by Danu Wijaya danuw | Sep 30, 2017 | Artikel, Berita, Nasional
Jodoh adalah sebuah misteri. Kalimat tersebut rasanya bukanlah sebuah pepatah belaka. Dengan siapa kita akan menikah hingga bagaimana proses awal bertemunya benar-benar sebuah misteri.
Hal itulah yang dialami oleh Taqiyuddin Malik (Taqy) dan Salmafina Khairunnisa Putri Sunan (Alma) yang baru saja menikah pada tanggal 16 September 2017 lalu.
Pasangan ini menjadi sorotan karena background mereka yang punya jalan cerita berbeda. Yang laki-laki seorang hafiz Quran, yang perempuan dulunya nggak berhijab, sering clubbing, dan juga teman main selebgramAwkarin.
Bagaimana sampai akhirnya mereka justru bisa menikah? Simak ulasan berikut ini.
Taqy dikenal sebagai hafiz Quran yang eksis di media sosial. Dia bahkan bisa meniru suara 40 syekh imam-imam besar.
Saat usianya 17 tahun, Taqy sudah merampungkan hafalan 30 juz Alquran. Selain itu, dia juga bisa menirukan sekitar 40 suara syekh yang merupakan imam-imam besar di Masjidil Haram Makkah dan Masjid Nabawi.

Taqy juga tergabung dalam The Bros Team bersama dua hafiz Quran lainnya yakni Muzammil Hasbalah dan Ibrohim Elhaq. Suara merdunya dalam melantunkan ayat-ayat suci Alquran bisa dinikmati pada akun YouTube-nya.
Anak pengacara Sunan Kalijaga
Alma merupakan putri pengacara kondang Sunan Kalijaga. Awalnya dikenal sebagai teman main Awkarin, sering pergi clubbing dan tentunya nggak berhijab
Anak sulungnya, Alma, dikenal dengan kehidupannya yang glamor. Menjadi anak perempuan satu-satunya membuat dia selalu dimanjakan oleh sang ayah. Alma dikenal kerap mengenakan barang-barang branded. Selain itu, dia ternyata juga jadi salah satu sahabat Awkarin. Keluar masuk bar sudah jadi rutinitasnya tiap akhir pekan.
Mengaku lelah dengan kehidupannya selama ini, Alma akhirnya mantap mengenakan hijab dan menghapus semua foto-fotonya terdahulu
Tanggal 25 Juli 2017 menjadi momen di mana Alma untuk kali pertama mengunggah fotonya mengenakan hijab. Tentu ini jadi kabar yang lumayan mengejutkan jika menengok sepak terjang Alma ke belakang.
Namun katanya, hidayah Allah bisa datang kapan saja dan itulah yang dialaminya. Dia merasa lelah dengan kehidupan bebasnya selama ini. Setelah memutuskan berhijab, dia merasa lebih tenang.
“Dan akhirnya aku coba untuk balik ke Allah, akhirnya ya sudah mantap hijrah.” tutur Alma pada grid.id
Apa yang menjadi alasan Taqy hingga akhirnya bersedia meminang Alma menjadi istrinya?

Ketika orang masa lalunya buruk dan dia berhijrah, itu sebenarnya fitrahnya dia, dia akan menjadi orang yang lebih suci lagi, asalkan dia salat tobat, minta ampun sama Allah. Sebesar apapun dosa manusia tapi ampunan Allah seluas samudra,” ujar Taqy Malik,
Menurut Taqy, setiap orang pastilah punya masa lalu masing-masing, termasuk dengan apa yang Alma lalui di masa silam. Namun, baginya itu nggak jadi soal karena jika sudah mantap untuk berhijrah, ampunan Yang Maha yang kita terima akan lebih luas lagi.
Ternyata Alma duluan yang kirim sinyal pada Taqy untuk memulai proses taaruf, dengan kirim DM ke instagram Taqy.
Setelah berhijrah, Alma kerap berdoa untuk didekatkan dengan jodohnya. Melalui perantara mimpi, nggak disangka bahwa wajah Taqy-lah yang mendatanginya. Sudah lama memang Alma menjadi pengagum Taqy. Sayangnya, pesan awal lewat Direct Message (DM) ke Instagram Taqy nggak direspons. Untuk lebih meyakinkan lagi, dia kembali berdoa, dan jika benar Taqy jawabannya, Alma meminta untuk didatangkan lagi ke dalam mimpinya.
Sepertinya Tuhan benar-benar sedang sangat berbaik hati pada Alma. Untuk kali kedua, Taqy muncul lagi ke dalam mimpinya. Dari situ, dia makin yakin untuk kembali mengirim pesan pada Taqy dan kali ini mendapatkan balasan. Usut punya usut, ternyata Taqy mengakui bahwa banyak sekali pesan berupa CV dari perempuan yang masuk lewat akun sosial media Taqy yang meminta untuk dijadikan istri.
“Alma beda, dia langsung ngirim CV ke Allah. Insya Allah saya siap membimbing dia sampai dia menjadi orang yang mulia di mata manusia hingga mulia di mata Allah SWT,” kata Taqy Malik
Mereka akhirnya menikah di usia Alma yang baru 18 tahun dan Taqy 20 tahun.
Dengan proses perkenalan yang begitu singkat, mereka akhirnya menikah di usia yang sangat muda, Alma 18 tahun dan Taqy 20 tahun. Mereka juga dikabarkan melakukan perjanjian pranikah yang isinya antara lain menunda memperoleh momongan hingga masa studi kuliah selesai dan juga menjalani pernikahan monogami.
Sedihnya, seminggu setelah menikah, Taqy harus terbang ke Cairo untuk kuliah, sehingga mau nggak mau mereka harus menjalani pernikahan jarak jauh.
Akhirnya, jodoh memang sebuah misteri yang sama sekali nggak bisa ditebak. Pun dengan melihat latar belakang seseorang bukan jadi jatah kita untuk menilai. Kalau memang ada orang yang berniat baik untuk mengubah jalan hidupnya, biasanya kebaikan yang lainnya akan mengikuti, termasuk urusan jodoh.
Sumber : Tribun/Dream/Hipwee
by Danu Wijaya danuw | Sep 24, 2017 | Artikel, Dakwah
Latar belakang historis sebuah peristiwa hijrah adalah gerakan perpindahan dari kota Makkah ke kota Madinah dalam rangka mempertahankan aqidah.
“Ketika umat belum memiliki kekuatan untuk dapat mempertahankan pendirian atau keimanan, maka hijrah adalah merupakan strategi Rasulullah dalam melaksanakan risalah dakwah,” ujar Ketua Bidang Sarana, Hukum, dan Wakaf Pengurus Pusat Dewan Masjid Indonesia (PP DMI) Natsir Zubaidi.
Secara historis, kata dia, ada dua hal yang menjadi momentum tepat Rasulullah melakukan Hijrah.
Pertama, adanya baiat aqobah kubro yaitu pertemuan antara Mukimin di Yathrib (kini bernama Madinah) dengan orang-orang Makkah yang menjadi pengiktut setia Rasulullah SAW.
Pertemuan itu berlangsung dalam suasana rasa ukhuwah, solidaritas sehidup semati dalam memperjuangkan Islam dan umat.
Bahkan Rasulullah SAW bersabda secara lugas kepada umat hadir pada saat itu,
“Darah kalian adalah darahku, kehancuran kalian adalah kehancuranku juga. Aku adalah bagian dari kalian, dan kalian adalah bagian dariku. Aku akan memerangi orang yang kalian perangi dan melakukan perdamaian dengan orang yang kalian adakan perdamaian dengannya.”
Di lain pihak, para elit Quraisy khawatir terhadap pengaruh Rasulullah yang mampu menyampaikan kebenaran ajaran agama Islam. Mereka mulai merasa gerah dan mengadakan pertemuan pleno di Darun Nadwah.
Mereka pun memutuskan untuk memblokade gerak Nabi dan para pengikut setianya, bahkan ingin membunuhnya.
Rasulullah SAW akhirnya meninggalkan rumah beliau pada malam 27 Shafar (12 atau 13 September 622 Masehi).
Natsir mengatakan, cara memaknai hijrah yang dilakukan Rasul dan pengikutnya bukan tanpa perhitungan yang matang.
“Tetapi dipersiapkan para sahabat Anshar yag siap mengakomodasi di tanah tujuan (Madinah), dan orang Makkah (sahabat Muhajirin) juga sudah mempersiapkan mental untuk hidup di wilayah baru,” kata dia.
Peristiwa baiat aqobah kubro adalah sebuah proses seleksi pengikut Rasulullah untuk dipersiapkan dalam memperjuangkan risalah dakwah.
Para pengikut Rasulullah (baik pemukim maupun pendatang) sudah mempersiapkan diri dengan mentalitas ukhuwah, solidaritas, sehidup semati, menginfaqkan hartanya secara ikhlas demi kejayaan Islam.
Menurut Natsir, dalam konteks kekinian, pergantian tahun baru hijriyah (1437/1438) harus juga dimaknai perlunya umat Islam memiliki jiwa dan semangat mengutamakan ukhuwah Islamiyah.
Tak hanya itu, umat Islam harus juga mempunyai solidaritas sosial, loyalitas yang istiqamah kepada Allah, Rasulullah dan pemimpin umat serta kesediaan diri untuk berdakwah amar ma’ruf nahi munkar dalam kerangka NKRI.
Sumber : Republika
Oleh : Ustad Nasir Zubaidi, Pengurus Pusat Dewan Masjid Indonesia (PP DMI)
by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | Sep 19, 2016 | Artikel, Dakwah
Nabi saw bersabda, “Disebut berhijrah orang yang meninggalkan larangan Allah.” (HR. Bukhari)
Hijrah ada dua: hijrah makani (transformasi tempat) dan hijrah maknawi (transformasi sikap).
Tidak ada artinya berpindah tempat bila tidak disertai perubahan sikap dan perilaku.
Karena itu bila berpindah tempat bersifat kondisional, transformasi (perubahan) sikap bersifat permanen dan wajib sepanjang hayat.
Yaitu berpindah dari maksiat, dosa, dan keburukan menuju kepada ketaatan dan kebaikan.
by Lia Nurbaiti Lia Nurbaiti | Jun 2, 2016 | Artikel, Sirah Shahabiyah
Oleh: Lia Nurbaiti
Rasulullah saw meminta kepada Ummu Ma’bad untuk mengambilkan wadah besar yang biasa digunakan untuk minum sekeluarga. Lalu beliau memerah susu hingga wadah terisi penuh. Beliau menyuruh Ummu Ma’bad untuk meminumnya, juga para sahabat, baru setelah itu Rasul yang meminumnya.
Kemudian beliau memerah lagi susu domba tersebut dalam wadah hingga penuh. Setelah itu, beliau berpamitan kepada Ummu Ma’bad untuk melanjutkan perjalanannya. Tidak lama kemudian, suami Ummu Ma’bad tiba di kemah sambil menggiring domba-domba yang kurus kering dan berjalan tertatih-tertatih karena lemah. Ketika matanya melihat susu dalam wadah, Abu Ma’bad terbelalak. Ia bertanya dengan terheran-heran, “Darimana engkau mendapatkan susu ini, bukankah domba-domba kita tidak ada di sini? Di kemah juga tidak ada domba yang susunya bisa diperah.”
Ummu Ma’bad menjawab “Memang benar, Demi Allah hanya saja, tadi ada orang yang penuh berkah yang lewat sini. Ia berkata begini dan begini, sedangkan penampilannya begini dan begini. Abu Ma’bad berkata “Demi Allah, aku yakin dialah orang yang sedang dicari oleh orang-orang quraisy. Wahai Ummu Ma’bad coba terangkan ciri-cirinya kepadaku”.
[Baca juga: Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyyah: Pemilik Domba yang Penuh Berkah (2)]
Ummu Ma’bad menjelaskan, “Dia sangat tampan, wajahnya memancarkan sinar, perawakannya sempurna, perutnya tidak besar dan kepalanya tidak kecil. Parasnya sangat gagah, bola matanya hitam dan bulu matanya memanjang. Suaranya nyaring, lehernya panjang, matanya sangat jernih, alisnya jelas dan rambut kepalanya sangat hitam. Perkataannya enak didengar, nadanya serius, tidak terlalu pendiam dan tidak terlalu banyak bicara yang tidak berguna. Kata-katanya seperti butir-butir berlian yang tersusun rapi. Ia ibarat cabang pohon yang diapit oleh dua cabang lainnya, sehingga ia tampak yang paling indah dan paling baik. Dia bersama beberapa sahabatnya yang selalu menemaninya, mendengarkan apabila ia berbicara. Segera melaksanakan apabila ia menyuruh sesuatu. Dia benar-benar disegani sebagai pempimpin. Dia tidak suka cemberut dan tidak suka mengeluh”.
Abu Ma’bad berkata “Demi Allah, ialah orang yang dicari oleh orang-orang Quraisy. Sebenarnya sejak awal aku sudah tertarik ingin menjadi pengikutnya dan jika ada kesempatan aku akan melakukannya.”
Setelah itu, ramai di Makkah tentang desas-desus tentang apa yang terjadi di kemah Ummu Ma’bad itu. Semua orang mendengarnya, tetapi tidak tahu siapa yang telah melihatnya.
Setelah kejadian itu, Iman telah menyentuh lubuk hati Ummu Ma’bad sejak pertama kali mendengar dan melihat Rasulullah. Buktinya ketika ada orang-orang quraisy yang mencari dan menanyakan keberadaan Rasulullah saw ummu Ma’bad memberikan jawaban yang tidak benar. Ia mengatakan kepada orang quraisy “Kalian menanyakan sesuatu yang tidak pernah aku dengar sejak setahun yang lalu.”
Memeluk Islam
Pada akhirnya Ummu Ma’bad dan suaminya memutuskan untuk menemui Rasulullah saw berbaiat dan berjanji untuk menjadi muslim yang baik.
[Baca juga: Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyyah: Pemilik Domba yang Penuh Berkah (1)]
Pada suatu hari Ummu Ma’bad menghadiahkan seekor domba untuk Nabi saw. Tetapi sungguh mengejutkan, beliau malah menolaknya. Hal ini membuat Ummu Ma’bad tidak enak hati.
Para sahabat berkata “Rasulullah menolak domba pemberianmu karena beliau melihat domba itu sangat baik. Akhirnya Ummu Ma’bad menghadiahi Nabi saw seekor domba yang kurus dan tidak bisa menghasilkan susu. Dan ternyata Rasulullah saw mau menerimanya. Ummu Ma’bad benar-benar ingin menyenangkan hati Rasulullah saw.
Ummu Ma’bad ra melewati masa-masa hidupnya di bawah naungan iman dengan giat melaksanakan sholat, puasa dan ibadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Hal ini membuat hatinya menjadi senang dan tenteram.
Hati Ummu Ma’bad ra selalu terpaut dengan Islam dan kaum muslimin hingga ia menerima kabar duka yaitu, wafatnya Rasulullah saw. Kesedihan Ummu Ma’bad ra tidak terperi hingga hatinya nyaris hancur. Ia selalu teringat dengan pertemuan pertamanya dengan Rasulullah saw. Yakni pada saat beliau dan para sahabat singgah di kemahnya dalam rangka perjalanan hijrah ke Madinah. Namun Ummu Ma’bad tidak larut terus dalam kesedihan, ia tahu bahwa sikap ridha adalah kunci segala kebaikan. *bersambung
by Lia Nurbaiti Lia Nurbaiti | May 15, 2016 | Artikel, Sirah Shahabiyah
Oleh: Lia Nurbaiti
Keberhasilan Islam membangun fondasi sebuah negara di tengah padang pasir yang dikelilingi oleh kekafiran dan kejahiliyahan merupakan pencapaian yang sangat monumental sejak geliat dakwah Islam dimulai.
Seluruh kaum muslimin dari setiap pelosok saling memanggil “Ayo, kita pergi ke Yastrib!”. Tetapi, hijrah bukan hanya sekedar menyelamatkan diri dari kekacauan dan penghinaan, melainkan juga kerja sama antara semua kaum muslimin untuk membangun sebuah masyarakat baru di tempat yang aman.
Hijrah di masa itu berarti pemaksaan terhadap orang yang aman di tengah keluarganya dan memiliki latar belakang keluarga yang kuat di tempat kelahirannya agar secara sukarela mengorbankan segala kepentingan dan harta kekayaannya, dengan hanya diperbolehkan membawa badannya saja. Di saat ia dipaksa meninggalkan segala yang dimilikinya, ia juga akan merasa terancam karena tidak ada yang menjamin diri dan hartanya akan selamat. Ia bisa saja mati diawal atau akhir perjalanannya.
Dia berjalan menuju masa depan yang tidak jelas dan tidak tahu sebesar apakah kepedihan dan kegetiran yang akan ditanggungnya.
Seandainya perjalanan itu dianggap sebuah petualangan, maka dia akan dikatakan, “petualang ceroboh”. Bagaimana dia memutuskan untuk melintasi jarak yang begitu jauh dengan membawa istri dan anak-anaknya? Bagaimana dia merasakan perjalanan itu dengan senang hati dan gembira?!
Jawaban dari semua itu adalah iman yang lebih daripada gunung! Tetapi iman kepada siapa? Tentunya adalah iman kepada Allah yang memiliki segala sesuatu di langit dan bumi. Dialah yang pantas dipuji di dunia dan di akhirat.
[Baca juga: Fatimah binti Asad: Wanita yang Mendidik Nabi Setelah Wafatnya Sang Kakek (bagian 3-Akhir)]
Kegetiran dan kepedihan hijrah hanya dapat ditanggung oleh orang-orang yang beriman saja. Sedangkan orang yang penakut, pengecut dan suka mengeluh tidak akan melakukannya sama sekali, karena termasuk orang-orang yang dinyatakan sifatnya oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an:
“Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka, ‘Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu’, niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka.” (QS. An-Nisa’ : 66).
Mengenal Lebih Jauh Perempuan yang Penuh Berkah Ini
Diantara orang-orang yang namanya terkait erat dengan peristiwa besar ini (hijrah) adalah seseorang yang penuh berkah, yaitu, Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyyah ra.
Tidak banyak orang yang mengenalnya di masa jahiliyah, karena memang dia bukanlah seorang tokoh yang terkenal. Ia hanyalah seorang wanita yang tinggal di pedalaman padang pasir yang serba sederhana. Ia hanya dikenal oleh lingkungan kemah dan sanak keluarganya yang ada di sekitarnya saja. Akan tetapi pada masa Islam, ia menjadi wanita yang sangat terkenal karena Nabi saw pernah menjadi tamunya ketika sedang dalam perjalanan hijrah yang penuh berkah ke kota Madinah.
Nama asli Ummu Ma’bad adalah ‘Atikah binti Khalid bin Munqidz. Ia adalah saudara wanita dari Khunais bin Khalid Al-Khuza’i Al-Ka’bi, seorang sahabat Rasulullah saw yang cukup terkemuka.
[Baca juga: Ummu Aiman: Sang Ibu Asuh Rasulullah (1)]
Khunais adalah seorang ksatria gagah berani yang terlibat dalam proses pembebasan kota Makkah. Saat itu, ia tergabung dengan rombongan pasukan yang dipimpin oleh Khalid bin Walid ra. Dan terbunuh pada hari itu juga sebagai syahid. Semoga Allah meridhainya.
Kisahnya dalam Rentetan Perjalanan Hijrah Nabi Saw
Setelah tokoh-tokoh Quraisy membuat keputusan zalim untuk membunuh Nabi saw, Jibril as turun kepada Nabi saw untuk menyampaikan wahyu Allah SWT yang membongkar konspirasi jahat Quraisy sekaligus memberi izin kepada Rasulullah saw untuk meninggalkan Makkah dan menjelaskan waktu keberangkatannya. Jibril as berkata “Janganlah kamu tidur malam ini diatas kasurmu yang biasa engkau gunakan untuk tidur”.
Tepat di siang hari Rasulullah saw menemui Abu Bakar ra. Beliau berkata “Suruhlah orang-orang yang ada di dalam rumah agar keluar.” Abu Bakar ra. menjawab “Wahai Rasulullah, mereka adalah keluargamu juga. Rasulullah saw melanjutkan “Allah telah mengizinkanku untuk keluar (hijrah)”. *bersambung