by Danu Wijaya danuw | Jul 28, 2016 | Artikel, Dakwah
Mencintai tak harus memiliki. Mencintai berarti pengorbanan untuk kebahagiaan orang yang kita cintai. Cinta tak pernah untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilahkan. Cinta bukanlah gejolak hati yang datang sendiri melihat paras ayu atau janggut rapi.
Suatu hari ada seseorang yang berkata pada Imam Ahmad, “Alangkah bahagianya andai aku bisa menjumpaimu tiap hari.” Kemudian beliau menjawab, “Tak perlu begitu saudaraku, ada banyak orang yang aku belum pernah menjumpainya, tapi sungguh aku mencintai mereka itu, melebihi cintaku pada orang-orang yang tiap hari bertemu.”
Sebagaimana cinta kepada Allah yang tak serta merta mengisi hati kita. Karena cinta memang harus diupayakan. Cinta adalah kata kerja. Lakukanlah kerja jiwa dan raga untuk mencintainya. Maka mata airnya adalah niat baik dari hati yang tulus.
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah
by Danu Wijaya danuw | Jul 27, 2016 | Adab dan Akhlak, Artikel
Betapa mudah hari ini mendengar ‘Ini Halal’ dan ‘Ini Haram’ pada sesuatu yang ijtihadiyyah (sesuatu nash yang tidak ada ketegasan dalam menunjukkannya).
Padahal terhadapnya, Imam Abu Hanifah An-Nu’man, Imam Malik ibn Anas, Imam Asy-Syafi’i dan Imam Ahmad ibn Hambal lebih suka berkata: “Aku menyukai pendapat ini.” atau “Aku cenderung meninggalkan itu.” Bahkan betapa sering mereka berkata “Aku tak tahu”, karena takwa dan hati-hati.
Semoga semangat kita dalam memuliakan agama diimbangi kehati-hatian ilmu dan rasa takut padaNya terkait haq tasyri’ (hak Allah swt terkait aqidah, muamalah, dan sebagainya) yang suci.
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah
by Danu Wijaya danuw | Jul 27, 2016 | Adab dan Akhlak, Artikel
Diungkapkan oleh Habib ibn Syahid, “Mempelajari akhlak dari ulama yang kau pergauli di tiap harinya, lebih berharga daripada banyak bicara dengan mereka.”
Imam Adz Dzahabi menuturkan, “Majelis Imam Ahmad dihadiri 50.000 orang, namun hanya 500 orang saja yang mencatat hadist. Sisanya memperhatikan akhlak dan adab beliau ”
Inti Din (agama) adalah akhlak. Akidah dan ibadah itu akhlak pada Allah. Muamalah ialah akhlak pada sesama, begitulah seterusnya.
Imam Bukhari hafal sejuta hadis. Banyak ucapan berharga perawi hadis yang ia dapat lalu digugurkan, karena perawinya tak menjaga akhlak pada hewan dan sesama. Sebab akhlak itu, memuliakan diatas segala makhluk.
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah
by Sharia Consulting Center scc | Jul 26, 2016 | Artikel, Dakwah
Oleh : Persatuan Ulama Islam Sedunia (Al Ittihad Alamiy li Ulama al Muslimin)
Manusia baik individu maupun kolektif mempunyai banyak kebutuhan. Ada kebutuhan primer dimana ia tidak akan hidup tanpa itu, ada kebutuhan sekunder dimana ia bisa hidup tanpanya meskipun dengan sedikit kesulitan, dan ada yang bersifat pelengkap untuk membuat hidup lebih indah dan sejahtera.
Agar manusia bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, Allah telah menyediakan beragam sumber daya alam yang melimpah dalam kehidupan ini. Allah telah menundukkan semua itu untuk manusia. Allah berikan kemampuan kepada manusia untuk mengeksplorasinya.
“Sebaik-baik harta adalah harta yang terdapat ditangan orang-orang saleh.” (H.R. Ahmad dan Ibn Hibban)
Dunia Islam sebenarnya mempunyai kekayaan alam yang melimpah, namun mereka sekarang hidup dalam kesulitan secara ekonomi. Hal itu dikarenakan mereka tidak pandai memanfaatkan sumber alam tersebut dalam memenuhi kebutuhannya. Inilah keterbelakangan ekonomi sebagai buah dari keterbelakangan politik yang melanda kebanyakan negara-negara Islam.
Pertama : Pandangan Islam terhadap Masalah Ekonomi
Pandangan Islam terhadap aktivitas ekonomi baik untuk individu maupun jamaah adalah peran umum Islam yang tercermin dalam akidah, nilai-nilai akhlak, dan hukum-hukum perundangan yang mengatur kehidupan manusia.
Diantara permasalahan penting yang mesti dijelaskan dalam hal ini adalah bahwa hidup zuhud di dunja dan mengutamakan kehidupan akhirat bukanlah penghalang untuk bekerja, berproduksi, menikmati sejumlah hal yang baik dengan tidak berlebih-lebihan. Dalam sabda rasulullah:
“Zuhud didunia bukan dengan cara mengharamkan sesuatu yang halal dan bukan dengan menyia-nyiakan harta. Akan tetapi zuhud didunia adalah engkau tidak lebih yakin dengan apa yang terdapat ditanganmu ketimbang apa yang ada disisi Allah” (H.R. Ibn Majah dan Tirmidzi dari Abu Dzar ra)
Kedua : Tahapan-Tahapan Dalam Kegiatan Ekonomi
Tahap Pertama : Produksi
1. Tanah
“Siapa yang mempunyai tanah, hendaklah ia tanami atau biarkan saudaranya yang menanami.” Q.S. Hud : 61
2. Bekerja
“Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik dari hasil usahanya sendiri. Sungguh nabi Allah Dawud makan dari hasil usaha sendiri.” H.R. Bukhari dan Ibn Majah dari Miqdad ra
3. Harta
Ketika harta telah dibayarkan zakatnya, maka ia tidak termasuk ditimbun. Sebab Islam melarang menimbun harta dan menyuruh mengembangkannya dengan cara yang diperbolehkan serta di infaqkan.
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak menginfaqkannya dijalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka dengan siksa yang pedih.” Q.S. at Taubah : 34
Tahapan Kedua : Tukar Menukar
Pada dasarnya konsep ekonomi dalam Islam adalah konsep pasar bebas. Adanya campur tangan pemerintah adalah lebih karena untuk menjaga kebebasan dalam bersaing secara positif. Oleh karena itu, Islam mengharamkan monopoli dan riba sekaligus mewajibkan adanya saling ridha diantara kedua belah pihak.
“…Kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas suka sama suka diantara kalian.” Q.S. an Nisa : 29
Islam melarang jual beli dengan cara memaksa, menindas, dan menipu. Rasulullah juga melarang untuk mempermainkan harga saat terjadi inflasi , dikarenakan jarangnya barang dagangan.
Tahapan Ketiga : Distribusi
Maksud disini adalah faktor-faktor yang mendatangkan hasil:
Pertama : Tanah
Tanah jika ditanami oleh pemiliknya semua yang dihasilkan menjadi miliknya sebagaimana sabda Rasulullah
“Barangsiapa menghidupkan tanah yang mati, maka tanah tersebut menjadi miliknya.”
Akan tetapi jika tanah tadi disewakan atau bekerjasama dengan orang lain, setiap orang didalamnya mendapat bagian sesuai kesepakatan ketika transaksi penyewaan tanah, muzaraah, atau musaqoh.
Kedua : Kerja
Upah seorang pekerja didasarkan pada kerelaan antara pemberi upah dan orang yang diberi upah. Pembatasan upah minimal bermanfaat untuk mencegah eksploitasi tenaga kerja dan menjaga stabilitas ekonomi. Pembatasan ini berpulang kepada waliyul amr (penguasa) muslim dalam mewujudkan keadilan dan mencegah kezaliman diantara manusia.
Ketiga : Modal Usaha
Ia bisa berupa barang atau uang
1) Modal usaha berupa barang
Seperti bangunan, alat-alat, mobil serta fasilitas lain bisa disewakan dengan nilai tertentu, serta bisa pula dimasukkan kedalam perkongsian atau kerjasama sehingga pemiliknya mendapatkan bagian darinya.
2) Modal berupa uang
Tidak boleh disewakan karena upah persewaan ini menjadi riba dan hukumnya haram. Akan tetapi. Ia bida dimasukkan dalam perkongsian usaha seperti mudharabah (kerjasama dimana yang satu menjadi pemilik modal uang dan yang lain sebagai pekerja). Dalam kondisi demikian, keuntungannya dibagi diantara masing-masing pihak sesuai dengan kesepakatan.
Tahapan Keempat: Konsumsi
Islam memberikan batasan-batasan syariah diantara melarang sikap boros, kikir, dan berlebihan sebagaimana firman Allah :
“Makan dan minumlah. Tapi jangan berlebihan sebab Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” QS Al Araf: 31
Ketiga Saling Membantu Secara Materi
Ketentuan yang diwajibkan oleh Islam kepada individu manusia diantaranya kewajiban zakat fitrah, zakat mal/harta, termasuk denda (diyat) dan tembusan (kafarat).
Selain itu negara menopang lewat hasil bumi, pajak, fa’i (rampasan perang) yang dalam istilah fiqih dikenal atha’.
Sarana optional lain berupa sedekah sunnah, sedekah jariyah, wakaf, wasiat, hibah, hadiyah, pinjaman, dan lain-lain.
Referensi : 25 Prinsip Islam Moderat
Penyusun : Al Ittihad al Alamiy li Ulama al Muslimin (Persatuan Ulama Islam Sedunia)
Penerbit : Sharia Consulting Center (Pusat Konsultasi Syariah)
by Lia Nurbaiti Lia Nurbaiti | Jul 26, 2016 | Artikel, Sirah Shahabiyah
Oleh: Lia Nurbaiti
Kali ini kita akan menjumpai seorang sahabat wanita Rasulullah saw. Wanita yang mulia, penyabar, pejuang dan wanita yang beriman kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Ia seorang yang kuat menanggung beban perjuangan Islam sepanjang siang dan malam. Ia adalah bibi Rasulullah saw, Shafiyyah binti Abdul Muthalib Al-Hasyimiyyah ra.
Sosok Wanita Terpandang
Shafiyyah binti Abdul Muthalib ra. adalah wanita yang penuh kemuliaan. Allah karuniakan kepadanya keluarga yang mulia, lingkungan yang baik dan dilingkupi orang- orang yang terkemuka pada masanya.
Bagaimana tidak, Shafiyyah binti Abdul Muthalib adalah putri dari kakek Rasulullah saw yaitu, Abdul Muthalib. Sementara ibunya adalah Halah binti Wahab, saudara kandung Aminah binti Wahb, ibunda Rasulullah saw.
Suami pertama Shafiyyah adalah Al-Harits bin Harb, saudara kandung Abu Sufyan bin Harb, tokoh terkemuka Bani Umayyah. Al-Harits meninggal dunia lebih dulu kemudian Shafiyyah menikah lagi dengan Al-‘Awwam bin Khuwailid, saudara kandung Khadijah binti Khuwailid, wanita paling terpandang di masa jahiliyah dan Ummul Mukminin pertama di masa Islam.
Putra Shafiyyah adalah Zubair bin Al-‘Awwam yang dikenal julukan hawari (pengawal setia) Rasulullah saw. Dengan latar belakang keluarga yang penuh kemuliaan ini, adakah yang lebih diidam-idamkan oleh setiap orang dari yang dimiliki oleh Shafiyyah (tentunya selain kemuliaan iman)??
Pengaruh Keluarga Terhadap Pembentukan Karakter Shafiyah
Shafiyyah dibesarkan di lingkungan keluarga Abdhul Muthalib, seorang pemimpin Quraisy dan tokoh yang paling terkemuka, sehingga sangat disegani oleh setiap orang. Selain itu, dia juga seseorang yang bertugas memberikan makanan kepada seluruh orang yang menunaikan haji (As-Siqaayah).
Kemuliaan dari keluarga dan orang-orang sekitarnya membuat Shafiyyah menjadi wanita yang kuat, tangguh, pemberani layaknya ksatria ia pandai menunggang kuda dan memanah dan menggunakan pedang. Tidak hanya itu ia juga seorang wanita yang cerdas dan pandai dalam sastra.
Ketika ayahandanya meninggal dunia, ia merasa sangat sedih dan terpukul karena Abdhul Muthalib adalah ayah yang sangat ia cintai.
Orang-orang yang Besar Terlahir dari Ibu yang Agung
Jika kita melihat banyak peristiwa dari orang-orang besar adalah tidak luputnya pengaruh dari ibunda mereka. Ibunda yang sangat berperan dalam membentuk karakter dan pola fikir anak. Seorang ibu muslimah yang taat pada Allah akan mampu memberi pengaruh positif, menyentuh emosi dan menanamkan prinsip-prinsip akhlak mulia didalam hati mereka hingga mendarah daging.
Zubair Al-‘Awwam adalah salah satu buktinya. Ia adalah seorang ksatria Rasulullah saw. yang memiliki keberanian dan kemampuan jauh diatas rata-rata, sehingga Al-Faruq Umar bin Khattab menyetarakannya dengan 1000 pasukan. Ini terjadi pada saat pasukan muslim akan menaklukan Mesir. Umar mengirim bantuan kepada pasukan muslim yang sedang mengalami masalah.
Dalam suratnya kepada pemimpin pasukan muslim saat itu, Amr bin Al-‘Ash, Umar berkata “Amma ba’du, sesungguhnya aku membantu pasukanmu dengan 4000 pasukan baru. Maksudnya aku mengirim 4 orang yang setiap orang dari mereka setara dengan 1000 pasukan. Mereka adalah Zubair bin Al-‘Awwam, Miqdad bin ‘Amr , ‘Ubadah bin Ash-Shamit dan Maslamah bin Khalid “.
Ketajaman firasat Umar terbukti benar. Catatan sejarah menuturkan bahwa Zubair tidak hanya setara dengan 1000 pasukan, melainkan bisa disetarakan dengan seluruh anggota pasukan karena perannya sangat besar. Dalam perang tersebut, Zubair naik keatas benteng musuh yang sangat kuat seorang diri, lalu terjun ke tengah-tengah pasukan musuh sambil memekikan gema takbir “Allahu Akbar” untuk membuka pintu gerbang. Zubair pun berhasil, hingga pasukan muslim dapat menembus benteng tersebut dengan leluasa dan menghancurkan musuh sebelum sadar dari keterkejutannya.
Pahlawan besar ini adalah hasil didikan ibunya, Shafiyyah binti Abdhul Muthalib ra, bibi Rasulullah saw.
*bersambung