0878 8077 4762 [email protected]

Panduan Shalat Tarawih (bagian 1)

Oleh: Sharia Consulting Center
 
Qiyam (Shalat Malam) Ramadhan berupa shalat tarawih adalah salah satu rangkaian ibadah pada bulan Ramadhan. Hukumnya sangat dianjurkan oleh Rasulullah (sunnah), bahkan beliau tidak pernah meninggalkannya.
Namun dalam pelaksanaannya, seringkali terdapat gangguan dalam ukhuwwah Islamiyyah (persatuan Islam) yang hukumnya lebih wajib.
Hal itu disebabkan oleh beberapa perbedaan yang terkait dengan pelaksanaannya. Karena itu kami membuat panduan ini, agar umat Islam dapat memahami berbagai aspek dan alasan perbedaannya.
Harapan kami setelah mengetahui seluk beluk perbedaan tersebut, dapat melahirkan sikap saling memahami dan menghormati dalam melaksanakan qiyam Ramadhan dengan tetap menjaga rasa ukhuwah Islamiyyah.
Anjuran Melaksanakan Qiyam dan Tarawih di Bulan Ramadhan
Merupakan anjuran Nabi Saw untuk menghidupkan malam Ramadhan dengan memperbanyak shalat. Sebagaimana hal itu juga dapat terpenuhi dengan mendirikan tarawih di sepanjang malamnya.
Fakta adanya pemberlakuan shalat tarawih secara turun temurun sejak Nabi Saw hingga sekarang merupakan dalil yang tidak dapat dibantah akan masyru’iyahnya (disyariatkan untuk dikerjakan). Oleh karenanya para ulama menyatakan konsensus dalam hal tersebut. Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَغِّبُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ بِعَزِيمَةٍ وَيَقُولُ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: Dari Abu Hurairah menceritakan, bahwa Nabi Saw sangat menganjurkan qiyam Ramadhan dengan tidak mewajibkannya. Kemudian Nabi Saw bersabda: ”Barangsiapa yang mendirikan shalat di malam Ramadhan penuh dengan keimanan dan harapan maka ia diampuni dosa-dosa yang telah lampau “ (Muttafaq ‘alaihi, lafazh Imam Muslim dalam shahihnya: 6/40)
Pemberlakuan Jamaah Shalat Tarawih
Pada awalnya shalat tarawih dilaksanakan Nabi Saw dengan sebagian sahabat secara berjamaah di masjidnya, namun setelah berjalan tiga malam, Nabi Saw membiarkan para sahabat melakukan tarawih secara sendiri-sendiri.
Hingga suatu saat kemudian, ketika Umar bin Khattab menyaksikan adanya fenomena shalat tarawih yang terpencar-pencar dalam masjid Nabi Saw, terbesit dalam pikiran Umar untuk menyatukannya. Sehingga terselenggaralah shalat tarawih berjamaah yang dipimpin Ubay bin Kaab.
(Baca juga: Perkara yang Membatalkan Puasa)
Hal itu sebagaimana terekam dalam hadits muttafaq alaihi riwayat ‘Aisyah (al-Lu’lu’ wal Marjan: 436).
Dari sini mayoritas ulama menetapkan sunnahnya pemberlakuan shalat tarawih secara berjamaah (lihat Syarh Muslim oleh Nawawi : 6/39).
Wanita Melaksanakan Tarawih
Pada dasarnya keutamaan wanita dalam menjalankan shalat, termasuk shalat tarawih lebih baik dalam rumahnya.
Namun jika tidak ke masjid, dia tidak berkesempatan melaksanakannya. Maka kepergiannya ke masjid untuk hal tersebut akan memperoleh kebaikan yang sangat banyak. Pelaksanaannya tetap memperhatikan etika wanita ketika berada di luar rumah. *bersambung
Sumber :
Panduan Lengkap Ramadhan, Sharia Consulting Center

Pelaksanaan Bayi Tabung di Bulan Ramadhan

Assalamualaikum wr.wb.
Yth ustad. Saya mau tanya dan mohon masukannya. Saya dan suami sudah 4 tahun menikah dan belum dikaruniai buah hati. Berbagai cara telah kami lakukan seperti: program, sedekah, berdoa dll. Sehingga kami memutuskan untuk mengikuti program bayi tabung yang bertepatan saat bulan Ramadhan dengan alasan saat puasa, jumlah hari libur lebih banyak sehingga waktu cuti juga jadi lebih panjang (saya dan suami sangat sulit mendapatkan cuti).
Pertanyaannya : Apakah kami boleh melakukan program bayi tabung saat puasa ramadhan?
Dengan catatan, saya harus batal puasa 2 hari (saat Pengambilan sel telur dan saat Embrio Transfer). Sedangkan suami harus batal 1 hari saat pngambilan sperma. Apakah kami boleh mengganti puasa kami di lain hari atau membayar fidyah? Terima kasih. Wassalamualaikum wr.wb
 
Jawaban
Assalamu alaikum wr.wb. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Wash-shalatu wassalamu ala Asyrafil Anbiya wal Mursalin.
Pertama, bila dimungkinkan hendaknya pelaksanaan operasi bayi tabung tersebut dilakukan di luar Ramadhan misalnya ba’da Ramadhan, atau dilakukan di malam hari Ramadhan. Sehingga tidak mengganggu ibadah puasa Ramadhan, mengingat kedudukannya yang sangat mulia.
Allah befirman, “Makanlah dan minumlah hingga menjadi terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam.” (QS al-Baqarah: 187)
Maksudnya boleh makan dan minum (tidak puasa) dari mulai maghrib hingga subuh. Setelah itu harus berpuasa dari mulai subuh hingga maghrib tiba.
(Baca juga: Konsumsi Obat Lewat Waktu Fajar Saat Puasa)
Namun apabila pelaksaan program bayi tabung tersebut hanya bisa dilakukan di bulan Ramadhan, maka tidaklah dilarang melakukannya. Mengingat kondisinya yang darurat.
Kedua, orang yang batal puasa karena melakukan operasi program bayi tabung, harus mengganti di hari yang lain di luar Ramadhan di mana kondisinya disamakan dengan orang yang sakit. (QS al-Baqarah: 184).
Pembayaran hutang puasa tersebut tanpa disertai fidyah.
Wallahu a’lam
Wassalamu alaikum wr.wb.
Ustadz Fauzi Bahreisy
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini
 

Untuk Allah, Karena Allah, Bersama Allah

Oleh: M. Lili Nur Aulia
 
Janganlah berpuasa sebagaimana kebiasaan, hanya puasa perut dan kemaluan saja.
Berapa banyak orang berpuasa, sedang dia tidak mendapatkan pahala dari puasanya kecuali hanya rasa lapar dan dahaga sebagaimana hadist nabi. Berapa banyak orang shalat malam, tapi dia tidak mendapatkan pahala dari shalatnya kecuali kepayahan dan keletihan.
Namun jadilah Anda orang yang berbeda dan istimewa. Puasalah dengan puasa yang tidak seperti biasanya. Puasalah dengan puasa yang diridhai Allah. Yaitu puasanya semua anggota badan dan lintasan (pikiran).
Apabila tiba waktu berbukanya perut dan kemaluan, jadikanlah semua indera mulai dari mata, telinga, tangan, dan kaki hingga lintasan (pikiran), tetap terus berpuasa.
Lisan berpuasa dari berdusta dan berbohong, akal berpuasa dari lintasan-lintasan yang diharamkan, mata berpuasa dari melihat yang haram.
(Baca juga: Bersaing dengan Orang yang Mati Syahid)
Tangan berpuasa dari memegang rokok, telinga berpuasa dari mendengarkan ghibah, gunjingan dan nyanyian-nyanyian yang rendah. Hati berpuasa dari mencintai perkara haram dan menikmatinya.
Dengan demikian apabila lisan berucap maka berucap tentang Allah. Apabila berbicara maka berbicara karena (untuk) Allah dan apabila diam, maka diam bersama Allah. Semuanya adalah untuk Allah, karena Allah dan bersama Allah.
Sumber:
Ramadhan Sepenuh Hati, M. Lili Nur Aulia

Ancaman Bagi yang Tidak Berpuasa Ramadhan

Oleh: Sayyid Sabiq
 
1. Ibnu Abbas ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda,
Ikatan Islam dan sendi agama ada tiga. Di atas tiga hal itulah, Islam didirikan. Barangsiapa yang meninggalkan salah satu diantaranya, berarti ia kafir dan nyawanya tidak terlindungi. Tiga hal itu adalah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, shalat fardhu, dan puasa Ramadhan.” (H.R. Abu Ya’la dan Dailami). Hadits ini dishahihkan oleh Dzahabi.
2. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda,
Barangsiapa tidak berpuasa satu hari di bulan Ramadhan tanpa sebab yang dibolehkan Allah kepadanya, maka (dosanya) tidak dapat ditebus meskipun ia berpuasa satu tahun penuh.” (H.R. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)
3. Imam Bukhari berkata, “Disebutkan dari Abu Hurairah secara marfu’, “Barangsiapa yang tidak berpuasa satu hari di bulan Ramadhan tanpa uzur atau sakit, maka (dosanya) tidak bisa ditebus dengan puasa setahun penuh.” Pendapat ini juga dianut oleh Ibnu Mas’ud.
(Baca juga: Keutamaan Berbuat Kebajikan di Bulan Ramadhan)
4. Dzahabi berkata, “Di kalangan kaum mu’minin sendiri sudah ada kesepakatan tak tertulis bahwa orang yang meninggalkan puasa Ramadhan bukan karena sakit adalah lebih buruk daripada pezina dan pemabuk, bahkan keislamannya diragukan dan dicurigai sebagai zindik serta telah melepaskan agamanya.”
Sumber :
Fiqih Sunnah Jilid 1, Sayyid Sabiq, Penerbit Al I’tishom Cahaya Umat

Bersaing dengan Orang yang Mati Syahid

Oleh: M. Lili Nur Aulia
 
Dengan ketaatan, Anda bersaing dengan orang yang mati syahid dalam kedudukan dan ada kemungkinan Anda mengalahkannya. Diriwayatkan dari Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu ‘anhu bahwa ada dua orang dari Bani Qadha’ah datang kepada Rasulullah saw, keduanya masuk Islam secara bersamaan. Salah seorang dari keduanya sangat tekun dan sungguh-sungguh beribadah dibandingkan yang satunya.
Keduanya berangkat perang di jalan Allah, kemudian seorang yang tekun dan sungguh-sungguh gugur syahid. Sedangkan yang satunya tetap hidup setelahnya selama setahun, baru kemudian meninggal.
Thalhah mengatakan, “Aku bermimpi berada di pintu surga dan tiba-tiba bertemu dengan keduanya. Pemuda yang meninggal belakangan dipersilakan lebih dahulu untuk masuk surga. Tidak lama kemudian barulah diizinkan kepada yang mati syahid (yang meninggal lebih dahulu) untuk masuk. Setelah itu ia berkata padaku, ”Pulanglah kamu belum waktunya.”
Paginya, Thalhah menceritakan apa yang dilihat dalam mimpinya kepada orang-orang. Mereka heran, bagaimana orang yang meninggal biasa bisa mendahului orang yang mati syahid untuk masuk surga. Berita itu akhirnya sampai kepada Rasulullah SAW.
(Baca juga: Perasaan Istimewa)
Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah saw, orang ini lebih tekun dan sungguh-sungguh dibandingkan temannya yang mati syahid. Kenapa temannya masuk surga lebih dulu dari yang mati syahid?” Rasulullah SAW menjawab, “Bukankah setelah itu dia hidup selama satu tahun?” Mereka menjawab, “Betul”.
Rasulullah SAW bersabda, “Dia menjumpai Ramadhan, dia berpuasa dan shalat demikian dan demikian dalam setahun?” Mereka menjawab, “Betul”. Rasulullah SAW bersabda, “Maka jarak antara keduanya lebih jauh (dibandingkan jarak) antara langit dan bumi.” (Hadits Shahih diriwayatkan oleh Ibnu Majah).
Oleh karena itu, berpuasa Ramadhan dengan puasa yang benar karena iman dan penuh harap serta merebut kebaikan-kebaikan yang ada di bulan Ramadhan akan menjadi amal ibadah luar biasa dibanding dengan lainnya.
Maka timbangan (kebaikan) Anda menjadi berat dan derajat Anda di surga menjadi tinggi. Anda berada di samping Nabi, shahabat dan orang yang mati syahid. Dan mereka adalah sebaik-baik teman.” (QS. An Nisa’: 69)
Sumber :
Ramadhan Sepenuh Hati, M. Lili Nur Aulia.