Arti Hijrah

Nabi saw bersabda, “Disebut berhijrah orang yang meninggalkan larangan Allah.” (HR. Bukhari)
Hijrah ada dua: hijrah makani (transformasi tempat) dan hijrah maknawi (transformasi sikap).
Tidak ada artinya berpindah tempat bila tidak disertai perubahan sikap dan perilaku.
Karena itu bila berpindah tempat bersifat kondisional, transformasi (perubahan) sikap bersifat permanen dan wajib sepanjang hayat.
Yaitu berpindah dari maksiat, dosa, dan keburukan menuju kepada ketaatan dan kebaikan.

Islam Mengatur Semua Aspek Kehidupan

Bayangkan kalau Islam dipisahkan dari aktivitas politik, dari praktek ekonomi, dari kehidupan sosial, seni dan budaya. Maka manusia akan menghalalkan segala cara demi syahwat dan nafsunya.
Kalau Islam tidak mengurus itu semua, buat apa diturunkan ke dunia? Kalau Islam hanya ada di masjid dan hanya mengatur masalah shalat, mengapa sampai ditentang dan diperangi begitu rupa?
Justru Islam datang untuk menata iman, ibadah, muamalah, sosial, politik, dan seluruh aspek kehidupan manusia.
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
Artinya : Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab ( Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. [Surat An-Nahl : 89]

Antara Pengorbanan dan Kesetiaan

Apa yang membuat lbrahim as berani menghancurkan berhala sesembahan kaumnya?
Apa yang membuat lbrahim as rela membawa keluarganya ke tanah tandus?
Apa yang membuat lbrahim as mau menyembelih putranya?
Tidak lain adalah kesetiaan dan loyalitasnya kepada Allah semata.
Itulah profil muslim sejati.
 
Seorang muslim siap memberi, membela, mencinta, dan memilih sesuai dengan kehendak Allah; bukan sesuai dengan kehendak dan hawa nafsunya.
Muslim mencintai apa yg dicintai oleh Allah dan membenci apa yang dibenci oleh Allah.
Muslim tidak mungkin memilih dan mencintai apa yang dibenci oleh Allah, apalagi membela orang yang jelas-jelas menjadi musuh-Nya.
Iman adalah cinta dan kesetiaan yang melahirkan pembelaan dan pengorbanan.

Memetik Buah Pengorbanan

Oleh: Ust. Fauzi Bahreisy
 
Setiap kali memasuki Idul Adha, kita diingatkan kepada perjuangan dan pengorbanan Ibrahim ‘Alaihissalam, sebuah pengorbanan luar biasa yang diabadikan dalam Al Qur’an untuk menjadi pelajaran bagi umat manusia sepanjang sejarah.
Tidak ada penjelasan yang paling menarik dan paling utama daripada penjelasan Al Qur’an tentangnya. Karena itu, mari kita lihat apa yang Allah sebutkan tentang peristiwa tersebut untuk menjadi pelajaran dan bekal.
Ibrahim berkata: “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang shalih.” (QS ash-Shaffat: 99-100).
Maka, Ibrahim pun diberi kabar gembira. Demikianlah bahwa kehadiran seorang anak harus disambut dengan gembira, bukan dengan duka cita.
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Wahai ananda, aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab, ‘Wahai ayahanda, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS ash-Shaffat: 102).
Anak itu sudah beranjak dewasa, sudah bisa diajak berjalan, pergi, dan bekerja bersamanya. Kita lihat kata bersamanya. Ia menunjukkan pendekatan orang tua yang demikian perhatian dan lembut kepada anaknya, tidak kasar. Disebutkan bahwa usia Ismail ketika itu sekitar 13 tahun.
Dalam kondisi demikian, ketika anak yang sudah dinantikan dari dulu lahir, ketika anak itu sedikit demi sedikit beranjak dewasa dan mulai bisa membantu sang ayah, tiba-tiba datang perintah Allah untuk menyembelihnya. Apa Ibrahim ragu?
Pasalnya, perintah itu datang dalam bentuk mimpi, bukan wahyu secara langsung sehingga bisa ditafsirkan macam-macam. Namun itu saja sudah cukup bagi Ibrahim. Ia tahu bahwa ini merupakan ujian dari Allah. Dan begitulah Allah menguji manusia. Allah sering menguji dengan sesuatu yang sangat kita cintai, bisa harta, jabatan, kedudukan, popularitas, harga diri, kehormatan, dan keturunan.
Ibrahim menunjukkan kedudukannya, ketakwaannya, dan keistiqamahannya. Ia tidak mengeluh, tidak mempertanyakan perintah itu kepada Tuhan. Namun sebaliknya, ia segera merespon dengan baik. Ia menerimanya dengan sangat patuh. Hanya saja, sebelum itu sang anak harus diberitahu. Ibrahim memberitahukan perintah itu kepada sang anak, Ismail ‘Alaihissalam. Mari kita perhatikan bagaimana dialog tersebut terjadi: Ya bunayya (ananda) dengan panggilan indah dan sayang, ia berbicara kepada anaknya. Demikian hendaknya orang tua berbicara kepada anaknya.
Ibrahim mengatakan, “Wahai ananda, aku bermimpi diperintah menyembelihmu. Bagaimana pendapatmu?” Ia tidak melaksanakan perintah dengan langsung tanpa melihat kesiapan anaknya.
Ternyata sang anak juga menunjukkan kesiapan yang luar biasa. Ia menjawab dengan ungkapan yang juga indah. “Ya abati” (ayahanda) karena hal itu sudah diajarkan oleh sang ayah. Ia juga menunjukkan ketaatannya kepada perintah Tuhan tanpa ragu-ragu. Ini adalah bentuk adab kepada Allah dan juga adab kepada orang tuanya.
Namun, semua itu tidak dilakukan dengan sikap sombong. Ia sadar akan kelemahan dirinya. Ia tidak memastikan dirinya sabar. Namun ia sandarkan semuanya kepada Allah. Inilah adab manusia yang luar biasa. Manusia hanya berusaha secara maksimal namun, yang menentukan adalah Allah.
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya)” (QS ash-Shaffat: 103).
Ketika keduanya (ayah dan anak) sudah patuh dan pasrah. Hal itu ditunjukkan tidak hanya dengan kata-kata, tetapi dengan perbuatan. Sang ayah sudah merebahkan anaknya dengan meletakkan di atas tanah. Bayangkan, ia sendiri yang akan menyembelih anaknya dan dengan alat yang seadanya ketika itu. Namun, disitulah Ibrahim dan Ismail menunjukkan kepatuhan total kepada Allah. Inilah Islam. Islam adalah patuh, taat, dan menyerah mutlak kepada Allah dengan penuh ridha.
Begitulah Allah menguji hamba-Nya. Dia tidak zalim dan kejam. Dia bukan Zat yang senang menumpahkan darah. Tapi Allah hanya ingin menguji. Buah dari ujian adalah balasan yang manis dan indah dari Allah. Demikian pula yang Allah berikan kepada mereka yang berhasil membuktikan pengorbanannya sepanjang masa.

Lupa Bayar Zakat Fitrah

Assalamualaikum wr.wb. Saya ingin menanyakan, bagaimana bila lupa membayar zakat fitrah di malam takbiran. Dan baru ingat setelah idul fitri lewat dua hari. Kapan waktu yang tepat untuk meng-qodhonya ? Terima kasih atas jawabannya. Wassalamualaikum wr.wb
 
 
Jawaban :
Assalamu alaikum wr.wb. Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Asshalatu was-salamu ala Nabiyyina Muhammadin wa ala alihi wa shahbihi ajmain. Amma ba’du:
Perlu diketahui bahwa zakat fithrah wajib ditunaikan sebelum pelaksanaan shalat Iedul Fithri.
Hal ini berdasarkan hadits Nabi saw, “Beliau menyuruh untuk mengeluarkan zakat fitrah sebelum orang-orang keluar untuk shalat Ied.” (HR Bukhari dan Muslim).
Karena itu, tidak boleh disengaja mengeluarkannya sesudah shalat Ied. Siapa yang dengan sengaja mengeluarkan sesudah shalat, maka tidak lagi terhitung sebagai zakat fitri; tetapi terhitung sebagai sedekah biasa.
Rasul saw bersabda, “Siapa yang menunaikannya (zakat fitrah) sebelum shalat Iedul Fitri, ia adalah zakat yang diterima. Sementara, siapa yang mengeluarkannya sesudah shalat (Ied), maka ia terhitung sebagai sedekah.” (HR Abu Daud, Ibn Majah, dan ad-Daraquthni, al-Hakim, dan al-Bayhaqi).
Sementara orang yang terlupa seperti kasus Anda, maka insya Allah dimaafkan dan diampuni.
Namun demikian kewajiban untuk mengeluarkan zakat fitrahnya tidak gugur. Zakat fitrah tersebut tetap harus ditunaikan ketika ingat.
Semoga Allah menerima amal ibadah Anda dan kita semua. Amin. Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr.wb.
Ust Fauzi Bahreisy

X