Bulan Syawal, Ini Keistimewaannya

KITA baru saja melewati bulan Ramadhan, dan sekarang kita sudah berada di bulan Syawal, bulan kesepuluh dalam penanggalan hijriyah. Nyaris tidak ada penyambutan terhadap datangnya bulan syawal. Berbeda dengan ketika menyambut Ramadhan, biasanya kita mengucapkan Marhaban Ya Ramadhan! Tapi untuk bulan Syawal, tidak pernah kita mendengar orang mengucapkan “Marhaban, Ya Syawal!”
Padahal, Syawal juga bulan istimewa dan memiliki keutamaan. Inilah beberapa keistimewaan bulan Syawal:
1. Bulan kembali ke fitrah
Syawal adalah bulan kembalinya umat Islam kepada fitrahnya, diampuni semua dosanya, setelah melakukan ibadah Ramadhan sebulan penuh. Paling tidak, tanggal 1 Syawal umat Islam “kembali makan pagi” dan diharamkan berpuasa pada hari itu.
Ketibaan Syawal membawa kemenangan bagi mereka yang berjaya menjalani ibadah puasa sepanjang Ramadan. Ia merupakan lambang kemenangan umat Islam hasil dari “peperangan” menentang musuh dalam jiwa yang terbesar, yaitu hawa nafsu.
2. Bulan takbir
Tanggal 1 Syawal adalah Idul Fitri, seluruh umat Islam di berbagai belahan mengumandangkan takbir. Maka, bulan Syawal pun merupakan bulan dikumandangkannya takbir oleh seluruh umat Islam secara serentak, paling tidak satu malam, yakni begitu malam memasuki tanggal 1 Syawal alias malam takbiran, menjelang Shalat Idul Fitri.
Kumandang takbir merupakan ungkapan rasa syukur atas keberhasilan ibadah Ramadhan selama sebulan penuh. Kemenangan yang diraih itu tidak akan tercapai, kecuali dengan pertolongan-Nya. Maka umat Islam pun memperbanyakkan dzikir, takbir, tahmid, dan tasbih. “”Dan agar kamu membesarkan Allah SWT atas petunjuk yang Ia berikan kepada kamu, dan agar kamu bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah diberikan” (QS. Al-Baqarah: 185).
3. Bulan silaturahmi
Dibandingkan bulan-bulan lainnya, pada bulan inilah umat Islam sangat banyak melakukan amaliah silaturahmi, mulai mudik ke kampung halaman, saling bermaafan dengan teman atau tetangga, hala bihalal, kirim SMS dan telepon, dan sebagainya. Betapa Syawal pun menjadi bulan penuh berkah, rahmat, dan ampunan Allah SWT karena umat Islam menguatkan tali silaturahmi dan ukhuwah Islamiyah.
4. Bulan bahagia
Syawal adalah bulan penuh bahagia. Bahkan rasulullah pernah membahagiakan anak kecil yang menangis dengan menjadikannya anak angkat dibulan hari raya ini. Di Indonesia sendiri bahkan identik dengan hal yang serba baru. Misalnya; baju baru, sepatu baru, perabot rumah tangga baru, dan lain-lain. Orang-orang bersuka cita, bersalaman, berpelukan, bertangis bahagia, mengucap syukur yang agung, meminta maaf, memaafkan yang bersalah.
Begitu banyak doa terlempar di udara. Begitu banyak cinta kasih saling diberikan antar seluruh umat manusia. Aura maaf tersebar di seluruh penjuru bumi, nuansa peleburan dosa, nuansa pencarian makna baru dalam hidup.
5. Bulan puasa bernilai satu tahun
Amaliah yang ditentukan Rasulullah SAW pada bulan Syawal adalah puasa sunah selama enam hari, sebagai kelanjutan puasa Ramadhan.
“Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan lalu diiringinya dengan puasa enam hari bulan Syawal, berarti ia telah berpuasa setahun penuh” (H.R Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah).
6. Bulan nikah
Syawal adalah bulan yang baik untuk menikah. Hal ini sekaligus mendobrak khurafat, yakni pemikiran dan tradisi jahiliyah yang tidak mau melakukan pernikahan pada bulan Syawal karena takut terjadi malapetaka. Budaya jahiliyah itu muncul disebabkan pada suatu tahun, tepatnya bulan Syawal, Allah SWT menurunkan wabah penyakit, sehingga banyak orang mati termasuk beberapa pasangan pengantin. Maka sejak itu, kaum jahiliah tidak mau melangsungkan pernikahan pada bulan Syawal.
Khurafat itu didobrak oleh Islam. Rasulullah Saw menunjukkan sendiri bahwa bulan Syawal baik untuk menikah. Siti Aisyah menegaskan:
“Rasulullah SAW menikahi saya pada bulan Syawal, berkumpul (membina rumah tangga) dengan saya pada bulan Syawal, maka siapakah dari isteri beliau yang lebih beruntung daripada saya?”
Selain dengan Siti Aisyah, Rasul juga menikahi Ummu Salamah juga pada bulan Syawal. Menurut Imam An-Nawawi, hadits tersebut berisi anjuran menikah pada bulan Syawal. ‘Aisyah bermaksud, dengan ucapannya ini, untuk menolak tradisi jahiliah dan anggapan mereka bahwa menikah pada bulan Syawal tidak baik.
7. Bulan peningkatan
Inilah keistimewaan bulan Syawal yang paling utama. Syawal adalah bulan “peningkatan” kualitas dan kuantitas ibadah. Syawal sendiri, secara harfiyah, artinya “peningkatan”, yakni peningkatan ibadah sebagai hasil training selama bulan Ramadhan. Umat Islam diharapkan mampu meningkatkan amal kebaikannya pada bulan ini, bukannya malah menurun atau kembali ke “watak” semula yang jauh dari Islam. Na’udzubillah.
8. Bulan pembuktian takwa
Inilah makna terpenting bulan Syawal. Setelah Ramadhan berlalu, pada bulan Syawal lah “pembuktian” berhasil-tidaknya ibadah Ramadhan, utamanya puasa, yang bertujuan meraih derajat takwa.
Jika tujuan itu tercapai, sudah tentu seorang Muslim menjadi lebih baik kehidupannya, lebih saleh perbuatannya, lebih dermawan, lebih bermanfaat bagi sesama, lebih khusyu’ ibadahnya, dan seterusnya. Paling tidak, semangat beribadah dan dakwah tidak menurun setelah Ramadhan. Amin Ya Rabbal Alamin.

Kisah Taaruf Pria Korea Yang Nikahi Muslimah Malaysia

Bagi para remaja penggemar drama Korea tentu kisah cinta ala Korea selalu menarik. Namun,  bagaimana bila kisah cinta ala korea itu dipadukan dengan keindahan Islam? Adalah Fadhilah, Muslimah cantik asal Malaysia yang dipersunting oleh Kim Jeyoung atau Aiman Kim, seorang muallaf asal Korea.
Jeyoung & Dhila ini bisa dijadikan semacam pembuktian bahwa “tidak perlu kenal bertahun-tahun, orang yang mencintai Allah, maka dia akan dengan mudah mencintai orang yang juga mencintai Allah”.  Fadhila mengaku tidak kenal lama dengan Jeyoung, sebelum menikah ia baru kenal dengan jyeoung selama tiga bulan.
Di bulan pertama perkenalannya Jeyoung sudah mengutarakan keinginannya untuk menikahi Fadhila. Lucunya saat Jeyoung mengutarakan perasaannya pada Fadhila, seperti di ceritakan di blog pribadi Fadhila iamfadhi@gmail.com. Fadhila berkata “WHAT THE.. You must be kidding? You’re Korean.” Dengan santainya Jeyoung menjawab “So? I’m a human too.”
Akhirnya tiga bulan kemudian Fadhila menikah dengan Jeyoung. Walaupun saat mengutarakan niatnya orang tua Fadhila masih tidak percaya. Pasangan ini benar-benar menginspirasi.
Bahkan dalam beberapa postingannya Fadhila dan Jeyoung mengaku saling mencintai karena Allah. Dan Allah yang sudah sangat baik mempertemukan pasangan berbeda negara tersebut. Kebersamaan keduanya dapat dijumpai di akun instagram Fadhila, @snfad_diela.
Itulah bukti kekuasaan Allah, karena tidak ada hal yang tidak mungkin di dunia ini.
 
Sumber : ruangmuslimah

Kado Pernikahan

Oleh : Syaikh Mahmud Mahdi al-Istanbuli
 
Rasulullah saw bersabda, “Wahai kaum muda, barangsiapa diantara kalian punya kemampuan untuk menikah maka menikahlah. Karena hal itu dapat menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan kalian. Sedangkan barangsiapa belum mampu maka hendaklah ia berpuasa, dan puasa itu adalah perisai baginya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dalam biografi Umar bin Abdul Aziz yang ditulis Ibnu al Hakam dikisahkan, “Sang putra meminta agar ayahnya menikahkannya dan membayarkan mahar pernikahan dari baitul maal. Pada saat itu, putra beliau telah memilih seorang perempuan sebagai calonnya. Maka beliau marah dan segera menulis surat kepada sang putra, ‘Suratmu telah kuterima. Engkau memintaku mengambil harta dari Baitul Maal untuk memenuhi kebutuhan pernikahanmu, padahal putra-putra kaum Muhajirin juga banyak yang belum menikah.’
Mencari pasangan yang Shaleh dan Shalehah
Rasulullah saw bersabda, “Apabila seorang yang agama dan akhlaknya baik meminang kepadamu, hendaknya kaunikahkan ia dengan anakmu. Jika engkau tak melaksanakannya niscaya akan terjadi fitnah dan bencana yang meluas dimuka bumi.” (H.R. Tirmidzi dengan sanad shahih)
Tanpa adanya pernikahan, hati cenderung bergejolak. Padahal hati adalah modal untuk menuju jalan yang diridhai Allah. Agama sangat berharga dalam syariat Islam. Sebab istri atau suami yang baik agamanya bisa membantu menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak mereka.
Rasulullah saw bersabda, “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, yaituyaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka nikahilah karena agamanya, (jika tidak) niscaya engkau sengsara.” (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Nasa’i)
Agama menjadi hal teramat penting dalam membina kehidupan rumah tangga. Suami yang taat pada perintah agama akan menjauhi larangan-Nya untuk menjadi suami yang baik bagi istri dan dapat dipercaya. Begitu juga istri shalehah, akan selalu menjaga kehormatannya dikala suami pergi, menjaga harta suami, penuh perhatian kepada rumah tangga, mendidik anak-anak, serta menjaga hak-hak suaminya.
Kecantikan bukannya tidak dibutuhkan, tetapi faktor ini bukan tujuan utama dalam mencari pasangan hidup. Telah diperintahkan oleh Nabi saw kepada para peminang, “Lihatlah dia, sebab itu bisa melanggengkan ikatan diantara kalian berdua.” Hadis ini merupakan penolakan terhadap perempuan yang menyerahkan dirinya kepada Rasulullah.
Maka berbahagialah istri yang beragama baik. Janganlah berfokus pada harta benda semata, niscaya Allah swt akan memberkahi dan memperbanyak harta Anda berdua.
Tidak Ada Cinta Seindah Dalam Pernikahan
Cinta biasanya digambarkan dari mimpi yang timbul dari imajinasi dan ilusi. Menyebabkan memandang orang yang dicintai sosok ideal yang tak mungkin diwujudkan dalam realitas.
Ibnu Abbas ra meriwayatkan, “Seorang lelaki berkata kepada Rasulullah saw, ” Rasulullah, dirumahku ada perempuan yatim yang telah dipinang oleh seorang kaya dan seorang miskin. Kami menginginkan ia menikah dengan orang kaya, terapi ia sendiri menghendaki orang miskin.’ Maka beliau menjawab, “Tidak ditampakkan pada dua orang yang saling mencintai gambaran-gambaran dalam pernikahan.” (H.R Ibnu Majah, Hakim, Thabrani, Baihaqi dan lain-lain)
Pada hakikatnya cinta itu selalu menemui batu sandungan. Ketika seseorang berpikir tentang pernikahan, ia harus bisa memilah antara ilusi dan realitas soal cinta.
Cinta hakiki akan tumbuh diantara suami istri bersama berjalannya waktu, didukung oleh interaksi diantara keduanya. Cinta biasanya akan tumbuh pascapernikahan sebagai akibat saling mengasihi, saling memahami, interaksi yang baik, dan mengesampingkan kenikmatan-kenikmatan semu.
Kewajiban Meminta Restu Gadis Sebelum Menikahkannya
Diriwayatkan dari Khansa binti Khidzam bahwa ayahnya menikahkannya tanpa meminta izin dulu darinya. Sedangkan ia telah menjada. Ia membenci hal itu. Kemudian mendatangi Nabi saw dan beliau menolak pernikahan tersebut. (H.R. Jamaah kecuali Muslim)
Banyak kalangan orangtua (terutama ayah) yang melupakan perintah Nabi saw tersebut. Akibatnya hal tidak baik. Namun orangtua yang baik akan menawarkan anak gadisnya kepada lelaki saleh.
Larangan Memahalkan Mas Kawin
Rasulullah saw bersabda, “Sungguh penyebab keberkahan dari perempuan adalah mempermudah dalam meminang, dalam maharnya, dan saat menggaulinya.” (H.R. Ahmad dan Nasa’i dengan status hasan)
Diceritakan juga riwayat bahwa seorang perempuan mendatangi Nabi saw dan berkata, “Rasulullah, kuserahkan perkara diriku kepada Anda.” Beliau memandang dan mengamati perempuan itu dengan serius, kemudian menunduk. Perempuan itu berdiri cukup lama. Tiba-tiba seorang lelaki berdiri dan berkata, “Rasulullah, nikahkanlah aku dengannya jika Anda tidak membutuhkannya.”
Maka beliau bertanya, “Apakah engkau punya sesuatu untuk diberikan kepadanya sebagai mahar?” Ia menjawab, “Aku tidak punya apa-apa selain kain sarungku ini.” Beliau berkata, “Carilah, sekalipun hanya sebentuk cincin dari besi.” Lelaki itupun mencari-cari dan tidak berhasil mendapatkan sesuatu.” Lalu beliau bertanya, “Apakah engkau hafal sesuatu dari Al Qur’an?” Ia menjawab, “Ya surat ini dan ini.” Maka beliau berkata, “Kunikahkan engkau dengan mahar hafalan Al Qur’an yang ada padamu.” Dalam riwayat yang lain dinyatakan, bahwa beliau berkata, “Pergilah, karena telah kunikahkan engkau dengannya (dengan mahar tersebut) dan mengajarkan kepadanya (Al Qur’an) (H.R. Bukhari dan Muslim)
Wasiat Berharga Menjelang Akad Nikah
Wasiat dari khutbah sebelum akad nikah dianjurkan. Dimulai dengan memuji Allah swt dan menyampaikan shalawat atas diri Rasulullah saw.
Wasiat orangtua untuk putrinya yang menikah disunnahkan, untuk menasihatkan kebaikan kepada istri anak lelakinya. Anas bin Malik ra meriwayatkan, bahwa para sahabat Rasulullah saw jika mengantar anak perempuan kepada suaminya, mereka menyuruh untuk melayaninya dan menjaga hak-hak suaminya.
Abdullah ibn Jafar ibn Abi Thalib menasihati putrinya agar menjauhi rasa cemburu yang berlebihan, sebab bisa menjadi kunci menuju perceraian.
Wasiat Ummu Mu’ashirah, dia menasihati anak perempuannya sebagai berikut, ” Anakku engkau akan menghadapi kehidupan baru. Jadilah engkau istri yang baik bagi suamimu dan ibu bagi anak-anakmu. Bangunlah rumah tangga yang kau bina bersama suamimu.”
 
Sumber :
Buku Kado Pernikahan, Syaikh Mahmud Mahdi Al Istanbuli, Penerbit Qishti Press.

Benarkah Walimah Sekedar Hidangan Pernikahan?

Oleh: Adi Setiawan, Lc., MEI
 
Dewasa ini kata walimah lebih dikenal sebagai hidangan yang dibuat dalam sebuah perayaan pernikahan. Hal demikian disebabkan karena berkumpulnya keluarga kedua mempelai.
Pertanyaanya, benarkah walimah hanya untuk perayaan pernikahan saja, atau boleh untuk perayaan-perayaan lainnya?
Kata “walimah”, berasal dari bahasa arab. Dengan sinonim “al-jam’u wa adh-dham”, yang berarti “berkumpul”. Ketika ada yang menyebutkan “أولم الرجل “, maka maksudnya adalah “ia seseorang pria yang sempurna”, sempurna fisiknya sekaligus mulia akhlaknya.
Kemudian Syeikh Muhammad Abdul ‘Athi Buhairi menerangkan bahwa sejatinya walimah itu adalah setiap undangan, atau pun panggilan kepada orang lain untuk berkumpul. Sebagai ungkapan kesyukuran dan kegembiraan yang terjadi seperti pernikahan, khitan dan lainnya.
Jadi walaupun kata walimah lebih dikenal sebagai perayaan untuk sebuah pernikahan akan tetapi boleh digunakan untuk perayaan lainnya.
Untuk lebih jelasnya, berikut beberapa jenis walimah yang perlu kita ketahui bersama:

  1. Walimatun nikah, yaitu hidangan ketika pernikahan.
  2. Walimatul khurs, yaitu hidangan ketika wanita bebas dari nifas (melahirkan anaknya).
  3. Aqiqah, yaitu hidangan berupa hewan yang disembilih pada hari ketujuh dari kelahiran.
  4. Wakirah, yaitu hidangan atau hewan yang disembilih atas pembangunan bangunan baru.
  5. Wadhimah, yaitu hidangan yang diberikan kepada ahlil mayyit oleh mereka yang berta’ziyah.
  6. Walimatun naqi’ah, yaitu undangan atas kehadiran musafir (perjalanan jauh dan lama).
  7.  Al-‘Aziz, yaitu hidangan ketika acara khitan.
  8. Ma’dabah, yaitu hidangan yang dibuat tanpa penyebab khusus. Untuk mencari pahala semata.
  9. Haziqah, yaitu hidangan yang dibuat ketika ada yang khatam al-qur’an. Atau khatam hafalannya.
  10. Al-qura, yaitu hidangan untuk tamu.
  11. Fara’ dan ‘Atirah, yaitu sembelihan pada bulan rajab pada masa jahiliyah yang kemudian diperbolehkan oleh Rasulullah lewat hadits, ”Sembelihlah ternak kalian untuk Allah di bulan apa saja” (HR. Ahmad).

Waallahu A’lam bisshawab.

Bercampur Setelah Sepuluh Tahun Berpisah

Assalamu’alaikum. Mohon petunjuk, saya pernah bercerai dengan istri. Dan saya pun sudah menikah lagi. Tapi selama 10 tahun cerai istri pertama saya tidak menikah. Tiga tahun akhir ini saya sering silaturahmi ke rumah mantan dan terjadi hubungan bercampur lagi. Apakah boleh lagi bercampur?
 
Jawaban
Assalamu alaikum wr.wb. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbihi. Amma ba’du:
Untuk menjawab pertanyaan di atas terdapat sejumlah hal yang harus diketahui:
Jika Anda telah bercerai dengan isteri Anda dengan talak tiga, maka cerai tersebut membuat Anda tidak bisa lagi menikahi isteri Anda, sebelum dia menikah dengan orang lain dan kemudian bercerai (tapi bukan hasil rekayasa).
Namun jika baru talak satu atau talak dua, peluang untuk kembali rujuk dengan isteri Anda terbuka tanpa mengharuskannya menikah lagi.
Tetapi untuk itu ada ketentuan. Yaitu jika rujuk yang ingin Anda lakukan tidak lebih dari tiga kali masa suci isteri (sekitar 3 bulan) dari waktu cerai, maka rujuk Anda tidak perlu dengan nikah ulang.
Apabila jika sudah lebih dari tiga kali masa suci, apalagi sampai sepuluh tahun, maka rujuknya harus dengan nikah ulang.
Dengan demikian Anda tidak bisa langsung bercampur dengan mantan isteri Anda sebelum nikah ulang. Itu kalau yang Anda jatuhkan masih talak satu atau dua.
Sementara jika talak tiga, Anda tidak boleh rujuk dan kembali sebelum ia menikah dengan pria lain.
Sehingga bercampurnya Anda dengan mantan isteri sebelum ada rujuk dan nikah ulang termasuk dalam kategori zina.
Karena itu Anda berdua harus bertobat dengan tobat nasuha. Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita semua. Amin
Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr.wb.
Ustadz Fauzi Bahreisy
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini

X