0878 8077 4762 [email protected]

Berkurban Tetapi Menghilangkan Sunnah Berkurban?

Assalamualaikum ustadz. Bagaimana bila seseorang berkurban, tetapi menghilangkan sunnah-sunnah dalam berkurban?
 
Jawaban :
Waalaikumsalam wr.wb.
Apabila seseorang berkurban dan mengabaikan sunnah-sunnah kurban, maka harus dilihat dulu apakah sunnah-sunnah tersebut berkaitan dengan syarat sahnya kurban atau tidak.
Jika ia berkaitan dengan syarat sahnya kurban seperti hewan tersebut bebas cacat (buta, pincang, dll),  atau juga melafadzkan basmalah (dalam madzhab hanafi dan hambali), maka sunnah-sunnah tersebut wajib dilakukan.
Sedangkan jika sunnah yang dimaksud tidak terkait dengan syarat sah dan hanya berkaitan dengan adab, seperti menghadap kiblat, menyembelih sendiri hewan kurbannya, dll maka kurbannya tetap sah, walaupun tidak sesempurna mereka yang melaksanakan kurban disertai dengan sunnahnya.
 
Wallahu a’lam
Ustadz Fahmi Bahreisy, Lc

Adab-Adab Silaturahim dan Ziarah

Oleh : Sharia Consulting Center
 

  1. Memperhatikan hari dan jam yang baik untuk silaturahim dan ziarah.
  2. Dianjurkan membawa hadiah atau sesuatu yang bermanfaat, baik berupa materi maupun nonmateri.
  3. Jika dimungkinkan, memberi tahu terlebih dahulu.
  4. Ziarah sangat dianjurkan bagi saudara dan temannya yang sakit atau terkena musibah.
  5. Orang yang lebih muda sebaiknya mendatangi yang lebih tua, begitu juga seorang muslim  mendatangi yang lebih alim dan bertaqwa.
  6. Dianjurkan saling memberi nasehat dan wasiat kebaikan, jika dilakukan dalam suatu acara resmi, maka sebaiknya mengundang dai atau mubaligh untuk memberi ceramah agama.
  7. Tidak boleh mengatakan dan melakukan sesuatu yang tidak disukai dan harus menjauhkan diri dari ghibah dan dusta.
  8. Memakai pakaian yang rapi, bersih dan baik. Bagi laki-laki   dianjurkan memakai wangi-wangian.
  9. Menjauhi pemborosan dalam makan, minum, dan lainnya.
  10. Menjauhi kemaksiatan, seperti lalai dalam mengerjakan shalat, bercampur- baur antara lelaki dan perempuan, berjabat tangan antara lelaki dan perempuan yang bukan mahramnya, menyuguhkan lagu-lagu dan musik yang kotor dan tidak islami, tidak menutup aurat dan lain-lain.
  11. Dianjurkan berjabat tangan (lelaki dengan lelaki, perempuan dengan perempuan), mengucapkan salam pada saat pertemuan dan perpisahan, serta saling mendoakan.
  12. Demikian panduan bagi musafir dan pemudik yang sangat perlu diketahui oleh setiap muslim, sehingga perjalanannya tidak sia-sia. Bahkan dinilai sebagai amal shalih dan ibadah yang berpahala disisi Allah Swt. Amin, ya Rabbal alamin.

 
Sumber : 
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center

Adab dan Doa Safar (Berpergian)

Oleh : Sharia Consulting Center
 
Adab Safar
Apabila seorang muslim hendak melakukan safar / perjalanan mudik maka hendaknya memperhatikan adab-adab safar berikut ini:
1. Jika terdiri dari dua orang atau lebih, maka harus diangkat seorang ketua rombongan.
2. Sebelum berangkat dianjurkan melakukan shalat sunnah dua rakaat.
3. Berdoalah kepada Allah untuk memohon keselamatan dirinya, keluarga yang ditinggal dan kaum muslimin, seperti:
اللَّهُمَّ بِكَ أسْتَعِينُ وَعَلَيْكَ أتَوَكَّلُ؛ اللَّهُمَّ ذَلِّلْ لي صعُوبَةَ أمْرِي، وَسَهِّلْ عَليَّ مَشَقَّةَ سَفَرِي، وَارْزُقْنِي مِنَ الخَيْرِ أكْثَرَ مِمَّا أطْلُبُ، وَاصْرِفْ عَنِّي كُلَّ شَرٍّ. رَبّ اشْرَحْ لي صَدْرِي، وَيَسِّرْ لِي أمْرِي، اللَّهُمَّ إني أسْتَحْفِظُكَ وأسْتَوْدِعُكَ نَفْسِي وَدِينِي وأهْلِي وأقارِبي وكُلَّ ما أنْعَمْتَ عَليَّ وَعَليْهِمْ بِهِ مِنْ آخِرَةٍ وَدُنْيا، فاحْفَظْنَا أجمعَينَ مِنْ كُلّ سُوءٍ يا كَرِيمُ.
Ya Allah, kepada-Mu aku memohon dan bertawakkal, ya Allah mudahkan urusanku, gampangkan kesusahan safarku, berilah rezeki padaku berupa kebaikan yang lebih banyak dari yang aku minta, jauhkan dariku segala keburukan. Ya Rabb lapangkan dadaku, mudahkan urusanku. Ya Allah aku memohon perlindungan-Mu, dan menitipkan diriku, agamaku, keluargaku, kerabatku dan nikmat yang telah Engkau berikan padaku dan pada mereka dalam hal akhirat dan dunia, dan jagalah kami semua dari setiap keburukan ya Karim.”
Memberi wasiat (nasehat) dan meminta wasiat, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Saw  dan para sahabatnya. Dikatakan  Ibnu Umar pada Qoz’ah: ”Kemarilah saya akan melepasmu sebagaimana Rasulullah Saw  melepasku (saat akan bepergian):
“أسْتَوْدِعُ اللَّهَ دِينَكَ وأمانَتَكَ وَخَوَاتِيمَ عَمَلِكَ”.
Saya titipkan pada Allah dinmu, amanatmu, dan akhir amalmu (HR Abu Dawud).
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, datang seseorang kepada Nabi SAW  dan berkata:
Wahai Rasulullah Saw saya akan bepergian, maka bekalilah saya! Rasulullah Saw  bersabda: Semoga Allah membekali engkau dengan taqwa. Tambahlah!. Semoga Allah mengampuni dosamu. Tambahlah!. Semoga Allah memudahkanmu dimana saja engkau berada.”
4. Saat dalam perjalanan harus menjaga shalatnya, memberi hak tubuh untuk istirahat, tidak membebani kendaraan melebihi kapasitas dan mematuhi peraturan lalu lintas.
5. Menggunakan waktunya pada sesuatu yang baik dan bermanfaat, seperti memperbanyak dzikir dan doa, membaca al-Quran, membaca buku, tafakur alam, mendengarkan nasyid (lagu-lagu Islami) dan lain-lain.
6. Jangan melakukan kemaksiatan, dan mengupayakan agar suasana di kendaraan menjadi Islami, dengan tidak berkata kasar dan sabar saat perjalanan serta memberi salam.
Doa Safar
Doa Keluar Rumah
بِسْمِ الله تَوَكّلْتُ عَلَى الله، لا حَوْلَ وَلا قُوّةَ إِلاّ بالله
Artinya: ”Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah”.
Do’a Naik Kendaraan dan Safar
سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ . اللَّهُمَّ إنَّا نَسألُكَ فِي سفَرِنَا هَذَا البِرَّ وَالتَّقْوَى، وَمِنْ العَمَلِ ما تَرْضَى، اللَّهُمَّ هَوّنْ عَلَيْنا سَفَرَنَا هَذَا، وَاطْوِ عَنّا بُعْدَهُ. اللَّهُمَّ أنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ وَالخَلِيفَةُ في الأهْلِ. اللَّهُمَّ إني أعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثاءِ السَّفَرِ وكآبَةِ المَنْظَرِ وَسُوءِ المُنْقَلَبِ في المَالِ والأهْلِ. وإذا رَجع قالهنّ وزاد فيهنّ: آيِبُونَ تائبُونَ عابدُونَ لرَبِّنَا حامِدُون”
Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami. Ya Allah sesungguhnya kami memohon kepada-Mu dalam safar ini kebaikan dan ketaqwaan, dan dari amal yang Engkau ridhai. Ya Allah mudahkan safar kami, dan pendekkan jauhnya perjalanan. Ya Allah Engkau teman dalam safar dan pemimpin keluarga. Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari susahnya safar, kesedihan dan buruknya kesudahan pada harta dan keluarga. Jika akan pulang maka baca do’a serupa dan ditambah: ”Kami kembali, bertaubat, beribadah dan memuji kepada Allah”.
Ketika kendaraan yang dinaiki adalah kapal laut, maka membaca do’a:
بِسْمِ اللَّهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ رَحِيمٌ(41)
Artinya: ”Dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ(67)
Artinya:” Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan (QS Az-Zumaar : 69)
 
Sumber :
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center

Adab Terhadap Rambut (bagian 5)

Oleh: Farid Nu’man Hasan
 
5. Memakai Minyak Rambut Bagi Laki-Laki
Dari Salman Al Farisi Radhiallahu ‘Anhu, katanya: Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الجُمُعَةِ، وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ، وَيَدَّهِنُ مِنْ  دُهْنِهِ، أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ، ثُمَّ يَخْرُجُ فَلاَ يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ، ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ، ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الإِمَامُ، إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الجُمُعَةِ الأُخْرَى
Tidaklah seorang laki-laki mandi pada hari Jumat, dia bersuci sebersih bersihnya, dia memakai minyak rambut, atau memakai minyak wangi yang ada di rumahnya, lalu dia keluar menuju masjid tanpa membelah barisan di antara dua orang, kemudian dia shalat sebagaimana dia diperintahkan, lalu dia diam ketika imam berkhutbah, melainkan  akan diampuni sejauh hari itu dan Jumat yang lainnya“. [1]
Banyak riwayat yang menceritakan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meminyaki rambutnya, bahkan janggutnya. Rabi’ah bin Abdurrahman  Radhiallahu ‘Anhu bercerita:
فَرَأَيْتُ شَعَرًا مِنْ شَعَرِهِ، فَإِذَا هُوَ أَحْمَرُ فَسَأَلْتُ فَقِيلَ احْمَرَّ مِنَ الطِّيبِ
“Aku melihat rambut di antara rambut-rambut Nabi, jika warnanya menjadi merah aku bertanya maka dijawab: merah karena minyak wangi”. [2]
Jabir bin Samurah Radhiallahu ‘Anhu bercerita:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ شَمِطَ مُقَدَّمُ رَأْسِهِ وَلِحْيَتِهِ، وَكَانَ إِذَا ادَّهَنَ لَمْ يَتَبَيَّنْ، وَإِذَا شَعِثَ رَأْسُهُ تَبَيَّنَ، وَكَانَ كَثِيرَ شَعْرِ اللِّحْيَةِ
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mulai memutih rambut bagian depan kepalanya dan jenggotnya, jika dia melumasi dengan minyak ubannya tidak terlihat jelas, jika sudah mengering rambutnya ubannya terlihat, dan Beliau memiliki jenggot yang lebat”. [3]
[Baca juga: Adab Terhadap Rambut (bagian 4)]
Simak bercerita, bahwa Jabir bin Samurah ditanya tentang uban Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam :
كَانَ إِذَا ادَّهَنَ رَأْسَهُ لَمْ يُرَ مِنْهُ، وَإِذَا لَمْ يُدَّهَنْ رُئِيَ مِنْهُ
“Dahulu jika Beliau melumasi dengan minyak, ubannya tidak terlihat, dan jika tidak memakai minyak ubannya terlihat”. [4]
Bahkan saking banyaknya minyak rambut nabi sampai membasahi pakaiannya (penutup kepalanya), namun riwayat tersebut dhaif.
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ دَهْنَ رَأْسِهِ، وَتَسْرِيحَ لِحْيَتَهُ، وَيُكْثِرُ الْقِنَاعَ  كَأَنَّ ثَوْبَهُ ثَوْبُ زَيَّاتٍ
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam banyak meminyaki rambutnya, menyisir jenggotnya, dan memanjangkan kain penutup kepalanya. Penutup kepalanya begitu berminyak seakan penutup kepalanya tukang minyak”. [5]
Maka, anjuran memakai minyak rambut merupakan sunah, baik secara fi’iliyah dan qauliyah dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Wallahu A’lam.
*bersambung
[1] HR. Bukhari No. 883
[2] HR. Bukhari No. 3547
[3] HR. Muslim No. 2344
[4] HR. Muslim No. 2344, An Nasa’i No. 5114
[5] HR. At Tirmidzi, Asy Syamail No. 26, Al Baghawi, Syarhus Sunnah No. 3164. Al Mizzi dalam Tuhfatul Asyraf, No. 1679. Didhaifkan oleh Syaikh Al Albani dalam Mukhtashar Asy Syamail No. 26

Adab Terhadap Rambut (bagian 4)

Oleh: Farid Nu’man Hasan
 
4. Batasan Panjang Rambut Laki-Laki
Ada pun laki-laki, tidak boleh pula menyerupai wanita dalam hal model dan ukuran panjang rambut. Paling panjang laki-laki dibolehkan sampai atas bahu dan sebagian telinga, sebagaimana dicontohkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bahkan para sahabat ada yang disebut dengan jummiyyun yaitu para sahabat nabi yang rambutnya gondrong-gondrong sampai menyentuh bahu bagian atas. Selebih dari itu tidak boleh karena menyerupai wanita.
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, katanya:
كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ وَكَانَ لَهُ شَعْرٌ فَوْقَ الْجُمَّةِ ودون الوفرة
Saya pernah mandi bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam di satu bejana, rambut Beliau itu menjuntai sampai di atas bahu dan di bawah telinga“.
(HR. At Tirmidzi No. 1755, juga dalam Asy Syamail No. 22, katanya: hasan shahih. Al Baghawi, Syarhus Sunnah No. 3187). [Baca juga: Adab Terhadap Rambut (bagian 3)]
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
كَانَ شَعْرُ رَسُولِ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ إلى نصف أذنيه
Rambut Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam itu panjangnya sampai menutupi setengah telinganya“.
(HR. An Nasa’i No. 5234, At Tirmidzi, Asy Syamail, No. 21, Al Baghawi, Syarhus Sunnah No. 3638. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Mukhtashar Asy Syamail No. 21).
Wallahu A’lam.
*bersambung