by Yayasan Telaga Insan Beriman (Al-Iman Center) | May 24, 2016 | Artikel, Ramadhan
Oleh : Sayyid Sabiq
Definisi Puasa
Secara bahasa, puasa berarti “menahan”. Allah SWT berfirman, “Aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha Pengasih.” (QS. Maryam: 26). Berpuasa disini, bermakna “menahan diri dari berbicara”.
Secara istilah, berpuasa berarti “menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, sejak terbit fajar hingga matahari terbenam, dengan disertai niat.”
Keutamaan Puasa
- Abu Hurairah ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT berfirman, ‘Semua amalan manusia adalah untuk dirinya, kecuali puasa. Sesungguhnya, puasa itu untuk-Ku, dan Aku yang akan memberinya ganjaran.’ Puasa itu adalah perisai, maka ketika datang saat berpuasa, janganlah berkata keji, berteriak-teriak, atau mencaci-maki. Jika dicaci-maki atau diajak berkelahi, hendaklah ia menjawab, ‘Aku sedang puasa. Aku sedang puasa.’ Demi Tuhan yang nyawa Muhammad berada di tangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah pada hari kiamat daripada bau kesturi. Orang yang berpuasa memperoleh dua kegembiraan: saat berbuka, ia bergembira dengan berbukanya, dan saat bertemu Tuhannya, ia bergembira dengan puasanya.” (HR. Ahmad, Muslim, dan Nasa’i).
- Riwayat Bukhari dan Abu Dawud berbunyi, “Puasa itu merupakan perisai. Jika seseorang di antara kalian berpuasa, janganlah berkata keji dan mencaci-maki. Jika ada orang yang mengajaknya berkelahi atau mencaci-makinya, hendaklah ia berkata, ‘Aku ini sedang puasa. Aku ini sedang puasa.’ Demi Tuhan yang nyawa Muhammad berada di tangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau kesturi. Allah berfirman, ‘Ia tinggalkan makan, minum, dan nafsu syahwatnya untuk mencari ridha-Ku. Puasa itu adalah untuk-Ku. Akulah yang akan memberinya ganjaran dan setiap kebaikan akan mendapat ganjaran sepuluh kali lipat.“
- Abdullah bin Amr ra. meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Puasa dan Al-Qur’an akan memberi syafaat kepada seseorang pada hari Kiamat. Puasa berkata, ‘Ya Tuhan, aku telah menghalanginya makan dan melampiaskan syahwatnya di siang hari. Karena itu, berilah dia syafaat.’ Al-Qur’an juga berkata, ‘Aku menghalanginya tidur di malam hari, maka berilah dia syafaat.’ Lalu syafaat keduanya di terima oleh Allah.” (HR. Ahmad dengan sanad yang shahih).
- Abu Umamah berkata, “Aku datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, ‘Perintahkanlah aku melakukan suatu amal yang dapat memasukkanku ke surga.’ Maka Nabi SAW bersabda, “Hendaklah kamu berpuasa, karena puasa itu tiada bandingannya.’ Kemudian aku mendatangi Nabi kedua kalinya, dan beliau tetap bersabda, ‘Hendaknya kamu berpuasa.” (HR. Ahmad, Nasa’i, dan Hakim). Hadits ini dishahihkan oleh Hakim.
- Abu Sa’id al-Khudri meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Tidaklah seorang hamba berpuasa satu hari di medan perang, kecuali Allah akan menghindarkan dirinya dari neraka sejauh (perjalanan) tujuh puluh tahun.” (HR. Jama’ah kecuali Abu Dawud).
- Sahl bin Sa’d meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya, surga itu memiliki sebuah pintu yang dinamai Ar-Rayyan (pemuas dahaga). Pada hari kiamat kelak, dipanggillah, ‘Di manakah orang-orang yang berpuasa?’ Masuklah melalui pintu Ar-Rayyan.’ Jika orang terakhir dari mereka telah masuk, maka pintu itu pun ditutup.” (HR. Bukhari dan Muslim).
[Baca juga: Fiqih Wanita Berkaitan dengan Ramadhan (bagian 1)]
Sumber:
Fiqih Sunnah Jilid 1, Sayid Sabiq, Penerbit Al I’tishom Cahaya Umat
by Fahmi Bahreisy Lc fahmibahreisy | May 24, 2016 | Artikel, Tausiyah Iman
Tausiyah Iman – 15 Mei 2016
Berjuang untuk Islam bukanlah dengan cara mengukir “Allahu Akbar” di bendera atau lisan kita, tetapi yang dinamakan dengan berjuang demi Islam ialah dengan cara mengisi hati kita dengan hakikat dari “Allahu Akbar.”
Jadikan Ia sebagai motivasi kita dalam beramal dan sebagai orientasi dalam kehidupan, bukan ketenaran, harta, kedudukan dan lainnya.
Ustadz Fahmi Bahreisy, Lc
(Baca juga: Jangan Memandang Rendah Orang Lain)
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | May 23, 2016 | Artikel, Tausiyah Iman
Tausiyah Iman – 14 Mei 2016
Nasihat Imam Nawawi:
“Jangan pernah meremehkan siapapun sebab kesudahannya masih misteri dan akhir hidupnya tidak ada yang tahu.
Bila melihat ahli maksiat, jangan merasa dirimu lebih baik. Bisa jadi dalam ilmu Allah, kedudukannya lebih tinggi darimu, sementara engkau termasuk orang fasik dan dia yang menolongmu di hari kiamat.
Bila melihat anak muda, pandanglah ia sebagai orang yang lebih baik darimu sebab dosanya lebih sedikit.
Bila melihat orang yang lebih tua, pandanglah ia lebih baik darimu karena lebih dulu berislam.
Bila melihat orang kafir, jangan langsung divonis masuk neraka sebab mungkin saja ia masuk Islam dan mati sebagai muslim.”
Ustadz Fauzi Bahreisy
(Baca juga: Antara Waktu dan Iman)
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
by Sharia Consulting Center scc | May 23, 2016 | Artikel, Muslimah, Ramadhan
Oleh: Sharia Consulting Center
Wanita muslimah yang sudah baligh dan berakal, pernah mengalami haid dan hamil maka ia wajib berpuasa di bulan Ramadhan, sebagaimana perintah puasa dalam Al Qur’an. Namun bila syarat tidak terpenuhi seperti wanita bukan muslim, belum baligh, tidak berakal, dan dalam keadaan haidh atau nifas maka tidak diwajibkan berpuasa.
1. Wanita haidh atau nifas
Wanita yang sedang haidh atau nifas diharamkan melakukan puasa, jika ia melakukannya maka berdosa. Apabila seorang wanita sedang berpuasa keluar darah haidhnya baik di pagi, siang, sore ataupun sudah menjelang terbenamnya matahari, maka ia wajib membatalkannya. Dan wajib meng-qadha (mengganti) setelah ia bersuci. Sedangkan jika wanita tersebut suci sebelum fajar walaupun sekejap, maka ia wajib berpuasa pada hari itu walau mandinya baru dilakukan setelah fajar.
(Simak juga: Video Empat Langkah Menuju Ramadhan)
2. Wanita tua yang tidak mampu berpuasa
Seorang wanita yang lanjut usia yang tidak mampu lagi untuk berpuasa dan jika berpuasa akan membahayakan dirinya, maka justru ia tidak boleh berpuasa, melihat firman Allah
“….Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu dalam kebinasaan…” (Q.S. Al Baqarah ayat 195)
Disebabkan orang yang lanjut usia itu tidak bisa diharapkan untuk bisa mengqadha, maka baginya wajib membayar fidyah saja (tidak wajib meng-qadha) dengan memberi makan setiap hari satu orang miskin berdasarkan firman Allah swt.
(Baca juga: Visi Ramadhan Umat Muslim)
“Dan bagi orang yang tidak mampu berpuasa, maka ia harus membayar fidyah dengan memberi makan setiap hari satu orang miskin” (Q.S. Al Baqarah : 184)
Kemudian dalam riwayat Bukhari
Dari Atha ia mendengar Ibnu Abbas membaca ayat yang artinya “Wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya untuk membayar fidyah yaitu memberi makan satu orang miskin” Ibnu Abbas berkata : “Ayat ini tidak dinasakh, ia untuk orang yang lanjut usia baik laki-laki maupun perempuan, yang tidak sanggup berpuasa hendaknya memberi makan setiao hari satu orang miskin”. *bersambung
Sumber :
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center
by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | May 23, 2016 | Artikel, Ringkasan Taklim
Ringkasan Kajian Tadabbur Al-Qur’an Surat Ash-Shaff Ayat 7-9
Cahaya Allah SWT
Ahad, 1 Mei 2016
Pkl. 18.00-19.30
Di Majelis Taklim Al-Iman, Jl. Kebagusan Raya No.66, Jakarta Selatan (Belakang Apotik Prima Farma)
Bersama:
Ustadz Fauzi Bahreisy
Surat Ash Shaff Ayat ke-7
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَى إِلَى الإسْلامِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Artinya: Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah padahal dia diajak kepada (agama) Islam? Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim
Tadabbur Ayat ke-7
- Redaksi ayat yang ke-7 ini berbentuk pertanyaan akan tetapi maknanya bukan pertanyaan, maknanya justru penegasan bahwa tidak ada yang lebih zalim daripada orang-orang yang menciptakan kebohongan kepada Allah, karena pada ayat sebelumnya dikatakan bahwa petunjuk Allah sudah sangat jelas, akan tetapi mereka tidak mau mengikuti petunjuk tersebut justru mengadakan kebohongan dengan mengatakan bahwa Allah tidak mengutus Muhammad dan ini adalah sebuah kezaliman yang sangat besar dan tidak ada yang kezaliman yang lebih besar dari ini.
- Ini juga menjadi sebuah penegasan bahwa agama Islam adalah agama yang sangat tidak menerima adanya kedustaan apalagi kedustaan tersebut atas nama Allah, jangankan kedustaan kepada Allah melakukan kedustaan dalam tingkat atau level yang di bawah itu saja sudah tidak dibenarkan dalam Islam.
- Diantara salah-satu sifat yang dimiliki oleh seorang mukmin adalah jujur dan itu tidak bisa dipisahkan, kalaupun ada orang Islam yang berdusta berarti ada masalah dalam keimanan dan keislamannya. Karena orang yang suka berdusta disebutkan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits sebagai salah satu tanda orang munafik.
- Orang yang selalu berdusta adalah bertentangan dengan iman, bahkan di dalam hal yang dianggap sepele sekalipun, termasuk dalam hal bercanda sekalipun tidak boleh.
Allah berfirman : “…Padahal mereka diajak kepada Islam..”
(Baca juga: Ringkasan Taklim: Marah Saat Aturan Allah Dilanggar)
Sebagian mufassir mengatakan bahwa yud’a ilal Islam maknanya adalah diajak kepada tauhid, diajak kepada Islam, tetapi mereka tidak mau menerima Islam bahkan mereka menciptakan keyakinan-keyakinan dan agama-agama yang dimanipulasi sedemikian rupa, dan ini cukup untuk disebut sebagai zalim, karena itu Allah mengatakan “Allah tidak memberikan hidayah kepada orang-orang yang zalim”
Ada beberapa bentuk kezaliman, paling tidak ada tiga hal :
- Zalim kepada diri sendiri, yaitu ketika dia melakukan maksiat dan dosa, sehingga menyebabkan dia mendapat azab dari Allah
- Zalim kepada orang lain, yaitu berbuat aniaya kepada orang lain, seperti merampas hak orang lain, merusak kehormatannya, menceritakan aibnya, dan lain-lain.
- Zalim kepada Allah, ini termasuk zalim yang paling tinggi, yaitu menyekutukan Allah dan mengada-adakan kebohongan kepada Allah.
Dan ini jenis-jenis kezaliman yang dapat menghalangi dari hidayah Allah.
Surat Ash Shaff Ayat ke-8
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
Artinya: Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya.
Tadabbur Ayat ke-8
- Di dalam kalimat Liyuthfiuu: Huruf Lam di sini adalah ‘Lam Taukid‘, namun ada sebagian mufassir mengatakan ‘Lam Ta’lil‘ untuk memberikan suatu penjelasan bahwa mereka melakukan berbagai usaha dan tindakan tidak lain targetnya adalah untuk memadamkan cahaya Allah, dengan melakukan berbagai makar.
- Nuurallah (Cahaya Allah): Para ulama mengatakan bisa maknanya Al-Qur’an, ada yang mengatakan bermakna Nabi Muhammad dan ada pula yang mengatakan maknanya Al-Islam.
- Yuriiduuna (mereka menginginkan): Memakai ‘fi’il mudhari’ menandakan mereka melakukan usaha tersebut secara terus menerus, sejak zaman Nabi Muhammad sampai hari akhir, tidak akan pernah berhenti.
- Biafwaahihim (dengan mulut mereka) : Karena yang paling efektif memadamkan cahaya Allah menurut mereka adalah dengan Ghazwul Fikri (perang pemikiran) dengan cara memberikan opini-opini yang tidak benar tentang Islam, lewat buku-buku, media masa, dan lain-lain, yang mereka kuasai semuanya untuk menyesatkan umat Islam.
- Wallahu Mutimmu Nuurihi walau karihal kaafiruun (tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya): Akan tetapi tenang, karena tidak ada yang dapat memadamkan cahaya Allah dan tidak mungkin cahaya Allah bisa dipadamkan. Buktinya kalau kita lihat di dalam konteks sekarang ini di Amerika dan Perancis sekarang agama Islam menjadi agama yang kedua, semakin banyak serangan dan tekanan yang mereka lakukan terhadap Islam maka Islam semakin berkembang. Oleh karena itu, jangan khawatir karena Allah yang akan menyempurnakan cahaya-Nya melalui kaum mukminin, akan tetapi yang menjadi pertanyaan adalah kita berada di pihak yang mana? Apakah berada di kelompok yang ikut memadamkan cahaya Allah tanpa kita sadari atau kita berada di kelompok yang ingin bekerja memberikan kontribusi agar cahaya Allah lebih sempurna lagi?
(Baca juga: Ringkasan Taklim: Nama dan Sifat-sifat Allah)
Surat Ash Shaff Ayat Ke-9
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
Artinya: Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, untuk memenangkannya di atas segala agama meskipun orang-orang musyrik membencinya
Tadabbur Ayat ke-9
Dialah : yakni Allah yang mengutus Rasul-Nya yaitu Nabi kita Muhammad dengan membawa petunjuk dan agama yang benar yakni agama Islam. Apa tujuannya? Tujuannya adalah untuk memenangkan Agama-Nya atas semua agama walaupun orang-orang musyrik tidak senang.
Ini menunjukkan bahwa agama Allah pasti menang. Caranya menurut pendapat ulama adalah :
- Bilquwwah atau dengan kekuatan seperti dengan perang, dengan jihad dan dengan senjata
- Bilhujjah, Bayan dan Dalil, yaitu Allah tampakkan hujjah tersebut melalui lisan-lisan para ulama, dan inilah langkah yang paling tepat untuk dilakukan sekarang ini.
Walaupun orang-orang musyrik tidak senang dengan penyebaran agama ini.
***
Majelis Taklim Al Iman
Tiap Ahad. Pkl. 18.00-19.30
Kebagusan, Jakarta Selatan.
Jadwal Pengajian
● Tadabbur Al Qur’an tiap pekan 2 dan 4 bersama Ust. Fauzi Bahreisy
● Kitab Riyadhus Shalihin tiap pekan 3 bersama Ust. Rasyid Bakhabzy, Lc
● Kontemporer tiap pekan 1 bersama ustadz dengan berbagai disiplin keilmuwan.
Kunjungi AlimanCenter.com untuk mendapatkan info, ringkasan materi dan download gratis audio/video kajian setiap pekannya.
•••
Salurkan donasi terbaik Anda untuk mendukung program dakwah Majelis Ta’lim Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!