by Danu Wijaya danuw | Dec 21, 2016 | Artikel, Kisah Sahabat
Mengutip dan menyimpulkan kisah dari buku Sirah Nabawiyah karangan Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfury yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Kathur Suhardi. Percakapan antara Heraklius, kaisar Romawi dengan Abu Sofyan, paman Rasul sendiri yang pada saat itu belum masuk Islam dan sedang berdagang di Syam. Disaat yang sama korespondensi oleh Rasul melalui utusan beliau Dihyah bin Khalifah Al Kalby kepada Kaisar Roma yang sedang berkuasa, Heraklius, pada akhir tahun 6 H.
Heraklius yang saat itu berada di Baitul Maqdis mengundang Abu Sufyan untuk ikut pertemuan dimana dihadiri para pembesar Roma. Heraklius mengajukan beberapa pertanyaan ‘spekulatif’ kepada Abu Sufyan tentang Rasul dan ajaran (Islam) yang dibawa Muhammad. Berikut pertanyaan sekaligus jawaban dari Heraklius.
Pada pertemuan itu, Raja Heraklius hadir dengan pembesar kerajaannya. Heraklius memanggil seorang penerjemah untuk menerjemahlan dialognya dengan rombongan Abu sufyan.
Raja Heraklius kemudian berkata kepada penerjemahnya, “Tanyakan kepada mereka, siapa yang paling dekat dengan nasab (karis keturunan)nya dengan Muhammad yang mengklaim dirinya seagai seorang Nabi dari negeri Arab!”
Mendengar pertanyaan tersebut, Abu Sufyan menjawab, “Akulah yang paling dekat nasabnya dengan Muhammad.”
Heraklius kemudian berkata kepada penerjemaahnya“Beritahukan kepada Abu Sufyan bahwa aku akan mengajukan kepadanya beberapa pertanyaan. Katakan kepada kawan-kawannya jika Abu Sufyan telah menjawab pertanyaanku, hendaknya mereka memberitahuku diriku kenyataan yang sesungguhnya. Jika benar katakan benar. Jika salah katakan salah”
Pertanyaan pertama yang dilontarkan Heraklius kepada Abu Sufyan ialah, “Bagaimanakah nasab orang ini (Muhammad) di antara kalian?”
Abu Sufyan menjawab, “Dia adalah orang yang memiliki nasab yang mulia dalam kabilah bangsa Arab”
Heraklius bertanya, “Apakah ada orang sebelumnya yang telah menyatakan apa yang telah dia ucapkan itu?”
Abu Sufyan menjawab, “Tidak”
Heraklius bertanya, “Apakah dia berasal dari keturunan raja?”
Abu Sufyan menjawab, “Tidak”
Raja romawi itu bertanya lagi, “Apakah pengikutnya adalah orang-orang mulia dan para pembesar?”
Abu Sufyan menjawab, “Tidak, para pengikutnya adalah orang-orang miskin dan orang-orang yang lemah”
Heraklius bertanya lagi, “Apakah pengikutnya itu bertambah terus atau semakin berkurang?”
Abu Sufyan menjawab, “Pengikutnya semakin hari semakin bertambah dan tidak pernah berkurang”
Heraklius bertanya lagi, “Apakah di antara mereka ada yang meninggalkan agama mereka karena membenci agama itu?”
Abu Sufyan menjawab, “Tidak ada”
Raja romawi ini bertanya lagi, “Apakah kalian menuduh dia berdusta atas apa yang diucapkannya bahwa dia mengklaim dirinya sebagai Nabi? Sebelum dia menyatakan bahwa dia adalah seorang nabi, apakah dahulunya dia adalah seorang pendusta?”
Abu Sufyan menjawab, “Tidak”
Kemudian, Abu Sufyan ditanya lagi, “Apakah dia suka menghianati perjanjian?”
Abu Sufyan menjawab, “Tidak. Sepanjang kami hidup bersama dalam satu kabilah dengannya, kami tidak pernah melihat dia berdusta dalam bicara dan tidak pernah berkhianat dalam melakukan perjanjian. Pada saat ini, kami juga sedang melakukan perjanjian dengannya, tetapi kami tidak tahu apa yang akan dia lakukan.”
Raja Romawi itu melanjutkan pertanyaannya, “Apakah kalian memerangi mereka?”
Abu Sufyan menjawab, “Sejujurnya kami memang sedang memerangi mereka”
Heraklius bertanya lagi. “Lantas bagaimana hasil dari pertempuran kalian dengan mereka?”
Abu Sufyan menjawab, “Manakala kami berperang, kadang kami yang menang dan kadang mereka yang menang”
Heraklius berujar, “Dia telah mengaku sebagai seorang Nabi kepada kalian. Lalu apa yang diperintahkan Muhammad kepada kalian?”
Abu Sufyan menjawab, “Muhammad mengajak kami dan menyuru kami bersaksi, ‘Sembahlah Allah semata dan janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.’ Muhammad juga Menyeruh kami untuk meninggalkan apa yang diucapkan oleh nenek moyang kami (menyembah berhala). Dia juga menyeruh kami untuk menegakkan shalat, membayar zakat, berlaku jujur, bersikap sederhana dan hidup bersahaja, serta senantiasa menyambung silaturahim”
Maksud dan Tujuan Pertanyaan Raja Heraklius
Setelah semua pertanyaan diajukan dan dijawab Abu sufyan, Heraklius menjelaskan maksud dan tujuannya dari pertanyaan-pertanyaannya.
Heraklius menjelaskan, “Aku bertanya kepadamu tentang nasabnya (Muhammad) di antara kalian, seperti apa sejatinya nasabnya? Engkau menjawab bahwa dia memiliki nasab yang mulia, orang terpandang. Memang seperti itulah adanya para Nabi yang diutus di tengah-tengah kaumnya. Mereka berasal dari nasab-nasab yang luhur
Kemudian, aku menanyakan kepadamu apakah ada orang-orang sebelumnya yang telah mengklaim bahwa dirinya adalah seorang Nabi. Engkau menjawab, Tidak. Itulah realitas yang benar, sebab jika sebelumnya ada di antara keluarganya yang menyatakan perkataan tersebut, bisa saja dia hanya ikut-ikutan mengklaim dirinya sebagai seorang Nabi. Namun, faktanya tidak ada.
Aku tanyakan kepadamu tentang apakah ada bapak ataupun kakek (leluhurnya) yang menjadi raja. Engkau menjawab tidak ada. Itula realitas yang patut dipercaya, sebab jika sekiranya ada bapak atau kakeknya yang menjadi sorang Raja, mungkin saja dia mengucapkan perkataan tersebut hanya karena ingin mencari kekuasaan atau merebut kekuasaan yang pernah diraih leluhurnya
Heraklius, Raja Romawi Mengakui Muhammad saw sebagai Seorang Rasul
Aku telah menanyakan kepadamu tentang sikap dan respon kalian sebelum dia mengaku sebagai seorang nabi, adakah kalian menuduhnya pembohong dan manusia penuh dusta. Engkau menjawab tidak. Itulah realitas yang benar, sebab aku tahu persis bahwa seorang nabi tidak akan pernah berdusta kepada manusia, apalagi berdusta atas nama Tuhan
Aku juga bertanya kepadamu tentang para pengikutnya, apakah para pengikutnya itu pembesar dan dan pejabat. Engkau menjawab kalau para pengikutnya adalah orang-orang lemah dan orang-orang miskin. Itulah realitas yang benar, sebab memang demikianlah adanya. Pengikut para nabi pada masa lalu adalah dari kalangan orang-orang lemah dan miskin
Kemudian, Aku tanyakan kepadamu adakah para pengikutnya semakin bertambah atau berkurang. Engkau menjawab kalau para pengikutnya semakin bertambah dan tidak pernah berkurang. Itulah realitas yang benar, sebab pengikut nabi akan semakin bertambah dan bertambah terus sampai menjadi sempurna.
Aku telah bertanya kepadamu, apakah ada di antara mereka yang keluar dari agamanya kerena membenci agama itu. Engkau menjawab tidak ada satu pun. Itulah realita yang benar, sebab jikalau keimanan telah bersatu dengan hati, dia tidak akan bisa keluar lagi.
Aku juga menanyakanmu tentang keadaannya, apakah dia pernah berkhianat. Engkau menjawab tidak. Itulah realitas yang benar, sebab memang seperti itulah karakteristik dasar para Rasul Allah. Mereka tidak ada yang pernah berkhianat.
Kemudian, Aku menanyakan kepadamu tentang apa yang diperitahkan Muhammad kepada kalian. Engkau menjawab bahwa ia memerintahkan untuk beribadah kepada Allah semata dan melarang kalian untuk melakukan perbuatan syirik. Dia juga mengajak untuk melaksanakan ibadah shalat, zakat, puasa, bersikap jujur, sederhana, tidak gila dunia, serta menyambung silaturahim.”
Heraklius lalu berkata kepada Abu Sufyan dan kawan-kawannya yang disaksikan seluruh petinggi kerajaan, Wahai Abu Sufyan, jika semua yang telah kau terangkan itu betul semuanya, dia akan memerintah sampai ke tempatku berpijak di kedua telapak kakiku ini.
Sesungguhnya, aku telah tahu (ramalan) bahwa dia akan lahir. Namun, aku tidak mengira bahwa dia akan lahir dari klan anak bangsa di antara kalian.
Kemudian Heraklius Kaisar Romawi itu berkata, “Sekiranya aku dapat bertemu dengannya (nabi Muhammad saw). Walaupun dengan susah payah, aku akan berusaha untuk menemuinya. Jika aku berhasil berada di dekatnya, aku akan mencuci kedua telapak kakinya. Seandainya aku tahu jalan menuju ke tempatnya, aku akan berusaha untuk bisa menuju ke tempatnya dan jika aku menemuinya, aku akan membasuh kedua kakinya.” (HR Bukhari)
by Sharia Consulting Center scc | Jun 15, 2016 | Artikel, Ramadhan
Oleh: Sharia Consulting Center
Shaum atau shiyam bermakna menahan (al-imsaak), dan menahan itulah aktivitas inti dari puasa. Menahan makan dan minum serta segala macam yang membatalkannya dari mulai terbit fajar sampai tenggelam matahari dengan diiringi niat. Jika aktivitas menahan ini dapat dilakukan dengan baik, maka seorang muslim memiliki kemampuan pengendalian, yaitu pengendalian diri dari segala hal yang diharamkan Allah.
Al-Quran menjelaskan bahwa ibadah puasa adalah ibadah alamiyah (universal) yang dilakukan oleh umat-umat terdahulu. Bahkan tradisi puasa juga dilakukan oleh binatang-binatang. Hakikat ini mengantarkan pada kita bahwa puasa adalah suatu aktivitas yang sangat dibutuhkan oleh manusia untuk menuju tingkat kesempurnaannya.
Oleh karena itu orang-orang beriman harus mengetahui segala hal yang terkait dengan puasa, sehingga ibadah itu dapat menghasilkan sesuatu yang paling maksimal dalam kehidupan dirinya, keluarga dan masyarakat. Baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam berpuasa, orang beriman tentunya harus mengikuti tuntunan Rasul Saw atau sesuai dengan adab-adab Islam sehingga puasanya benar. Dalam hal ini bahwa yang harus diperbanyak dalam bulan Ramadhan adalah ibadah, bukan makan atau memindahkan jadwal makan, apalagi daftar dan menu makan lebih banyak dari hari biasa. Pilar-pilar di bawah ini yang dapat mengantarkan kesempurnaan puasa umat Islam.
1. Memahami Fiqih Shiyam (Puasa)
Setiap ibadah dalam Islam pasti ada fiqihnya, begitu juga shiyam. Maka memahami fiqih dalam setiap ibadah adalah suatu keniscayaan yang tidak boleh ditinggalkan orang-orang beriman.
Dengan fiqih inilah, puasa yang dilakuakan oleh umat Islam benar-benar bernilai ibadah dan bukan tradisi yang dilakukan hanya sekedar ikut-ikutan tanpa mengetahui adab-adabnya dan segala sesuatu yang terkait dengan puasa.
Bukankah banyak umat Islam yang berpuasa cuma mengikuti arus orang banyak dan tradisi yang berjalan secara turun temurun?
Di beberapa daerah di Indonesia, setelah sahur, masyarakat turun ke jalan, sebagiannya tidak shalat Shubuh. Jalan-jalan ke sana kemari tidak ada sasaran yang jelas, kecuali menghabiskan waktu. Bahkan sebagian mereka — mungkin sebagian besar — berjalan-jalan dengan lawan jenisnya, bukan suami-istri. Tradisi yang lain jalan-jalan menunggu waktu berbuka, bahasa Sundanya ngabuburit. Tradisi lain main-main di masjid saat shalat tarawih, atau menyimpan banyak sekali daftar makanan. Tradisi yang buruk dan membahayakan adalah main petasan dan masih banyak lagi.
Puasa bukanlah sekedar tidak makan dan tidak minum, tapi ada rambu-tambu kehidupan yang harus ditaati, sehingga puasa itu menjadi sarana tarbiyyah (pendidikan) menuju kehidupan yang bertaqwa kepada Allah Swt. Puasa seperti inilah yang bisa menghapus dosa seorang muslim, Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيماناً واحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ ما تَقَدّمَ مِنْ ذَنْبِهِ،
”Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan sepenuh iman dan kesungguhan, maka akan diampunkanlah dosa-dosa yang pernah dilakukan.” (HR. Bukhari dan Muslim ).
2. Mengetahui awal dan akhir Ramadhan dengan benar.
Salah satu yang prinsip dan harus diketahui oleh setiap muslim adalah pengetahun tentang awal dan akhir Ramadhan, sehingga ibadah yang dilakukannya sesuai sunnah Rasul saw . dalam beberapa hadits Rasulullah saw . telah menetapkan awal dan akhir Ramadhan, beliau bersabda:
صُومُوا لِرُؤْيتِهِ وأَفْطِرُوا لِرُؤْيتِهِ فإِن غُمّ عَلَيْكُم فَأكْمِلُوا العِدة
Artinya: ”Puasalah kamu jika melihat bulan, dan berbukalah kamu jika melihat bulan. Jika terhalang (mendung) maka sempurnakan bilangannya” (Muttafaqun ‘alaihi).
Pembahasan penentuan awal dan akhir Ramadhan telah dilakukan secara rinci sebelumnya
3. Tidak berbuka tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat Islam.
Seorang muslim yang di bulan Ramadhan tidak berpuasa atau berbuka tanpa alasan syari, maka dia telah melakukan dosa besar. Karena puasa Ramadhan adalah salah satu dari rukun Islam. Rasulullah Saw bersabda :
مَنْ أفْطَرَ يَوْماً مِنْ رَمَضَانَ منْ غَيْرِ رُخْصَةٍ ولا مَرَضٍ لَمْ يَقْضِ عنهُ صَوْمُ الدّهْرِ كُلّهِ وإنْ صَامَهُ”
“Barangsiapa tidak puasa pada bulan Ramadhan sekalipun sehari tanpa alasan rukhshah atau sakit, hal itu (merupakan dosa besar) yang tidak bisa ditebus, bahkan seandainya ia berpuasa selama satu tahun (HR.At-Turmudzi).
4. Menjauhi hal-hal yang dapat mengurangi atau bahkan menggugurkan nilai shiyam
Puasa merupakan pengendalian diri dari segala sesuatu yang haram, syubhat, dan perkataan serta perbuatan yang tidak terpuji. Sehingga orang-orang beriman harus berusaha semaksimal mungkin menjaga puasanya dan tidak dirusak dengan perkataan dan perbuatan yang tidak terkait dengan nilai ibadah, khususnya ibadah puasa. Rasulullah bersabda bahwa:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لله حَاجَةٌ في أنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang selama berpuasa tidak juga meninggalkan kata-kata bohong bahkan mempraktekkannya, maka tidak ada nilainya bagi Allah, apa yang ia sangkakan sebagai puasa, yaitu sekedar meninggalkan makan dan minum” (HR.Bukhari dan Muslim).
5. Bersungguh-sungguh puasa karena Allah SWT dengan keyakinan penuh akan kebaikan-kebaikannya
Rasulullah Saw. bersabda:
من صام يوما في سبيل الله بعد الله وجهه عن النار سبعين خريفا
“Barangsiapa berpuasa sehari di jalan Allah, maka Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka selama 70 tahun” (Muttafaqun ‘alaihi).
6. Bersahur
Makan pada waktu sahur adalah berkah. Bagi orang yang hendak berpuasa, disunnahkan untuk makan sahur pada saat sebelum tiba waktu subuh (fajar), sahur merupakan makanan yang berkah (Al-ghada’ al-mubarak). Dalam hal ini Rasulullah bersabda bahwa :
“تسحروا فإن في السحور بركة
“Makan sahurlah, karena pada makan sahur ada keberkahan” (HR Muslim)
السحور أكلة بركة فلا تَدَعوه ولو أن أحدكم تجرَّع جرعة ماء، فإن اللّه وملائكته يصلون على المتسحرين” (رواه الإمام أحمد عن أبي سعيد الخدري)
”Makanan sahur semuanya bernilai berkah, maka jangan kalian tinggalkan, sekalipun hanya dengan seteguk air. Allah dan para Malaikat mengucapkan salam kepada orang-orang yang makan sahur (HR. Ahmad).
7. Ifthar (berbuka puasa)
Ketika waktu Maghrib telah tiba, yakni saat matahari telah terbenam, maka saat itulah waktu berbuka. Sangat ditekankan kepada orang yang berpuasa untuk segera berbuka puasa.
Rasulullah pernah menyampaikan bahwa salah satu indikasi kebaikan umat, manakala mereka mengikuti sunnah dengan mendahulukan ifthar dan mengakhirkan sahur.
Sabda Rasulullah Saw, “Sesungguhnya termasuk hamba Allah yang paling dicintai oleh-Nya ialah mereka yang bersegera berbuka puasa.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Bahkan beliau mendahulukan ifthar, walaupun hanya dengan ruthab (kurma mengkal), atau tamar (kurma), atau air saja (HR. Abu Daud dan Ahmad).
8. Berdoa
Sesudah menyelesaikan ibadah puasa dengan berifthar, Rasulullah Saw sebagaimana yang beliau lakukan sesudah menyelesaikan suatu ibadah, dan sebagai wujud syukur kepada Allah, beliau membaca doa sebagai berikut:
عن أنس قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال : بسم الله اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطر ت. وزاد ابن عباس وقال: فتقبل مني إنك انت السميع العليم.
وعن ابن عمر قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا افطر قال : ذهب الظمأ وابتلـت العروق وثبت الاجر إن شاء الله
“Ya Allah, karena Engkau kami berpuasa, dan atas rezeki-Mu kami berbuka”, dan ditambahkan oleh Ibnu Abbas: “Maka terimalah doaku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Dan dari Ibnu Umar menceritakan ketika Rasulullah Saw berbuka, beliau mengucapkan: Telah hilang rasa haus dan basahlah tenggorokan serta ditetapkanlah ganjaran, atas kehendak Allah.”
Rasulullah bahkan mensyariatkan agar orang-orang yang berpuasa banyak memanjatkan doa, sebab doa mereka akan dikabulkan oleh Allah.
Dalam hal ini beliau pernah bersabda bahwa, “Ada tiga kelompok manusia yang doanya tidak ditolak oleh Allah. Yang pertama ialah doa orang-orang yang berpuasa, sehingga mereka berbuka.” (HR.Ahmad dan Turmudzi).
(Baca juga: Orang Yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa dan Wajib Membayar Fidyah)
Sumber:
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center
by Sharia Consulting Center scc | May 30, 2016 | Artikel, Ramadhan
Bulan Ramadhan adalah bulan rahmat, dimana kasih sayang dan persaudaraan harus diutamakan dari yang lainnya. Ukhuwah Islamiyah adalah prinsip dari kebaikan umat Islam. Sehingga ibadah Ramadhan harus berdampak pada ukhuwah Islamiyah.
Ukhuwah Islamiyah ini harus terlihat jelas dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan dan mengisi ibadah Ramadhan. Namun demikian, semuanya tetap sejalan dengan Al-Qur’an dan Sunnah.
Diperlukan sikap bijak dari para ulama untuk bertemu dan duduk dalam satu majelis bersama pemerintah (Kementerian Agama) untuk menentukan kesamaan awal dan akhir Ramadhan. Tentunya berdasarkan argumentasi ilmiyah yang kuat dan landasan-landasan yang kokoh dalam Syariat Islam.
(Baca juga: Merencanakan Peningkatan Prestasi Ibadah Ramadhan)
Memang perbedaan pendapat (dalam masalah furu’) adalah rahmat. Tetapi kesamaan penentuan awal dan akhir Ramadhan lebih dekat dari rahmat Allah yang diberikan kepada orang-orang yang bertaqwa.
Perbedaan pendapat dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan adalah suatu pertanda belum terbangun kuatnya budaya syura, ukhuwah Islamiyah, dan pembahasan ilmiyah dalam tubuh umat Islam, lebih khusus lagi para ulamanya.
Ukhuwah Islamiyah dan persatuan umat Islam jauh lebih penting dari ibadah-ibadah sunnah, apalagi jika perbedaan pendapat itu menimbulkan perpecahan. Allah Swt berfirman:
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَةَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىَ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu darinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (QS Ali ‘Imran 103).
Sumber :
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center
by Adi Setiawan Lc. MEI Adi Setiawan | May 14, 2016 | Artikel, Tausiyah Iman
Tausiyah Iman – 5 Mei 2016
Dalam bukunya Tasawuf Modern, Buya Hamka menuliskan satu peringatan yang pernah dikatakan oleh almarhum K.H. Ahmad Dahlan. Adapun peringatan tersebut adalah:
“Meskipun Islam tidak akan hapus dari dunia, namun dia mungkin hapus dari Indonesia. Kalau ummatnya tidak membelanya.”
Saudaraku,
Islam perlu dibela dan ajarannya mesti ditegakkan.
Satu pembelaan yang mesti kita tegakkan setiap hari yaitu SHOLAT WAJIB LIMA WAKTU.
Bukankah Rasulullah SAW menyebutkan sholat adalah ‘Imadud din. Sholat sebagai tiang agama?
Sekali lagi
Inilah pembelaan pertama kita terhadap Islam
Jangan sampai
Justru ada di antara kita
Orang yang suka menghalangi saudaranya sholat, menghalangi mendirikan masjid tempat sholat kita.
#mencari ibroh dibalik isra’ mi’raj Nabi SAW
Ustadz Adi Setiawan, Lc., MEI
(Baca juga: Agar Nikmat Menjadi Berkah)
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
by Sharia Consulting Center scc | May 11, 2016 | Artikel, Ramadhan
Oleh: Sharia Consulting Center
Waktu begitu cepat berlalu, bulan demi bulan terus berjalan, dan insya Allah sebentar lagi kita akan menyambut datangnya bulan Ramadhan. Bulan yang senantiasa ditunggu-tunggu oleh orang beriman. Karena di bulan ini Allah memanggil langsung orang-orang beriman, untuk berpuasa dan ibadah Ramadhan. Bulan suci yang penuh berkah dan memberikan banyak kebaikan, keberuntungan dan kebahagiaan bagi mereka. Bulan tarbiyah orang beriman untuk mengantarkan ke derajat kemanusiaan tertinggi, muttaqiin.
Puasa bermakna imsak atau menahan dir dari makan, minum dan segala sesuatu yang membatalkannya dari waktu fajar sampai tenggelam matahari. Esensi puasa bermakna pengendalian diri dari hal-hal yang merusak dan dari memperturutkan selera hawa nafsu.
Dan diantara hikmah dari ibadah Ramadhan adalah adanya kebersamaan saat ifthor dan saat memulai puasa, kebersamaan dalam ibadah shalat fardhu dan shalat tarawih serta kebersamaan dalam aktifitas ibadah lainnya. Kebersamaan ini diharapkan juga diharapkan terjadi pada penetapan awal ramadhan dan Idul Fitri. Kesiapan bersatu dalam hal yang prinsip adalah bentuk kematangan dalam beragama, sebagaimana kesiapan berbeda dalam cabang agama adalah bentuk toleransi dan kedewasaan dalam beragama.
(Baca juga: Khutbah Rasulullah Menyambut Ramadhan)
Bulan Ramadhan datang pada saat umat muslim membutuhkan kekuatan iman dan ruhiyah untuk menghadapi kondisi sulit dan berat dalam kehidupan mereka. Dan dengan datangnya bulan ramadhan, Allah SWT memberikan tambahan energi kekuatan iman dan ruhiyah, sehingga posisi mereka meningkat naik jauh melebihi permasalahan yang dihadapinya. Maka dalam suasana keimanan dan ruhiyah yang kuat, umat muslim dapat sukses mengatasi segala permasalahan hidupnya.
Kondisi umat Islam didunia sedang dalam kondisi berjuang. Umat muslim di Palestina masih terjajah, masjidil Aqsho dibawah cengkraman penjajah zionisme Yahudi, begitu juga di Irak, Afghanistan, Pakistan, Suriah, Iran, Mesir, dan lainnya. Mereka masih menghadapi rezim tirani dan belum mendapatkan hak kemerdekaannya secara sempurna. Sedangkan umat muslim di Tunisia, Libya, Turki dan sebagainya sedang menata wajah baru yang lebih baik dan lebih Islami. Sementara itu umat muslim yang tinggal di negara-negara minoritas muslim seperti Uighiur di Cina, Pattani di Filipina, Rohingya di Myanmar, Thailand, India, negara-negara Eropa dan Amerika masih jauh dari nilai-nilai ideal.
(Baca juga: Rajab dan Persiapan Ramadhan)
Dalam suasana seperti ini harapan itu masih tetap ada. Allah memberikan hadiah berupa bulan Ramadhan. Ramadhan membuat umat muslim lebih kuat, lebih optimis, lebih bersemangat, berani dan berjihad. Bersatu membebaskan dominasi musuh-musuhnya baik musuh internal berupa syahwat dan syetan, maupun musuh eksternal dari orang-orang kafir yang mengadakan kerusakan dimuka bumi. Demikianlah yang terjadi dalam perjalanan sejarah umat muslim di bulan Ramadhan.
Sumber :
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center