by Muhammad Syukron msyukron | Jan 8, 2016 | Artikel
Oleh: Muhammad Syukron Muchtar
Tidak akan pernah ada rasa bosan saat kita membaca atau mendengarkan kisah hidup ataupun perkataan para Sahabat Nabi SAW, sebab setiap ucapan dan perbuatan yang mereka lakukan selalu mengandung hikmah dan pelajaran yang penting untuk kita pahami dan kemudian kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Diantara kisah yang mengandung hikmah adalah kisah seorang Sahabat Nabi SAW yang bernama Utsman bin Affan –radhiyallhu ‘anhu– yang terdapat dalam kitab hadits shahih Muslim.
Ummul mukminin ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha– bercerita :
Pada suatu hari Rasulullah SAW sedang duduk dan pakaian beliau sedikit terbuka hingga terlihatlah bagian dari betis dan paha beliau SAW, disaat seperti itu datang Abu Bakar Ash-Shiddiq meminta izin untuk menemui Rasulullah SAW, Rasulullah SAW pun memberikan izin kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk menemuinya tanpa membenahi pakaiannya (tetap terlihat betis dan pahanya).
Tidak lama setelah kedatangan Abu Bakar Ash-Shiddiq datanglah sahabat Umar bin Khattab, Umar bin Khattab pun meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk masuk menemuinya, Rasulullah SAW pun memberikan izin kepada Umar bin Khattab untuk masuk dan tetap membiarkan bagian dari betis dan pahanya terbuka.
Kemudian tidak lama setelah itu datanglah Sahabat Utsman bin Affan, Utsman bin Affan pun meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk masuk menemuinya, mengetahui Utsman bin Affan yang datang, Rasulullah SAW bergegas merapihkan pakaiannya (menutupi betis dan pahanya yang terbuka) dan kemudian mempersilahkan Utsman bin Affan untuk masuk menemuinya.
Melihat apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, Ummul Mukminin ‘Aisyah pun terheran. Dan setelah Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan pergi, Ummul Mukminin ‘Aisyah pun bertanya perihal perubahan sikap Rasulullah SAW saat kedatangan Sahabat Utsman bin Affan.
‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha– berkata :
“Wahai Rasullullah SAW, saat Abu Bakar masuk menemuimu, tetap membiarkan betis dan pahamu terlihat. Begitu pula saat Umar masuk menemuimu, engkau tetap membiarkan betis dan pahamu terlihat. Sedangkan ketika Utsman masuk, engkau segera duduk dan membenahi pakaianmu!” Mengapa hal itu engkau lakukan wahai Rasulullah?”
Rasulullah SAW menjawab, “Tidakkah aku merasa malu kepada seseorang yang malaikat pun merasa malu kepadanya?”
Subhanallah, begitulah keutamaan Sahabat Utsman bin Affan, malaikat dan Rasulullah SAW malu kepadanya, Rasulullah sangat cinta kepadanya, saking cintanya Rasulullah SAW kepada Utsman bin Affan, dua orang anak Rasulullah SAW yang bernama Ruqayyah dan Ummu Kultsum pun dinikahkan kepadanya (dinikahkan setelah istri pertamanya wafat, bukan saat yang bersamaan). Karenanyalah Utsman bin Affan mendapati gelar dzunnurain (pemilik dua cahaya).
ed : danw
by Lia Nurbaiti Lia Nurbaiti | Jan 7, 2016 | Artikel, Sirah Shahabiyah
Oleh : Lia Nurbaiti
Manusia yang hidup tanpa iman ibarat bulu yang melayang oleh hembusan angin. Ia tidak pernah tetap dan tenang, melainkan membawanya. Orang yang hidup tanpa iman tidak akan memiliki arti ataupun akar yang mengokohkannya. Hidupnya selalu dipenuhi rasa gelisah, gundah, bingung dan tidak memiliki tujuan hidup dan tidak pula mengerti untuk apa ia hidup.
Kehilangan iman seperti manusia yang hidup namun sesungguhnya ia sudah mati.
Bukankah sesungguhnya iman itu adalah cahaya, iman itu adalah penolong, iman itu adalah sesuatu yang merubah kehidupan dan hati seseorang menjadi mulia.
Seorang Wanita Penyair Terbesar
Pada zaman Rasulullah SAW ada seorang sahabat wanita agung yang ditempa dengan berbagai macam ujian dalam hidupnya. Sehingga ia mampu menjadi sahabat wanita yang tangguh dan penuh hikmah. Ia adalah Al-Khansa. Wanita yg memiliki nama asli Tumadhar binti A’mr bin Syuraid bin Ushayyah As-Sulamiyah. Ia sangat terkenal sebagai wanita mulia lagi pandai sebagai penyair.
Kesedihan Al-Khansa atas Kematian Saudaranya
Al-Khansa begitu sedih ketika saudara kandungnya yakni, Muawiyah bin Amr meninggal. Tapi kesedihannya tidak lebih sedih dari saudara kandung dari ayahnya yang bernama Shakhr. Shakhr terluka tertusuk pada saat berperang melawan Bani Asad, hingga ia terluka sampai pada akhirnya Shakhr meninggal. Dan inilah yg menjadi titik awal Al Khansa menuliskan dan membuat syair -syair dan puisi yang menggambarkan kesedihan yang teramat mendalam atas kepergian saudara-saudaranya.
Sinar Islam Menembus Hatinya
Takdir Allah SWT menghendaki awan iman bergerak di atas Al-Khansa lalu menumpahkan air hujan keimanan ke dalam dadanya, hingga iman menyentuh lubuk hatinya yang terdalam. Al-Khansa menepis debu-debu jahiliyah dan mengusung panji tauhid untuk memberi pelajaran kepada seluruh jagat raya yang tidak akan dilupakan dalam catatan sejarah sepanjang masa.
Al-Khansa ikut dalam rombongan kabilahnya yaitu Bani Sulaiman untuk menemui Nabi SAW dan menyatakan keislamannya. Penyesalan sangat meliputi hati Al-Khansa mengingat masa jahiliyahnya dahulu. Namun, kini Islam telah mengubah dan menempa dirinya menjadi seorang wanita yang berkepribadian kuat yang ia tuangkan juga dalam tulisan-tulisannya.
Sabar dan Tabah dalam Peristiwa Perang Qadisiyyah
Allah menunjukkan rasa sayang-Nya melalui ujian dimana keempat anak Al-Khansa radhiyallahu ‘anha mati syahid dalam perang Qadisiyyah. Tapi inilah wanita mulia, kesedihan yang terjadi atas syahidnya keempat puteranya dalam perang Qadisiyyah telah membuatnya kokoh atas rasa sabar yang diiringi dengan iman dan ketakwaan yang menghujam hatinya.
Al-Khansa hanya berkata, “Alhamdulillah (segala puji bagi Allah) yang telah memberiku kemuliaan dengan kematian mereka. Aku berharap, Allah akan mengumpulkanku dengan mereka di tempat limpahan kasih sayangNya.”
Ada sebuah pesan yang ia sampaikan kepada keempat puteranya sehari sebelum mereka mati syahid dalam perang Qadisiyyah. Antara lain sebagai berikut , “Hai putera-puteraku, kalian semua memeluk Islam dengan suka rela dan berhijrah dengan senang hati. Demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, sesungguhnya kalian adalah keturunan dari satu ayah dan satu ibu. Aku tidak pernah merendahkan kehormatan dan mengubah garis keturunan kalian. Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan akhirat jauh lebih baik daripada kehidupan dunia yang fana”.
“Putera-puteraku, sabarlah, tabahlah, bertahanlah, dan bertakwalah kepada Allah. Semoga kalian menjadi orang-orang yang beruntung. Jika kalian melihat genderang perang telah ditabuh dan apinya telah berkobar, maka terjunlah ke medan laga dan serbulah pusat kekuatan musuh, pasti kalian akan meraih kemenangan dan kemuliaan di dalam kehidupan abadi dan kekal selama-lamanya.”
Sungguh perkataan wanita mulia untuk keempat puteranya yang kokoh hati dan imannya dalam memperjuangkan agama Allah.
Saatnya Berpisah
Segala sesuatu yang memiliki titik permulaan akan berakhir. Namun, sungguh indah ketika kehidupan seseorang berakhir pada satu titik yakni keimanan yang manis dan ketakwaan yang kokoh.
Itulah yang dialami oleh Al-Khansa. Ia terbaring di atas kasur kematian setelah merelakan keempat puteranya untuk meraih ridha Allah. Tulus, ketabahan dan kesabaranlah menjadi pengorbanan terbesarnya. Demi menjadi penghuni surga seperti sabda Rasulullah SAW: “Siapa yang merelakan tiga orang putera kandungnya (meninggal dunia), maka dia akan masuk surga”. Seorang wanita bertanya “Bagaimana jika hanya dua putera?” Rasulullah SAW menjawab, “Begitu juga dua putra.” (HR. Nasa’i dan Ibnu Hibban dari Anas ra. Al-Albani menyatakan hadist ini shahih dalam kitab Shahiihul Jaami’, no.5969).
Al-Khansa radhiyallahu ‘anha yang telah ditempa luar biasa oleh Islam dan menjadi teladan bagi setiap ibu yang sabar, gigih dalam berjuang dan tegar itu telah meninggalkan kita selama-lamanya.
Semoga Allah meridhainya dan membuatnya ridha, serta menjadikan surga firdaus sebagai tempat persinggahan terakhirnya.
Referensi :
35 Sirah Shahabiyah Jilid 2, Penerbit Al I’tishom, Mahmud Al-Mishri
by Iman Santoso Lc imansantoso | Jan 7, 2016 | Artikel, Buletin Al Iman
Oleh: Iman Santoso, Lc
Kualitas keislaman seseorang adalah sejauhmana dia mampu melaksanakan amal-amal berkualitas dan meninggalkan perbuatan yang tidak berguna apalagi mengandung dosa. Rasulullah SAW bersabda: ”Diantara kebaikan Islam seseorang, ia meninggalkan segala sesuatu yang tidak berguna”.
Sedangkan hidup ini adalah kumpulan dari hari-hari, maka sangat merugilah orang yang menyia-nyiakan waktunya. Keimanan akan senantiasa mendorong dan memotivasi orang beriman untuk senantiasa beramal dan berlomba dalam setiap medan kebaikan.
Berlomba dalam Kebaikan (Musabaqoh Fil Khairaat)
Orang beriman memahami bahwa kewajiban yang ditugaskan lebih banyak dari waktu yang tersedia. Oleh karenanya, ia terus-menerus beramal dan keimanan itu memotivasi dirinya untuk tetap beramal dalam kondisi apapun. Bagi orang beriman tidak ada istilah menganggur dan tidak punya kerjaan karena amal shalih dan ibadah itu banyak sekali bentuk dan macamnya.
Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim disebutkan bahwa sebagian sahabat bertanya pada Rasulullah saw. ”Wahai Rasulullah SAW orang-orang kaya telah memborong pahala kebaikan, mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami puasa. Dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka“. Rasul SAW bersabda: ”Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian bisa sedekah? Bahwa setiap tasbih sedekah, setiap takbir sedekah, setiap tahmid sedekah, setiap tahlil sedekah, setia amar ma’ruf sedekah, setiap nahi mungkar sedekah. Dan seseorang meletakkan syahwatnya (pada istrinya) sedekah”. Sahabat bertanya: ”Apakah seseorang menyalurkan syahwatnya dapat pahala? Rasul SAW menjawab: “Ya, bukankah jika menyalurkannya pada yang haram akan mendapat dosa? Begitulah jika menyalurkan pada yang halal maka akan mendapat pahala”.
Hadits ini mengisyaratkan bahwa orang-orang beriman memiliki motivasi tinggi dalam beramal dan senantiasa belomba dalam kebaikan untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya kebaikan dan pahala. Dan hadits ini juga menerangkan betapa amal shalih itu banyak dan beragam bentuknya. Ketika kita melakukannya, dan dengan niat karena Allah, maka itu bagian dari sedekah dan kontribusi kita pada umat dan bangsa.
Lapangan hidup bagi orang beriman tidaklah sempit, bukan hanya rumah dan tempat mencari nafkah saja. Tetapi lapangan hidup orang beriman adalah bumi dan seisinya dengan berbagai macam aktivitasnya. Apalagi jika orang beriman terlibat dengan aktivitas dakwah, maka ia akan mendapatkan banyak manfaat dan kebaikan dari dunia ini.
Dan potret kehidupan yang luas dan diisi dengan semangat perlombaan ini sangatlah banyak pada orang-orang beriman generasi terbaik dari umat ini.
Diriwayatkan dari Umar bin Khattab ra berkata: ”Rasulullah SAW melewati Abdullah bin Mas’ud, saya dan Abu Bakar bersama beliau dan Ibnu Ma’sud sedang membaca Al-Qur’an. Maka Rasulullah SAW bangkit dan mendengarkan bacaannya, kemudian Abdullah ruku dan sujud. Berkata Umar ra, Rasul SAW bersabda: ”Mintalah pasti akan dikabulkan, mintalah pasti akan dikabulkan”. Berkata Umar ra. Kemudian Rasulullah SAW berlalu (dari Ibnu Mas’ud ra) dan bersabda: ”Barangsiapa ingin membaca al-Qur’an seindah sebagaimana diturunkan, maka bacalah sebagaimana bacaan Ibnu Ummi Abdi (Ibnu Mas’ud)”. Berkata (Umar): ”Maka saya bersegera di malam hari datang menuju rumah Abdullah bin Mas’ud untuk menyampaikan kabar gembira apa yang dikatakan Rasulullah SAW, berkata (Umar): ”Tatkala saya mengetuk pintu atau berkata agar (Ibnu Mas’ud) mendengar suaraku, berkata Ibnu Mas’ud ra. “Apa yang membuatmu datang pada saat seperti ini?”. Saya (Umar) berkata : “Saya datang untuk menyampaikan kabar gembira (padamu) sebagaimana apa yang telah dikatakan Rasulullah SAW“. Berkata Ibnu Mas’ud ra. “Abu Bakar telah mendahuluimu”. Saya berkata: ”Apa yang dia lakukan, dia selalu menang dalam perlombaan kebaikan, tidaklah saya berlomba untuk suatu kebaikan pasti dia (Abu Bakar) telah mendahuluiku” (HR Ahmad).
Itu adalah motivasi keimanan yang menggerakkan orang-orang beriman untuk senantiasa berlomba dalam kebaikkan. Abu Bakar dan Umar telah mencontohkan yang terbaik dalam setiap perlombaan kebaikan. Begitulah kondisi mereka tidak pernah meninggalkan pintu-pintu kebaikan, kecuali mereka cepat melaksanakannya dengan motivasi yang kuat. Hal ini hanya dimiliki oleh orang-orang beriman yang selalu siap untuk kebaikan dan kebahagiaan mereka yaitu pahala, keridhaan dan surga Allah.
Sumber:
Artikel Utama Buletin Al Iman. Edisi 352 – 4 Desember 2015. Tahun ke-8.
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan. Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.
Hubungi 0897.904.6692
Email: [email protected]
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah.
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya
by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | Jan 6, 2016 | Konsultasi Ibadah
Assalamualaikum ustadz. Bolehkah saya menggabungkan niat shalat dzuhur dengan sunnah wudhu dan tahiyatul masjid dalam satu shalat dzuhur itu sendiri, baik munfarid atau jamaah? Apakah jika saya niat dzuhur saja di belakang imam keutamaan sunnah wudhu dan tahiyatul masjid sudah tercukupi? Dalam artian saya tidak perlu lagi untuk melakukan shalat sunnah tersebut. Saya mohon penjelasannya, karena saya bingung
Jawaban :
Assalamu alaikum wr.wb. Bismillahirrahmanirrahim. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbihi ajmain. Amma ba’du:
Kalau waktu yang Anda miliki cukup lapang sehingga Anda bisa melakukan shalat tahiyyatul masjid, shalat sunnah wudhu, dan shalat zuhur secara terpisah, maka hal itu lebih baik.
Namun dalam kondisi waktunya sempit sehingga Anda tidak bisa melakukan secara terpisah, maka antara shalat tahiyyatul masjid dan sunnah wudhu bisa dilakukan dalam satu shalat sekaligus.
Lalu , dalam kondisi imam sudah mulai melakukan shalat fardhu, Anda sebagai makmum harus segera ikut shalat berjamaah, tidak boleh sibuk dengan urusan atau shalat yang lain. Nabi saw bersabda: “Jika shalat telah ditegakkan maka tidak ada shalat selain shalat yang wajib.” (HR Muslim)
Apakah dengan melakukan shalat berjamaah tersebut tidak perlu lagi melakukan shalat tahiyyatul masjid dan sunnatul wudhu?
Ya, shalat tersebut sudah cukup. Pasalnya, shalat tahiyyatul masjid adalah shalat yang dilakukan saat pertama kali masuk masjid sebelum duduk, sebagai bentuk penghormatan kepada tempat tersebut. Nabi saw bersabda, “Jika salah seorang kalian masuk masjid, janganlah duduk sebelum melakukan shalat dua rakaat.” (HR at-Thabrani).
Karena itu, shalat apapun yang dilakukan di awal masuk masjid secara otomatis sudah merupakan shalat tahiyyatul masjid. Demikian pula dengan sunnatul wudhu, shalat yang dilakukan setelah wudhu sudah termasuk sunnatul wudhu.
Jadi jika ketika masuk masjid, anda langsung ikut shalat berjamaah yang sudah dimulai. Anda tidak perlu lagi melakukan shalat tahiyyatul masjid dan sunnatul wudhu, karena sudah tercukupi dengan shalat fardhu tadi.
Wallahu a’lam. Wassalamu alaikum wr.wb.
Ustadz Fauzi Bahreisy
ed : danw
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini
by Yayasan Telaga Insan Beriman (Al-Iman Center) | Jan 6, 2016 | Artikel
Oleh: Nanda Nurilham*
Pada masa ini kita sudah banyak dipertontonkan oleh perbedaan-perbedaan atau fiqroh umat Islam di Indonesia, dari perbedaan tersebut akhirnya memunculkan kelompok-kelompok Islam yang mempertahankan ciri khasnya masing-masing.
Salafi dengan mengikuti sunah Rasulullah, Jamaah Tabligh dengan dakwahnya menghampiri masjid-masjid, Ikhwanul Muslimin dengan pergerakannya terhadap pemerintah yang zalim, ada juga Nadhatul Ulama dan Muhamaddiyah.
Berkelompok dalam kebaikan sangatlah bagus karena Rasulullah SAW juga melakukannya secara berkelompok atau berjamaah dengan para sahabatnya. Segala sesuatu yang dilakukan secara berkelompok akan lebih ringan daripada sendiri.
Pada saat ini umat Islam di Indonesia sudah tidak cocok lagi untuk memikirkan kelompok masing-masing, karena kita sudah dihadapkan dengan kelompok-kelompok yang akan mengubah negara kita menjadi sekuler dan bebas dari agama. Walaupun, kelompok-kelompok tersebut telah lama masuk di Indonesia, tetapi saat ini kelompok tersebut sudah mulai terang-terangan dalam menebarkan ajarannya. Naudzubillah min dzalik.
Mereka sudah berani terang-terangan karena pemerintahan kita yang lagi bobrok dan lupa akan janji-janjinya dulu. Sampai kapan kita akan melihat negara kita seperti ini?
Sudah sewajarmya kita sebagai umat Islam bersatu dalam menegakkan kalimat Allah dan menegakkan nilai-nilai Islam di negara kita. Sudah sepantasnya, kita tidak memikirkan kelompok kita, tetapi kita harus memikirkan bagaimana cara kita untuk menjaga agar negara kita bebas dari sekuler dan liberal.
Alangkah indahnya apabila kelompok-kelompok Islam di Indonesia dipadukan menjadi satu kesatuan. Salafi dengan mengikuti sunnah Rasullullah, Ikhwanul Muslimin dengan pergerakan politiknya terhadap pemerintah zalim, Hizbut Tahrir dengan keinginannya menjadikan Indonesia menjadi khilafah, dan Jamah Tabligh dengan dakwahnya mendatangi masjid dan rumah.
Keindahan Islam akan terlihat di Indonesia apabila kita sudah bersatu dengan tujuan menegakkan kalimat Allah dan menjadikan nilai-nilai Islam berdiri kokoh di negara kita. Seharusnya kita sadar dan mengambil pelajaran dari saudara kita di Palestina, mereka tak henti-hentinya diserang oleh Yahudi yang ingin menguasai negara tersebut. Tetapi, saudara kita di sana tak kalah gagahnya melawan Yahudi laknatullah. Mereka berperang dengan peralatan seadanya. Mereka selalu bersemangat dalam menegakkan kalimat Allah di negara mereka. Saudara kita di Palestina sadar akan pentingnya persatuan dan kesatuan dalam menghancurkan orang-orang zalim di muka bumi ini.
Lalu, apakah kita harus seperti di Palestina dulu baru kita akan bersatu? Wahai saudaraku, kita ini sesungguhnya dalam satu kesatuan Ahlusunnah wal Jamaah, tetapi kita masih memikirkan kelompok kita masing-masing, kita tidak boleh seperti itu lagi saat ini. Sekarang yang harus kita pikirkan bagaimana kita dapat mempersatukan umat Islam di negara kita.
*Penulis merupakan anggota AlimanCenter Media Volunteer Batch 1