali kepadanya. Jadi yang mesti disadari dan dicari adalah doa-doa yang ikhlas dari sahabat mukmin. Karena bagaimana ikhlas berdoa jika berbeda keyakinan antara sahabat.
4. Selalu saling mengunjungi (silaturrahim)
Para sahabat Rasulullah SAW terbiasa saling mengunjungi. Saling mengunjungi merupakan perekat persahabatan. Selain itu silaturrahim akan memanjangkan umur. Bagaimana tidak panjang umur, jika seseorang dalam kesusahan materi, tidak punya uang misalnya, atau pun kesusahan non materi, seperti ditinggal keluarga maka ketika berkunjung kepada sahabat, minimal uang dikasih, curhatan pun didengar.
5. Sadar bahwa arwah orang yang bersahabat akan bersama
Dalam Al-Qur’an Allah SWT sebutkan, “Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam kenikmatan (surga) dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar dalam neraka.” (QS. Al-Infithar: 13-14)
Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Arwah-arwah itu akan berbaris, yang saling kenal akan bersama dan yang tidak kenal akan terpisah.”
Demikianlah arwah orang yang baik akan berkumpul dengan arwah orang-orang yang baik begitu pula arwah yang jahat akan berkumpul dengan arwah yang jahat.
Sudah menjadi lumrah, manusia akan selalu mencontoh kemudian bergaul dengan orang satu tipe. Begitu juga dengan agama seseorang sangat tergantung dengan agama temannya. Dan pertemanan di dunia ini akan berlanjut hingga ke akhirat nanti.
6. Selalu mengajak kepada ketaatan
Kebaikan yang dilakukan bersama-sama manfaat yang hadir akan jauh lebih besar. Dan sahabat yang selalu mengajak kebersamaan inilah yang mesti dicari. Sebagai contoh, perbandingan shalat sendiri dengan shalat berjamaah yang mempunyai pahala 27 kali lipat. Mana yang dipilih?
Ketika melaksanakan rangkaian ibadah puasa di bulan Ramadhan, mulai dari sahur, kemudian menahan lapar di siang hari, buka bersama, sampai sholat tarawih, jauh lebih semangat jika dikerjakan bersama-sama.
Begitu juga ketika fastabiqul khairat dalam ibadah zakat. Dihimpun bersama-sama, dana terkumpul lebih banyak, maka semakin banyak pula para mustahik yang bisa dibantu.
#disampaikan pada khutbah jum’at 06 Mei 2016 di Masjid Al-Hijrah Komplek Kodam Jatiwarna.
Tausiyah Iman – 30 April 2016
Setiap manusia pasti mengidamkan rumah yang penuh dengan keberkahan, rumah yang menjadi surga bagi penghuninya. Namun, bagaimana mungkin ia terwujud jika di dalamnya diisi oleh syaithan?
Hadits berikut ini bisa menjadi solusi agar rumah kita barokah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jangan kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan, sesungguhnya syaithan menjauh dari rumah yang dibacakan di dalamnya surat Al Baqarah” (H.R. Muslim).
Ustadz Fahmi Bahreisy, Lc
(Baca juga: Menjadi Pendengar yang Baik)
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman