by admin | Dec 16, 2020 | Kajian
Kajian Bincang Iman Spesial
Optimisme (Sikap Optimis) merupakan keyakinan diri dan salah satu sikap baik yang dianjurkan dalam Islam. Dengan sikap optimistis, seseorang akan bersemangat dalam menjalani kehidupan, baik demi kehidupan di dunia maupun kehidupan di akhirat kelak.
BAGAIMANA CARA MEMBANGUN NYA ?
Temukan jawabannya di Kajian Bincang Iman Spesial :
Membangun Optimisme Untuk Masa Depan Islam
Bersama:
Dr. Gamal Albinsaid
[ 50 Most Impactful Social innovator (Global Listing) ]
JUMAT, 25 Desember 2020
PKL. 20.00 s.d 21.30 WIB
FREE untuk umum
Online Via Zoom
Pendaftaran :
https://rebrand.ly/daftarbincangiman
Informasi :
http://wa.me/6287786554289
Al Iman Center
==========
Website : https://alimancenter.com/
Contact : 0838 9467 3439 (Call/Whatsapp)
Contact : 0813 1113 9686 (Call/Whatsapp)
Tim Konsultasi
Ustadz Fauzi B : +62 878-8289-8699 (Whatsapp)
Ustadz Fahmi B : +62 878-7609-0922 (Whatsapp)
Ustadz Rasid B : +62 817-6580-004 (Whatsapp)
Tim Lembaga
Ariyanto : +62 819-2809-0999 (Media)
M Rizki : +62 897-9046-692 (Ta’lim)
Ahmad M : +62 838-9467-3439 (Santunan)
Email : mursid99b@gmail.com
by Danu Wijaya danuw | Dec 11, 2018 | Artikel, Berita, Dakwah, Nasional
Syiar Islam di Bumi Papua terjadi terutama terkonsentrasi di wilayah Papua Barat, mulai dari Raja Ampat hingga Fakfak.
Ada beberapa versi mengenai masuknya Islam di Papua. Kebanyakan sumber sejarah masuknya Islam di Papua berdasarkan sumber-sumber lisan masyarakat setempat.
Versi Papua, misalnya, berdasarkan legenda di masyarakat setempat, khususnya di Fakfak. Versi ini menyebut Islam dibawa dari luar oleh kesultanan Tidore sebagai pedagang ke daerah pesisir Papua untuk membeli rempah-rempah seperti pala, pelepah kayu, bulu burung cendrawasih, karet, dan sebagainya.
Wilayah kabupaten Fak-Fak dipesisir Papua
Disamping pendapat para ahli, di pulau Papua masih terdapat bukti-bukti material yang merupakan jejak peninggal Islam di Tanah Papua sejak lama.
Di antaranya tiga masjid kuno, masing-masing yaitu Masjid Tunasgain di kampung Tunasgain, distrik Fakfak Timur;
Masjid Tunasgain adalah salah satu Masjid tertua di Papua. Usianya berkisar mencapai 400 tahun. (Sumber gambar: twitter @CondetWarrior)
Masjid Tubirseram di pulau Tubirseram; dan Masjid Patimburak di kampung Patimburak yang juga sudah berusia ratusan tahun.
Selain bukti masjid-masjid tersebut, di Desa Darembang Kampung Lama juga terdapat peninggalan arkeologis berupa tiang-tiang kayu yang dicat.
Melihat dari ukiran dan bentuknya, tiang-tiang kayu ini diyakini sebagai sokoguru sebuah masjid yang sudah keropos.
Terdapat juga bukti lain berupa naskah-naskah kuno. Di kota Fakfak, masih tersimpan 5 (lima) buah manuskrip berumur 800 tahun berbentuk kitab dengan berbagai ukuran yang diamanahkan kepada Raja Patipi XVI, H. Ahmad Iba.
Raja Patipi ke XVI, H. Ahmad Iba menunjukkan Al-Qur’an kuno di rumahnya di Fakfak, Papua. (Sumber Foto: tribunislam.com)
Manuskrip tersebut berupa mushaf Al-Qur’an yang berukuran 50 cm x 40 cm. Mushaf ini bertulis tangan di atas kulit kayu yang dirangkai menjadi seperti kitab zaman sekarang.
Empat lainnya, salah satunya bersampul kulit rusa, merupakan kitab hadis, ilmu tauhid dan kumpulan doa.
Ada tanda tangan dalam kitab itu berupa gambar tapak tangan dengan jari terbuka. Tapak tangan yang sama juga dijumpai di Teluk Etna (Kaimana) dan Merauke.
Sedangkan tiga manuskrip berikutnya dimasukkan ke dalam buluh bambu dan ditulis di atas daun koba-koba, pohon asli Papua yang kini mulai punah.
Ada pula manuskrip yang ditulis di atas pelepah kayu, mirip manuskrip daun lontara (Fakfak: daun pokpok).
Berdasarkan tradisi lisan masyarakat setempat, inilah 5 (lima) manuskrip pertama yang masuk ke Papua yang dibawa oleh Syekh Iskandarsyah dari kerajaan Samudera Pasai.
Syekh Iskandarsyah melakukan perjalanan dakwah ke pulau Nuu War (Fakfak: Papua) tepatnya di daerah Mesia atau Mes, yang kini bernama distrik Kokas kebupaten Fakfak pada tanggal 17 Juli 1214 M.
Bila melihat dari tahunnya, bisa diartikan penyebaran Islam di Papua sezaman dengan penyebaran Islam di pulau Jawa.
Sumber : ganaislamika
by Danu Wijaya danuw | Oct 25, 2018 | Artikel, Kajian
Di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat itu memiliki bendera tauhid dengan bentuk dan corak yang khas. Para sahabat Rasulullah saw selalu berharap bahwa diri merekalah yang menjadi pembawa bendera tauhid itu.
Salah satu contohnya ditunjukkan pada saat perang Khaibar, dimalam hari dimana keesokan paginya Rasulullah saw akan menyerahkan bendera/panji-panji kepada seseorang:
«فَبَاتَ النَّاسُ يَدُوْكُوْنَ لَيْلَتَهُمْ: أَيُّهُمْ يُعْطَاهَا؟»
“Malam harinya, semua orang tidak tidur dan memikirkan siapa diantara mereka yang besok akan diserahi bendera itu.”(HR. Bukhari)
Kisah diatas menunjukkan betapa pentingnya kedudukan bendera dan panji-panji didalam Islam.
Orang yang diserahi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk membawanya memiliki kemuliaan yang sangat tinggi.
Pengertian Liwa dan Rayah
Di dalam bahasa Arab, bendera disebut dengan liwa (jamaknya adalah alwiyah). Sedangkan panji-panji perang dinamakan dengan rayah. Disebut juga dengan istilah al-‘alam.
Rayah adalah panji-panji yang diserahkan kepada pemimpin kaum muslim, dimana seluruh pasukan di bawah naungannya dan (ia) akan mempertahankannya hidup atau mati.
Sedangkan liwa adalah bendera yang menunjukkan posisi pemimpin pasukan, dan ia akan dibawa mengikuti posisi pemimpin pasukan.
Liwa adalah al-‘alam atau bendera tauhid berwarna putih yang berukuran besar. Seringkali sebagai penanda sebagai wilayah muslim.
Sedangkan rayah adalah bendera tauhid berwarna hitam yang berukuran lebih kecil, yang diserahkan oleh Khalifah atau wakilnya kepada pemimpin, serta komandan-komandan pasukan Islam lainnya.
Rayah merupakan tanda yang menunjukkan bahwa orang yang membawanya adalah pemimpin pasukan.
Jadi Liwa (bendera negara) berwarna putih, sedangkan rayah (panji-panji) berwarna hitam.
Riwayat hadist tentang bendera Rasulullah
Banyak riwayat (hadits) yang menunjukkan warna liwa dan rayah, diantaranya:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ –صلعم- كَانَتْ رَايَتُهُ سَوْدَاءَ وَلِوَاؤُهُ أَبْيَضَ
“Rayahnya (panji peperangan) Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam berwarna hitam, sedangkan benderanya (liwa-nya) berwarna putih.” (HR. Thabrani, Hakim, dan Ibnu Majah)
Riwayat lain,
كَانَتْ رَايَةُ رَسُوْلِ اللهِ –صلعم- سَوْدَاءَ وَلِوَاؤُهُ أَبْيَضَ
“Panji (rayah) Nabi saw berwarna hitam, sedangkan liwa-nya (benderanya) berwarna putih. Meskipun terdapat juga hadits-hadits lain yang menggambarkan warna-warna lain untuk liwa (bendera) dan rayah (panji-panji perang), akan tetapi sebagian besar ahli hadits meriwayatkan warna liwa dengan warna putih, dan rayah dengan warna hitam.”
Panji-panji Nabi saw dikenal dengan sebutan al-‘uqab, sebagaimana yang dituturkan:
إِسْمُ رَايَةِ رَسُوْلِ اللهِ –صلعم- الْعُقَابُ
Nama panji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah al-‘uqab. Tidak terdapat keterangan (teks nash) yang menjelaskan ukuran bendera dan panji-panji Islam di masa Rasulullah saw, tetapi terdapat keterangan tentang bentuknya, yaitu persegi empat.
Dalam hadist lain
كَانَتْ رَايَتُهُ سَوْدَاءَ مُرَبِّعَةً مِنْ نَمْرَةٍ
“Panji Rasulullah saw berwarna hitam, berbentuk segi empat dan terbuat dari kain wol.” (HR. Tirmidzi)
Al-Kittani mengetengahkan sebuah hadits yang menyebutkan:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ –صلعم- عَقَدَ لَهُ رَايَةً، رُقْعَةً بَيْضَاءَ ذِرَاعًا فِيْ ذِرَاعٍ
“Rasulullah saw telah menyerahkan kepada Ali sebuah panji berwarna putih, yang ukurannya sehasta kali sehasta. Pada liwa (bendera) dan rayah (panji-panji perang) terdapat tulisan Lâ ilâha illa Allah, Muhammad Rasulullah.
Pada liwa yang berwarna dasar putih, tulisan itu berwarna hitam. Sedangkan pada rayah yang berwarna dasar hitam, tulisannya berwarna putih”. (Musnad Imam Ahmad dan Tirmidzi, melalui jalur Ibnu Abbas)
Imam Thabrani meriwayatkannya melalui jalur Buraidah al-Aslami, sedangkan Ibnu Adi melalui jalur Abu Hurairah.
Begitu juga hadits-hadits yang menunjukkan adanya lafadz Lâ ilâha illa Allah, Muhammad Rasulullah, pada bendera tauhid dan panji-panji, terdapat pada kitab Fathul Bari.
Sebagian besar para fuqaha dan ahli hadits menganggap bahwa keberadaan liwa dan rayah adalah sunnah.
Kisah panji Islam di masa Rasulullah
Ibnul Qayyim berkata: Pasukan disunnahkan membawa bendera tauhid besar dan panji-panji. Warna liwa (bendera besar) disunnahkan berwarna putih, sedangkan panji-panjinya boleh berwarna hitam’.
Kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengangkat orang-orang tertentu sebagai pemegang panji-panji, juga dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar ra, sebagaimana yang dituturkan Abu Yusuf:
‘Rasulullah saw biasa menyerahkan liwa kepada pemimpin pasukan, yang diikatkan di ujung tombaknya. Rasulullah saw telah menyerahkan liwa kepada Amru bin Ash dalam perang Dzatu Salasil.
Setelah beliau saw wafat, Abu Bakar ash-Shiddiq menyerahkan liwa kepada Khalid bin Walid, yang dipasang di ujung tombaknya’.
Imam Ibnu Hajar menyebutkan sunnah untuk membawa bendera tauhid Liwa dan Rayah di dalam pasukan.
Wallahu’alam Bishowab
Sumber : MuslimJurnalism/SejarahIslam
by Danu Wijaya danuw | Sep 10, 2018 | Artikel, Dakwah
Tahun baru Islam Hijriyah memberikan arti dan makna tersendiri bagi umat Islam. Pasalnya, jika warga dunia merayakan tahun baru dengan penanggalan masehi, umat Islam menyambut tahun baru Islam menggunakan penanggalan hijriah.
Tahun baru Islam dihitung sejak Nabi Muhammad Saw hijrah dari Mekah menuju Madinah sehingga penanggalan dalam Islam dinamakan Hijriyah.
Arti tahun baru Islam
Tahun baru Islam memiliki arti tersendiri bagi umat muslim untuk merayakan tahun baru Islam dengan berbagai aktivitas Islami dan hal-hal yang bernilai positif.
Bagi orang Jawa, tahun baru Islam bersamaan dengan malam satu Suro disambut dengan berbagai perayaan tirakat, iktikaf dimasjid sampai pagi, dzikir, dan hal-hal yang dimanfaatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Arti tahun baru Islam pada masing-masing orang tentu berbeda. Tapi, secara global arti tahun baru Islam diharapkan bisa memberikan angin baru bagi segenap umat Muslim untuk berbuat lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
Makna tahun baru Islam
Makna tahun baru Islam sangat penting, bahwa Nabi Muhammad hijrah dari Mekah menuju Madinah sebagai lahirnya agama Islam sebagai agama yang berjaya.
Dari peristiwa hijrah, Islam berkembang pesat di Madinah yang pada akhirnya berkembang dan meluas hingga ke Mekah dan daerah-daerah sekitarnya.
Nabi Muhammad saw sendiri berhijrah bukan tanpa alasan, tetapi mendapatkan wahyu sekaligus bentuk respon untuk menanggapi sikap masyarakat Arab yang kurang berkenan dengan ajaran Islam.
Dampak dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad ini, Islam mulai menunjukkan taringnya dan membentuk negara Islam (daulah Islamiyah) di Madinah. Daulah Islamiyah pada zaman Nabi sangat menjunjung tinggi toleransi yang termaktub dalam Piagam Madinah.
Tahun baru Islam Hijriyah jatuh pada tanggal 1 Muharram dan umat muslim di Indonesia biasanya merayakan dengan berbagai agenda, seperti pawai obor atau semacam takbir keliling, pengajian, hingga memaknai tahun baru Islam dengan agenda-agenda yang mengkolaborasikan budaya Jawa.
Jadi mengenai makna tahun baru Islam adalah puncak kejayaan Islam sebagai agama rahmatan lil alamin (rahmat bagi segenap alam semesta) yang membawa kebenaran, kebaikan, mengajarkan cinta dan kasih sayang, dan simbol lahirnya keadilan dimulai dari peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah yang dijadikan sebagai peletak dasar kalender Islam Hijriyah.
Oleh karena itu, mari kita merayakan dan memaknai tahun baru Islam dengan menyebarkan kebaikan, cinta, dan kasih sayang kepada segenap makhluk Allah di alam semesta.
Ditulis oleh : Lismanto, founder media Islam
by Danu Wijaya danuw | Aug 19, 2018 | Artikel, Dakwah
Indonesia kini menjadi tuan rumah Asian Games untuk kedua kalinya setelah tahun 1962. Banyak delegasi negara se-Asia akan datang ke Indonesia tidak hanya para altet tetapi juga para pendukungnya.
Di momen ini akan terjadi komunikasi dan interaksi lintas budaya baik didalam maupun di luar pertandingan. Lalu bagaimana Indonesia harus memanfaatkan momentum ini?
Menjadi tuan rumah olahraga terbesar di Asia ini menjadi momentum bangsa ini tidak hanya mengenalkan keindahan alam dan pariwisata yang beranekaragam. Hal yang terpenting adalah justru menunjukkan jati diri bangsa ini. Murah senyum dan ramah kepada tamu.
Pertama, Indonesia harus dikenalkan sebagai bangsa yang ramah dan toleran. Keragaman bangsa ini yang terdiri dari berbagai suku, etnis, bahasa dan agama harus ditampilkan sebagai model kerukunan yang patut dilirik dunia.
Masyarakat Indonesia yang plural, majemuk dan bhinneka terdiri dari berbagai keragaman, tetapi bisa bekerjasama dan saling menghormati.
Kedua, Islam sebagai mayoritas penduduk di negara ini ditunjukkan secara kualitas keislaman bangsa Indonesia dengan kualitas umat beragama yang santun, ramah, dan toleran.
Keislaman di Indonesia yang mampu beradaptasi dengan pluralitas, demokrasi dan lokalitas menjadi role model bagi negara muslim lainnya, terutama Timur Tengah.
Ketika masyarakat di Timur Tengah tengah mencari formula hubungan keIslaman, keragaman dan kenegaraan yang tidak jarang sangat sulit keluar dari konflik dan perang saudara, Indonesia telah berhasil menunjukkan identitas Islam Indonesia yang santun.
Bahkan kualitas penyambutan tamu juga menunjukkan kualitas keimanan seorang muslim.
Sebagai negara dengan mayoritas Islam terbanyak, umat Islam harus menunjukkan Islam santun yang menghormati perbedaan keyakinan.
Umat Islam jangan mudah terprovokasi dengan beragam adu domba dan propaganda yang menolak keragaman dan kedatangan tamu dari negara lain.
Ingat, citra Islam bagaimanapun harus diakui pernah dirusak secara global oleh segelintir orang yang mengatasnamakan Islam dengan tindakan kekerasan dan teror. Umat Islam harus berusaha menghilangkan stigma negatif dengan mengkampanyekan Islam santun dan damai.
Rasulullah Saw begitu baik menerima tamunya dengan tulus dan ikhlas menyambut bahkan memuliakannya.
Suatu ketika Rasulullah menerima tamu dari Bani Abdul Qais. Beliau bersabda kepada mereka “wahai para utusan selamat datang tanpa akan kecewa dan menyesal” (HR. Bukhari dan Muslim).
Mari jadikan momentum Asian Games 2018 kali ini untuk menunjukkan kualitas masyarakat Indonesia yang ramah dan kualitas muslim yang santun dan beradab.
Disadur : damailahidonesiaku.com