by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | Mar 22, 2016 | Konsultasi, Konsultasi Keluarga
Assalamu’alaikum wr.wb. Mohon pencerahanya. Saya sudah menikah 2 tahun dan belum dikaruniai anak. Dari awal nikah saya dan istri sering bertengkar. Istri saya bekerja sebagai perawat di salah satu Rumah Sakit di Semarang. Pendapatan istri saya lebih besar dari pada saya. Pendapatan saya buat angsuran kendaraan dan buat lain-lain hanya tersisa sedikit, jadi yang bisa saya berikan ke istri saya tidak pasti. Tapi saya tidak pernah meminta penghasilan dari istri saya. Yang jadi permasalahan dia sering menolak diajak hubungan badan, padahal tidak dalam keaadaan udzur ataupun sakit, alasannya capek karena bekerja. Kalau saya marah karena tidak dilayani, dia gantian marah terus mengungkit nafkah yang saya berikan belum pasti. Saya mohon solusi dan pencerahannya. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Jawaban
Assalamu’alaikum wr wb. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbihi. Amma ba’du:
Ada beberapa poin yang ingin saya sampaikan :
1. Mohonlah kepada Allah swt agar Anda segera diberi momongan.
Sebab keberadaan anak dalam rumah tangga adalah hiburan tersendiri dan bisa memberikan semangat untuk bisa bertahan menghadapi kesulitan hidup.
2. Sepertinya, pertengkaran yang Anda sebut di awal konsultasi, bisa jadi itulah sumber masalah belakangan ini.
Karenanya, berusahalah untuk tidak sering berselisih/bertengkar dengan istri Anda. Cari akar permasalahan dan bangun komunikasi yang baik. Jika Anda memang menginginkan perdamaian maka Allah akan memberikan taufik kepada Anda.
إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا
Jika keduanya bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. (QS. An Nisa’ : 35)
Kalau masalah ini terpecahkan serta hubungan Anda berdua harmonis dan tidak banyak bertengkar tapi saling pengertian, saling mengisi kekurangan. Insya Allah problem Anda beres. Istri tidak akan keberatan untuk melayani Anda dan tidak akan mengungkit nafkah yang Anda berikan.
3. Rezeki adalah pemberian dari Allah swt dan Allah swt memberikannya pada siapa yang Dia kehendaki sesuai dengan hikmah-Nya.
Berdo’alah dan berusaha agar Allah swt meluaskan rezeki Anda. Kesulitan atau kekurangan secara materi dalam keluarga bukan hal baru yang hanya terjadi pada keluarga Anda. Karena itu, hal ini tidaklah boleh menjadi penyebab keretakan dalam keluarga. Suami istri haruslah siap berbagi kesulitan, bukan hanya kebahagian. Kembali lagi saya katakan : bangunlah komunikasi yang baik.
4. Kewajiban memberi nafkah adalah tanggungjawab Anda, bukan istri.
Maka termasuk tindakan yang benar bila Anda tidak minta pengasilan dari isteri Anda. Kecuali istri Anda ingin membantu dengan sukarela.
5. Memang disebutkan dalam riwayat bahwa istri yang menolak ajakan suami untuk berhubungan akan mendapatkan laknat sampai pagi hari.
Tentunya, jika tidak ada alasan yang bisa diterima. Namun demikian, suami harus tetap memperhatikan kondisi istri dan berusaha mengetahui apakah penolakannya, karena memang kondisi fisik yang tak memungkinkan atau kondisi perasaan hati yang tidak nyaman disebabkan komunikasi yang tidak baik.
Wallahu a’lam.
Wassalamu’alaikum wr wb.
Ustadz Fauzi Bahreisy
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini
by Muhammad Syukron msyukron | Mar 22, 2016 | Artikel, Ringkasan Taklim
Ringkasan Kajian Kontemporer Majelis Taklim Al Iman
Agar Tidak Tersentuh Api Neraka
Ahad, 6 Maret 2016
Pukul 18.00-19.30
Di Pusat Dakwah Yayasan Telaga Insan Beriman, Jl. H. Mursid No.99B, Kebagusan, Jakarta Selatan.
Bersama:
KH. Dr. Bakrun Syafi’i, MA
Kunci agar kita selamat dalam kehidupan akhirat dan terhindar dari siksa neraka adalah mati dengan membawa iman.
Allah pun mengingatkan kita agar janganlah mati kecuali dalam keadaan beriman. FirmanNya: “Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, dan janganlah engkau mati kecuali dalam keadaan muslim” (QS.Ali-Imran : 102).
Seorang muslim yang baik harus senantiasa berupaya agar mampu mempertahankan keimanan agar terhindar dari siksa neraka.
Tips menjaga keimanan dan agar tidak disentuh api neraka perspektif QS.Hud : 113-115 ada 5 :
1. Tidak condong, terlebih berpihak kepada orang-orang yang dzalim.
Sebagai contoh sikap condong dan berpihak pada orang dzalim adalah memilih pemimpin non muslim disaat ada calon pemimpin muslim. Sikap condong kepada orang-orang yang dzalim akan mengantarkan pelakunya pada neraka dan tidak memperoleh pertolongan dari Allah. “Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang dzalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, sedangkan kamu tidak memiliki seorang penolongpun selain Allah, sehingga kamu tidak akan diberi pertolongan” (QS.Hud :113).
2. Menegakkan shalat pada waktu-waktu yang telah Allah tetapkan.
3. Mengisi hari-hari dengan kebaikan, sebab kebaikan akan menghapus kesalahan-kesalahan yang kita lakukan.
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan” (QS.Hud : 114).
4. Mendengarkan nasihat. Sebab nasihat mampu mengarahkan kita sehingga terhindar dari kemaksiatan.
5. Sabar. Baik dalam beribadah maupun dalam menerima ujian dari Allah “Karena sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan” (QS.Hud : 115).
***
Majelis Ta’lim Al Iman
Tiap Ahad. Pkl. 18.00-19.30
Kebagusan, Jakarta Selatan.
Jadwal Pengajian:
Tadabbur Al Qur’an tiap pekan 2 dan 4 bersama Ust. Fauzi Bahreisy
Kitab Riyadhus Shalihin tiap pekan 3 bersama Ust. Rasyid Bakhabzy, Lc
Kontemporer tiap pekan 1 bersama ustadz dengan berbagai disiplin keilmuwan.
Kunjungi AlimanCenter.com untuk mendapatkan info, ringkasan materi dan download gratis audio/video kajian setiap pekannya.
•••
Salurkan donasi terbaik Anda untuk mendukung program dakwah Majelis Ta’lim Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!
by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | Mar 21, 2016 | Konsultasi, Konsultasi Umum
Assalamuallaikum, wr.wb. Saya ingin bertanya tentang hukum-hukum perzinahan. Apakah obrolan yang menyinggung hubungan intim juga termasuk perzinahan? Mohon dijawab, terima kasih. Wassalamuallaikum. Wr.wb.
Jawaban
Assalamu alaikum wr.wb.
Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbihi. Amma ba’du:
Kalau obrolan tersebut antara suami dan isteri serta tidak didengar oleh orang lain, maka tidak apa-apa.
Namun jika obrolan tersebut dilakukan bukan antar suami isteri, dan dilakukan bukan dalam kondisi darurat (misalnya untuk pengobatan atau konsultasi kesehatan), maka hukumnya menjadi dosa dan termasuk zina.
Rasul saw bersabda, “Zina mata adalah dengan melihat. Zina telinga adalah dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan ucapan. Zina tangan adalah dengan memegang. Zina kaki dengan melangkah. Sementara kalbu menginginkan dan mengharapkan. Lalu hal itu dibenarkan atau didustakan oleh kemaluan.” (HR Muslim)
Jadi sekedar membicarakan hal yang menjurus kepada hubungan intim dan sejenisnya sudah termasuk zina. Hanya saja, zina tersebut bukan zina hakiki (jima) yang menyebabkan pelakunya dalam syariat mendapat hukuman cambuk atau rajam. Ia adalah hal-hal yang mengantar pada zina hakiki dan karenanya dilarang.
Orang yang melakukan zina tersebut harus segera bertobat dengan tobat nasuha seraya memohon taufik dan petunjuk dari Allah Swt agar terhindar dari perbuatan haram di atas.
Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr.wb.
Ustadz Fauzi Bahreisy
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini
by Adi Setiawan Lc. MEI Adi Setiawan | Mar 21, 2016 | Artikel, Dakwah
Oleh: Adi Setiawan, Lc., MEI
Dewasa ini kata walimah lebih dikenal sebagai hidangan yang dibuat dalam sebuah perayaan pernikahan. Hal demikian disebabkan karena berkumpulnya keluarga kedua mempelai.
Pertanyaanya, benarkah walimah hanya untuk perayaan pernikahan saja, atau boleh untuk perayaan-perayaan lainnya?
Kata “walimah”, berasal dari bahasa arab. Dengan sinonim “al-jam’u wa adh-dham”, yang berarti “berkumpul”. Ketika ada yang menyebutkan “أولم الرجل “, maka maksudnya adalah “ia seseorang pria yang sempurna”, sempurna fisiknya sekaligus mulia akhlaknya.
Kemudian Syeikh Muhammad Abdul ‘Athi Buhairi menerangkan bahwa sejatinya walimah itu adalah setiap undangan, atau pun panggilan kepada orang lain untuk berkumpul. Sebagai ungkapan kesyukuran dan kegembiraan yang terjadi seperti pernikahan, khitan dan lainnya.
Jadi walaupun kata walimah lebih dikenal sebagai perayaan untuk sebuah pernikahan akan tetapi boleh digunakan untuk perayaan lainnya.
Untuk lebih jelasnya, berikut beberapa jenis walimah yang perlu kita ketahui bersama:
- Walimatun nikah, yaitu hidangan ketika pernikahan.
- Walimatul khurs, yaitu hidangan ketika wanita bebas dari nifas (melahirkan anaknya).
- Aqiqah, yaitu hidangan berupa hewan yang disembilih pada hari ketujuh dari kelahiran.
- Wakirah, yaitu hidangan atau hewan yang disembilih atas pembangunan bangunan baru.
- Wadhimah, yaitu hidangan yang diberikan kepada ahlil mayyit oleh mereka yang berta’ziyah.
- Walimatun naqi’ah, yaitu undangan atas kehadiran musafir (perjalanan jauh dan lama).
- Al-‘Aziz, yaitu hidangan ketika acara khitan.
- Ma’dabah, yaitu hidangan yang dibuat tanpa penyebab khusus. Untuk mencari pahala semata.
- Haziqah, yaitu hidangan yang dibuat ketika ada yang khatam al-qur’an. Atau khatam hafalannya.
- Al-qura, yaitu hidangan untuk tamu.
- Fara’ dan ‘Atirah, yaitu sembelihan pada bulan rajab pada masa jahiliyah yang kemudian diperbolehkan oleh Rasulullah lewat hadits, ”Sembelihlah ternak kalian untuk Allah di bulan apa saja” (HR. Ahmad).
Waallahu A’lam bisshawab.
by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | Mar 20, 2016 | Konsultasi, Konsultasi Ibadah
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Saya mau bertanya tentang nikah. Saya dan pacar saya mau menikah, tetapi ayah dia tidak tau dimana karena ayah dan ibunya telah bercerai dan ibunya sudah menikah lagi. Kami bingung karena ayah kandungnya sebagai wali nikah tidak ada, kalau mau minta saudara ayah kandungnya tidak terlalu kenal jadi kami minta kakak dia biar jadi wali nikah tetapi kakaknya tidak mau. Jadi kami harus bagaimana agar tetap bisa menikah? Bolehkah dengan wali hakim?
Jawaban
Assalamu alaikum wr.wb. Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Washshalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbihi ajmain. Amma ba’du:
Jumhur ulama sepakat bahwa akad nikah itu harus dengan adanya wali yang sah dan dua saksi yang adil. Tanpa keduanya, maka nikah itu menjadi batal.
Dan harus diperhatikan bahwa akad nikah bukanlah akad antara laki-laki dan wanita, tetapi akad itu dilakukan antara wali wanita dengan calon suaminya. Mereka berdua ini yang melakukan ijab kabul dengan disaksikan dua orang saksi yang adil.
Dalam Nail al-Authar dijelaskan bahwa Nabi saw bersabda, “Tidak ada nikah tanpa wali.”
Beliau saw juga bersabda, “Siapapun perempuan yang menikah tanpa izin walinya maka nikahnya batil, nikahnya batil, nikahnya batil.”
Dalam hal ini yang berhak menjadi wali tidak boleh orang lain, tetapi sudah ada urutannya yang baku dalam hukum Islam.
Bila tiba-tiba ada pihak lain yang menjadi wali, maka perbuatan itu dosa besar karena membolehkan terjadinya perzinaan. Apalagi bila orang-orang yang berhak menjadi wali masih ada dan memenuhi syarat.
Maka mengambil alih perwalian sama saja dengan menghalalkan zina. Dan dalam Islam, orang-orang yang menjadi wali bagi wanita telah ada kententuannya sendiri.
Nah, dalam kitab Kifayatul Akhyar disebutkan urutan wali nikah adalah sebagai berikut:
- Ayah kandung
- Kakek, atau ayah dari ayah
- Saudara (kakak/ adik laki-laki) se-ayah dan se-ibu
- Saudara (kakak/ adik laki-laki) se-ayah saja
- Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah dan se-ibu
- Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah saja
- Saudara laki-laki ayah
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah (sepupu)
Jadi, dalam kasus Anda yang semestinya jadi wali adalah ayah calon isteri. Namun kalau sudah dicari tidak diketahui identitasnya, maka hak kewalian ada pada kakek (orang tua ayah). Jika tidak ada pula, hak perwalian berpindah kepada urutan sesudahnya, yaitu saudara laki-laki calon isteri; bukan saudara ayah (paman).
Jika kakaknya ada, tetapi tidak mau, maka harus ditanyakan apa alasannya tidak mau menjadi wali. Barangkali karena tidak tahu kalau ia berhak; atau karena takut karena tidak pengalaman, atau sebab lain. Dalam kondisi demikian, hendaknya ia dibujuk dan diberi pemahaman untuk mau menjadi wali.
Ketika urutan daftar para wali itu telah tidak ada semua (misalnya telah meninggal semua atau berlainan agama), atau tidak bisa menjadi wali karena sebab syar’i, maka Rasulullah SAW bersabda, ”Saya adalah wali bagi mereka yang tidak punya wali.” Artinya hakimlah yang menjadi walinya. Yaitu dalam konteks sekarang adalah pemerintah yang diwakili oleh pejabat resmi KUA.
Kondisi ini harus dengan syarat bahwa orang-orang yang berhak jadi wali memang telah tidak ada baik karena mati, hilang atau karena sebab lain yang tidak bisa diketahui.
Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr.wb.
Ustadz Fauzi Bahreisy
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini