by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | Aug 1, 2017 | Artikel, Dakwah
Oleh: Ustad Fauzi Bahreisy
Rasulullah saw bersabda:
Iman itu ada 70 atau 60 sekian cabang. Yang paling tinggi adalah perkataan ‘laa ilaha illallah’ (tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah), yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan sifat malu merupakan bagian dari iman.” (HR. Bukhari no. 9 dan Muslim no. 35).
Artinya iman bukan hanya sebatas keyakinan dan ibadah.
Tapi ia meliputi seluruh kehidupan kita: akidah, ibadah, akhlak, muamalah, sikap, tampilan, diam, dan gerak kita.
Iman berarti hidup untuk Allah, sesuai dengan rambu Allah, dan mau diatur oleh Allah.
Iman adalah memberikan loyalitas kepada Rasul saw dan orang-orang beriman yang dicintai oleh Allah (QS al-Maidah:55)
Iman adalah memutus dan memilih seperti yang dipilihkan oleh Allah (QS an-Nisa: 65)
Iman bukan memilih yang sesuai dengan selera dan membuang yang sebaliknya. Tapi iman adalah tunduk sepenuhnya kepada Allah Swt.
“Apakah kamu beriman kepada sebahagian kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain?! Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (QS Al-Baqarah (2) | Ayat: 85]
Wallahu a’lam.
by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | Jul 28, 2017 | Konsultasi Ibadah
Assalamu’alaikum. Saya mau bertanya bagaimana menurut hukum Islam mengenai seseorang yang telah bersiap haji dan dijadwalkan berangkat haji, namun beliau telah kembali pada Allah. Lalu bagaimana kelanjutannya:
- Apakah wajib melanjutkan haji
- Lalu siapakah yang diperbolehkan?
Jazakallah khairan katsiran
Jawaban:
Assalamu alaikum wr.wb.
Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbihi. Amma ba’du :
Jika seseorang telah berniat untuk melaksanakan ibadah haji dan ia dalam kondisi mampu berhaji ketika hidupnya, namun kemudian meninggal dunia sehingga tidak sempat berhaji.
Maka wajib bagi ahli warisnya untuk berhaji atasnya, dengan biaya yang berasal dari harta waris peninggalan orang yang meninggal dunia tersebut.
Namun jika seseorang berniat haji namun ia belum mampu untuk melaksanakannya, maka tidak ada kewajiban bagi ahli waris berhaji untuknya.
Hanya saja dianjurkan bagi seorang anak bila dalam kondisi mampu untuk berhaji atas nama orang tuanya sebagai bentuk bakti atau birrul walidayn.
Dalil dari keterangan di atas adalah sabda Nabi saw ketika ditanya oleh seorang wanita,
“Ibu saya telah meninggal dunia dan belum sempat berhaji. Apakah boleh saya berhaji untuknya?”
Rasul saw menjawab, “Ya, berhajilah untuknya!” (HR at-Tirmidzi).
Hanya saja syarat bagi yang ingin berhaji untuk orang lain adalah bahwa dirinya sudah berhaji untuk dirinya sendiri.
Wallahu a’lam, Wassalamu alaikum wr.wb.
by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | Jul 23, 2017 | Artikel
Aku melihat seorang penulis besar dan terkenal di negara Arab. Menurutku ia penulis paling terkenal saat ini di dunia Arab.
Lalu salah seorang wartawan bertanya kepadanya, “Apa rahasia dari kesuksesanmu? Buku-bukumu laris terjual, penamu mengalir lancar, dan engkau menjadi orang yang sangat terkenal.”
Ia berkata, “Setiap pagi aku mencium kaki ibu.” Begitulah pengakuannya dalam sebuah saluran televisi.
“Lalu Ibu ku mendoakanku : Semoga Allah menerangi jalanmu.” Benar saja, Allah menerangi jalannya.
Karena itu , jika engkau ingin sukses, berhasil, dan berjaya, raihlah doa orang tuamu. Jika mereka telah berdoa untukmu, engkau pasti bahagia dan berjaya
(Syaikh Dr. Aid al-Qarni)
by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | Jul 20, 2017 | Konsultasi Keluarga
Assalamu’alaikum wr.wb.
Nama saya Saddam, saya tinggal di banjarmasin. Saya mau nanya tentang permasalahan orang tua saya (Bapak). Bapak saya itu bisa dibilang seorang pemain judi berat, namun untuk masalah sholat beliau tidak pernah lalai. Beliau itu ego dan tingkat emosinya tinggi dan sangat sering menjelek jelek kan ibu saya.
Yang saya tanya kan:
- Apakah saya berdosa apabila membiarkan orang tua saya tetap melakukan permainan judi tersebut? Saya pernah mengingatkan beliau, namun saya selalu di marahi dan dimaki.
- Apa yang harus saya lakukan agar saya tidak mendapat dosa?
- Apa yang harus saya perbuat jika beliau menyuruh saya berbelanja dengan uang hasil judi dari beliau atau menerima uang hasil judi beliau?
- Apa yang harus saya lakukan apabila bapak saya memaksa untuk melakukan sesuatu yang ada hubungannya dengan perjudian bapak saya?
- Saya sering sekali marah apabila beliau menghina ibu saya, dosa kah saya dan apa yang harus saya perbuat agar beliau tidak menghina ibu saya lagi?
- Apa hukumnya untuk ayah saya menurut islam? Terima kasih,
Wassalamualaikum wr.wb
JAWABAN:
Assalamu’alaikum wr.wb.
Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbih ajmain. Amma ba’du:
Pertama, perlu diketahui bahwa meminum khamar termasuk dosa besar. Dalam sejumlah nash jelas bahwa khamar diharamkan. Bahkan Rasulullah melaknat sepuluh orang terkait dengan khamar. Di antaranya yang meminum, yang menuangkan, yang memeras, yang menjual, yang mengantarkan, yang membelikan dan seterusnya.
Kedua, Terkait dengan shalat yang dikerjakan, maka Rasul saw bersabda, “Siapa yang meminum khamar shalatnya tidak diterima selama 40 hari. Jika ia bertobat, maka Allah terima tobatnya. Jika ia kembali melakukan, Allah tidak menerima shalatnya selama 40 hari. Jika bertobat, Allah terima tobatnya.
Jika pada kali yang keempat ia kembali minum khamar, Allah tidak menerima shalatnya selama 40 hari. Lalu jika bertobat, tidak Allah terima tobatnya… ” (HR at-Tirmidzi).
Ketiga, karena itu siapapun yang melihat perbuatan dosa yang dilakukan oleh orang lain, ia harus menegur, mengingatkan, dan memberikan nasihat. Meskipun ia adalah orang tuanya sendiri. Namun tentu saja nasihat tadi dilakukan dengan cara yang baik dan penuh hikmah.
Keempat, terkait dengan nafkah dari hasil judi, maka apabila nafkah tersebut murni dari uang judi maka jelas haram. Namun kalau masih ada pendapatan lain di luar judi, maka masih diperkenankan untuk menerima. Meskipun sebagian ulama lain mengatakan makruh, karena adanya percampuran antara yang halal dan haram.
Kelima, seorang anak memang harus berkhidmah, menghormati, dan berbakti kepada orang tua. Sehingga ketika seorang ibu dihinakan oleh ayahnya, anak harus menghibur ibunya dan di sisi lain mengingatkan atau menasihati ayahnya dengan baik.
Dengan kata lain, jika ada tindakan buruk dilakukan oleh ibu atau ayah, maka kewajiban anak untuk meluruskan dan memberikan nasihat dengan cara yang baik, tanpa mutuskan hubungan apalagi sampai berbuat durhakan kepada mereka.
Wallahu a’lam, Wassalamu alaikum wr.wb.
by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | Jul 18, 2017 | Artikel
Dalam kehidupannya sehari-hari, manusia sangat mungkin mendapat penghinaan atau celaan dari orang bodoh.
Orang berakal tentu tidak akan menjatuhkan diri ke dalam posisi mereka. Ia akan tetap santun dan pemaaf tidak mudah diprovokasi dan tidak berpikir untuk membela diri.
Dalam kondisi-kondisi semacam inilah sikap sabar dan pemaaf seseorang diuji.
Pada suatu malam, khalifah Umar ibn Abdul Aziz ra keluar rumah ditemani oleh sejumlah pengawal. Ia masuk ke dalam mesjid.
Dalam kondisi gelap ia melewati seseorang yang sedang tidur, hingga tanpa disengaja terjatuh di atas tubuhnya.
Orang itupun mengangkat kepala seraya berkata, “Apa engkau gila?”
“Tidak,” ujar khalifah Umar.
Menyaksikan hal tersebut para pengawal hendak menindak orang tadi.
Namun khalifah Umar mencegahnya dan berkata kepada mereka, “Ia hanya bertanya, ‘Apakah engkau gila?’
Maka kujawab, ‘Tidak.’”