by Danu Wijaya danuw | Nov 8, 2018 | Artikel, Berita, Internasional
Dr Habib Salim Segaf Al-Jufri ulama asal Indonesia terpilih sebagai salah satu Wakil Ketua Umum (Waketum) Persatuan Ulama Islam Sedunia (al-Ittihad al-‘Alami li’ Ulama al-Muslimin) yang berlangsung di Istanbul, Turki.
Beliau dikenal sebagai cucu ulama Palu pendiri lembaga Al Khairat yang terkenal di Sulawesi. Selain itu Habib Salim Al Jufri menjadi Ketua Majelis Syuro partai Islam PKS.
Sementara untuk Ketua Umum terpilih Syaikh Dr Ahmad Abdul Salam Al-Raisuni (Maroko) dan menggantikan Syaikh Dr Muhammad Yusuf Al-Qaradhawi.
Syaikh Al-Raisuni yang dikenal sebagai pakar Maqashid Syariah itu mendapat 93.4% suara dalam pemilihan pada Rabu (7/11) di Sidang Umum Persatuan Ulama Islam Sedunia yang berlangsung di Istanbul, Turki, Sabtu-Kamis (3–8/11).
Dirilis laman resmi Facebook International Union for Muslim Scholars, Syaikh Al-Raisuni kemudian memilih 4 orang calon wakil ketua.
Mereka yang telah dipilih oleh peserta sidang sebagai wakil ketua dengan memperoleh presentase suara sebagai berikut:
- Syaikh Esham Basyir (Sudan): 89.9%
- Syaikh Khairuddin Qahraman (Turki): 88.3%
- Syaikh Salim Segaf Al-Jufri (Indonesia): 88.3%
- Syaikh Ahmad Al-khalili (Oman): 75.5%
Sidang Umum IUMS yang diikuti oleh 1.500 peserta ulama dan cendekiawan Islam dari seluruh penjuru dunia itu akan berakhir dan ditutup pada hari ini di Istanbul, Kamis (8 /11).
Indonesia diwakili oleh beberapa orang tokoh cendekiawan muslim, di antaranya Dr Salim Segaf Al-Jufri dan Dr Muinudinillah Basri.
Sumber : Anadalou Agency/Swamedium
by Danu Wijaya danuw | Oct 29, 2018 | Artikel, Berita, Nasional
Babel – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, mengajak umat Islam di daerahnya mendoakan korban pesawat Lion Air jatuh.
“Saya mengajak seluruh umat Islam untuk mendoakan korban pesawat Lion Air JT-610 yang jatuh di perairan Tanjung Karawang agar amalannya diterima Allah SWT” kata Ketua MUI Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung, Syaiful Zohri di Sungailiat, Senin.
Bagi keluarga korban dan kerabat yang ditinggalkannya juga semoga selalu diberikan ketabahan dan kesabaran atas musibah ini.
“Musibah semata mata datangnya dari Allah SWT, umat manusia hanya bisa berdoa agar selalu selamat dari musibah yang datangnya tidak ada yang mengetahuinya,” katanya.
Dia mengimbau seluruh masyarakat untuk mendoakan agar evakuasi korban jatuhnya pesawat tersebut segera selesai oleh pihak berwenang.
“Dalam kondisi seperti sekarang, masyarakat jangan mudah terpancing oleh informasi yang belum jelas kebenarannya seperti nama-nama penumpang yang menjadi korban,” katanya.
Masyarakat harus bersabar menunggu pihak berwenang yang mengeluarkan data resmi jumlah dan nama penumpang korban pesawat Lion Air JT-610 yang jatuh itu.
“Atas nama MUI Kabupaten Bangka, kami mengucapkan belasungkawa semoga amal ibadah seluruh korban diterima Allah Swt dan keluarga yang ditinggalkannya selalu diberikan ketabahan dan kesabaran,” katanya.
Sumber : Antara
by Danu Wijaya danuw | Oct 28, 2018 | Artikel, Dakwah
Oleh: Pramana Asmadiredja
Halaqah sebagai sarana Tarbiyah yang utama harus menunaikan rukun-rukun dalam upaya mencapai tujuan Tarbiyah yaitu : Ta’aruf, Tafahum, Takaful.
Rukun pertama: Ta’aruf (saling mengenal)
Yaitu sebuah awal yang ada dalam sebuah halaqah dengan saling mengenal.
Dasar dakwah Islam adalah saling mengenal, dan seyogyanya setiap peserta saling mengenal dan berkasih sayang dalam naungan ridho Allah SWT.
Di dalam Al Quran Surat Al Hujurat ayat 10 dan 13 serta Surat Al Imran ayat 103 memberikan arahan pokok bagaimana seorang harus saling mengenal.
Ditambah dengan hadits Rasulullah, “Seorang muslim itu bersaudara dengan yang lainnya seperti anggota tubuh yang satu”.
Ta’aruf melingkupi saling mengenal hal-hal yang berkaitan dengan fisik, seperti Nama, kelas, kegemaran, keadaan keluarga, tempat asal dan lainnya.
Rukun kedua: Tafahum (saling memahami)
Yang dimaksud dengan tafahum adalah menghilangkan faktor yang menyebabkan kekeringan dan keretakan hubungan antar sesama, cinta kasih dan lembut hati.
Jika sudah terbentuk, maka tafahum akan memberikan dampak berupa bekerja demi mencapai kedekatan paradigma.
Rukun ketiga: Takaful (saling menanggung)
Yaitu hendaknya dilatih untuk saling membantu dan memikul beban saudaranya.
Rasulullah bersabda: “Seseorang yang berjalan dalam rangka memenuhi hajat saudaranya lebih baik baginya dari itikaf satu bulan di masjidku.”
Takaful terdiri
- Saling mencintai. Adanya ta’liful qulub.
- Saling tolong menolong sesama muslim.
- Saling menjamin (takaful) dalam lingkup halaqah, baik dengan murabbi maupun dengan sesama peserta halaqah.
Agar sebuah halaqoh dapat dikategorikan halaqah muntijah (produktif dan sukses) tentunya ada aturan yang harus ditaati semua komponen baik murobbi dan nutarobbi.
Syaikh Dr. Abdullah Qodiri dalam buku Adab Halaqah menyebutkan tentang adab-adab tersebut, yaitu
- Serius
- Berkemauan keras
- Istiqamah
- Jauh dari Tasamuh (sama-sama berlaku baik, lemah lembut dan saling pemaaf)
- Jauh dari Ghibah
- Melakukan Ishlah (memperbaiki, mendamaikan, dan menghilangkan sengketa atau kerusakan)
- Tidak menyia-nyiakan waktu saat halaqah
by Danu Wijaya danuw | Oct 25, 2018 | Artikel, Kajian
Di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat itu memiliki bendera tauhid dengan bentuk dan corak yang khas. Para sahabat Rasulullah saw selalu berharap bahwa diri merekalah yang menjadi pembawa bendera tauhid itu.
Salah satu contohnya ditunjukkan pada saat perang Khaibar, dimalam hari dimana keesokan paginya Rasulullah saw akan menyerahkan bendera/panji-panji kepada seseorang:
«فَبَاتَ النَّاسُ يَدُوْكُوْنَ لَيْلَتَهُمْ: أَيُّهُمْ يُعْطَاهَا؟»
“Malam harinya, semua orang tidak tidur dan memikirkan siapa diantara mereka yang besok akan diserahi bendera itu.”(HR. Bukhari)
Kisah diatas menunjukkan betapa pentingnya kedudukan bendera dan panji-panji didalam Islam.
Orang yang diserahi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk membawanya memiliki kemuliaan yang sangat tinggi.
Pengertian Liwa dan Rayah
Di dalam bahasa Arab, bendera disebut dengan liwa (jamaknya adalah alwiyah). Sedangkan panji-panji perang dinamakan dengan rayah. Disebut juga dengan istilah al-‘alam.
Rayah adalah panji-panji yang diserahkan kepada pemimpin kaum muslim, dimana seluruh pasukan di bawah naungannya dan (ia) akan mempertahankannya hidup atau mati.
Sedangkan liwa adalah bendera yang menunjukkan posisi pemimpin pasukan, dan ia akan dibawa mengikuti posisi pemimpin pasukan.

Liwa adalah al-‘alam atau bendera tauhid berwarna putih yang berukuran besar. Seringkali sebagai penanda sebagai wilayah muslim.
Sedangkan rayah adalah bendera tauhid berwarna hitam yang berukuran lebih kecil, yang diserahkan oleh Khalifah atau wakilnya kepada pemimpin, serta komandan-komandan pasukan Islam lainnya.
Rayah merupakan tanda yang menunjukkan bahwa orang yang membawanya adalah pemimpin pasukan.
Jadi Liwa (bendera negara) berwarna putih, sedangkan rayah (panji-panji) berwarna hitam.
Riwayat hadist tentang bendera Rasulullah
Banyak riwayat (hadits) yang menunjukkan warna liwa dan rayah, diantaranya:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ –صلعم- كَانَتْ رَايَتُهُ سَوْدَاءَ وَلِوَاؤُهُ أَبْيَضَ
“Rayahnya (panji peperangan) Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam berwarna hitam, sedangkan benderanya (liwa-nya) berwarna putih.” (HR. Thabrani, Hakim, dan Ibnu Majah)
Riwayat lain,
كَانَتْ رَايَةُ رَسُوْلِ اللهِ –صلعم- سَوْدَاءَ وَلِوَاؤُهُ أَبْيَضَ
“Panji (rayah) Nabi saw berwarna hitam, sedangkan liwa-nya (benderanya) berwarna putih. Meskipun terdapat juga hadits-hadits lain yang menggambarkan warna-warna lain untuk liwa (bendera) dan rayah (panji-panji perang), akan tetapi sebagian besar ahli hadits meriwayatkan warna liwa dengan warna putih, dan rayah dengan warna hitam.”
Panji-panji Nabi saw dikenal dengan sebutan al-‘uqab, sebagaimana yang dituturkan:
إِسْمُ رَايَةِ رَسُوْلِ اللهِ –صلعم- الْعُقَابُ
Nama panji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah al-‘uqab. Tidak terdapat keterangan (teks nash) yang menjelaskan ukuran bendera dan panji-panji Islam di masa Rasulullah saw, tetapi terdapat keterangan tentang bentuknya, yaitu persegi empat.
Dalam hadist lain
كَانَتْ رَايَتُهُ سَوْدَاءَ مُرَبِّعَةً مِنْ نَمْرَةٍ
“Panji Rasulullah saw berwarna hitam, berbentuk segi empat dan terbuat dari kain wol.” (HR. Tirmidzi)
Al-Kittani mengetengahkan sebuah hadits yang menyebutkan:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ –صلعم- عَقَدَ لَهُ رَايَةً، رُقْعَةً بَيْضَاءَ ذِرَاعًا فِيْ ذِرَاعٍ
“Rasulullah saw telah menyerahkan kepada Ali sebuah panji berwarna putih, yang ukurannya sehasta kali sehasta. Pada liwa (bendera) dan rayah (panji-panji perang) terdapat tulisan Lâ ilâha illa Allah, Muhammad Rasulullah.
Pada liwa yang berwarna dasar putih, tulisan itu berwarna hitam. Sedangkan pada rayah yang berwarna dasar hitam, tulisannya berwarna putih”. (Musnad Imam Ahmad dan Tirmidzi, melalui jalur Ibnu Abbas)
Imam Thabrani meriwayatkannya melalui jalur Buraidah al-Aslami, sedangkan Ibnu Adi melalui jalur Abu Hurairah.
Begitu juga hadits-hadits yang menunjukkan adanya lafadz Lâ ilâha illa Allah, Muhammad Rasulullah, pada bendera tauhid dan panji-panji, terdapat pada kitab Fathul Bari.
Sebagian besar para fuqaha dan ahli hadits menganggap bahwa keberadaan liwa dan rayah adalah sunnah.
Kisah panji Islam di masa Rasulullah
Ibnul Qayyim berkata: Pasukan disunnahkan membawa bendera tauhid besar dan panji-panji. Warna liwa (bendera besar) disunnahkan berwarna putih, sedangkan panji-panjinya boleh berwarna hitam’.
Kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengangkat orang-orang tertentu sebagai pemegang panji-panji, juga dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar ra, sebagaimana yang dituturkan Abu Yusuf:
‘Rasulullah saw biasa menyerahkan liwa kepada pemimpin pasukan, yang diikatkan di ujung tombaknya. Rasulullah saw telah menyerahkan liwa kepada Amru bin Ash dalam perang Dzatu Salasil.
Setelah beliau saw wafat, Abu Bakar ash-Shiddiq menyerahkan liwa kepada Khalid bin Walid, yang dipasang di ujung tombaknya’.
Imam Ibnu Hajar menyebutkan sunnah untuk membawa bendera tauhid Liwa dan Rayah di dalam pasukan.
Wallahu’alam Bishowab
Sumber : MuslimJurnalism/SejarahIslam
by Danu Wijaya danuw | Oct 23, 2018 | Artikel, Berita, Nasional
Polisi mengamankan tiga orang terkait kasus pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid di Garut. Polisi menyelidiki ada-tidaknya dugaan tindak pidana terkait peristiwa.
“Total ada tiga orang yang kami amankan, semua saksi,” kata Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna seusai pertemuan jajaran Muspida Garut di Polsek Limbangan, Senin (22/10/2018).
Satu orang di antaranya sedang dalam penjemputan tim polisi. Polisi, ditegaskan Budi, menyelidiki peristiwa ini meski belum ada laporan yang masuk.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil pun ikut berkomentar. Ridwan menyesalkan kasus pembakaran itu. Menurutnya, seharusnya jika ingin menyampaikan pesan, gunakan dengan cara beradab.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) selaku induk Banser akan mengambil beberapa langkah terkait hal tersebut.
“Kami akan segera lakukan langkah-langkah internal organisasi bagaimana agar hal seperti itu tak terulang,” kata Wasekjen PBNU Masduki Baidlowi.
Kalau misalnya ada bendera HTI dan tulisan syahadat, kalau itu dibakar bisa menimbulkan salah paham. Akan lebih bagus kalau misalnya, ada bendera seperti amankan, serahkan ke pihak berwajib dan tidak ambil langkah yang menimbulkan langkah kontroversial,” kata dia.
Ketua Umum GP Ansor, Gus Yaqut mengatakan anggotanya melihat bendera tersebut sebagai simbol bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), ormas yang sudah dibubarkan pemerintah.
Penanganan peristiwa pembakaran bendera tauhid dilakukan cepat Kepolisian Garut agar tidak muncul gesekan di antara kelompok masyarakat.
“Kalau tidak ditanggulangi, perpecahan akan timbul. Makanya kami lakukan dulu penahanan, semuanya kami jadikan saksi,” sambungnya.
Sebelumnya berbagai ormas Islam mendatangi Kepolisian Garut meminta untuk menahan oknum banser yang membakar bendera, dimana ada kalimat tauhid, terlepas itu milik HTI atau bukan.
Aksi pembakaran bendera kabarnya terjadi saat perayaan Hari Santri Nasional di Lapangan Alun-alun Limbangan pagi tadi.
Video pembakaran bendera tauhid viral di media sosial dengan keterangan oknum anggota Banser yang membakar.
Sumber : Detik
by Danu Wijaya danuw | Oct 22, 2018 | Artikel, Dakwah, Kisah Sahabat
Salah satu madzhab fiqih yang banyak dianut oleh pemeluk Islam dunia adalah madzhab Syafi’i.
Abu Abdullah Muhammad bin Idris yang lebih terkenal sebagai Imam Syafi’i, pendiri madzhab fiqih Syafi’i, termasuk golongan suku Quraisy, seorang Hasyimi dan keluarga jauh Nabi.
Imam Syafi’i yang lahir di Gaza, Palestina pada tahun 767 M ini dibesarkan oleh ibunya dalam kemiskinan, karena ia telah kehilangan ayahnya ketika masih kanak-kanak.
Ia belajar hadis dan fiqih dari Muslim Abu Khalid Az Zinyi, dan Sufyan ibn Uyaina. Sehingga hafal banyak hadist. Imam Syafii juga telah hafal Alquran pada usia 9 tahun.
Dahulu ketika berumur 11 tahun ia dibawa oleh ibunya ke kota Madinah dan diantar belajar dengan Imam Malik rahimahullah, sebagai pendiri Mazhab Maliki.
Kemiskinan Imam Syafii saat Menimba Ilmu
Suatu ketika saat sesi pengajian, Imam syafi’i meletakkan jari kanannya ke mulut lalu digerak-gerakkan di telapak tangan kirinya seumpama menulis hadits-hadits yang dibaca oleh Imam Malik.
Jari kanannya seumpama pena sementara air liurnya seumpama dakwat. Perbuatan Imam Syafi’i selepas 2-3 kali belajar tidak disenangi oleh Imam Malik.
Beliau menyangka Imam Syafii bermain-main ketika belajar, lalu Imam Malik memanggil Imam Syafii dan berkata ”Selepas ini jangan kau hadir lagi ke kelas pengajianku.”
lmam Syafii bertanya, ”Mengapa Wahai Guruku ? ”
Dijawab oleh Imam Malik, “Engkau bermain-main dengan jarimu seakan menulis, kenapa engkau tidka langsung membawa pena dan kertas?”
Tahu akan dikeluarkan dari kelas pengajian Imam Malik, Syafii pun berterus terang,
“Wahai Guruku, Aku tidak mampu untuk memiliki pena dan kertas tetapi aku mampu membaca hadits-hadits yang telah Tuan Guru ajarkan kepadaku.”
Setelah diizinkan oleh gurunya, maka Imam Syafi’i membaca semua hadits-hadits yang telah diajarkan oleh Imam Malik.
Sang Imam sangat tersentuh melihat keikhlasan dan dan kehebatan Syafi’i lalu mendekatinya dan memberi penghormatan.
Kekuatan Hafal Imam Syafii
Imam Syafii akhirnya telah hafal kitab Muwatta yang merupakan kitab hadis-hadis hukum yang dikumpulkan oleh Imam Malik sejak usia 13 tahun.
Pada usia 20 tahun, Imam Syafi’i menemui Imam Malik bin Anas di Madinah dan mengucapkan seluruh isi kitab Muwatta itu di depan penulisnya langsung.
Ia lalu tinggal dan berguru kepada Imam Malik sampai akhir hayat Imam Malik, tahun 795 M.
Pendiri Metode Ushul Fiqih
Imam Syafi’i sangat terkenal akan kecerdasan dan kearifannya. Ia merupakan penengah antara hukum fiqih dan hadis dengan prinsip metode fiqih. Sehingga Imam Syafii dianggap sebagai pendiri Ushul Fiqih.
Dalam karya-karya tulisnya, ia selalu memanfaatkan ruang dialog dengan baik. Ia menguraikan prinsip fiqih Ar Risalah dan mencoba menjembatani fiqih Hanafi dan Maliki. Hal itulah yang membuat ajarannya dijadikan salah satu pedoman fiqih dan semakin banyak diikuti.
Sumber : Brilio/SurauRiau