0878 8077 4762 [email protected]

Pilar-Pilar Kesempurnaan Puasa Umat Islam

Oleh: Sharia Consulting Center
 
Shaum atau shiyam bermakna menahan (al-imsaak), dan menahan itulah aktivitas inti dari puasa. Menahan makan dan minum serta segala macam yang membatalkannya dari mulai terbit fajar sampai tenggelam matahari dengan diiringi niat. Jika aktivitas menahan ini dapat dilakukan dengan baik, maka seorang muslim memiliki kemampuan pengendalian, yaitu pengendalian diri dari segala hal yang diharamkan Allah.
Al-Quran menjelaskan bahwa ibadah puasa adalah ibadah alamiyah (universal) yang dilakukan oleh umat-umat terdahulu. Bahkan tradisi puasa juga dilakukan oleh binatang-binatang. Hakikat ini mengantarkan pada kita bahwa puasa adalah suatu aktivitas yang sangat dibutuhkan oleh manusia untuk menuju tingkat kesempurnaannya.
Oleh karena itu orang-orang beriman harus mengetahui segala hal yang terkait dengan puasa, sehingga ibadah itu dapat menghasilkan sesuatu yang paling maksimal dalam kehidupan dirinya, keluarga dan  masyarakat. Baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam berpuasa, orang beriman tentunya harus mengikuti tuntunan Rasul Saw atau sesuai dengan adab-adab Islam sehingga puasanya benar. Dalam hal ini bahwa yang harus diperbanyak dalam bulan Ramadhan adalah ibadah, bukan makan atau memindahkan jadwal makan, apalagi daftar dan menu makan lebih banyak dari hari biasa. Pilar-pilar di bawah ini yang dapat mengantarkan kesempurnaan puasa umat Islam.
1. Memahami Fiqih Shiyam (Puasa)
Setiap ibadah dalam Islam pasti ada fiqihnya, begitu juga shiyam. Maka memahami fiqih dalam setiap ibadah adalah suatu keniscayaan yang tidak boleh ditinggalkan orang-orang beriman.
Dengan fiqih inilah, puasa yang dilakuakan oleh umat Islam benar-benar bernilai ibadah dan bukan tradisi yang dilakukan hanya sekedar ikut-ikutan tanpa mengetahui adab-adabnya dan segala sesuatu yang terkait dengan puasa.
Bukankah banyak umat Islam yang berpuasa cuma mengikuti arus orang banyak dan tradisi yang berjalan secara turun temurun?
Di beberapa daerah di Indonesia, setelah sahur, masyarakat turun ke jalan, sebagiannya tidak shalat Shubuh. Jalan-jalan ke sana kemari tidak ada sasaran yang jelas, kecuali menghabiskan waktu. Bahkan sebagian mereka — mungkin sebagian besar — berjalan-jalan dengan lawan jenisnya, bukan suami-istri. Tradisi yang lain jalan-jalan menunggu waktu berbuka, bahasa Sundanya  ngabuburit. Tradisi lain main-main di masjid saat shalat tarawih, atau menyimpan banyak sekali daftar makanan. Tradisi yang buruk dan membahayakan adalah main petasan dan masih banyak lagi.
Puasa bukanlah sekedar tidak makan dan tidak minum, tapi ada rambu-tambu kehidupan yang harus ditaati, sehingga puasa itu menjadi sarana tarbiyyah (pendidikan) menuju kehidupan yang bertaqwa kepada Allah Swt. Puasa seperti inilah yang bisa menghapus dosa seorang muslim, Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيماناً واحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ ما تَقَدّمَ مِنْ ذَنْبِهِ،
Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan sepenuh iman dan kesungguhan, maka akan diampunkanlah dosa-dosa yang pernah dilakukan.” (HR. Bukhari dan Muslim ).
2. Mengetahui awal dan akhir Ramadhan dengan benar.
Salah satu yang prinsip dan harus diketahui oleh setiap muslim adalah pengetahun tentang awal dan akhir Ramadhan, sehingga ibadah yang dilakukannya sesuai sunnah Rasul saw . dalam beberapa hadits Rasulullah saw . telah menetapkan awal dan akhir Ramadhan, beliau bersabda:
صُومُوا لِرُؤْيتِهِ وأَفْطِرُوا لِرُؤْيتِهِ فإِن غُمّ عَلَيْكُم فَأكْمِلُوا العِدة
Artinya: ”Puasalah kamu jika melihat bulan, dan berbukalah kamu jika melihat bulan. Jika terhalang (mendung) maka sempurnakan bilangannya” (Muttafaqun ‘alaihi).
Pembahasan penentuan awal dan akhir Ramadhan telah dilakukan secara rinci sebelumnya
3. Tidak berbuka tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat Islam.
Seorang muslim yang di bulan Ramadhan tidak berpuasa atau berbuka tanpa alasan syari, maka dia telah melakukan dosa besar. Karena puasa Ramadhan adalah salah satu dari rukun Islam. Rasulullah Saw bersabda :
مَنْ أفْطَرَ يَوْماً مِنْ رَمَضَانَ منْ غَيْرِ رُخْصَةٍ ولا مَرَضٍ لَمْ يَقْضِ عنهُ صَوْمُ الدّهْرِ كُلّهِ وإنْ صَامَهُ”
Barangsiapa tidak puasa pada bulan Ramadhan sekalipun sehari tanpa alasan rukhshah atau sakit, hal itu (merupakan dosa besar) yang tidak bisa ditebus, bahkan seandainya ia berpuasa selama satu tahun (HR.At-Turmudzi).
4. Menjauhi hal-hal yang dapat mengurangi atau bahkan menggugurkan nilai shiyam
Puasa merupakan pengendalian diri dari segala sesuatu yang haram, syubhat, dan perkataan serta perbuatan yang tidak terpuji. Sehingga orang-orang beriman harus berusaha semaksimal mungkin menjaga puasanya dan tidak dirusak dengan perkataan dan perbuatan yang tidak terkait dengan nilai ibadah, khususnya ibadah puasa. Rasulullah bersabda bahwa:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لله حَاجَةٌ في أنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Barangsiapa yang selama berpuasa tidak juga meninggalkan kata-kata bohong bahkan mempraktekkannya, maka tidak ada nilainya bagi Allah, apa yang ia sangkakan sebagai puasa, yaitu sekedar meninggalkan makan dan minum” (HR.Bukhari dan Muslim).
5. Bersungguh-sungguh puasa karena Allah SWT dengan keyakinan penuh akan kebaikan-kebaikannya
Rasulullah Saw. bersabda:
من صام يوما في سبيل الله بعد الله وجهه عن النار سبعين خريفا
Barangsiapa berpuasa sehari di jalan Allah, maka Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka selama 70 tahun” (Muttafaqun ‘alaihi).
6. Bersahur
Makan pada waktu sahur adalah berkah. Bagi orang yang hendak berpuasa, disunnahkan untuk makan sahur pada saat sebelum tiba waktu subuh (fajar), sahur merupakan makanan yang berkah (Al-ghada’ al-mubarak). Dalam hal ini Rasulullah bersabda bahwa :
“تسحروا فإن في السحور بركة
Makan sahurlah, karena pada makan sahur ada keberkahan” (HR Muslim)
السحور أكلة بركة فلا تَدَعوه ولو أن أحدكم تجرَّع جرعة ماء، فإن اللّه وملائكته يصلون على المتسحرين” (رواه الإمام أحمد عن أبي سعيد الخدري)
Makanan sahur semuanya bernilai berkah, maka jangan kalian tinggalkan, sekalipun hanya dengan seteguk air. Allah dan para Malaikat mengucapkan salam kepada orang-orang yang makan sahur (HR. Ahmad).
7. Ifthar (berbuka puasa)
Ketika waktu Maghrib telah tiba, yakni saat matahari telah terbenam, maka saat itulah waktu berbuka. Sangat ditekankan kepada orang yang berpuasa untuk segera berbuka puasa.
Rasulullah pernah menyampaikan bahwa salah satu indikasi kebaikan umat, manakala mereka mengikuti sunnah dengan mendahulukan ifthar dan mengakhirkan sahur.
Sabda Rasulullah Saw, “Sesungguhnya termasuk hamba Allah yang paling dicintai oleh-Nya ialah mereka yang bersegera berbuka puasa.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Bahkan beliau mendahulukan ifthar, walaupun hanya dengan ruthab (kurma mengkal), atau tamar (kurma), atau air saja (HR. Abu Daud dan Ahmad).
8. Berdoa
Sesudah menyelesaikan ibadah puasa dengan berifthar, Rasulullah Saw sebagaimana yang beliau lakukan sesudah menyelesaikan suatu ibadah, dan sebagai wujud syukur kepada Allah, beliau membaca doa sebagai berikut:
عن أنس قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال : بسم الله اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطر ت. وزاد ابن عباس وقال: فتقبل مني إنك انت السميع العليم.
وعن ابن عمر قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا افطر قال : ذهب الظمأ وابتلـت العروق وثبت الاجر إن شاء الله
Ya Allah, karena Engkau kami berpuasa, dan atas rezeki-Mu kami berbuka”, dan ditambahkan oleh Ibnu Abbas: “Maka terimalah doaku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Dan dari Ibnu Umar menceritakan ketika Rasulullah Saw berbuka, beliau mengucapkan: Telah hilang rasa haus dan basahlah tenggorokan serta ditetapkanlah ganjaran, atas kehendak Allah.”
Rasulullah bahkan mensyariatkan agar orang-orang yang berpuasa banyak memanjatkan doa, sebab doa mereka akan dikabulkan oleh Allah.
Dalam hal ini beliau pernah bersabda bahwa, “Ada tiga kelompok manusia yang doanya tidak ditolak oleh Allah. Yang pertama ialah doa orang-orang yang berpuasa, sehingga mereka berbuka.” (HR.Ahmad dan Turmudzi).
(Baca juga: Orang Yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa dan Wajib Membayar Fidyah)
Sumber:
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center

Panggilan Nabawi

Oleh: M. Lili Nur Aulia
 
Manfaatkanlah lima perkara sebelum datangnya lima perkara: manfaatkan masa mudamu sebelum datangnya masa tuamu, manfaatkanlah masa sehatmu sebelum datangnya masa sakitmu, manfaatkanlah masa kayamu sebelum datangnya masa fakirmu, manfaatkanlah masa luangmu sebelum datang masa sibukmu dan manfaatkanlah masa hidupmu sebelum datangnya masa matimu.
Besok Anda akan pergi, dimanakah bekal Anda?! Tahun-tahun adalah fase-fase, bulan-bulan adalah jarak yang sangat jauh, hari-hari adalah jarak yang begitu panjang, nafas adalah langkah-langkah dan ketaatan-ketaatan adalah modal, kemaksiatan adalah perampok yang membegal milik berharga kita di tengah jalan, dan keuntungan adalah surga, sedangkan kerugian artinya adalah neraka. Maka bangun dan bangkitlah untuk melakukan kebaikan dan kibarkanlah slogan Anda di bulan ini seperti:

  1. Sudah lewat waktu tidur dan telah datang waktu ibadah
  2. Tidak akan ada seorangpun yang mendahului saya mendekati Allah.
  3. Saya akan sungguh-sungguh beribadah kepada-Mu tidak sebagaimana hari yang lalu.
  4. Saya akan menyegerakan taat kepada-Mu wahai Tuhanku agar Engkau ridha.
  5. Mari Bersama orang-orang shalih generasi pertama.
  6. Sungguh saya akan lebih mendekat kepada Rabb-ku yang akan memberiku petunjuk.

Gantungkan slogan ini di dalam kamar tidur Anda atau di dalam mobil Anda atau letakan ia pada barang bawaan Anda; agar selalu mengingatkan Anda dengan ketaatan.
Sumber:
Ramadhan Sepenuh Hati, M. Lili Nur Aulia

Orang yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa dan Wajib Membayar Fidyah

Oleh : Sayyid Sabiq
 
Jika berpuasa, di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan, benar-benar memberatkan. Maka orang tua renta, orang sakit yang kecil kemungkinan sembuh, dan para pekerja berat yang penghasilannya pas-pasan, diperbolehkan tidak berpuasa
Dan sebagai gantinya, mereka harus memberi makan satu orang miskin setiap hari, satu mud, setengah sha’ atau satu sha’, sesuai perbedaan pendapat dalam masalah ini, karena dari Sunnah sendiri tidak ada keterangan yang menetapkan takarannya yang pas.
Ibnu Abbas berkata, “Orang tua renta diperbolehkan tidak puasa, tetapi ia harus memberi makan satu orang miskin setiap hari, dan tak perlu mengqadha.” (H.R. Daruquthni dan Hakim)
Keduanya menyatakan bahwa riwayat ini shahih.
Atha’ meriwayatkan bahwa ia mendengar Ibnu Abbas ra. membaca ayat, “Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Ibnu Abbas berkata, “Ayat itu tidak- mansukh (terhapus). Ayat ini diperuntukkan bagi orang tua renta yang tidak mampu berpuasa. Karena itu, ia harus memberi makan satu orang miskin setiap harinya.” (H.R. Bukhari)
Orang sakit yang kecil kemungkinan untuk dapat sembuh dan tidak kuat berpuasa, maka hukumnya sama dengan orang tua renta, tidak ada bedanya. Begitu juga dengan para pekerja berat yang penghasilannya pas-pasan.
Syekh Muhammad Abdu berkata, “Maksud ayat ‘…..orang yang berat menjalankannya...” adalah orang-orang tua renta, orang-orang yang sakit menahun yang kecil kemungkinannya sembuh, dan orang-orang yang sama keadaannya dengan mereka, misalnya saja para pekerja berat, seperti para pekerja di tambang batu bara atau para narapidana yang menjalani kerja paksa seumur hidupnya yang benar-benar kesulitan jika harus berpuasa, sementara itu mereka memiliki harta untuk membayar fidyah.
Begitu juga dengan wanita hamil dan yang sedang menyusui. Jika mereka berpuasa akan membahayakan keselamatan diri mereka dan anak-anak mereka, maka mereka boleh tidak puasa tetapi wajib membayar fidyah dan tidak wajib mengqadha. Ini adalah pendapat Ibnu Umar dan Ibnu Abbas.
(Simak: Video Ceramah Hukum-Hukum Puasa)
Ikrimah ra. meriwayatkan bahwa mengenai firman Allah, “…dan bagi orang yang berat menjalankannya…”
Ibnu Abbas menjelaskan bahwa ayat ini merupakan “keringanan bagi orang tua renta yang tidak kuat berpuasa. Keduanya boleh tidak puasa dan menggantinya dengan memberi makan satu orang miskin setiap harinya.
Begitu juga dengan wanita hamil atau wanita yang sedang menyusui, jika berpuasa akan membahayakan anak mereka, maka mereka boleh tidak puasa dan sebagai gantinya adalah membayar fidyah”. (H.R. Abu Daud)
Bazzar juga meriwayatkan hadits yang sama, dengan tambahan di bagian akhirnya,
Saat itu, Ibnu Abbas berkata kepada wanita yang sedang hamil, ‘Kamu sama dengan orang yang tidak mampu berpuasa. Kamu harus membayar fidyah dan tidak perlu mengqadha.” (Daruquthni menshahihkan sanad riwayat ini.)
Nafi’ menceritakan bahwa Ibnu Umar pernah ditanya mengenai perempuan hamil yang khawatir akan keselamatan anaknya jika ia berpuasa, maka ia menjawab, “Ia tidak perlu puasa, tetapi ia harus memberi makan satu orang miskin setiap harinya, satu mud gandum.” (H.R. Malik dan Baihaqi).
(Baca juga: Rukun Puasa)
Dalam sebuah hadits disebutkan, “Sesungguhnya, Allah memberi keringanan bagi musafir untuk tidak puasa dan mengqashar shalat, sedangkan wanita hamil atau menyusui diberi keringanan untuk tidak puasa.”
Para ulama Hanafi, Abu Ubaid, dan Abu Tsaur berpendapat bahwa wanita hamil atau menyusui harus mengqadha dan tidak perlu membayar fidyah.
Ahmad dan Syafi’i berpendapat bahwa jika puasanya akan membahayakan anaknya maka ia lebih baik tidak puasa, tetapi harus mengqadha dan membayar fidyah. Namun jika puasanya akan membahayakan dirinya saja atau dirinya dan anaknya maka ia harus mengqadha dan tidak perlu membayar fidyah.
Sumber:
Fiqh Sunnah Jilid I, Sayyid Sabiq, Penerbit Al I’tishom Cahaya Umat

Puasa dan Sabar

Tausiyah Iman – 24 Mei 2016
 
Membiasakan diri dan mendidik jiwa untuk bertaqwa  merupakan hikmah terbesar dari puasa Ramadhan. Meninggalkan yang sebenarnya dibolehkan terlebih lagi yang terlarang.
Semua dilakukan semata-mata patuh terhadap perintah Allah SWT dan berharap masuk surga dari pintu ar-royyan yang telah dijanjikan.
Sabar dalam melaksanakan perintah puasa akan mempermudah untuk meninggalkan segala yang haram.
Bukankah sabda Rasulullah SAW :
“ash-shiyam nisfus shobri, puasa itu setengah dari kesabaran” (HR. Ibnu Majah).
(Baca juga: Tanda Orang Tertipu)
Ustadz Adi Setiawan, Lc., MEI
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman